oooooooooooooOOOOOOOOOOOOoooooooooooooooooo
BABV I : SIAPAKAH MALAIKAT ITU?
1
Ini dari itu, berbeda dengan Jin. Disebut Malaikat itu adalah menjadi Utusan (5.1.1.). Sesuai denegan Dalil
di dalam Qur’an Surat XVIII ayat 75 – Al-Mukminun : “Tuhan memilih di antara Malaikat sebagai utusan”
demikian juga di antara manuisa”.
Sudah sangat jelas bahwa walau pun Malaikat itu makhluk yang bersifat Luhur, untuk bisa menjadi
utusan tetap harus yang dipilih oleh Allah, demikian juga halnya dengan manusia! Manusia yang lahur
seperti apa pun, tetap berada di tangan Tuhan; TIDAK BISA MEMILIH, tidak bisa memilih untuk
menempatkan dirinya, DITERIMA ATAU TIDAK semuanya adalah atas Kehendak Tuhan. Walau
punmanusia itu SAMA_SAMA sebagai UTUSAN. Pada intinya : Yang dipilih oleh Tuhan itu, meskipun
MALAIKAT itu pun Malaikat atau manusia yang benar-benar SUCI (2).
Di dalam kisah para Nabi atau Al-Qur’an diceritakan, bahwa ketika Nabi Muhammad mendapat
Anugerah Tuhan menjadi Nabi di hari itu, ketika itu perasaan Nabi merasa bertemu dengan seorang laki-
laki yang mengaku sebagai Jibril. Sedang Jibril disebut juga sebagai Utusan tuhan yang bertugas
mengantarkan perintah atau WAHYU.
Adanya kejadian tersebut, karena Nabi sedang menjalakan kewajiban hidup, yang artinya tidak tiba-
tiba begitu saja menjadi seorang Nabi. Sehingga bisa disimpulkan, bahwa siapa saja yang mendapatkan
Anugerah-Nya, dari yang tidak lain adalah yang berkedudukan sebagai (Mengajari, mendidik,
mengarahkan, menjadi guru) itu adalah Malaikat yang disebut dengan sebutan nama Jibril (Gabriel, Gibrail)
atau yang membawa Roh Suci (Ruhulkudus itu tadi).
ooOOoo
QS.IXI. Surat Asy-Syu’ara ayat 1992, 1993, dan 1994.
(@). Sesungguhnya Qur’an ini diturunkan oleh Tuhan Penguasa seluruh alam ini semeua. Di bawa
oleh Roh Suci (Jibril). Kemudian ditujukan kepada Hatimu (Ya Muhammad) supaya kamu menjadi pemberi
peringatan kempada seluruh manusia.
(@1) QS.XXVII : ayat 6 Surat An-Najm Malaikat itu memiliki akal yang tajam, kemudan tegak sesuai
rupa yang sebenarnya.
Perintah dari Wahyu bagi Nabi Muhammad, di depan sudah dijelaskan, yaitu melalui Malaikat Jibril.
Hal itu apda intinya : Nabi Muhammad ketika menerima Wahyu masih berada di tingkat Hakekat!
Sedangkan bagi sang pencari Ilmu Ma’rifat, untuk bisa berjumpa dengan Jibril adalah setelah mencapai
tingkat Hakekat, yaitu ketika sedang menjalankan Shalat Ma’rifat, atau ketika sedang melakukan Samadhi,
atau disebut juga ketika sedang dalam keadaan Mayanggaseta (Lihat di Wedaran Wirid I tentang
Samadhi).
Penjelasannya : Pada ketika sedang dalam posisi Mayanggaseta itu bagaikan ketika Dewaruci yang
rupanya sama dengan Wrekudara. Hal itu sebagai lambang bahwa Malaikatnya sedang SAMA dengan
Dewaruci, sedangkan lambangnya hati ketika itu adalah sama dengan Wrekudara @.@1. Siapa pun saja
ketika sedang berada pada keadaan tingkatan Hakekat, maka gerak dan pikirannya dipengaruhi oleh
perbuatan Roh Suci (Malaikat). Di dalam Uraian tentang Samadhi Mayanggaseta sama dengan yang
biasa menjadi pembicaraan umum di pedesaan yang yang dikatakan dengan BERTEMU dengan
Saudaranya sendiri. Apakah benar, bahwa Kisah pada Nabi Muhammad adalah Bertemu dengan
Saudaranya sendiri ketika menerima wahyu di Pertapaan Gua "Hira” itu? Jika demikian, apalah perlunya
ada pengibaratan Dewaruci menemui Wrekudara? Jika demikian, menurut pendapat saya, TUPA dari
Saudaraku sendiri sama dengan RUPA diriku sendiri, atau rupanya sama persis dengan yang sedang
mengalami Mayangseta. @1).
Jika hal ini dibahas menggunakan ilmu hakekat, Hati dari Nabi Muhammad itu dilambangkan dengan
Wrekudara, itu sebagai ibaratnya saja. Lembang yang berujud Wrekudara itu hanya sebagai PENERIMA
segala yang menjadi ucapannya.
Penjelasan yang pokok dari sebagai mendapat anugerah WAHYU itu : Tuhan itu itu bukan dengan
cara menampakkan diri, akan tetapi mengutus hati dari pemiliknya yang sedang melakukan Permohonan
(Siapa saja dan tidak padang bulu, termasuk agamanya, itu sama saja). Apakah benar, setiap permohonan
PASTI ditemui oleh Saudaranya sendiri? Jawabannya : TIDAK, karena di depan berdasarkan dalil,
disebutkan hanya yang DIPERKENANKAN TUHAN, itu maksudnya adalah : Untuk bisa bertemunya itu,
jika sudah Suci. Sehingga jika jiwa kita ini belum suci, memohon hingga lumpuh pun, TIDAK AKAN BISA
BERTEMU. Ketahuilah, ketika bertemu dengan Saudara diri pribadi itu sama saja dengan duduk bersama!
Artinya dengan cara menerima ajaran antara AKU dan JIBRIL. Oleh karena manusianya sudah suci,
sehingga Malaikat yang menjadi utusan itu juga suci, benar-benar malaiakt yang yang terpilih (Yang
dikehendaki-Nya). Kata “Yang terpilih” itu, mengandung maksud, bahwa ilmu dari yang sedang melakukan
permohonan itu sudah DITERIMA. Penjelasan tentang ketika bertemu dengan saudara diri pribadi sama
dengan duduk bersama itu, artinya : Bagi ahli hakekat ketika “mengambil buah karya bakti: Malaikatnya,
diibaratkan tiap detik jia DIBUTUHKANNYA, umpamanya, ketika tidak mengerti tentang sebab dan akibat,
untuk bisa mengetahuinya hanay dengan cara bertanya kepada pribadinya, dan Pribadinya itulah yang
akan memberikan jawabannya (Malaikat yang mengajarkannya, yang memberitahukannya, yang
menunjukkan, yang memberikan ajaran dan sebagainya).
2
Apakah masuk akal, sehingga Malaikat dari dirinya sendiri yang mengajari atau yang
memberitahukan sesuatu? Penjelasannya adalah sebagai berikut : Dalil @1. Di atas, menerangkan, bahwa
malaikat itu memiliki akal yang tajam serta sesuai dengan YANG SEBENARNYA! Penjelasannya adalah
sebagai berikut : Oleh karena Malaikat itu sama saja dengan ROH SUCI (Ruhulkudus) dan juga disebut
sebagai Hakekat Ketuhanan, sehingga Ilmunya itu mengandung semua yang Gaib dan semua yang nyata.
Singkatnya : Yang Maha Tahu. Adanya manusia hingga tidak Tahu itu dikarenakan adanya penutu Hijab,
Warana. Kata mengetahui di sini adalah mengetahui menggunakan batin, bukan penglihatan mata! Oleh
karena hal itulah, sebenarnya, manusia itu tidak usah mencari Pengetahuan ke mana-mana, karena
sebenarnya sudah mempunyai sendiri! Malaikat – yang ujud yang sebenarnya – menurut pendapat saya :
Oleh karena sudah yakin dengan sebenar-benarnya, maka rohnya pun menjadi Roh Suci. Sehingga
Malaikat yang Menampakkan diri itu juga tidak ragu-ragu kepada yang memilikinya. Artinya : AKU sudah
TIDAK RAGU-RAGU lagi, sudah sangat yakin kepada yang ada di depanku itu, yaitu Malaikat itu sendiri –
atau Raga di dalam jazadku pribadi, oleh karena antara satu dengan satunya sudah tidak ragu-ragu, maka
rupa dan ujudnya sama dengan yang memiliki rasa yakin itu sendiri – yaitu sama persis denegan ujud dari
yang menjalaninya itu sendiri : Maka dari itu, Malaikatnya Nabi juga sama dengan ujud Nabi, Malaikat si A
juga seperti si A (Rupa yang seutuhnya, bentuk yang sebenar-benarnya), dan Malaikat Wrekudara itu
juga sama rupa dengan yang sebenar-beanrnya. Tentang hal ini itu sulit untuk membuktikannya di dalam
uraian buku, jika tidak dilakukan sendiri. Sehingga, terserah diri masing-masing.
Ketika ada kalanya para pencari Hakekat bisa bertemu dengan Saudara diri pribadi (@1), maka
akan merasa bagaikan saling berbicara, yang menerima dan yang memaknai adalah Hati dari dirinya
sendiri. Oleh karena pertanyaan dan jawabannya tidak dengan suara KERAS, sehingga jika deisebut
dengan sebutan Mendapat Wangsit dari Dewa, jika kurang dalam memahaminya, Sekali terlupa itu tetap
tidak bisa diulang lagi.
Sehingga uraian di atas itu mengandung maksud, bahwa siapa saja ketika sedang menerima
Petunjuk Tuhan, itu adalah yang menerima HATI, yang dibawa Jibril! Tentunya akan ada pertanyaan,
sebagai berikut : Apakah sudah pasti, bahwa ujud Malaikat itu seperti yang memilikinya? Jawabannya :
1. Para Yogi atau Pencari Ma’rifat yang baru sampai ke tingkatan Hakekat itu dibahasakan sangat
berbahaya sekali, karena di tingkatan ini itu “Belum tentu: bahwa itu adalah “Saudara Diri Pribadi” yang
datang menemuinya! Bisa saja ditemui oleh Kumara yang lain yang sedang gentayangan dan sebagainya.
Yang daya getarannya lebih kuat dibanding getaran yang sedang melakukan Samadhi (Yogi) itu sendiri.
Roh Gentayangan tadi, ketika lewat dan melihat, maka menyamar bentuk seperti yang dikehendaki oleh
yang sedang melakukan Yoa itu tadi, karena “Pembawa-pembawa” di Tingkatan itu, perbuatannya adalah
mengajari dan memberi tuntunan! Jika yang sedang melakukan kurang atau belum paham tentang itu,
serta “kehendaknya bisa terpenuhi” kadang-kadang bisa memiliki kelebihan yang sangat mengherankan.
Semua itu, pada intinya adalah untuk menguji, dan mengukur kekuatannya.
2. Yang dilakukan hati itu, menerima, menimbang yang baik/buruk dan sebagainya. Sehingga
semua Petunjuk Tuhan, yang di bawa oleh Malaikat, untuk menerimanya tentulah melewati Hati, sehingga
Kalimat yang dibawa Jibril atau makna dari ajarannya TIDAK bisa didengar oleh orang lain!.
Meski demikian, Malaikat itu ada yang bisa dilihat dan ada yang tidak bisa dilihat! Penjelasan
mengenai Perbedaan yang didperbuat oleh Malaikat, itu adalah sebagai berikut :
1. Malaikat Jibril; yang mempunyai kewajiban memberi ajaran, menuntun, yang sering
menampakkan diri sebagai Mayangga Seta, itu adalah Ujud dari penampakkannya. Jangan lupa, hanya
Malaikat ini saja.
2. Malaikat Mikail; itu walau pun dicari, dengan melakukan samadi, dengan bertapa, dengan ma’rifat
dan sebagainya, tidak akan bisa untuk dilihatnya, karena selain bertugas membagi Rizki dan membagi
Hujan, Malaikat ini tidak mempunyai tugas untuk berhubungan dengan hati.
Intinya : Malaikat Mikail itu adalah sebuah sebutan dari suatu tugas kewajiban, Perbuatan kewajiban
yang sudah menjadi kodratnya tanpa di kuasai dan tanpa dipaksa. Penjelasannya : Hujan itu yang
menjalankannnya adalah angin. Angin berjalan dengan membawa awan, yang kemudian jatuh menjadi
hujan. Bumi yang kering, jika terkena hujan itu sama saja dengan mendapatkan Rizki. Demikian
seterusnya sejak dunia terlahir hingga sekarang ini. Jika ditelaah, hujan itu dari akibat angin, angin itu dari
akibat hawa panasa dan hawa dingin. Adanya kejadian yang terus menerus seperti itu , bagi manusia itu
hanya bisa mengetahui akibatnya. Akibat-akibat itu semua yang menjadi pekerjaan dari Malaikat Mikail.
3. Malaikat Izrafil : Bertugas memasukan Roh (nyawa). Menurut kepercayaan, yaitu ketika bayi
sudah terbentuk di dalam kandungan “Yang merangkai Roh-nya” adalah Malaikat Izrafil.
4. Malaikat Izrail, bertugas mencabut nyawa, artinya : Jika ada bayi yang terlahir dengan selamat
dan hidup, itu medapatkan Roh dari Izrafil, akan tetapi jika meninggal dunia (Tanpa nyawa), maka
nyawanya dicabut oleh Izrail.
5. Malaikat Raqib; Bertugas : mencatat keburukan. Maksudnya : Siapa saja yang bertindak buruk,
entah gerak, entah ucapan, hal itu yang mencatat adalah Malaikat Raqib. Maksudnya : Oleh karena yang
mengetahui buruk dan baik itu hanyalah hati, jika demikian maka Raqib itu adalah sifat Hati atau perasaan
3
yang selalu mengerti keburukan, melihat keburukan, walau pun sudah terhapus berpuluh-puluh tahun,
tetap masih teringat saja, jika pernah berbuat buruk. Hal itu mengandung maksud : Seumpama Malaikat
Raqib itu tidak mencatatnya, tentulah kita ini tidak ketempatan rasa dan merasa buruk. Sedangkan
buktinya yang nyata dan akan terlihat jelas itu jika Manusia-nya telah meninggal dunia ( di alam kubur –
Wedaran Wirid Jilid I).
6. Malaikat ‘Atid; yang bertuga mencatatat kebaikan, yang dilakukannya adalah berlawanan dengan
Malaikat Raqib.
7. Malaikat Munkar; Yang dilakukannya adalah menimbang berat ringan-nya amal shalih kita
berdasar ilmu apa yang kita gunakan ketika hidup di dunia. Hal itu akan terjadi, besok ketika berada di
alam kubur!
8. Malaikat Naqir; tugasnya adalah sama saja dengan Malaikat Munkar.
9. Malaikat Ridwan => Penjaga Syurga.
10. Malaikat Maliq => Penjaga Naraka. Keduanya sama sama bertindak dalam tiap harinya, walau
pun manusianya masih dalam keadaan terjaga. Di depan sudah dijelaskan bahwa syurga dan naraka itu
adalah rasa enak dan tidak enak, contohnya sebagai berikut :
5.1.2 : Malaikat-malaikat penjaga syurga dan naraka itu sebenarnya adalah Bagian (sifat pribadi) kita
yang merasakan ENAK dan TIDAK ENAK. Ketika senang, yang merasakan atau yang menjaga bernama
Malaikat Ridwan, demikian pula sebaliknya. Berulang kali, semuanya terdapat di dalam diri kita sendiri.
Kata Senang dan sakit, itu sudah jelas bahwa yang merasakannya adalah HATI. Ketika Hati ikut-ikut (ikut
merasakan) semua rasa itu karena dari pengaruh Malaikat Ridwan dan Malaikat Maliq! Contohnya :
Adanya SENANG dan SUSAH itu, yang bisa membeda-bedakan adalah dari pekerjaan Malaikat Ridwan
dan Maliq, Yang akhirnya. Hati diri kita lah yang menerimanaya, yang artinya : Malaikat berdua itu tidak
menampakkan diri, agar bisa diketahui adalah dengan cara MERASAKANNYA! Seandainya jiwa kita tidak
terkena “Rasa Tidak Senang” hal itu tentunya tidak menyebkan apa-apa, akan tetapi karena manusia
terpengaruh oleh Malaikat MALIQ, sehingga bisa menyebutkan bahwa tidak enak, Demikian juga yang
sebaliknya.
Kemudian ada pertanyaan : Apakah Malaikat itu? Jawabannya : Malaikat itu, sifat dari perbuatan, itu
adalah Rahsa Manusia! Yang disebut malaikat itu adalah “Naluri” atau “Bagian dari pribadi” diri manusia.
Maksudnya adalah : Menuasia itu mempunyai Naluri dari Rahsa! Yang maksud intinya adalah Rahsa
seutuhnya (Sawetah), yang pada intinya adalah musuh dari Iblis/Syiatan. Oleh karena manusia itu
ditempati Malaikat, sehingga jika demikian, Jumlah malaikat itu dari jumlah seluruh manusia hidup dikalikan
12 (Wedaran tentang Mi’raj) dan Isra). Sehingga tempat yang ditempati oleh Malaikat itu berada di diri
manusia. Sedang perbuatan Malaikat yang pokok adalah (Rahsa Mutlak) itu bisa kita buktikan di setiap
menit dalam setiap kita berpikir dan bergerak serta dalam setiap berbicara. Manusia itu, hampir tiap
berpikir dan berbicara itu selalu bertentangan – Milih yang ini, yang itu, yang pada intinya mengajak
kepada keburukan, kemalasan, kesalahan dan sebagainya – sedangkan yang melawan sifat-sifat itu
adalah adalah pikiran yang mengajak kepada kebenaran! Mengajak kepada kebenaran itulah yang
sebenarnya perbuatan dari MALAIKAT kita. Intinya : Pikiran yang mengajak kepada kesesatan itu adalah
Syaitan, sedangkan yang mengajak kepada kebenaran itu berasal dari Malaikat! Sehingga di diri kita, ada
dua perbuatan yang antara keduanya selalu bertentangan. Maka dari itu Malaikat itu Musuh dari Syaitan.
Sekarang membicarakan tentang Malaikat yang sering dijadikan Utusan. Menurut dalil, yang sering
memperlihatkan diri itu disebut Malaikat Jibril, yang menyampaikan Wahyu kepada Muhammad! Dan
berbentuk sebagai manusia. Sedangkan yang disampaikan oleh Jibril adalah menurut apa yang dimohon
oleh orang itu di awalnya. (Orang, bermakna sebagai ahli Hakekat). Malaikat Jibril itu sama dengan
Ruhulkudus dalam istilah di Agama Kristen, atau Roh Suci. Sedangkan Roh Suci itu menampakkan diri
berujud manusia?! Penjelasannya :
Kata Utusan itu adalah suruhan, duta, diutus untuk memberikan sesuatu. Sehingga jika Tuhan ingin
memberikan petunjuk kepada manusia yang tidak pernah tahu, itu akan mengutus Jibril (rohsuci).
Sedangkan yang mensucikannya itu bukan Allah, akan tetapi. Manusisalah yang suci! Mengapa demikian,
karena kesucian jiwa itu adalah CERMIN itu ibaratnya yang memuat segala yang rahasia tanpa penutup!
Oleh karena cermin yang tanpa penutup, maka dikatakan melihat rupa diri sendiri, kehendak diri sendiri
dan sebagainya.
Sehingga ketika sedang menjalankan kewajiban demikian itu, Sang Malaikat ada yang
memperlihatkan diri berujud AKU, atau berujud sesuatu yang Indahnya.
Jangan salah dalam memahaminya : Jibril yang menampakkan diri seperti AKU itu (Mayangga seta)
yang dilakukannya adalah Menuntun. Kata tanpa penghalang itu dibahasakan MENYATUNYA HAMBA
DAN TUHAN, di Wedarann Wiri Jilid I disebut : Iya karsaku, iya karsane Allah (Iya kehendakku, iya
kehendak Allah).
Kembali tentang rasa mutlak (Inti Rahsa) itulah sebenarnya malaikat-malaikat itu. Yang diperbuatnya
sudah menyatu dengan tugasnya. Tontoh : Bayi yang baru lahir, itu tidak ada yang mengajari untuk
menghisap susu ibu. Akan tetapi bisa mencari puting susu ibunya! Akar tumbuhan itu tidak mempunyai
mata, akan tetapi bisa mencari makanan, dan MELIHAT atau mengerti! Anak kucing yang baru lahir, itu
4
bisa tahu jika menabrak sesuatu akan mengetahui cara bersikapnya. Dan masih banyak lagi ontoh-contoh
yang meyakinkan tentang adanya RAHSA asal azali. Naluri-naluri tersebut, untuk bisa berfungsi, karena
tiap diri manusia itu ketempatan Malaikat yang masing-masing Malaikat itu mempunyai tugas sendiri-
sendiri dan tidak SALING BERCAMPUR untuk saling berebut.
Sekarang sudah jelas dan nyata, jika manusisa itu disebut hanya sebatas menjalankan kewwajiban
hidup, yang untuk bisa makan dan tidur, senang dan tidak senang dan sebagainya, sudah ada YANG
MENGENDALIKAN.
5.1.3. Contoh yang mudah-mudah saja, sebagai berikut : Ketentraman Rumah Tangga itu jika suami
istri sama-sama patuh atas kodrat perbuatannya. Maksudnya : Perut lapar itu menyebabkan sakit hati.
Agar menjadi senang, tentunya harus berusaha, bagaimana caranya agar mendapatkan makanan! Dan
sekarang sebaliknya : Jika Syaitannya mengajak mencuri, apakah itu bisa menyebabkan ketenteraman?
Apakah itu suatu tindakan mengikuti atas tindakan Malaikat? Sedangkan yang menyebabkan mencuri itu :
Hati yang jahat! Apakah senang jika mendapatkan sesuatu dari hasil mencuri, itu bermakna naik ke
syurga? Jawabannya : Olehkarena Malaikat itu MUSUH syaitan, sehingga perbuatannya tidak bisa serasi
(Sesuai) dan oleh karena kita memiliki Malaikat yang bertugas mencatat baik/buruk, walau bagaimanapun
saja perbuatan jahat, di sembunyikan bagaimanapun saja, Hati pasti mengetahui. Intinya : Malaikat yang
bernama Raqib tetap mencatat kejahatan kita, walau pun menyebabkan hati senang. Intinya : Raqib dan
“Atid itu sama-sama menerima tindakan kita, yang tidak akan hilang dari ingatan! Sehingga Hati kita itu
tidak akan bisa dibohongi. Karena selalu dijaga oleh dua Malaikat yang sewaktu-waktu selalu mengetuk
hati. Seperti apakah buktinya bahwa diri kita ini tidak bisa dibohongi oleh diri kita sendiri? Orang yang
bersalah jika bertemu dengan orang lain awalau pun masih jauh, hatinya pasti bergetar, berdesir.
Penyebabnya tidak lain karena perbuatan jahatnya yang sudah dicatat oleh Malaikat yang dua itu (Raqib
dan “Atid), saling berbicara dengan hati! Adanya hal yang demikian : Oleh karrena unsur Mailakt atau Roh
Suci itu tidak berkenan untuk ketempatan kejahatan, sehingga terkena kejahatan sedikit saja maka akan
menanggapinya, jantung menjadi berdegup lebih kencang! Demikian juga ketika ketika melihat atau
berjumpa apa saja yang bisa menyebabkan rasa senang (Syurga), hati kita kemudian akan SENANG,
karena yang memberi laporan adalah Malaikat Ridwan.
Penalarannya adalah sebagai berikut : Gerak gerik hati dan gerak raga itu dipengaruhi oleh Rahsa
Azali atau yang disebut juga sebagai MALAIKAT, hal itu dipusatkan di dalam HATI.
5
6.1.1.
I. Bagi yang menyebarkan ajaran Agama Kristen, Islam, Budha dan sebagainya, itu atas kehendak
Yang Maha Kuasa akan diberi sebuah kelebihan. Contohnya adalah Nabi Isa, as. Ketika itu mendapatkan
kelebihan BISA MENGHIDUPKAN ORANG MATI, menyembuhkan orang Buta, yang orang lain itu tidak
bisa melakukannya. Nabi Musa as. Ketika berhadapan dengan raja Fir’aun bisa memperlihatkan tangannya
bagaikan kilat atau bersinar bagaikan cahaya listrik! Serta yang sangat mengagumkan, tongkatnya bisa
berubah menjadi Seekor Naga besar.
Demikian juga Nabi Muhammad saw. kelebihan menurut yang dipahami oleh umum : Bisa
menggelar Qur’an ke seluruh dunia, hal itu menurut pendapat saya itu “hanya dibesar-besarkan saja” atau
bukan sebuah Mu’jizat, hanya hal biasa saja. Sedangkan Mukjizat Nabi Muhammad ketika itu : Tangannya
(ke lima jari tangannya) bisa menjadi bagaikan pancuran dari sumber air, yang bisa diminum dan
sebagainya.
Hal itu bagi para Nabi yang menyiarkan Agama Tuhan (Kitab dari Allah). Sedangkan bagi
pandangan Umum, jarang adanya atau sudah bukan jamannya. Akan tetapi seingat saya, beliau Para
Nabi itu, ketika mendapatkan Mu’jizat adalah bersamaan dengan datangnya masalah besar. Sehingga
menurup pendapat saya : Itu semua adalah pertolongan Tuhan, untuk menyelamatkan rasul-Nya, tidak
berbeda dengan Nabi Ibrahim, di bakar di api besar, yang menyala besar, namun tidak berpengaruh apa-
apa. Dan juga Nabi Yunus, ditelan ikan besar hingga beberapa bulan TIDAK BERPENGARUH APA-APA!
Contoh-contoh Nabi yang lainnya masih banyak lagi dan akal/pikiran tidak akan sanggup untuk
menelaahnya, karena adanya hal itu adalah sudah menjadi kehendak Tuhan.
Percaya atau tidak, itu juga ada contohnya lagi untuk orang biasa, yaitu : Seorang Penyebar Ilmu
Tuhan di ejek-ejek dan dihina hingga sampai mengatakan tentang “Ayah/Ibunya” beserta keturunannya,
yang dikatakan berasal dari hewan. Tiba-tiba atas kehendak Tuhan, yang mengolok-oloknya kemudian
sakit agak lama, kemudian meninggal dunia. Jelas itu adalah sebuah pertolongan bagi orang yang
menyebarkan Ilmu Ketuhanan, tidak lain itu dikarenakan hatinya sudah suci, berserah diriyang intinya :
Kehendaku ya kehendak-MU. Demikian juga para Wali-Wali di Tanah Jawa pada jaman dhulu.
II. Bagi para Mukmin, yang berarti ahli i,u (pengetahuan), itu juga datangnya apertolongan adalah
ketika mengalami bencana besar. Umpamanya : Sedang enak-enaknya berjalan di jalan besar, tiba-tiba
ketabrak sepeda motor, dan yang mengherankan justru sepeda motornya yang terlontar hingga sejauh 10
meter, sedangkan yang tertabrak tidak merasa apa-apa. Akan tetapi orang lain banyak yang melihatnya
bahwa dia itu di tabrak oleh sepeda motor.
Ketika rame-ramenya Belanda menyerang Kota Pasuruan, ada salah satu orang yang dituduh
sebagai mata-mata Republik, kemudian dibawa ke markas IVG. Sesampainya di sana kemudian dipukuli
menggunakan popor senjata. Akan tetapi laras senjata itu tidak bisa melukainya, dan justru tentara
Belanda yang memegang senapan itu merasa berat sekali dan merasa senapannya ada yang menariknya.
Di Kebon Candi Pasuruan, ada sepeda motor maenabrak orang, akan tetapi yang di tabrak tidak
luka sama sekali, setelahya justru motor itu yang masuk jurang. Keterangannya, ketika terjadi tabrakan, si
Sopir merasa seolah motornya selip, kemudian motor melayang melompati kepala orang yang akan
tertabrak....
Demikianlah adanaya serta bukti yang pengarang lihat sendiri. Jika dipikir tidak akan terjangkau, aka
tetapi semua itu sudah menajdi kehendak Tuhan. Tidak seperti orang yang mempunyai kelebihan karena
didapat dari bawah pohon beringin (menyepi). Pada keterangan di nomor III tenetang Istijrat para Kafir atau
kelebihan yang diperoleh dengan cara berusaha itu, hampir di semua negara itu ada – yang banyak
dikenal dengan sebutan Zwarte Magie!
Di atas pengarang sudah menyampaikan pendapatnya bahwa Mu’jizat atau pertolongan Tuhan itu,
tiap manusia mendapatkannya dan sudah diketahui perbedaannya, Jika yang memperoleh mu’jizat itu
merasa MEMPUNYAI KELEBIHAN, itu jelas bersahabat dengan mahluk halus (Perewangan), dan
sebaliknya bagi manusia biasa dan yang lebih tinggi bagi para Wali atau Mukin, itu justru merasa tidak
mendapatkan Mu;jizat. Artinya : Datangnya pertolonga-pertolongan itu karena berasal dari Tuhan. Oleh
karena itu bersifat pertolongan, maka menurut pengamatan saya, hampir semua makhluk Tuhan itu
DKIKUASAI OLEH MAHA PENGASIHNYA TUHAN, sehingga masingpmasing makhluk itu mendapatkan
Mu’jizat sendiri-sendiri. Contohnya adalah bagi hewan dan sebagainya.
6.1.2.
aa. Ular di padang pasir itu jika dikejar maka tidak kesulitan untuk mencari lobang perlindungan.
Akan tetapi karena Maha Adil Tuhan, ular itu itu bisa menyelusup ke dalam pasir (berenang di dalam
pasir). Sedangkan manusia itu belum ada yang bisa berenang di dalam pasir. Agar bisanya maka
menggunakan alat.
bb. Ulat yang membengkokan dirinya untuk berjalan itu jika didekati itu tidak mudah untuk dilihat,
karena bentuknya mirip ranting pohon.
cc. Bayi yang masih suci itu, walau penguni rumah sedang tertidur semua jika ada pencuri (orang
jaahat, hewan buas dan sebagainya) maka akan terbangun dan menangis dengan keras. Yang akibatnya,
orang penghuni rumah akan terbangun, dan pencurinya akan melarikan diri.
6
Demikian pendapat saya, jika dikembalikan kepada isi dari Dalil di atas, Ketika Tuhan memberikan
Mu’jizat itu tidak akan sama, bati tiap-tiap manusia atau makhluk yang dipilihnya! Serta Mu’jizat yang
seperti apa, kita ini itu tidak akan mengetahuinya, karena untuk bisa mnegetahuinya itu jisa sudah berjalan
atau terbukti kejadiannya. Jika paham ini dikira hanya kebetulan saja, maka itu lain pembicaraan, karena
yang dicontohkan di atas itu adalah Ke-Agungan Tuhan bagi hamba-Nya. Artinya, Jika para Hamba-Nya
tidak mengakuinya, itu sudah seharusnya! Karena jika itu diakuinya, biasanya akan digunakan untuk
kesewang-wewnangan, atau justru untuk mencari musuh.
Bagi para pencari Ilmu Ketuhanan, jika sudah mencapai Tingaktan Hakekat, kadang-kadang orang
itu sering bisa melihat “Apa-apa” memiliki penglihatan dan perasaan Gaib. Jika hal itu diakuinya, maka
akan dikatakan itu bukan Ilmu Ketuhanan. Karena di tingkatan ini, rahasia penglihatan mata sudah terbuka!
Olehkarena sudah terbuka, kadang-kadang memperoleh salah satu dari Sifat Tuhan! Itu bukan termasuk
Mu’jizat. Akan tetapi bagi orang yang sudah terbuka penglihatan mata Gaibnya itu bertemu dengan
amsalah berat, saya sangat percaya : PERTOLONGAN Tuhan, walau pun tidak dimohon, tidak disangka-
sangka, pasti akan datang dengan sendirinya.
7
b. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk Mi’raj, yang pertama oleh Malaikat-Malaikat, yang kedua
oleh Roh setelah dibangkitkan, yang ketika oleh salah satu yang Istimewa, yang keempat, oleh Nabi
Muhammad, saw.!!!
(3). a. Sikap yang sama (tentang Mi’raj) antara Nabu Muhammad dan Nabi Musa as.
b. Yang terpikir oleh kita : Apakah memang benar bahwa Muhammad dan Musa itu bisa MELIHAT
Dzat Tuhan, yaitu : Allah dengan cara langsung!?
(4). a. Apakah itu Pohon Sadratulmuntaha itu, dan apakah yang menutupinya?
b. Apakah yang sebenarnya yang dilihat oleh Nabi Muhammad s.a.w. di dekat Janna’t ul ma’wa?
8
Jangan disangka bahwa Mi’raj yang sudah tersebut seperti diuraian di atas itu bisa digapai dengan
cara berlatih, seperti yang dilakukan ahli sulap yang bisa menghilang karena latihan. Karena di surat 70
ayat 3 disebutkan, bahwa Allah itu Julma’arij, yang tafsirnya hanya Allah sendiri yang kuasa meberi
anugerah Mi’raj kepada manusia! Dan selanjutnya di dalam Al-Qur’an menyebutkan warna dari Mi’raj yang
lain lagi, yaitu yang menyebutkan di dalam surat 70 juga, di ayat ke 4 dijelaskan bahwa Malaikat dan Roh
(Roh suci) atau Jibril) dan Roh manusia setelah dibangkitkan, membutuhkan waktu 50 ribuan tahun
lamanya jika jika akan sampai di hadapan Tuhan. Sedangkan menurut Surat 32 ayat 5 satu-satunya
masalah yang masuk akal itu membutuhkan waktu 1000 tahun bila akan naik menuju ke Hadapan Tuhan.
Akan tetapi Mi’raj Nabi Muhammad saw. itu hanya dilakukan di dalam waktu tidur saja ......................!
Kemudian Hazairin menjelaskan di dalam bukunya sebagai berikut : Jika diterima dengan benar
menurut Buku Toret (Deuteronium) surat 18 yat 15 dan 18, sudah menjadi perjanjian (disamakan) bahwa
setelahnya Nabi Musa akan didatangkan lagi seorang Rasul yang mirip dengan Musa dan dari pihak
saudara Musa. Sedangkan Nabi Muhammad dari keturunan Ismail saudara Iskak, diberi anugerah bisa
Mi’raj, sudah semestinya jika Musa ketika dahulunya juga mendapat anugerah bisa Mi’raj. Apakah
sebabnya, bahwa apa yang disebutkan di dalam TORET surat 5 selaras dengan yang disebutkan di dalam
Qur’an surat 7 ayat 142 – 147, namun yang membedakannya bahwa di dalam Qur’an itu, Musa diceritakan
Jatuh Pingsan, yaitu ketika akan melihat kenyataan Tuhan, yaitu ketika melihat Gunung (Lihat Wedaran
Wirid Jilid I tentang Samadhi).
Sangat jelas bahwa Pingsan bagi Nabi Musa menunjukkan tingkatan ketika akan Mi’raj, sedangkan
Nabi Muhammad tangga atau tingkatannya Mi’raj dalam bentuk tidur. Menegenai peristiwa yang dialami
Nabi Musa di dalam Toret disebutkan, bahwa ketika itu Gunung itu menyala besar dan dari tempat itu
terdengar Kaliamt Tuhan, sedangkan yang terlihat hanyalah api yang menyala berkobar-kobar itu tadi. Dari
dalam api yang berkobar itu (25) kemudian keluar Syariat bagi Bani Israil, yaitu yang 10 macam (de Tien
Geboden Gods). Demikian juga ketika Nabi Muhammad ketika Mi’raj tidak melihat Tuhan (26) kecuali
hanya Ke-Agungan-Nya dan Kalimat-Nya, yang merupakan syariat-syariat selaras dengan Surat 17 di
dalam Qur’an.
Di antara yang terlihat oleh Nabi Muhammad itu, ada yang sangat gaib bagi pikiran kita, yang
tersebut di dalam Surat An-Najm, yaitu melihat sesuatu yang menutupi membungkus sesuatu yang
disebut Sidrat’ulmuntaha (27). Serta Sidat’ulmuntaha itu dekat dengan Jannat’ulma’wa (Syurga).
Sedangkan yang dimaksudkan tentang Jannah itu menurut keyakinan saya (Hazairin), yaitu Syurga,
tempatnya kemuliaan di akherat (28), sedangkan Sidrah itu bagi pandangan umum dimaknai Pohon : Dana
kata “Kalimat” itu hanya disebut sekali saja di dalam Qur’an, sehingga dengan demikian tidak bisa dicari
penelaahnya yang lainnya lagi apa yang dimaksudkan untuk membandingkannya antara ayat yang satu
dengan ayat yang lainnya. Di dalam Bahasa Arab ada kata Sadara, yang artinya pecah, barangkali saja,
oleh karena saya bukan ahli Bahasa Arab, sehingga kata Sidara atau Sirat’ul itu, saya hubungkan dengan
sadara – dan mencoba untuk memaknainya bahwa kaliamt Sidrat’ulmuntaha itu, seolah-olah bermakna :
Ketika Nabi Muhammad telah sampai di tempat yang sangat jauh yang dekat dengan Syurga itu, tiba-tiba
melihat sebuah pecahan bagaikan sebuah penghalang (hijab) yang sangat halus yang membuka ke kanan
dan ke kiri (29), sehingga tempat yang terlihat dari ketika penghalang sedikit terbuka, telihat bagaikan
sebuah pohon, dan di situ Nabi Muhammad bisa melihat Keagungan Tuhan, bagai seorang yang mengintip
keadaan langit dari dari lubang atap rumah, bisa melihat pancaran Rembulan dan bekelipnya bintang-
bintang. Yaitu hanya cahayanya saja, sedangkan Rembulannya sendiri tidak bisa terlihat.
Yang demikian itu bisa juga diselaraskan dengan isi dari Surat 7 ayat 46 dan surat 57 ayat 13, yang
menyebutkan : wa ba inahuma hijab (dan) faduriba bainahum bisurin lahubab : Yaitu antara syurga dan
naraka itu ada penghalang (penutup hijab) (20) yang memisahkannya atau sebuah tembok yang ada pintu
belakangnya (pintu penghubung) (31).
Meskipun demikian kepda Muhammad sudah diberi Anugerah bisa melihat tentang keadaan syurga
dan naraka, yang artinya sudah di beri anugerah sebuah ilmu yang sangat sempurna untuk membedakan
antara yang baik dan buruk.
Jika Sidrah itu bisa diartikan sebagai belahan, pecahan, bagian : untuk selanjutnya Sidrat’ulmuntaha
bisa dimaknai Naraka (32), yang memang berujud kawah yang ada apinya (33), menyala dan berkobar
besar, luas dan dalam. Pada surat 7 ayat 41 dijelaskan, bahwa Jahanam (naraka) itu ada tutupnya : Lahum
min jahanamma mihadun wa min faukihim ghawasyin. Jika dihubungkan dengan surat 53 ayat 53, maka
menjadi jelas apa yang dimaksudkan dari kata Idz yaghsya sidrata ma yagsya, yang artinya : Ketika naraka
ditutup oleh penutupnya.
Walau pun bagaimana pun juga, apa yang dilihatnya oleh Muhammad sudah dijawab oleh Al-Qur’an
sendiri, dan Muhammad sebenarnya sudah mendapatkan Ilmu rahasia yang sangat sempurna, yang bisa
dicapai oleh makhluk, yaitu “Melihat” Dzat Tuhan Yang Maha Agung dengan menggunakan Pancaindranya
(34), yang berupa Ayat Yang Agung : Wa lakad raahu nazlatan uchra. Lakad raa min ayati rabbihi’lkubra.
Demikian lah inti penelitian Prof. Hazairin tentang Mi’raj. Apakah hal itu menurut Ilmu Hakekat
adalah benar atau kah tidak, akan pengarang kupas menurut pemahaman pengarang sendiri dan tidak
meninggalkan makna Dalil – Khadits –Ijmak – Qiyas – dengan harapan jangan sampai penelusuran
9
tentang Mi’raj ini menjadi salah, yang bisa semakin membuat buta pikiran! Nomor-nomor yang diberi
kurung itu nantinya sebagai pembanding makna lahir dan batin. Terlebih dahulu akan pengarang
sampaikan contoh-contoh dari pendapat yang kurang paham, sebagai berikut :
7.2.1. Di Daerah Malang Selatan ada seorang anak muda yang mesuk ke salah satu perguruan ilmu
kebatinan. Bercerita kepada pengarang sebagai berikut : Pada suatu ahri, oleh guru saya ddiperintah
bersamadhi, sikapku dengan duduk bersila di tengah sawah yang berhawa dingin dan menyegarkan!
Setelah beberapa lamanya saya merasa layap-layap antara tidur dan jaga, tiba tiba ada desiran, tidak tidur,
tidak bermimpi, karena masih merasa dingin, tiba-tiba saya merasa melayang ke angkasa hingga sangat
tinggi sekali. Saya heran, menurut “perasaanku” keadaan di kanan kiri sangat indahnya, sebuah taman,
kolam, bebungaan, terang tidak terang, gelap tidak gelap, tidak seperti sore hari ..... seolah mengandung
suasana seperti ternggelamnya matahari, sangat menyenangkan hati. Yang mengherankan itu, bahwa
dedaunan dan bunga-bunga dan yang lainnya itu bisa berubah warna, bermekaran sendiri hingga menurut
perasaanku tidak sampai satu detik seolah sudah berada di tengah taman, Kemudian saya melihat ke
kanan dan ke kiri, kemudian ada suara : “Lihatlah di bawah itu” Menurtku bumi ini yang kita injak ini hanya
sebesar bola. Sekarang saya mohon penjelasan, apakah keadaan saya yang seperti itu yang disebut Mi’raj
seperti Nabi Muhammad?
Jawaban Pengarang hanya “Entah” tentunya hal itu sama dengan bermimpi!” Yang akan diulas itu
adalah hal “Perasaan”, bahwa bumi seolah-olah hanya sebesar bola dan hanya terjadi beberapa meneit
saja dalam keadaan antara tidur dan jaga. Jika dikira bermimpi, bukan bermimpi. Dikatakan tidak bermimpi,
akan tetapi demikian perasaannya! Cbalah dipikir, berapa juta kilometer jika manusia bisa melihat bumi
hanya sebesar bola? Jika demikian kejadian penglihatan seperti itu maka dengan kecepatan beberapa ribu
Kilometer, dalam tiap jamnya? Jika hal itu dijalani oleh raga kita, berapa puluh tahun untuk bisa melihat
Bumi hanya sebesar bola? Demikianlah pertanyaan-pertanyaan itu akan muncul. Jika dipikir maka tidak
masuk akal.
Mengulas naskah milik Hazairin tentang Mi’raj yang dijalankan oleh Nabi Muhammad dengan Nabi
Musa as. Apakah itu masuk akal? Api yang menyala besar mengapa bersuara? Serta hanya tidur saja
mengapa bisa naik ke langit? Terlebih dahulu akan diulas tentang Gunung yang terbakar, yang dialami
oleh Nabi Musa as. Menurut pendapat saya : Kita harus mengetahui terlebih dahulu makna dari Mi’raj,
Ru’yah, bermimpi! Mi’raj itu, maksudndya adalah Naik, oleh kerena naik itu dilakukan oleh Roh, maka
hubungannya adalah dengan Ru’yah – yang artinya melihat sesuatu-sesuatu yang gaib dengan cara
menaiki itu tadi dengan cara tingkatakan seolah bermimpi. Sehingga Ru’yah itu selama Mi’raj – Mi’raj itu
tentulah dengan cara Ru’yah (penglihatan batin)! Oleh karena masih belihat apa-apa, walau pun hal gaib
sekali pun, ternyata itu bukan tingkatan Ma’rifat, masih berada di Tingkatan Hakekat.
Ronggawarsito menyebtukan, bahwa Mi’raj itu Mengagungkan Dzat’ullah, hal itu benar adanya,
karena dalam keadaan Mi;raj itu melihat Rahasia dunia sebagai tanda saksi Keagungan Tuhan!
Apakah benar Nabi Musa melihat Gunung yang menyala ketika Mi’raj? Jawabannya adalah sebagai
berikut : TINGKATAN yang disebut Ma’rifat Hakekat, itu bagi para pencari Hakekat sama saja dengan
meleweta lautan bagi Wrekudara ketika akan bertemu Dewaruci. Melihat terang benderang yang disebut
(Padang tarawangan tanpa ada bayangannya) ...... Bagaikan nyara sinar bulan, satu juta menjadi satu,
yang intinya menurut bahawa Hakekat disebut : Nuur – NuurIllahi atau Nuur Muhammad! (25).
Pengibaratan menyatunya Nabi Musa dengan Dzat Tuhan itu harus melalui Nyalanya api, yaitu MELIHAT
ALAM YANG TERANG TANPA BATAS yang disebut SAMODRA! Siapa saja, tika melihat Agamanya, jika
masih di tingkatan Hakekat --- tentu melihat Nuur yang terang tanpa ada bayangannya itu tadi! (25).
Demikian juga ketika Nabi Muhammad Mi'raj, itu sudah terjawab dengan jelas oleh Nabi Muhammad
di dalam Kitab-Kitab Hadits dan sebagainya, bahwa Nabi Muhammad tidak meliaht Dzat Tuhan, karena
yang dilihatnya adalah KEAGUNGAN TUHAN, yang oleh Ronggawarsita disebut : DZAT TUHAN itu
sendiri, artinya : Melihat Dzat’ullah, tidak melihat ALLAH! Jumlah Dzat’ullah itu ada berjuta-juta, sifatnya
dan perbuatannya ttidak terhitung jumlahnya. Jika kurang bisa memahami, Dzat Allah itu bisa disebut
HAKEKAT ALLAH. Artinya segala cetusan Jasad gaib dan kasar halus, Malaikat, Nyawa, perasaan dan
sebagainya, itu juga Hakekat Allah! Penjabaran-penjabaran selanjutnya tentang Mi’raj yang dilakukan Nabi
Muhammad, sebagai berikut :
Oleh karena Nabi Muhammad ketika melakukan Mi’raj dengan tata cara tidur, hal itu sebenarnya
tidak tidur, Hal itu sama saja dengan para pelaku Pertapa ketika sedang Shalat Ma’rifat (Radya Yoga,
Samadhi). Pada intinya : Bersamadhi atau Shalat Ma’rifat itu adalah membangkitkan menegakkan hidup
Roh dengan menggunakan Rasa Jatinya (Lihat Wedaran Wirid Jilid I). Sehingga karena hidup dari Roh
yang bangkit itu masih disertai rasa ingat, sehingga disebut Mi’raj – artinya bukan Atauchid (menyatu).
Oleh karena itu Nabi Muhammad BISA BERCERITA kepada para sahabat tentagn Mi’rajnya (tentang
ketika mengagungkan Dzatullah – melihat Rahasia Tuhan). Jika demikian, ketika sedang Mi’raj itu masih di
tingkatan Hakekat, artinya masih ada yang menuntun. Sedangkan yang menuntuk Nabi Muhammad itu
adalah Malaikat Jibril. Sudah jelas : Ketika Nabi Muhammad Mi’raj itu masih dalam keadaan Hakekat.
Karena jika hal itu dimaknai menghadap di hadapan Tuhan, justra malah salah besar! Apakah sebabnya?
10
Seperti di dalam Dalil surat 6 ayat 94 Surat Al-An-aam : - Menghadapmu kepada Tuhan itu bagaikan ketika
kamu dilahirkan ke dunia pertama kali ..... dan seterusnya (Lihat Wedaran Wirid Jilid I).
Sehingga perbedaannya : i’raj itu masih memakai sarana dituntun oleh Malaiakt, hati, rasa dan
ingatan, sedangkan Tauchid itu alat apapun juga, seperti ketika baru terlahir. Sehingga yang berpendapat
bahwa Mi;raj yang dilakukan Nabi Muhammad itu beserta raganya, itu agak mengherankan. Karena Nabi
sendiri sudah mengatakan dan disaksikan oleh Istrinya Siri Aisyah (Hadits) bahwa Nabi Muhammad ketika
itu tidur di dekat Aku (Siti Aisyah).
Mengulan pertanyaan seorang laki-laki yang melihat Bumi sebesar bola (7.2.1). Penjelasannya
adalah sebagai berikut : MELESATNYA ROH yang masih disertai Rasa ingatan itu disebut di dalam Ddalil,
sama saja dengan 50,000 (limapuluh ribu) tahun kecepatannya – jika diukur menggunakan ukuran di dunia
ini, artinya : Jika ukuran dunia menyebutnya 50.000 tahun itu adalah benar-benar 50.000. menurut Ukuran
Ketuhanan, 50.000 itu hanya diibaratkan satu detik saja! Keadaan itu sama saja dengan untuk bisa
terlaksana jika dengan cara Ru’yah (penglihatan batin dengan cara seolah bermimpi)! Contohnya adalah
sebagai berikut :
7.2.2. Dari Surabaya ke Barat menuju Jakarta jauhnya itu sekitar 1.000 Km, jika pulang pergi
menjadi 2.000 Km. Itu jika dijalani jalan kaki bisa hingga 30 hari baru bisa kembali ke Surabaya. Namun
jika kita melakukan perjalanan itu dalam keadaan bermimpi, yaitu Ru’yah, hanya membutuhkan waktu tidak
samapi satu menit.
Menurut Tuhan di dalam Al-Qur’an surat 32 ayat 5 As-Sajdah dan Qur’an XXIX surat 70 ayat 4 surat
Al-Ma’arij, sebagai berikut :
1. Para Malaikat kemudian naik bersama-sama dengan Roh dalam satu hari, yang lamanya sama
dengan 50.000 tahun (Surat 70 ayat 4).
2. Dia itu menata semua urusan dari langit hingga ke bumi, kemudian naik ke Hadapan-Nya di hari
Kiyamat. Sehari di waktu itu rasanya seperti 1.000 tahun, menurut hitungan di waktu sekarang (Surat 22,
ayat 5).
Dalil di atas menjelaskan bahwa para Malaikat naik bersama-sama dengan Roh (35). Kita tidak ragu
lagi yang dimaksudkan itu Melesatnya TOH YANG HIDUP YANG DISERTAI RASAJATI (Sara ingatan),
yang kecepatan dalam seharinya sama dengan 50.000 bagi hitungan alam nyata. Maksunya adalah satu
hari dalam hitungan Waktu Tuhan! Hal itu mengandung maksud bahwa Mebayangkan Tuhan itu tidak ada
batasnya, penglihatan itu bersifat tanpa penghalang, Keceptan penglihatan itu tidak terhitung
kecepatannya dan sebagainya, intinya : Tidak bisa dijadikan contoh dengan mesin hitung dan sebagainya,
yang dibuat oleh manusia! Jika dipahami menggunakan pemahaman kita sendiri : Berjalannya SWAPNA
atau mimpi itu kecepatannya tidak bisa dihitung!.
Menurut Hazairin, Mi’raj itu tidak bisa di digapai oleh manusia. Apakah Nabi Muhammad itu bukan
manusia? Di depan sudah disampaikan, Mi’raj itu pakaian Ru’yah, sedangkan yang bisa hanyalah manusia
yang sudah SUCI (Ma’rifat Islam) seperti yang dilambangkan dalam kisah Kresna Gugah atau dalam kisah
Dewa Ruci.
Salah pemahaman yang lainnya, jika tingkatan Mi’raj itu naik ke langit menggunakan tangga, serta
dibelah dadanya oleh Malaikat. Hal itu sebenarnya mengandung maksud, jika Dadamu sudah suci atau
pencernaan kita sudah suci, barulah bisa mengagungkan Dzat Tuhan! Salam dalam memahami yang lebih
besar lagi, bahwa Mi’raj dan Ru’yah adalah “Penglihatan Pancaindra” atas Keagungan Tuhan. Sedangkan
di dalam Ajaran Hakekat sudah berulang kali diterangkan dan juga sudah banyak contoh-contohnya dari
Para Jamhur ahli Ilmu, bahwa keadaan Mi’raj itu sebenarnya bukan penglihatan pandangan mata
Pancaindra, akan tetapi penglihatan batin. Meskipun demikian Hazairin sudah menetapkan bahwa bisa
digapai oleh makhluk (Yang dimaksudkan adalah oleh Nabi Muhammad), akan tetapi semakin
membingungkan maknanya, bahwa ketika Nabi Muhammad melihat Dzat Tuhan itu menggunakan
Pancaindra. Hal itu tidak bisa diterima di dalam rasa (34). Bisa saja ada praduga, bahwa ketika Nabi
Muhammad Mi’raj itu adalah atas Ijin Allah, yaitu Julma’arij-nya Tuhan. Sekarang ada yang mempunyai
anggapan lagi, Apakah Sunan Kali itu tidak mendapatkan Mi;raj (Mengaunggkan Dzat Tuhan)? Apakah
Ronggawarsita tidak mendapatkan Mi;raj, dan apakah mendapatkannya itu disebut juga Julma’rid dari
Allah? Tidak diragukan lagi, sebenarnya keadaan Mi’raj itu siapa saja bisa mendapatkannya, asal
dijalankan melalui jalan kebenaran (Catur Wiwara Warit). Sedangkan yang dialami anak muda itu, bukan
diusahakan hanya tidak sengaja saja, yang maksudnya Julma’rij dari Allah (&.2.1).
11
Di depan sudah disebutkan, bahwa melesatnya Roh (Daya hidup) yang disertai rasa jati (Tetap
masih bisa melihat apa-apa) (35) itu sangat cepat sekali bagaikan kilat, Oleh karena dasar dalilnya
demikian, silahkan dihayati, keterangan di bawah ini :
1.2.3.
aa. Buraq => Cepat bagaikan cahaya.
bb. Mi’raj => Naiknya roh.
cc. Ru’yah => Penglihatan batin dengan cara bermimpi.
dd. Melesatnya Roh => Disertai rasa sadar ingat (rasa jati) yang maksudnya adalah ingat apa-apa
atau melihat apa-apa.
Penjelasan di atas, jika ditelusuri menggunakan dalil : Bermimpi itu diserta rasa ingat, ingar itu
merasa, artinya : Hatinya ikut-ikut menghitung, karena merasa mengetahui apa-apa walau pun luas
jangkauannya, jauh asalnya, hanya dalam waktu sekejap saja, cepat bagaikan cahaya dan cepat itu
diibaratkan : BURAQ (35).
Dan sudah dijelaskan, melesatnya Malaikat dan roh-roh menghadap kepada Dzat Tuhan itu
diibaratkan membutuhkan waktu 50.000 tahun lamanya, jika dihitung menggunakan hitungan Pancaindra.
Tidak ragu lagi, melesatnya Roh Nabi Muhammad dengan diiringi Malaikat Jibril itu sama dengan
melesatnya Roh dan rasa jati yang hidup dan lepasnya sangat cepat sekali. Jika demikian, menyatunya
rasa jati dan Roh meninggalkan raga kita itu sama dengan Buraq (35). Dan berarti bukan menaiki Burung
Buraq!
7.2.4. Ketika pengarang masih kecil pernah pergi ke Pasar Gede Yogyakarta ke rumah famili.
Sekarang pengarang sudah dewasa serta bertempat tinggal di Negeri yang jauh dari Yogyakarta. Tadi
malam bermimpi pergi ke pasar Gede. Atau dengan cara mengingat-ingatnya : Tidak sampai satu menit –
segala rupa dan gambaran dari Pasar Gede nampak jelas! Sekarang kita telusuri : Sudah berapa tahun
lamanya, dan berapa kilometer jauhnya, ternyata hanya didatangi sekejap saja. Dengan cara memimpikan
atau mengingat-ingat itu sebenarnya kita sudah terbang langsung sampai hanya satu detik saja (35).
Sekarang kembali kepada Naskah milik Prof. Hazairin yang mengandung penjelasan tersebut di
atas, 7.1.1. nomor (3) a.b. yaitu ketika Nabi Musa Pingsan melihat nyala api di gunung serta Nabi
Muhammad tidak melihat Dzat Tuhan!.
Oleh karena itu masih di tingkatan Mi’raj/Ru’yah yang artinya masih melihat apa-apa, sehingga
disebut bukan menyatunya Hamba/Tuhan. Silahkan direnungkan, sebagai berikut : Pertama : Makna dari
Mi’raj itu naiknya Roh dan malaikatnya (45). Yang kedua : Dalil Tuhan : Layuchayaffu, tidak bisa
dibayangkan, atau keadaan Entah, tidak bisa diceritakan, tidak bisa ditulis atau bukan sastra bukan dalil!
Yang ke tiga : Nabi Musa as. Pingsan disebut dengan Mi’raj, hal itu kurang bisa diterima. Karena, setinggi-
tingginya amal bagi ilmu hakekat itu JIKA SUDAH MELEWATI TELAGA ENTAH (Pingsan tidak sadarkan
diri, tidak ingat apa-apa : Lihat Qur’an VII surat 6 ayat 24). Disebut dengan pingsan tidak sadarkan diri itu
sulit dalam menggambarkan rasa yang seperti ketika lahir pertama kali itu!. Yang keempat : Nabi
Muhammad saw. tidak pernah menyampaikan jika sudah bertemu dengan Allah, hal itu benar adanya.
Sehingga walau pun demikian, Mi’raj itu adalah PAKAIAN ORANG HAKEKAT!
Sekarang ada sebuah pertanyaan, sebagai berikut : Buraq itu kan bagaikan lembu yang berkepala
manusia, dan bersayap, ada ekornya. Apakah perasaan melihat di dalam mimpi apakah ada ekornya?
Gambaran burung Buraq itu :
7.2.5.
(1) Badannya bagaikan lembu atau kuda.
(2) Berkepala manusia.
(3) Berkaki empat
(4) Mempunya sayap bagaikan burung
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
(1) a. Itu adalah pekerjaan nafsu kita. Bahaya paling bahay itu adalah jika murid salah jalan. Dalam
Belajar ketika sedang lupa kepada jalan yang nyata adanya, kadang masuk ke dalam berteman dengan Jin
(perewangan), karena ujian yang berat itu adalah ketika berada di saat Mayanggaseta, tidak berbeda
ketika Nabi Muhammad bertemu dengan Jibril dan ditawari ingin kekayaan atau Kerajaan, hal itu jika
sampai lupa, maka akan terbawa keduniaan yang digambarkan seperti berbadan kuda berkaki empat;
Artinya Gerak nafsu itu lebih kuat. Maksudnya adalah : Tidak memperdulikan kepada Hakekat Ketuhanan,
yang dipentingkannya justru hanya kebutuhan perut (Nafsu hewani).
(2) b. Berkepala Manusia itu mengandung maksud SEMPURNANYA IBADAH Jati (Hal itu jika akal
yang ada di kepala tidak cacat). Ketahuilah, Berkonsetrasi atas Ilmu Ketuhanan itu didasari ingat (melalui
kepala) pintar dan mengerti itu juga melalui kepala, semua ditanggung oleh kepala. Maksudnya :
Pendengaran, penciuman, penglihatan, mulut, otak dan sebagainya, itu Indra yang sangat penting untuk
segala hal bagi kehidupan.
(3) c. Berkaki empat : melambangkan kekuatan Raga dengan berkaki empat, kaki itu sebagai
pijakan naik dan turun, duduk dan berdiri. Itu sebagai ibarat dari Menyembah Tuhan Yang sejati. Yang
dimaksud dari kata Thariqat, Hakikat, Ma’rifat itu bukan hanya di jaman sekarang saja, namun sudah ada
12
sejak adanya Aturan Agama. Sehingga kuatnya konsentrasi menuju Tuhan itu jika sudah didasari empat
tingkatan yang harus dilaluinya : Syari’at, Thariqat, Haqiqat, Ma’rifat, jika sudah demikian : Barulah berada
di Tingkat ISLAM yang sebenarnya (Berserah diri hanya kepada Tuhan – Hingga bisa memahami
Innalillahi wa inna illaihi raji’un).
(4) d. Makna dari sayapnya, itu : Alat untuk terbang (35), cepat sampai ke tujuan tanpa halangan,
karena melalui angkasa. Nabi. Wali, dan Mukmin sekali pun, jika sudah bisa mengendalikan nomor : 1.2.2.
tersebut di atas, berarti sudah sempurna, ilmunya sudah barokah dan diterima! Dibahasan segala cetusan
hatinya terwujud : Segala hasratnya akan sampai. Mempunyai kemampuan Waskhita (Mengetahui yang
belum terjadi) rencana dan perkiraanya tidak akan ada yang menghalanginya, melesatnya bagaikan kilat,
mengetahui segala sesuatu, baik yang kasar atau pun yang halus, yang terpenting – perkiraan yang
berasal dari ANGAN-ANGAN tajam ketepatannya.
Disebutkan juga di dalam Dalil Qur’an XVII surat 22 ayat 47, Al-Haji, yang tafsirnya : Sesungguhnya
satu hari bersama Tuhan mu, sama dengan 1000 tahun dalam hitunganmu.”
Bagi yang membayangkan, hitungan satu hari sama dengan 1000 tahun itu sudah disamakan
dengan hitungan Ilmu Alam yang biasanya menghitung dengan hitungan angka Cahaya, itu pun masih
perkiraan saja yaitu kurang lebihnya, dan bukan pasti. Seumpama jarak bumi dan matahari itu 84 juta
tahun cahaya, itu sangat jauh berbeda dengan melesatnya “Rasa ingat” yang tak terhitung kecepatannya.
Roh dan Malaikat itu disebut “Makhluk Allah”, maksudnya : Sebuah sifat perbuatan yang tidak ada
menyebabkannya dalam berpuatnya. Sehingga yang dilakukannya sama saja dengan yang dikehendaki
oleh Allah. Maksudnya : Roh yang hidupnya disertai dan didampingi rasa ingat (Sifat Basyar, melihat)
sebenarnya bersifat sama dengan melihat segala yang tergelar, artinya : Melihat tanpa terhijab, melihat
Maha Ghaib dari Yang Maha Halus.!
Ke mahatahuan Roh dan Malaikat (Yang pastinya masih disertai rasa ingat) itu terjadi setelah
meninggalkan Raga, cepat bagaikan kilat kecepatannya : Bagainak Buraq! Jika ada pertanyaan : “Jika
demikian, manusia yang meninggal dunia itu tidak disebut menaiki Buraq?” Jawabannya : Mati itu ya mati,
bahkan yang membuat mati (yang mencabut nyawa) itu adalah Malaikat sendiri yang bernama Izrail”.
Artinya itu bahwa Roh manusisa yang meninggal dunia sudah tidak disertai Izrail atau sudah tidak
ditemani oleh Malaikat yang berjumlah 12! Sedangkan jika Mi’rah, semua Malaikat-Malaikat itu ikut
mengiringnya hingga sampai ke Pohon Sidrat’ulmuntaha!! (29).
Ketahuilah, sifat dari “Basyariyah” atau “Maha Melihat” dari roh itu jika ingin pergi ke Amerika, tidak
sampai 2 menit seketika akan melihat Waashington, padahal belum pernah pergi ke sana, Di manakah
tempatnya Amerika! (Minta petunjuk kepada Ahli Ma’rifat, benar tidaknya .... dan apakah memang demikian
adanya?!) Cerita yang demikian itu yang disebut Menaiki Buraq (35). Sedangkan ketika Buraq terbang itu
pasti disertai Malaikat Jibril, karena ketika Mi’raj itu adalah yang dialami oleh manusia yang sedang
menunju kepada memahami Keagungan Dzat Allah.
Jika Mati disamakan dengan hakekat Roh yang sedang Mi’raj dengan menaiki Bruaq, sudah jelas
tidak masuk akal, karena : 1. Yang memiliki Jibril, 2. Yang ditempati oleh Jibril dan bisa Mengagungkan
Dzat Allah. 3. Yang masih memiliki rasa ingat (rasa jati) itu, hanya MANUSIA YANG MASIH HIDUP!
Sehingga tidak dimiliki atau bukan milik orang mati!.
Ki Ageng Ronggawarsita sudah pernah Mengagungkan Dzat Allah --- sedang cara yang
digunakannya adalah melalui Ru’yah, Oleh karena Ru’yah itu melihat dengan penglihatan batin, sehingga
untuk dapat melihatnya semua Rahasia Gaib dunia dan Rahasia Tuhan itu harus dengan Mi’raj. Disebut
Mengagungkan Dzat Allah itu sebenarnya adalah mengetahui Kunci Rahasia Dunia yang unik dan
keindahannya tidak bisa ditulis dan tidak bisa digambarkan di atas Kertas! Mengapa demikian, sama sama
melesatnya roh dari sangkarnya perjalanannya berbeda dengan yang sama-sama rohnya melesat yang
disebut dengan mati, artinya : Mati itu tidak bisa diceritakan, sedangkan Mi’raj itu bisa diceritakan.
Cerita tentang Miraj di bawah ini yang bersumber dari Negeri Arab yang diceritakan oleh Nabi
Muhammad saw. kepada para Sahabat (Digubah dalam Nyanyian Jawa oleh Ki Wangsataruna). Termuat
di Blog Selanjutnya.
13