Anda di halaman 1dari 6

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pertanian Organik

Pertanian organik merupakan teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-


bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Tujuannya untuk mendapatkan hasil
pertanian yang aman untuk dikonsumsi dan tidak merusak lingkungan. Media tanam utama
dalam pertanian organik adalah tanah. Dalam kaitannya dengan soilless culture yaitu karena
pengolahan tanah yang alami dan tidak menggunakan kimia sintetis sehingga tanah tidak mudah
rusak dan dapat digunakan lebih maksimal untuk produksi hasil pertanian. Selain itu pertanian
organik lebih menekankan pada pengendalian hama secara hayati dan nabati sehingga dalam
soilless culture dapat diterapkan ke teknik budidaya hidroponik, aeroponik dan aquaponik.
Pengendalian hama secara hayati dan nabati juga termasuk kedalam pertanian organik . hal ini
dikarenakan dalam pengendalian hama dengan cara ini menggunakan musuh alami dan juga
pertisida yang berasal dari tanaman sehingga dapat menekan tingkat kerusakan lingkungan
akibat bahan kimia sintetis.

3.2 Soilless Culture Organik

Soilless culture di Indonesia sering di sebut dengan hidroponik karena penanaman


tanaman tanpa media tanah dalam masyarakat awam paling mengenal teknik budidaya
hidroponik. Namun sebenarnya soilless culture memiliki berbagai macam jenis teknik budidaya
yaitu hidroponik, aeroponik, dan aquaponik. Soilless culture organik tidak banyak yang
melakukan karena soilless culture organic lebih banyak menghabiskan biaya karena dalam
pemberian nutrisi organic tanaman memerlukan dalam jumlah yang banyak maka biaya selain
meningkat, pertumbuhan juga cukup lama karena semua menggunakan bahan alami, tetapi untuk
yang menggunakan soilless culture organik yang di selingi nutrisi anorganik sangat banyak
karena dengan nutrisi anorganik tanaman akan lebih cepat tumbuh, biaya untuk nutrisi tidak
sebanyak orgnaik, dan hasil yang cepat di dapat dalam keadaan baik. Pupuk yang digunakan
untuk pupuk anorganik biasanya pupuk AB mix yang terdiri dari pupuk A (mengandung kalium,
kalsium, dll) dan pupuk B (mengandung sulfat, fosfat, dll). Untuk pupuk organic salah satunya
menggunakan pupuk POC (pupuk organik cair), untuk membeli produk ini harus membeli
produk yang sudah memiliki label agar penjelasan kandungan nutrisinya dapat di percaya dan
tepat untuk tanaman. Namun pupuk POC ini dapat dibuat sendiri dengan menggunakan kotoran
hewan maupun urin dari hewan dengan catatan pengolahan harus tepat agar tidak tercampurnya
unsur-unsur lain saat pengolahan.

3.3 Aeroponik

Aeroponik merupakan salah satu teknik budidaya soilless culture organik yang dapat
dilakukan sekarang dengan lahan pertanian yang semakin sempit. Sistem aeroponik ini mirip
dengan hidroponik namun pada aero ponik akar tanaman menggantung di udara dan nutrisi akan
disemprotkan dalam bentuk kabut ke akar tanaman, sementara hidroponik akar tanaman
digenangi oleh cairan nutrisi yang sudah di pompa oleh mesin air. Aeroponik biasanya
membudidayakan tanaman semusim seperti sayuran dan buah-buahan. Mengambil contoh
budidaya selada yang ada di Kelurahan BuluBallea, budidaya selada di sini adalah selada kering.
Tanaman selada ini ditanam secara aeroponik di dalam sebuah greenhouse. Greenhouse tersebut
terbuat dari rangka berasal dari kayu atau bamboo dengan ukuran 8 x 80 meter. Adapun atapnya
menggunakan platik UV (ultra violet) dengan bentuk monitor. Dan dindingnya terbuat dari inses
screen untuk menghindari hama masuk, ventilasi dan meredam kecepatan angin.

Dari teknik budidaya selada keriting ini, selain bak fiber yang digunakan, masih banyak
lagi sarana dan prasarana lainnya antara lain; prasarana irigasi misalnya, pipa pralon, sprinkle,
pompa, tangki dan pengatur waktu (timer). Sedangkan untuk penanganan hama menggunakan
feromon sebagai perangkap yang terbuat dari bahan plastik serta kertas yang di dalamnya
terdapat cairan yang sangat kental dan memiliki daya lekat yang sangat kuat.

Teknik budidaya tanaman selada keriting dengan sistem aeroponik yang telah
dikembangkan petani di Kel. BuluBallea, Kec. TinggiMoncong, Kab. Gowa yaitu:

- Pemilihan benih, pemilihan benih selada yang siap untuk di tanam harus memiliki daya tumbuh
minimal 90% diperoleh dari benih yang dibeli dari toko tani.

- Pembibitan, bibit yang akan ditanam bukan dari hasil kultur jaringan melainkan dari hasil
pembibitan langsung dipersemaian. sebelum dilakukan pembibitan terlebih dahulu benih
direndam ke dalam air hangat selama ± 24 jam kemudian diangkat dan ditiriskan dari
perendaman dan didiamkan selama 1 hari dalam ruang yang gelap/ tertutup. Selanjutnya disemai
pada media persemaian berupa rockwool dengan memotong media persemaian dengan ukuran 3
x 8 cm untuk  24 benih(disemai).

- Setelah tanaman berumur ± 7 HST, tanaman mudah siap untuk dipindahkan ke tempat
penanaman berupa Styrofoam dengan ukuran 1 x 1 meter dan dibuat lubang tanam dengan jarak
tanam 8 x 8 cm. dengan jumlah tanaman sebanyak 36 tanaman/ helai Styrofoam.

- Setelah itu di lakukan pengaplikasian larutan nutrisi berupa pupuk anorganik (kimia). Adapun
cara pengaplikasian pupuk anorganik ini adalah terlebih dahulu dengan cara melarutkan pupuk
tersebut kedalam air kemudian diaduk secara merata hingga tanpa ada pupuk yang menggumpal
di dalam air. Setelah itu dimasukkan ke dalam bak penampung nutrisi atau disebut dengan  bak
fiber dengan kapasitas menampung air sebanyak 1000 liter. Setelah itu helaian styrofoam diberi
lubang-lubang tanam dengan jarak 15 cm. Dengan menggunakan ganjal busa atau rockwool,
bibit selada ditancapkan pada lubang tanam/ styrofoam. Akar tanaman akan menjuntai bebas ke
bawah. Di bawah helaian styrofoam terdapat sprinkler (pengabut) yang memancarkan kabut
larutan hara ke atas hingga mengenai akar dari tanaman selada tersebut. Pada sprinkler tersebut
dilakukan pengaturan waktu (timer) dengan frekuensi pemberian nutrisi yaitu selama 5 menit On
dan 2 menit Off.

- Penangananan hama berupa serangga dengan cara di letakkan perangkap hama berupa feromon
yang ditempel di sekeliling tanaman serta tabung yang digantung kemudian diberi cairan yang
aromanya kurang disukai oleh hama. Sedangkan untuk penyakit yang menyerang tanaman
selada, sesuai dengan yang diterangkan petani tersebut hanya mengalami kesulitan pada hama
yang sering menyerang tanaman selada, dan jika terkena penyakit maka petani mengaplikasikan
pestisida anorganik (kimia) secara langsung.

- Umur panen komoditi selada 45 HST. Dan cara panen tanaman selada yaitu dicabung dengan
menggunakan tangan secara hati-hati untuk menjaga tanaman agar tidak terluka atau rusak.

- Penanganan pascapanen tanaman selada yaitu diletakkan di tempat yang suhunya stabil agar
tidak cepat mengalami pembusukan.

- Terakhir yaitu pemasaran tanaman selada keriting dengan sistem pemesanan langsung baik dari
mol, restaurant dan hotel. Begitulah teknik budidaya selada keriting dengan sistem aeroponik
yang dikembangkan di Kel. BuluBallea, Kec. TinggiMoncong, Kab. Gowa.
3.4 Aquaponik

Aquaponik merupakan penggabungan dari sistem budidaya akuakultur (budidaya ikan)


dan sistem hidroponik (budidaya tanpa media tanah). Sistem budidaya ini sangat cocok untuk
dikembangkan pada daerah perkotaan atau daerah yang memiliki lahan sempit karena tidak
memerlukan media tanah untuk tumbuh tanaman dan juga dapat meningkatkan perekonomian.
Selain itu sistem aquaponik tidak memerlukan media pupuk dan juga hemat air. Sistem kerja
aquaponik ini sangat sederhana yaitu dengan simbiosis mutualisme antara ikan dan tanaman.
Kotoran yang dihasilkan ikan dapat menjadi sumber nutrisi yang dibutuhkan bagi tanaman.
Tanaman akan menyerap nutrisi dari kotoran ikan tersebut. Sebagai gantinya ikan mendapatkan
sumber oksigen yang dihasilkan dari tanaman yang dibudidayakan. Dalam penerapannya
terdapat dua sistem aquaponik yaitu :

1. Sistem resirkulasi
Dalam sistem ini memanfaatkan air untuk budidaya ikan dan budidaya tanaman secara daur
ulang yang artinya tempat budidaya ikan dan budidaya tanaman berbeda. Air yang digunakan
untuk budidaya dialirkan ke tanaman untuk pertumbuhan tanaman dan sisanya dialirkan lagi ke
kolam ikan. Sistem ini hampir sama seperti hidroponik pada umumnya yang membedakan hanya
pada tangki penyimpanan air digunakan untuk budidaya ikan sehingga kebutuhan unsur hara
tanaman berasal dari kotoran yang dihasilkan ikan. Dalam sistem resirkulasi ini terdapat dua
jenis yaitu :

a. Sistem resirkulasi terbuka

Sistem resirkulasi terbuka ini dilakukan pada tempat terbuka. Kegiatan ini biasanya dilakukan
dalam skala yang besar. Pengaplikasian sistem resirkulasi terbuka ini harus mempertimbangkan
faktor alam seperti curah hujan dan panas matahari. Panas matahari dapat menguapkan air dalam
kolam dan juga pada tanaman sehingga perlunya penambahan air secara berkala untuk menjaga
kuantitas air yang diperlukan. Selain itu curah hujan dapat menambah volume air dalam kolam.
Untuk mengantisipasinya dilakukan pengurangan air secara berkala baik secara manual maupun
otomatis.

b. Sistem resirkulasi tertutup

Sistem resirkulasi tertutup dilakukan di tempat tertutup seperti misalnya memanfaatkan aquarium
di dalam rumah. Merkipun dilakukan dengan tertutup tanaman tetap memerlukan cahaya baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dalam sistem resirkulasi tertutup ini air menjadi lebih
hemat karena tidak terpapar langsung oleh matahari sehingga meminimalkan penguapan. Meski
demikian kualitas air tetap diperhatikan sehingga apabila air sudah keruh harus diganti.

2. Sistem satu media

Dalam sistem ini hanya menggunakan media air untuk tumbuh tanaman maksudnya media
tanaman ditempatkan di dalam kolam budidaya ikan. Media yang digunakan dalam sistem ini
harus lebih kuat, tidak mudah rusak dan tidak menyebabkan air kolam keruh dengan cepat.
Tanaman dapat langsung memanfaatkan air dalam dolam budidaya ikan tersebut.

- Kelebihan aquaponik
a. Menghemat penggunaan lahan
b. Menghemat penggunaan air
c. Produk yang dihasilkan organik
d. Dapat menghasilkan 2 produk sekaligus

- Kelemahan aquaponik
a. Biaya pembuatan sistem mahal
b. Kebutuhan unsur hara kurang
c. Perlunya perawatan extra

Anda mungkin juga menyukai