Dalam Belajar”
A. Pendahuluan
Suatu kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan minat akan menghasilkan prestasi yang
kurang menyenangkan. Dapat dikatakan bahwa dengan terpenuhinya minat seseorang akan
mendapatkan kesenangan dan kepuasan batin yang dapat menimbulkan motivasi. S.C. Utami
Munandar (1985:11) menyatakan bahwa minat dapat juga menjadi kekuatan motivasi.
Prestasi seseorang selalu dipengaruhi macam dan intensitas minatnya. Minat menimbulkan
kepuasan. Seorang anak cenderung untuk mengulang-ulang tindakan-tindakan yang didasari
oleh minat dan minat ini dapat bertahan selama hidupnya.
Dengan demikian, minat belajar merupakan faktor yang sangat penting dalam keberhasilan
belajar siswa. Disamping itu minat belajar juga dapat mendukung dan mempengaruhi proses
belajar mengajar di sekolah. Namun dalam prakteknya tidak sedikit guru Seni Budaya
(Kesenian) menemukan kendala di dalam kelas, karena kurangnya minat siswa dalam
pembelajaran Seni Budaya khususnya seni rupa. Jika hal ini terjadi, maka proses belajar
mengajar pun akan mengalami hambatan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Pengertian minat
Minat sering dihubungkan dengan keinginan atau ketertarikan terhadap sesuatu yang datang
dari dalam diri seseorang tanpa ada paksaan dari luar. The Liang Gie (1994:28)
mengungkapkan bahwa minat berarti sibuk, tertarik, atau terlibat sepenuhnya dengan suatu
kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Menurut Slameto (dalam Djaali
2006:121) minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas,
tanpa ada yang menyuruh. Sedangkan menurut Crow and Crow (dalam Djaali 2006:121)
mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk
menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh
kegiatan itu sendiri.
Pengertian Belajar
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang belajar, pada umumnya
mereka memberikan penekanan pada unsur perubahan dan pengalaman. Menurut
Witherington (dalam Sukmadinata 2007:155) menyatakan bahwa belajar merupakan
perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola respon yang baru yang
berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Crow and Crow
(dalam Sukmadinata 2007:155) mengemukakan bahwa belajar adalah diperolehnya
kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru. Sedangkan menurut Hilgar (1962:252)
menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses di mana suatu perilaku muncul atau berubah
karena adanya respon terhadap sesuatu situasi.
Berdasarkan penekanan unsur pengalaman tentang definisi belajar dikemukakan para ahli,
antara lain menurut Di Vesta and Thompson (1970:112) menyatakan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Gage and
Berliner (1970:256) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah
laku yang muncul karena pengalaman. Sedangkan menurut Hilgard (1983:630),
mengemukakan bahwa belajar dapat dirumuskan sebagai perubahan perilaku yang brelatif
permanen yang terjadi karena pengalaman.
Minat belajar peserta didik sangat menentukan keberhasilannya dalam proses belajar. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut bersumber pada dirinya dan
luar dirinya atau lingkungannya antara lain sebagai berikut :
Aspek jasmaniah, mencakup kondisi fisik atau kesehatan jasmani dari individu siswa.
Kondisi fisik yang prima sangat mendukung keberhasilan belajar dan dapat mempengaruhi
minat belajar. Namun jika terjadi gangguan kesehatan pada fisik terutama indera penglihatan
dan pendengaran, otomatis dapat menyebabkan berkurangnya minat belajar pada dirinya.
(Kumpulan Tugas Sekolahku)
Aspek Psikologis (kejiwaan), menurut Sardiman (1994:44) faktor psikologis meliputi
perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berfikir, bakat,dan motif. Pada
pembahasan berikut tidak semua faktor psikologis yang dibahas, tetapi hanya sebagian saja
yang sangat berhubungan dengan minat belajar.
Faktor dari luar siswa, meliputi:
Keluarga, meliputi hubungan antar keluarga, suasana lingkungan rumah, dan keadaan
ekonomi keluarga.
Sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, sarana dan prasarana belajar, sumber-sumber
belajar, media pembelajaran, hubungan siswa dengan temannya, guru-gurunya dan staf
sekolahserta berbagai kegiatan kokurikuler.
Lingkungan masyarakat, meliputi hubungan dengan teman bergaul, kegiatan dalam
masyarakat, dan lingkungan tempat tinggal.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa faktor-faktor dari diri siswa dan dar luar siswa
saling berkaitan dalam menumbuhkan minat belajar. Jika faktor-faktor tersebut tidak
mendukung mengakibatkan kurang atau hilangnya minat belajar siswa. Kurang atau
hilangnya minat belajar siswa disebabkan oleh banyak hal yang secara tidak langsung dapat
mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Menurut JT. Loekmono (1985:97), faktor-faktor
yang menyebabkan kurang atau hilangnya minat belajar sisbwa adalah sebagai berikut :
Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan
minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang
telah ada. Menurut Tanner and Tanner (1975) menyarankan agar para pengajar berusaha
membentuk minat-minat baru pada siswa. Hal ini bisa dicapai melalui jalan memberi
informasi pada siswa tentang bahan yang akan dismpaikan dengan menghubungkan bahan
pelajaran yang lalu, kemudian diuraikan kegunaannya di masa yang akan datang. Roijakters
(1980) berpendapat bahwa hal ini biasa dicapai dengan cara menghubungkan bahan pelajaran
dengan berita-berita yang sensasional, yang sudah diketahui siswa.
Harry Kitson (dalam The Liang gie 1995:130) mengemukakan bahwa ada dua kaidah tentang
minat (the laws of interest), yang berbunyi :
Untuk menumbuhkan minat terhadap suatu mata pelajaran, usahakan memperoleh keterangan
tentang hal itu
Untuk menumbuhkan minat terhadap suatu mata pelajaran, lakukan kegiatan yang
menyangkut hal itu.
Minat belajar akan tumbuh apabila kita berusaha mencari berbagai keterangan selengkap
mungkin mengenai mata pelajaran itu, umpamanya arti penting atau pesonanya dan segi-segi
lainnya yang mungkin menarik. Keterangan itu dapat diperoleh dari buku pegangan.
ensiklopedi, guru dan siswa senior yang tertarik atau berminat pada mata pelajaran itu.
Disamping itu perlu dilakukan kegiatan yang berhubungan dengan mata pelajaran itu,
misalanya pada mata pelajaran seni rupa usahakan mengikuti apa yang harus dilakukan
apakah dengan menggambar atau melukis. Dengan langkah-langkah itu minat siswa terhadap
mata pelajaran itu akan tumbuh.
Penutup
Minat belajar merupakan salah satu komponen yang berpengaruh terhadap keberhasilan
belajar. Untuk menumbuhkan minat belajar pada diri siswa, terlebih dahulu kita harus
memperhatikan apa yang menjadi latar belakang yang menyebabkan berkurang atau bahkan
hilangnya minat belajar. Setelah itu baru kita mengambil langkah-langkah apa yang harus
kita lakukan untuk menumbuhkan minat belajar pada diri siswa. Dengan demikian upaya
untuk menumbuhkan minat belajar sesuai dengan sasarannya.
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat kita tarik beberapa kesimpulan yang
berkaitan dengan upaya menumbuhkan minat belajar pada peserta didik. Pertama, pahami
dan kenali terlebih dahulu kondisi fisik dan psikologis siswa. Kedua, gunakan teknik dan
metode yang bervariasi dalam penyajian materi pembelajaran. Ketiga, penggunaan media
pembelajaran hendaknya dapat merangsang siswa untuk tertarik ikuti serta dalam
pembelajaran. Keempat, pahami kondisi lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah
sehingga kita dapat mencari jalan keluar dalam menumbuhkan minat belajar siswa.
Rujukan
[1] Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[2] Munandar, S.C. Utami. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah:
Petunjuk bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
[3] Sardiman, AM.1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Pedoman bagi Guru dan
Calon Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
[3] Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
[4] Djaali, H. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
[5] Gie, The Liang. 1995. Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta: Liberty.
[6] Loekmono,JT. 1985. Bimbingan bagi Anak Remaja yang bermasalah. Jakarta: CV.
Rajawali.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal
batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai
pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di
seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi,
yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti
bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi
dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi
informasi dan komunikasi berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat
tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya,
terutama dalam bidang pendidikan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus
globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di
indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem
pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan
billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa
Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari
sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka
program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan
pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan
diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan
diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau
tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar
tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.
Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga
dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi
antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi.
Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya
bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras
dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak
masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat
menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang
cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum
dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program
kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50
juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan
kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin
terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat
menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya
di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah
payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini
dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas
pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat
ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
1.2 Rumusan Masalah
Secara umum, rumusan masalah pada makalah “Dampak Globalisasi Terhadap
Pendidikan” ini dapat dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut.
a. Apa dampak dari globalisasi untuk dunia pendidikan?
b. Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi?
c. Cara penyesuan pendidikan di Indonesia pada era globalisasi?
1.3 Tujuan
1. Bagi Penulis
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah
pengantar pendidikan. Selain itu, bagi diri kami pribadi makalah ini juga diharapkan bisa
digunakan untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa, baik dalam lingkup
universitas negeri malang maupun di civitas akademika yang lain.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan
dan menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Para pembaca yang dominan dari
kaula mahasiswa bisa digunakan untuk langkah menuju ke pengetahuan yang lebih luas,
sehingga kedepannya tercipta sdm-sdm yang unggul.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami tentang arti penting globalisasi sehingga
dampak negatif yang berimbas bisa leih diperkecil. Dan juga diharapkan agar realisasi
kegiatan positif terhadap adanya pendidikan semakin lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengaruh Globalisasi terhadap dunia Pendidikan
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era
pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka
peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia.
Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat
meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki
manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-
luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang
dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak
positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-
poin berikut:
1. Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
Pengajaran Interaktif Multimedia
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran
pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang
berbasis teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan
sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan
sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang
sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan
menjadi suatu proses komunikasi.
Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah
bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat
mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak
langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi
mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang
membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan
verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk
tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan
fakta dengan konsep.
Perubahan Corak Pendidikan
Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk
berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak,
membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan
perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan
paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau
satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan
karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Dalam dunia pendidikan,
teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet dapat membantu siswa untuk
mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama
dengan mereka yang berjuauhan tempat tinggalnya.
Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat
menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan
tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
2.2 Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia
2.2.1 Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah
sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU
Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian
kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas
adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem
pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang
berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan
sains dan teknologi. Secara kelembagaan,
sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama,
dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui
sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan
ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak
berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting
dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar
salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan
(RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas
memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu
pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya
kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak
lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar
negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor
pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti
pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas,
10/5/2005).
Koordinator LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika,
10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah
melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi
untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan
mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu.
Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan
terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan
miskin.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang
seharusnya membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya
memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan
pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung
jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci
tangan’.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak
mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai
pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di
seluruh dunia
Perubahan Corak Pendidikan, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara.
Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau
atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk
melakukan perubahan.
DAFTAR PUSTAKA