IV˗1
Diagram 4. 1. Kerangka Pikir Penyusunan RISPK
Sumber: Permen PU No 20/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Teknis Manajemen
Proteksi Kebakaran
di Perkotaan
IV˗2
Dampak Bencana Kebakaran
Tinjauan Kebijakan
UU No. 26 Tahun 2007 RTRW Nasional
UU No. 24 Tahun 2007 RTRW Provinsi Kalimantan Timur
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 RTRW Kabupaten Kutai Timur Tahun 2015-2035
Permen PU No. 25 Tahun 2008 RPJM Kabupaten Kutai Timur Tahun 2016-2021
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 RP3KP Kabupaten Kutai Timur Tahun 2018-2037
Permen PU No. 20 Tahun 2009 RP2KP Kabupaten Kutai Timur Tahun 2013
Permendagri No. 122 Tahun 2018 Masterplan Kawasan Permukiman Kabupaten Kutai Timur
Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) Kabupaten Kutai Timur
RISPK
DED
Percontohan
IV˗3
Kerangka pikir di atas merupakan salah satu bentuk apresiasi praktikan
terhadap materi pekerjaan dalam kegiatan kerja praktek. Pembuatan kerangka
pikir didasarkan pada pentingnya suatu arahan atau garis besar alur berjalannya
suatu pekerjaan untuk mewujudkan proses kerja yang baik dan mencapai hasil
yang optimal. Kegiatan penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
(RISPK) yang diikuti praktikan terbilang masih jarang dilakukan di
kabupaten/kota di Indonesia dan regulasi yang mengatur tentang pedoman
teknis yang masih sangat umum membuat proses pekerjaan masih belum
memiliki arahan yang sempurna. Selain itu, hal ini membuat pekerjaan yang
dilakukan terkesan meraba apa yang bisa dilakukan tanpa adanya arahan yang
jelas. Oleh karena itu, praktikan membuat kerangka pikir ini untuk melengkapi
dokumen perencanaan yang dibuat agar penyusunan yang akan datang dapat
lebih terarah. Mengingat masih terdapat beberapa kecamatan di luar kecamatan
yang diprioritaskan untuk penanganan selanjutnya dalam Rencana Induk
Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) dan mewujudkan Kabupaten Kutai Timur
yang terproteksi dari bencana kebakaran.
IV˗4
penyusunan RISPK tidak hanya terfokus pada permukiman saja, mengingat
salah satu pertimbangan dalam penentuan lokasi prioritas yang menjadi salah
satu output RISPK adalah adanya keberagaman guna lahan dalam suatu
wilayah manajemen kebakaran (WMK). Keberagaman guna lahan ini misalnya
seperti perkantoran, pendidikan, peribadatan, perdagangan dan jasa, dan
sebagainya. Hal ini menjadi suatu variabel penilaian dalam skala prioritas
pencegahan dan penanggulangan kebakaran dimana semakin beragamnya guna
lahan maka risiko terjadinya kebakaran lebih tinggi. Selain itu, dari segi histori
kejadian kebakaran juga tidak terfokus pada kebakaran permukiman atau
bangunan saja tetapi juga kebakaran hutan dan lahan.
Berangkat dari pembahasan di atas terkait wajib atau tidaknya
penyusunan RISPK, pemerintah daerah memiliki peran yang wajib dalam hal
penyusunan RISPK. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 25 Tahun 2008 yang menerangkan peran pemerintah daerah dan
stakeholder merupakan kesepakatan bersama atas keterlibatan pemerintah
daerah secara wajib dan pemangku kepentingan secara sukarela dalam
penyusunan RISPK untuk meningkatkan pelayanan terhadap keselamatan jiwa
dan harta benda dari bahaya kebakran dan bencana lainnya. Pelibatan peran ini
dimulai dari tahap perencanaan, pematangan hingga evaluasi atas implementasi
pencegahan dan penganggulangan bahaya kebakaran dan bencana lainnya.
Akan tetapi, meski penyusunan RISPK dinilai merupakan suatu hal yang
penting dan wajib dilakukan, masih terdapat daerah-daerah di Indonesia yang
belum melakukan penyusunan RISPK sehingga belum memiliki dokumena
perencanaan yang secara khusus menjadi arahan pencegahan dan pengendalian
dalam hal kebakaran dan bencana lainnya. Hal ini tentunya tidak lepas dari
peran pemerintah daerah setempat dalam menyikapi RTRW daerahnya dalam
bidang pencegahan dan pengendalian khususnya kebakaran. Suatu daerah bisa
saja tidak melakukan penyusunan RISPK karena menilai arahan terkait
pencegahan dan pengendalian bahaya kebakaran belum menjadi sesuatu yang
IV˗5
penting karena daerah yang cenderung aman dari kebakaran atau kejadian
kebakaran sangat jarang terjadi. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan suatu
daerah meski memiliki kondisi yang cukup aman tetap melakukan penyusunan
RISPK sebagai upaya preventif dan mewujudkan daerah yang terproteksi dari
bahaya kebakaran dan bencana lainnya. Dengan demikian penyusunan RISPK
menjadi suatu hal yang belum dilakukan secara serentak mengingat kebijakan
setiap pemerintah daerah yang berbeda-beda.
IV˗6
4.2.2. Pembimbing Kerja Praktek
Secara umum tidak ditemui adanya perbedaan pendapat yang berarti
antara praktikan dengan pembimbing kerja praktek (PKP). Justru banyak
masukan yang diberikan oleh PKP kepada praktikan selama proses penyusunan
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) Kabupaten Kutai Timur
ini. Selain itu, antara praktikan dan PKP saling memberi masukan terhadap
suatu permasalahan yang ada serta tidak sedikit pula praktikan mendapatkan
ilmu baru dan pengalaman terkait pekerjaan yang diikuti dalam kegiatan kerja
praktek.
IV˗7