Tentang MIO
Download
Tentang MIO
Bertanya PSV
by migas | Dec 13, 2012 | Proses, Uncategorized |
Jika memilih ASME, pilih pakai API yang lebih kecil ukuran orificenya.
Berbeda boleh kan? asal ada basis perhitungan yang proper?
By the way soal PSV ini adalah persoalan yang ga pernah habis, saya
berencana membuat buku khusus Process Safety yang salah satu isinya
tentang bahasan PSV ini.
Dear All,
Saya mendapat pertanyaan dibawah, karena di pagi ini saya harus melakukan
meeting dan HSE evaluation di sebuah yard yang jaraknya jauh banget dan
mulai besok harus HAZOP study utk project lainnya, mohon kepada rekan
Process Engineer lain di mailist Migas agar bantu menjawab pertanyaan
tersebut. Saya yakin banyak yang bisa membantu…saya tidak sempat buka
kamus Process Engineering nich.
Note : Mr. XXX tidak apa2 pertanyaan yang wajar masuk mailbox pribadi,
tidak ada yang terganggu kok.
Saya Mr. XXX Wijaya. Memperoleh alamat email ini dari milis migas. Saya
baru lulus akhir tahun 2007 ini, dan bekerja pada EPC Company yang
mempunyai project Engineering Services. Saat ini sedang melakukan sizing
dari PSV. Selalu saya temukan pada datasheet client diinginkan menggunakan
code sizing API 520 atau ASME VIII. Tentunya dengan kasus block discharge
atau Fire.
Pertanyaan saya :
1. Untuk kasus yang seperti apa, kita akan menggunakan API 520, dan juga
kasus seperti apa untuk ASME VIII ??
2. Apakah perbedaan yang signifikan dari API 520 dan ASME VIII pada waktu
sizing ??
Terima Kasih atas bantuannya, dan Mohon Maaf jika mail ini mengganggu
Bapak.
Mestinya, API RP 520 dan ASME VIII tidak ada perbedaan yang significant,
karena sifat API RP 520 yang melengkapi ASME VIII tadi. Dilihat dari
grafik dan tabel yang ada di API RP 520 juga banyak yang mencuplik dan
conform dengan ASME VIII.
Mas Ari..,
Ini adalah kelanjutan dari mail yang saya kirimkan ke Mas Alvin. Kalau
saya lihat dari Discharge Coefficient (KD), maka ASME lebih kecil
dibanding API. Jadi Luas Area yang dihasilkan menggunakan formula ASME
akan menjadi lebih besar.
Memang hal ini yang saya temui. Misalkan di satu kasus Sizing, dengan
menggunakan API saya menemukan dengan Orifce Disc “F” tetapi dengan ASME
“G”. Dan pada saat bertanya dengan process eng,mereka menyatakan Orifice
“G” lebih konservatif. Apa yah maksudnya lebih konserfatif ?? Lebih
amankah ?? atau bagaimana ??
Terima Kasih atas penjelasannya.
Jika Ari memilih ASME, saya lebih milih pake API yang lebih
kecil ukuran orificenya. Berbeda tho boleh kan? asal ada basis perhitungan
yang proper?
By the way soal PSV ini adalah persoalan yang ga pernah habis, saya
berencana membuat buku khusus Process Safety yang salah satu isinya
tentang bahasan PSV ini.
Mas Luvi,
Lalu bagaimana jika akan melakukan preliminary sizing atau data dari
vendor tidak tersedia?
http://www.eng-tips.com/viewthread.cfm?qid=129085&page=1
Maaf jika ada kesalahan dan mohon masukan/tambahan dari rekan yang lain.
Mas Luvi,
Saya malah berpendapat bahwa ketiga standard (NFPA, API, dan ASME, plus
ISO malah) tentang PSV atau relieving device, semuanya boleh dibilang
konservatif.
Beberapa tahun terakhir bahkan untuk kasus Fire, Eropa sudah bergerak
lebih maju dengan menyatakan “ada kemungkin dalam kasus kebakaran, jika
berpatokan pada set pressure PSV yang 121% MAWP, maka pressure vessel akan
pecah terlebih dahulu sebelum PSV me-relief semua tekanan dalam vessel”.
Yah dalam waktu 9 menit – as per penelitian Per Salater dari Norsk Hydro –
pressure vessel akan pecah terlebih dahulu, sebelum PSV sempat popping,
tanpa adanya bantuan mitigasi pemadaman kebakaran yang memadai.
Di negara kita, karena MIGAS kita (dan peraturan lainnya) ikut2an merefer
standard-standard di atas, jadinyalah semua pressure vessel di Indonesia
harus dipasang relieving device. Padahal perkembangan SIS (safety
instrumented system) belakangan ini, rasanya sudah bisa menjawab tentang
pertanyan tentang perlu tidaknya PSV di pasang di SETIAP pressure vessel.
Saran mas Ari Firmansyah untuk tends to conservative, saya kurang sepaham.
Sebenarnyalah ukuran Orifice yang lebih besar akan menyebabkan kemungkinan
terjadinya chattering menjadi lebih besar. Kenapa?
2. Semakin besar PSV resiko fugitive emission akan semakin besar, sehingga
menjadi tidak lebih ramah lingkungan
Mas DAM,
Sedikit tanggapan,
> Beberapa tahun terakhir bahkan untuk kasus Fire, Eropa sudah bergerak
lebih maju dengan menyatakan “ada kemungkin dalam kasus kebakaran, jika
berpatokan pada set pressure PSV yang 121% MAWP, maka pressure vessel akan
pecah terlebih dahulu sebelum PSV me-relief semua tekanan dalam vessel”.
Yah dalam waktu 9 menit – as per penelitian Per Salater dari Norsk Hydro –
pressure vessel akan pecah terlebih dahulu, sebelum PSV sempat popping,
tanpa adanya bantuan mitigasi pemadaman kebakaran yang memadai.
> Saran mas Ari Firmansyah untuk tends to conservative, saya kurang
sepaham. Sebenarnyalah ukuran Orifice yang lebih besar akan menyebabkan
kemungkinan terjadinya chattering menjadi lebih besar. Kenapa?
>
> 1. Jika memang PSV dipasang di Industri Perminyakan (dan pergasan) yang
tergantung pada besarnya produksi sumur minyak (atau gas) maka bisa
dibayangkan jika suatu saat sumur sumur tersebut sudah berproduksi jauh di
bawah kapasitas terpasang nya. Katakanlah pada awal produksi 150 MMSCFD,
dan dipasang PSV dengan kapasitas sama. Setelah 5 tahun beroperasi
produksi turun menjadi 20 MMSCFD, maka bisa dibayangkan jika sekalinya PSV
popping, karena kapasitas relief yang besar (150 MMSCFD) si PSV akan
mengalami “chattering” atau fenomena “tepuk tangan”, yang bisa berakibat
fatal
> 2. Semakin besar PSV resiko fugitive emission akan semakin besar,
sehingga menjadi tidak lebih ramah lingkungan
>
> Lalu bagaimana dunk? Saran saya lakukan PHA (bisa memakai metode HAZOP)
terlebih dahulu, dan dilanjutkan dengan LOPA, untuk sedapat mungkin
memerikan pemasangan SIF yang memiliki integrity level yang memadai
sedemikian hingga jika PSV pun dihilangkan (sebenarnya dengan aturan
MIGAS, PSV hampir musykil dihilangkan –> makanya peraturan MIGAS ini
mustinya ditinjau ulang, ah no comment ah) sistem masih mempertunjukkan
resiko yang acceptable.
Mas DAM, ukuran PSV dihitung tidak hanya berdasarkan produksi minyak dan
gas, melainkan kemungkinan relief capacity dari relief case scenario yang
mungkin terjadi. Bisa saja, fire case menjadi governing case untuk sizing
PSV, atau mungkin control valve failure, gas blowby, NRV leak dsb. Jadi
tidak hanya kapasitas produksi dari sumur yang bersangkutan. Jadi kasus
per kasus harus dilihat possibilitynya dan relief ratenya untuk menentukan
most governing case untuk sizing PSV ini.
Ari,
Saya jawab lagi yah…. biar makin seru diskusinya
Yang saya maksud tentu saja bukan artikel yang itu…. namun presentasi Per
Salater di depan pertemuan API yang akan membahas refisi API 520/521 pada
tahun lalu. Jika anda belum memiliki dokumen ini mungkin wajar, karena
tipe dokumennya CLASSIFIED
2. Lho yang saya bahas itu adalah kenapa saya tidak setuju untuk memilih
hasil hitungan yang lebih konservatif (sebagaimana dinyatakan secara jelas
dalam balasan e-mail Ari Firmansyah sendiri) …kok jawabannya malah lari ke
kasus per kasus (fire case lah, Control Valve Failure lah.. my answer had
nothing to do with this)….? Seorang process engineer harus memikirkan
kemungkinan turunnya produksi gas dan minyak di masa depan, makanya dalam
basic design biasanya disebutkan produksi minyak/gas per periode waktu
tertentu, barulah dicapai kesepakatan dengan USER untuk mendesain semua
equipment dan device pada rate berapa… saya sama sekali tidak menyatakan
bahwa PSV harus diset flowratenya dengan kapasitas pada saat produksi
sudah plain di masa depan lho, namun ide yang ingin saya sampaikan adalah
perlunya perhatian pada kemungkinan chattering di masa depan –> sisi
negatif dari men-set PSV secara KONSERVATIF.
Mas DAM, saya rasa ketika mendisain equipment, termasuk PSV, tentunya
basic design sudah ada, termasuk design condition dari equipment yang akan
dipr
oteksi oleh si PSV ini, seperti design pressure/temperatur, design flow
rate. Baru kemudian ditentukan relief rate berdasarkan scenario yang
mungkin terjadi. Kembali ke email awal, yang inti dari pertanyaannya
adalah, mana yang harus digunakan untuk sizing PSV, API RP 520 atau ASME
section VIII untuk kasus dan scenario yang sudah ditentukan. ASME section
VIII memberikan hasil yang lebih konservatif dibanding API 530 karena
koefisien of discharge yang digunakan lebih kecil menghasilkan relief area
lebih besar. Dan saya cenderung mengambil hasil yang lebih konservatif.
Namun untuk size yang lebih akurat lebih baik digunakan size hasil
kalkulasi dari vendor.
Saya juga PSV tidak bilang di set secara konservatif pada maximum
flowrate.
Mas DAM,
Lanjuts…
Ari,
Yang saya maksud tentu saja bukan artikel yang itu…. namun presentasi Per
Salater di depan pertemuan API yang akan membahas refisi API 520/521 pada
tahun lalu. Jika anda belum memiliki dokumen ini mungkin wajar, karena
tipe dokumennya CLASSIFIED
Hmm, saya punyanya presentasi Salater di Spring 2006, hiks, kalo tahun
lalu (2007) saya belom punya, hiks… Wah menarik nih relasi antara 121%
MAWP dan heat input during fire.
2. Lho yang saya bahas itu adalah kenapa saya tidak setuju untuk memilih
hasil hitungan yang lebih konservatif (sebagaimana dinyatakan secara jelas
dalam balasan e-mail Ari Firmansyah sendiri) …kok jawabannya malah lari ke
kasus per kasus (fire case lah, Control Valve Failure lah.. my answer had
nothing to do with this)….? Seorang process engineer harus memikirkan
kemungkinan turunnya produksi gas dan minyak di masa depan, makanya dalam
basic design biasanya disebutkan produksi minyak/gas per periode waktu
tertentu, barulah dicapai kesepakatan dengan USER untuk mendesain semua
equipment dan device pada rate berapa… saya sama sekali tidak menyatakan
bahwa PSV harus diset flowratenya dengan kapasitas pada saat produksi
sudah plain di masa depan lho, namun ide yang ingin saya sampaikan adalah
perlunya perhatian pada kemungkinan chattering di masa depan –> sisi
negatif dari men-set PSV secara KONSERVATIF.
Mas DAM, saya rasa ketika mendisain equipment, termasuk PSV, tentunya
basic design sudah ada, termasuk design condition dari equipment yang akan
diproteksi oleh si PSV ini, seperti design pressure/temperatur, design
flow rate. Baru kemudian ditentukan relief rate berdasarkan scenario yang
mungkin terjadi. Kembali ke email awal, yang inti dari pertanyaannya
adalah, mana yang harus digunakan untuk sizing PSV, API RP 520 atau ASME
section VIII untuk kasus dan scenario yang sudah ditentukan. ASME section
VIII memberikan hasil yang lebih konservatif dibanding API 530 karena
koefisien of discharge yang digunakan lebih kecil menghasilkan relief area
lebih besar. Dan saya cenderung mengambil hasil yang lebih konservatif.
Namun untuk size yang lebih akurat lebih baik digunakan size hasil
kalkulasi dari vendor.
Saya juga PSV tidak bilang di set secara konservatif pada maximum
flowrate.
Jika Ari memilih ASME, saya lebih milih pake API yang lebih kecil ukuran
orificenya. Berbeda tho boleh kan? asal ada basis perhitungan yang proper?
By the way soal PSV ini adalah persoalan yang ga pernah habis, saya
berencana membuat buku khusus Process Safety yang salah satu isinya
tentang bahasan PSV ini.
Semakin hari semakin maju metode teknis dan semakin bervariasi “power
brain and idea” yang bisa dipilih. Bahkan shampoo dan deodorant
pun sekarang tersedia buat kebutuhan yang spesifik. Ada shampoo khusus
untuk jenis kelamin laki-laki (bencong pasti bingung). Deodorant khusus
yang aktif, supplement khusus wanita pekerja dll. The simple word “all
those things can answer your specific need and requirements !”.
Persoalan nya adalah, apakah kita butuh tawaran dan pilihan itu ?
Apa yang menjadi “trigger” kebutuhan itu ?
Apakah kita pada posisi yang mempunyai otorisasi terhadap kebutuhan itu ?
Dalam kasus deodorant lelaki, pasti saya (lelaki sejati) Mas Crooth, Mas
Firmansyah akan gampang memutuskan bahwa “mulai sekarang, sapa pake ini”,
karena kita punya otoritas merobah jenis deodorant bagi diri kita sendiri.
3. Apakah kita pada posisi yang mempunyai otorisasi terhadap kebutuhan itu
?
Sekali lagi TIDAK, karena kontraktor hanya akan menawar dan mempropose
teknik/approach sesuai yg sudah didefinisikan oleh ITB. Dari bbrp.
pengalaman praktis, jika kontraktor me-edukasi kebutuhan kepada kumpeni,
paling-paling kumpeni mendengarkan dan kemudian hampir pasti MENOLAK nya
karena tidak mudah merobah persyaratan kontrak yang harus melibatkan
birokrasi 2 s/d 3 tingkat manajemen di atasnya serta pihak regulator (BP
MIgas). Tantangan nya adalah anda akan menunda rencana besar nasional
target produksi, rencana investasi migas nasional, wow……….anda harus
menaklukan samudera atlantik.
Persoalan kita paling utama adalah, bagaimana menempatkan aspek dan ide
teknis yang sudah susah payah dipikirkan oleh para insinyur-insinyur itu
dalam keseluruhan kerangka dan aspek managerial, terutama tentu nya pada
Project Management.
Cara ini agak berbeda dengan sizing two phase flow seperti biasanya.
(Sebelumnya dengan melakukan penjumlahan area untuk Liquid dan Gas),
seperti pada API 520 6 ed, 1993.
Dengan API 520 yang sama (tetapi Edition yang berbeda) saya memperoleh
hasil sizing yang juga berbeda seperti kasus Pak Luvi.
6th Ed, Saya memperoleh “F”, tetapi untuk 7th Ed,Saya memperoleh “G”.
Kondisi Two Phase Fluid adalah Non Flashing.
Mas Wildany
Untuk Two Phase Flow, saya sarankan memakai DIERS method saja. (Anyway
standar apapun yang dipilih asal benar benar berdasarkan kaidah keilmuan
yang benar yah, silahkan saja)
Maklum, sejak berdiri tahun 1976, DIERS method baru benar benar diadopsi
API yah belakangan ini saja.
Mas Wildany,
Anda bisa juga konsultansi dengan PSV Vendor seperti Crosby, Farris, dsb.
Mereka punya program sizing untuk DIERS Omega Method. Kebetulan dulu saya
pernah membuat PSV Data Sheet untuk proyek ConocoPhillips Belanak. Ini
saya cuplikan dari manualnya PSV Crosby.
This handbook provides techniques which may be used for calculating the
required effective orifice area for a pressure relief valve application.
These formulae, provided for liquid, gas, vapor and steam applications,
however, may not be suitable for determining the required effective
orifice area on two-phase and flashing flow applications.
Recent work by DIERS (Design Institute for Emergency Relief Systems) and
others, regarding the calculation of pressure relief valve required
orifice areas on flashing and two-phase flow, has demonstrated the
complexity of this subject. What is apparent from this work is that no
single universally accepted calculation method will handle all
applications. Some methods give accurate results over certain ranges of
fluid quality, temperature and pressure.
Mas Budhi,
Untuk kasus flashing dengan Boiling range Tertentu, baru bisa menggunakan
software dari vendor dan juga instrucalc. Yang saya sudah coba untuk kasus
flashing adalah Farris.
Jika ada sebuah vessel yang dilengkapi dengan PSV untuk Block discharge
case, maka set point PSV tersebut sama dengan atau sedikit lebih rendah
(cari aman) daripada MAWP dari vessel tersebut. Katakanlah 700 psig, MAWP
740.
Mas Setiyadi,
Dulu semasih di VICO saya pernah merancang PSV untuk kasus Fire dengan set
pressure sekitar 100 psig, padahal kekuatan MAWP pipa/vesselnya 270 psig.
Ini saya lalukan dengan pertimbangan vessel akan meledak sebelum set
pressure PSV tercapai (270 psig), maka set pressure saya rendahkan dengan
pertimbangan tekanan sumur cuma 7 psig saja
Kenapa 100 psig? karena hasil simulasi saya menunjukkan bahwa 100 psig
adalah titik potong antara turunnya (ultimate tensile) strenght (ingat,
ultimate tensile strength vessel / pipa akan turun dratically terhadap
kenaikan temperatur (dalam kasus Fire)) dengan kenaikan tekanan di dalam
vessel/pipa karena panas kebakaran (fire). Apakah akan lebih baik jika
pada kebakaran ini tekanan di release? Bukannya liquid yang dipertahankan
sebagai media penyerap panas akan semakin mudah menguap dan membahayakan
pipa? Well, setidaknya konsekuensi dari ledakan karena flammable
bertekanan tinggi diubah menjadi konsekuensi oleh flammable bertekanan
lebih rendah.
Dengan demikian cara anda mendesain set pressure PSV sedari awal fasa
detail design merupakan juga langkah mitigasi terhadap severity dari
ledakan akibat kasus fire.
Mas DAM,
Nampaknya Pak DAM menggunakan methoda yang sama dengan saya dalam hal ini,
ya?
Kalau pertanyaannya di balik, pada berapakah design pressure yang harus
dipilih? maka apakah menggunakan methoda: DP = 110 x Opt Press @ max
operating temperature (seperti di API 520), atau harus juga merefer kepada
fire case: DP = 110 x operating temperature @ relieving temperature..,
(maka set pressure PSV bisa pada Design Pressure tsb (berlaku juga untuk
block discharge?
Kalau saya cenderung menggunakan Methoda yang kedua, tetapi menjadi tidak
umum dan akan banyak yang protes.
Bukankah aplikasi PSV adalah sebagai last resort dari mitigasi terhadap
overpressure?
Sebelum PSV set pressure dicapai karena fire, bukankah pressure akan di
depressurize? Yang akan menurunkan tekanan didalam vessel sampai 100 psig
atau 50% dari MAWP whichever is lower?
Dalam kasusnya mas DAM, karena operating pressure yang jauh dibawah 250
psig maka blowdown requirement bisa dihilangkan (operating pressure
dibawah 250 psig tidak mensyaratkan depressurization as per API 521), PSV
menjadi benteng terakhir untuk mencegah vessel pecah in case of fire
sehingga PSV di set dibawah MAWP.
Untuk kasusnya Mas Setiyadi,
Untuk setting PSV, secara global, pressure setting harus direview, berapa
normal operating pressure, PSHH dan sebagainya… karena belum tentu vessel
keburu pecah sebelum relieving pressure tercapai,
bergantung heat input dan liquid properties serta initial pressure ketika
terjadi fire, apalagi dengan PSV yang blocked discharge case dengan
maksimum accumulated pressure 110% MAWP (design pressure/ set pressure)
(dibawah 121% MAWP/set pressure untuk fire). Asumsi saya operating
pressure berada diatas 250 psig dan depressuring facility ada, in case
terjadinya kebakaran, ESD akan menutup SDV dan membuka BDV untuk
depressuring sampai 100 psig dalam waktu 15 menit terlebih dahulu sebelum
PSV popping up. Sehingga menurut saya, setting pressure dari PSV tersebut
sebaiknya tetap pada MAWP atau design pressurenya.
Mas Setiayadi
Untuk kasus Block Discharge dan Kasus Lainnya, saya kira berpatokan pada
API 520 masih realistis.
Bagol,
Sekalipun Fire and Gas Detection dapat digolongkan sebagai SIS (dapat =
tidak berarti pasti) namun masih masih ada safety expert (merefer pada
ISA) yang tidak setuju kalau sistem Fire Detection (yang umumnya
disambungkan ke Final Elemen = BDV) dikategorikan sebagai Safety
instrumented System.
Prof. Mefgereteh, Prof. Birk, Shirville dkk. banyak menyelidiki kemampuan
BDV memblowdown pressure saat terekspos fire, hasilnya mengejutkan: tidak
semua BDV mampu mempertahankan Pressure Vessel untuk tidak burst.
So, buat saya, melakukan simulasi kejadian Fire yang sebenarnya sangatlah
penting. Dari sini, silahkan tentukan sendiri set pressure PSV yang akan
dipasang (yang saya yakin, ketemunya di bawah angka MAWP).
Mas DAM,
Switsy
Cari data UTS vessel, alur alirkan terhadap temperatur (bentuknya kurva
menurun)
Simulasikan di HYSYS untuk kasus Fire, per tiap temperatur, tekanan di
bagian dalam vessel berapa. (bentuknya kurva menaik)
Recent Posts
Recomended Link
Share This