Anda di halaman 1dari 11

A.

Otitis Media Supuratif Kronik


a.) Definisi
Otitis media supuratif kronis disebut juga Otitis Media Perforata (OMP) atau dalam
bahasa sehari-hari disebut congek. Infeksi kronis ini berada di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau
hilang timbul. Sekret biasanya encer atau kental, bening atau berupa nanah. peradangan
kronik biasanya (> 2 bulan) yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum
timpani dan tulang mastoid (Bashiruddin, 2007).
Otitis media supuratif kronik dibagi menjadi 2 jenis:
1. OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna): Proses peradangan terbatas pada
mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral.
Umumnya jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Tidak terdapat
kolesteatoma.
2. OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna): Perforasi letaknya di marginal atau di
atik. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe
bahaya. Disertai kolesteatoma (Bashiruddin, 2007).

Berdasarkan letak perforasinya di bagi 3 jenis:


1. Perforasi sentral perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan seluruh tepi perforasi masih
ada sisa membran timpani
2. Perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau
sulkus timpanikum
3. Perforasi atik perforasi yang terletak di pars flacida (Bashiruddin, 2007).

Prevalensi otitis media supuratif kronis (OMSK) di seluruh dunia yaitu sekitar 65-330 juta orang,
terutama di negara berkembang, dimana 39-200 juta orang (60%) menderita penurunan fungsi
pendengaran secara signifikan. Diperkirakan terdapat 31 juta kasus baru OMSK per tahun,
dengan 22,6% pada anak-anak berusia <5 tahun. Otitis Media Supuratif Kronik Penyebarannya
pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang
padat, hygiene dan nutrisi yang jelek (Yusi, 2016).
b.) Etiologi:
1. Infeksi bakteri: Kuman aerob : Streptococcus pyogenes, Streptococcus albus, Proteus
vulgaris, Pseudomonas Aeruginosa. Kuman anaerob : Bacteroides sp.
2. Faktor infeksi penyakit lain biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsillitis,
rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak
dengan cleft palatedan down syndrome.
3. Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak
4. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi
imun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated
(seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat bermanifestasi sebagai sekresi
telinga kronis (Bashiruddin, 2007).

c.) Patofisiologi

1. Mekanisme sistem imun bawaan pada tubuh inang seperti jalur Toll-like receptors (TLR)
terutama TLR4/MyD88 adalah salah satu respon imun terhadap bakteri yang muncul.
2. Pada pasien OMSK kadar mRNA dari TLR4, TLR5 dan TLR7 menurun dibanding grup
kontrol.
3. Mekanisme down-regulation TLR selama terjadinya otitis media menyebabkan
pertahanan telinga menjadi tidak efisien
4. Kemudian mengakibatkan infeksi berulang dan inflamasi yang menetap sampai akhirnya
menjadi sakit telinga tengah yang bersifat kronik.
5. Biofilm yang dihasilkan oleh bakteri akan membuat bakteri menjadi resisten terhadap
antibiotik dan senyawa antimikroba lainnya . Hal ini membuat bakteri sulit untuk
diberantas dan dapat menyebabkan infeksi berulang.
6. Sitokin juga terlibat dalam patogenesis otitis media. Kadar sitokin pro inflamasi seperti
IL-8 ditemukan pada efusi cairan pada penderita OMSK .IL-8 berperan sebagai penanda
kronisitas dari otitis media dan dihubungkan dengan pertumbuhan bakteri (Arifian,
2008).

d.) Gejala klinis:


Karakteristik OMSK Benigna OMSK Maligna

Secara Umum Aman Berbahaya

Bau Tidak berbau Bau busuk

Jumlah Banyak Sedikit

Tipe Mukoid Purulen

Periode Intermitten Kontinu

Perforasi Atik/marginal Sentral

Jaringan granulasi Tidak ada ada

Polip Pucat Kemerahan

koleastatoma Tidak ada Ada

e.) Pemeriksaan fisik:


- Dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi:
Lihat tipe perforasinya apakah di tengah atau di tepi, mukosa kavum timpaninya, jenis
sekret pendengaran (Edi, 2006).
- Pemeriksaan penala untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.
1. TES RINNE: Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui
tulang pad telinga yang diperiksa. Pada pasien yang pendengarannya normal, pasien akan
mendengar suara di samping telinga (hantaran udara) dua kali lebih panjang dibanding
jika mendengar suara di belakang telinga (hantaran tulang). Pada tuli sensorineural,
hantaran udara juga akan terdengar lebih panjang dibanding dengan hantaran tulang,
namun tidak sampai 2 kali. Sedangkan jika pasien mengalami gangguan pendengaran
konduksi, hantaran tulang akan terdengar lebih panjang dari hantaran udara.
2. TES WEBER: Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri
dengan telinga kanan. Pada pasien yang pendengarannya normal, suara akan terdengar
keras di kedua telinga. Jika suara terdengar lebih keras pada telinga yang kondisinya
baik, tandanya pasien mengalami tuli sensorineural. Sedangkan jika suara garpu tala
terdengar lebih jelas pada kondisi telinga yang buruk, berarti pasien mengalami tuli
konduktif.
3. TES SCHWABACH: Tes untuk membandingkan hantaran tulang orang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal. Pada Pemeriksa masih dapat mendengar:
Schwabach memende. Bila pemeriksa tidak mendengar: pemeriksaan di ulang dengan
cara sebaliknya (Hayes, 2018).

f.) Pemeriksaan Penunjang:


- Pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry), dan
pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometry) untuk
mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran.
1. Normal : 0-25 dB Pada level ini,seseorang mendengar dalam batas normal.
2. Mild hearing loss: 26-40 dB. Seseorang mulai kehilangan fokus dan
mulai meningkatkan usahanya untuk mendengar. Pasien pada tingkat ini
kemungkinan tidak mendengar suara yang pelan. Anak akan merasa
kelelahan apabila mendengar dalam waktu yang lama.
3. Moderate hearing loss: 41-55 dB. Kemampuan perkembangan berbahasa
akan mulai terpengaruh. Pasien pada level ini akan mengalami kesulitan
dalam mendengar sebuah percakapan.
4. Moderate-severe hearing loss: 56-70 dB. Seseorang mulai kesulitan untuk
berbicara dan bicaranya mulai tidak jelas.
5. Severe hearing loss : 71-90 dB. Seseorang mulai terpengaruh kualitas
bicaranya.
6. Profound hearing loss: > 90 dB. Seseorang mengalami gangguan
pendengaran (tuli),kemampuan berbicara dan bahasa memburuk (Hayes,
2018).
- Foto rontgen mastoid: apakah terdapat koleastatoma pada ruang mastoid, dan
memastikan apakah OMSK jenis benigna atau maligna (Edi, 2006).
- Kultur bakteri: sekret yang di ambil dari telinga akan di periksa melalui uji kultur
dan kembang biakan untuk di lihat jenis bakterinya (Edi, 2006).
g.) Penataksanaan:
1. Prinsip terapi OMSK tipe aman: Konservatif atau dengan medikamentosa (tetes
telinga H2O2 3%, tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid,
antibiotika per oral golongan ampisilin atau eritromisin).
2. Prinsip terapi OMSK tipe bahaya: Pembedahan (mastoidektomi atau tanpa
timpanoplasti). Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy):
membersihkan ruang mastoid dari jaringan patologik. Mastoidektomi radikal
rongga mastoid dan kavum: timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik.
Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu
ruangan. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy): seluruh
rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan
(Bashiruddin, 2007).

h.) Prognosis
Secara keseluruhan, prognosis otitis media baik. Namun dokter perlu berhati-hati terhadap
kemungkinan komplikasi yang ada (Arifian, 2008).
Komplikasi Ekstrakranial:
1. Mastoiditis
2. Labirintitis
3. Paralise N VII
4. Petrositis
5. Abses subperiosteal/ abses retroaurikuler

Komplikasi Intrakranial:
1. Tromboflebitis sinus lateralis
2. Abses ekstradural
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses Otak
6. Hidrosefalus otitis

B. Otitis Media Efusi


a.) Definisi
Otitis media efusi adalah inflamasi pada telinga tengah dengan adanya penumpukan
cairan efusi dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda inflamasi akut. Otitis
media efusi juga disebut otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media
mucoid (glue ear). Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila
efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear) (Soepardi dkk,
2007).
Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas dua jenis yaitu otitis media serosa
akut dan otitis media serosa kronis. Otitis media serosa akut adalah terbentuknya
sekret di telinga tengah secara tiba-tiba disertai rasa nyeri, dalam bentuk serous, yang
disebabkan oleh gangguan fungsi tuba Eustachius yang diawali oleh adanya infeksi
saluran nafas bagian atas, serangan alergi pada nasal dan barotrauma (Soepardi dkk,
2007).
Pada otitis media serosa kronik adalah terbentuknya sekret secara bertahap tanpa rasa
nyeri dengan gejala telinga yang berlangsung lama, disebabkan oleh terjadinya
sumbatan pada tuba Eustachius dalam jangka waktu yang lama atau terbentuknya
sekret yang lebih kental (mucoid) sehingga sekret tidak dapat diserap dan disalurkan
turun ke tuba Eustachius (Soepardi dkk, 2007).
b.) Epidemiologi
Pada otitis media efusi biasanya menyerang anak-anak antara usia 1 dan 6 tahun.
Prevalensi yang lebih tinggi pada usia 2 tahun, yang turun setelah usia 5 tahun
(Searight dkk, 2017). Angka kejadian OME pada anak yaitu sekitar 5 – 10 % anak
yang menderita otitis media akut (OMA) dengan terapi antibiotik yang tidak adekuat
(Angie, 2017). Otitis media serosa kronis lebih sering terjadi pada anak-anak,
sedangkan otitis media serosa akut lebih sering terjadi pada orang dewasa (Soepardi
dkk, 2007).
c.) Etiologi
Etiopatogenesis otitis media efusi bersifat multifaktorial, dugaan yang sering
dikemukakan pada mekanisme terjadinya otitis media efusi adalah gangguan fungsi
tuba Eustachius, alergi, infeksi virus, otitis media yang belum sembuh sempurna dan
disfungsi imun lokal akibat adanya bakteri patogen yang menetap. Gangguan fungsi
tuba Eustachius dapat disebabkan karena adanya adenoid hipertrofi, edenoitis,
sumbing palatum (cleft-palate), tumor di nasofaring, sinusitis, rhinitis kronis. Hal
tersebut dapat mengakibatkan terganggunya mekanisme aerasi ke telinga tengah
sehingga rongga telinga tengah akan mengalami tekanan negatif. Tekanan negatif
pada telinga tengah menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan kemudian
terjadi transudasi serta infiltrasi sel inflamasi dan sekresi kelenjar yang pada akhirnya
akan terdapat penumpukan sekret di telinga tengah. Alergi bukan hanya dapat
menyebabkan penyumbatan pada tuba Eustachius karena edem tetapi juga dapat
meningkatkan aktivitas sekresi pada mukosa telinga tengah sebagai organ target.
Selain itu adanya aspirasi bakteri nasofaring yang terdapat pada sekret alergi yang
masuk ke dalam telinga tengah dapat menjadi penyebab terjadinya otitis media efusi.
Infeksi virus pada saluran nafas atas dapat masuk ke mukosa telinga tengah sehingga
timbul peningkatan aktivitas sekresi di dalam telinga tengah. Terapi antibiotik yang
tidak adekuat pada otitis media akut dapat menonaktifkan infeksi tetapi tidak dapat
sembuh sempurna. Pada kasus tersebut dapat muncul infeksi tingkat rendah yang
dapat memicu mukosa untuk memproduksi sekret lebih banyak, serta terjadi
peningkatan jumlah sel goblet dan kelenjar mukus (Angie & Artono, 2017).
d.) Patofisiologi
Patofisiologi otitis media efusi di mulai dari adanya etiologi seperti perubahan udara
tiba-tiba, adanya alergi, infeksi dan terdapat sumbatan dari etiologi tersebut membuat
terjadinya gangguan tuba Eustachius, sehingga terjadi tekanan negatif di telinga
tengah didalam cavum timpani yang seperti vacum yang tidak ada udara karena tuba
Eustachius tertutup. Sehingga terjadinya efusi karna eksravasasi. Dari efusi bisa
sembuh balik normal lagi namun bisa juga menjadi otitis media efusi jika tidak
terdapat infeksi namun terdapat gangguan pada tuba Eustachius sehingga cairan tetap
ditengah didalam rongga sehingga disebut otitis media efusi (Soepardi dkk, 2007).
Gambar 1. Patofisiologi otitis media efusi
Sumber gambar : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher
e.) Anamnesis
Biasanya pada anamnesis pasien mengeluhkan pendengaran berkurang, terdapat rasa
penuh atau rasa tersumbat di telinga. Pasien juga mengeluhkan mendengar suara
sendiri lebih nyaring pada telinga yg sakit atau biasa disebut diplakusis binauralis.
Kadang telinga juga seperti ada cairan yang bergerak saat posisi kepala berubah
kadang disertai nyeri. Pada pasien otitis media efusi pasien juga mengalami tinitus
dan vertigo (Ahsani, 2006). Lalu pada anak-anak terjadi penurunan pendengaran yang
tidak disadari, keterlambatan bicara, pemahaman pembicaraan dan gangguan
perkembangan bahasa dan belajar (Angie & Artono, 2017).
f.) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada otitis serosa akut menggunakan otoskopi didapatkan hasil
membran timpani retraksi. Kadang-kadang adanya gelembung udara atau permukaan
cairan dalam cavum timpani. Lalu pada otitis serosa kronik menggunakan otoskopi
didapatkan hasil membran timpani retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabuan
(Soepardi dkk, 2007).
g.) Pemeriksaan penunjang
- Tes Penala adalah ialah uji pendengeran memakai garpu tala untuk mengetahui
jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli sensorineural. Pada tes penala yang
dilakukan terdapat tiga jenis yaitu Rinne, Weber, dan Schwabach. Pada otitis
media efusi dilakukan tes pada ketiga jenis tes penala didapatkan hasil tuli
konduktif (Soepardi dkk, 2007).
- Timpanometer adalah pemeriksaan untuk mengukur perubahan impedans akustik
sistem membran timpani telinga tengah melalui perubahan tekanan udara di
telinga luar. Timpanogram tipe A merupakan gambaran dimana tekanan telinga
tengah kurang lebih sama dengan tekanan atmosfer (contoh: gambaran normal),
timpanogram tipe B adalah gambaran datar tanpa compliance (contoh: adanya
efusi di telinga tengah), timpanogram tipe C (contoh: adanya tekanan negatif pada
telinga tengah). Pada otitis media efusi, biasanya didapatkan timpanogram tipe B
(Megantara, 2008).
- Pure tone Audiometry
Selain dengan Garpu Tala, penilaian gangguan pendengaran bisa dilakukan
dengan Audiometri Nada Murni. Tuli konduktif umumnya berkisar antara derajat
ringan hingga sedang (Widodo, 2008).

h.) Diagnosis
Diagnosis OME seringkali sulit ditegakkan karena gejalanya tidak spesifik atau tidak
bergejala (asimptomatik). Dalam mendiagnosis diperlukan ketelitian dari pemeriksa.
Karena gejalanya yang tidak khas terutama pada anak-anak. Seringkali otitis media
efusi ditemukan secara tidak sengaja pada saat skrinning pemeriksaan telinga dan
pendengeran di sekolah-sekolah. Untuk menegakan diagnosis otitis media efusi
dilakukan dengan anamnesis yang lengkap dan teliti, pemeriksaan fisik dengan
otoskopi dan pemeriksaan penunjang dengan timpanometri, audiometri atau audiologi
(Widodo, 2008).
i.) Tatalaksana
Pengobatan pada otitis media serosa akut dapat secara medikamentosa dan
pembedahan. Pada pengobatan medikal diberikan obat vasokonstriktor lokal
diberikan melalui tetes hidung, antihistamin, serta perasat Valsava, bila tidak ada
tanda-tanda infeksi di jalan napas atas. Setelah satu atau dua minggu, bila gejala-
gejala masih menetap, dilakukan miringitomi serta pemasangan pipa veilasi
(Grommet) (Soepardi dkk, 2007). Miringtomi ialah tindakan insisi pada pars tensa
membran timpani, agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar
(Soepardi dkk, 2007). Lalu pada pengobatan pada otitis media serosa kronik
dilakukan dengan mengeluarkan sekret dengan miringitomi dan memasang pipa
ventilasi (Grommet) (Ahsani, 2006). Sebagian ahli menganjurkan pengobatan
medikamentosa selama 3 bulan, bila tidak membaik dilakukan operasi (Soepardi dkk,
2007). Dinilai dan diobati faktor-faktor penyebab seperti aleri, pembesaran adenoid
atau tonsil, infeksi hidung dan sinus (Soepardi dkk, 2007).
j.) Prognosis
Prognosis otitis media efusi (OME) tergolong baik, kebanyakan penderita otitis media
efusi dapat sembuh secara spontan. Pada otitis media efusi kronik, dapat terjadi
komplikasi yaitu otitis media akut yang meliputi gangguan neurologis seperti kejang
dan gangguan perilaku (Searight dkk, 2019).

Perbedaan OMA, OMSK MALIGNA, OMSK benigna & OME

Otitis media Otitis media Otitis media Otitis media


akut supuratif kronik supuratif kronik efusi
maligna benigna
Penurunan + + + +
pendengaran
Cairan keluar -/+ + + -
dari telinga
Otalgia + + + -
Sekret Purulent Bau & bernanah Bau & bernanah Mucoid Non
purulent
Polip - + + -
Koleastoma - + - -
Membran Bulging, ada Perforasi Perforasi Intact, Retraksi
timpani inflamasi, bisa membran membran
perforasi timpani tipe timpani sentral
marginal
Efusi telinga + - - +
tengah
Pulih dengan + - + -
antibiotik
Hasil Tipe B Tipe B Tipe B Tipe B
timpanogram

Anda mungkin juga menyukai