Disusun oleh :
PENURUNAN STUNTING
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang
lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang menderita stunting akan lebih
rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif.
Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan
anak. Stunting merupakan salah satu masalah gizi yang sedang dihadapi Indonesia. Hal ini
menjadi penting karena menyangkut kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan
datang. Sebanyak 228 kabupaten/kota mempunyai prevalensi stunting di atas 40 atau tergolong
sangat tinggi. Pada 2018, Riskesdaa mencatat penurunan prevalensi stunting pada balita menjadi
30,8%. Meskipun demikian, angka ini masih tergolong tinggi. Dalam rangka mempercepat
pencegahan stunting, Pemerintah menetapkan tiga prioritas yaitu:
1. prioritas wilayah pada tahun 2018 ditetapkan 100 wilayah prioritas, tahun 2019 menjadi 160
wilayah prioritas, tahun 2020 menjadi 260 wilayah prioritas, dan hingga 2024 akan diperluas
cakupannya hingga ke seluruh kabupaten/kota di Indonesia
2. sasaran prioritas yang terdiri atas ibu hamil, ibu menyusui, dan anak berusia 0-23 bulan
3. Intervensi prioritas yang terdiri atas intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.
Konvergensi Program Percepatan Pencegahan Stunting diadakan dengan tujuan Memperkuat
komitmen Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah dalam percepatan pencegahan stunting;
Memberikan pembekalan bagi pemerintah daerah melakukan konvergensi dalam percepatan
pencegahan stunting hingga ke tingkat desa.
1. Peningkatan akses pelayanan kesehatan ibu & anak Peningkatan fasilitas kesehatan
(Puskesmas, Bidan Praktek Swasta dan 120 RSUD Kab/Kota) dalam penanganan
kegawatdaruratan ibu dan bayi, ketersediaan rumah tunggu kelahiran
2. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan Penempatan dokter spesialis (obgin, anak,
penyakit dalam, anestesi, bedah) sebanyak 700 orang per tahun, ketersediaan Unit
Transfusi Darah/Bank Darah RS di kab/kota, penguatan antenatal, persalinan, dan
postnatal sesuai standar, pengampuan & pembinaan dari RSUP
3. Pemberdayaan masyarakat Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu & Anak, Kelas ibu hamil
dan ibu balita, Posyandu, pemanfaatan dana desa, peran PKK perencanaan persalinan &
pencegahan komplikasi (ambulans desa, donor darah)
4. Penguatan tata kelola Penguatan upaya promotif & preventif di Puskesmas,
pelacakanpencatatan-pelaporan kematian ibu dan bayi, pemantauan implementasi
regulasi
PERBAIKAN MANAJEMEN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL & PENGUATAN
PELAYANAN KESEHATAN
Hal ini juga senada dengan visi misi Presiden dalam program Kabinet Indonesia Maju 2020 -
2024, maka arah kebijakan Kementerian Kesehatan yaitu Pertama, Penguatan pelayanan
kesehatan primer, Puskesmas dengan jaringannya. Kedua, Pelayanan kesehatan menggunakan
pendekatan siklus hidup, mulai dari Ibu hamil, bayi, anak balita, anak usia sekolah, remaja, usia
produktif, dan lansia, dan intrevensi secara kontinyum (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif)
dengan penekanan pada promotif dan preventif.
Industri farmasi dan alat kesehatan mendapat perhatian pemerintah. Hal ini disebabkan
karena di Indonesia harga obat terbilang tinggi serta bahan bakunya sebagian besar masih
berbasis impor. Hal yang sama juga ditemukan dalam penggunaan alat kesehatan di fasilitas
kesehatan di Indonesia. Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto mengatakan,
untuk melaksanakan prioritas tersebut, Kemkes akan meningkatkan pengendalian harga obat
dan alkes. Beberapa strategi akan dilakukan.
Pertama, memperbaiki regulasi untuk mempercepat obat generik masuk ke pasar. Kedua,
dilakukan deregulasi penerbitan izin edar bagi industri. Ketiga, mendorong investasi untuk
meningkatkan produksi obat generik dan alat kesehatan di Indonesia. Keempat, memfasilitasi
pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, seperti biopharmaceutical, vaksin, bahan
farmasi aktif atau active pharmaceutical ingredient (API) kimia.
Khusus terkait penggunaan alkes dalam negeri, Kemkes akan menjamin ketersediaan dan
memudahkan keterjangkauannya. Strategi yang dilakukan ke depan, di antaranya
meningkatkan pengawasan implementasi regulasi kewajiban penggunaan alkes dalam negeri,
dan mendorong investasi serta insentif regulasi serta akses pasar bagi alkes dalam negeri.