Anda di halaman 1dari 9

HASRAT DAN KEINGINAN-KEINGINAN TOKOH DALAM CERPEN

“BERSIAP KECEWA BERSEDIH TANPA KATA-KATA”


KARYA PUTU WIJAYA

Awla Akbar Ilma


Universitas Pamulang
awlaakbar24@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini berupaya mengurai problem psikologis yang dialami oleh tokoh utama yang
bernama Bapak dalam cerpen “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-Kata” karya Putu Wijaya
berdasarkan teori psikoanalisis Jacques Lacan yang dijelaskan oleh Madan Sarup dalam buku
berjudul Panduan Pengantar untuk Memahami Postruktural dan Posmodernisme. Proses analisis
menunjukkan bahwa perilaku aneh tokoh Bapak muncul karena ia mengalami lack berupa
kesendirian akibat proses perkembangan diri subjek yang mengalami tahap Real, Imajiner, dan
Simbolik. Tahap Simbolik tokoh Bapak teridentifikasi ketika ia merasa sendiri lalu memutuskan
membeli bunga yang ditulisi ucapan puitis untuk dirinya sendiri. Bunga dan ucapan puitis ini
merupakan upaya Bapak untuk memenuhi kekurangan dan mencapai kepenuhan (Yang Real).
Akan tetapi, upaya ini justru secara ironis membuatnya semakin nampak sendiri. Cerpen ini secara
general menunjukkan bahwa kesendirian merupakan masalah yang rentan dialami oleh masyarakat
modern dan perkotaan. Cara efektif untuk menyelesaikannya ialah bukan sekadar menggunakan
medium-medium simbol seperti bunga dan tulisan puitis yang biasa digunakan masyarakat kota,
melainkan berupa kebersamaan dan perhatian keluarga, sahabat, atau teman secara nyata meskipun
dalam kondisi sibuk.
Kata Kunci: masyarakat kota, kebersamaan, kesendirian, psikoanalisis

PENDAHULUAN bahwa karya sastra berasal dari


Karya sastra sebagai sebuah model kehidupan dan diperuntukkan bagi
kehidupan mengandung unsur-unsur kehidupan itu sendiri. Sehubungan
yang secara general merepresentasikan dengan hal itu, psikologi sastra sebagai
sebuah bangunan dunia. Dalam sebuah pendekatan sangat relevan
penggambarannya, secara intrinsik karya dengan asumsi-asumsi yang dibangun di
sastra mengandung beragam unsur atas, keduanya memperoleh satu titik
seperti tokoh, peristiwa, alur, tema, dan temu, yakni berangkat dari manusia dan
sebagainya yang berkorelasi dengan kehidupan.
keberadaan dari unsur-unsur kehidupan Dalam memandang karya sastra,
nyata. Meskipun memiliki kandungan psikologi menganggap bahwa karya sastra
fiksional, karya sastra tidak mampu adalah karya artistik yang mengangkat
melepaskan secara penuh pijakannya kisah hidup manusia lengkap dengan
pada kehidupan nyata. Jika ditilik lebih sikap dan tingkah lakunya. Oleh karena
jauh hal ini dapat dikonfirmasi dalam itu, salah satu kajian psikologi terhadap
salah satu aspek pendekatan dan kajian karya sastra adalah melakukan
MH Abrams mengenai kodrat karya penjelajahan ke dalam jiwa tokoh-tokoh
sastra sebagai tiruan alam atau mimesis. di dalam karya sastra dan berusaha
Sebagai sebuah representasi mengetahui seluk beluk tindakan serta
kehidupan, karya sastra tidak kemudian respon-responnya. Selain itu, kajian ini
kosong tanpa arti, melainkan juga dapat meluas dengan memberikan
mengandung makna yang sekaligus di perhatian pada pengarang maupun
dalamnya mampu menjadi cermin aktif pembacanya.
bagi dunia tempat karya sastra itu lahir, Berkaitan dengan hal itu, dalam
maupun sebagai cermin atas kehidupan pembacaan cerpen “Bersiap Kecewa
secara universal. Hal itu menegaskan Bersedih Tanpa Kata-Kata” penulis
mendapati beberapa persoalan terkait perkembangan subjek. Seorang manusia
dengan kejiwaan dan tindakan dari tokoh dikatakan sebagai seorang manusia jika ia
utamanya yang tergolong aneh. Ketika terus mengalami kekurangan (lack). Oleh
tokoh utama berulang tahun dan tidak karena itu, manusia dalam
ada keluarganya yang mengucapkan, ia perkembangannya selalu memiliki hasrat
kemudian membeli bunga sebagai untuk penuh dan berusaha untuk terus
ucapan ulang tahun bagi dirinya sendiri. mengisi kurangnya. Pemikirannnya
Lalu ketika membeli bunga, si tokoh mengenai hasrat dan kekurangan tidak
kebingungan dalam memilihnya sehingga bisa lepas dari teori perkembangan
ia memerlukan “bantuan” seorang gadis individu Lacan yang terbagi dalam 3
penjual bunga demi mengambil pilihan. tahap, yakni tahap dalam Yang Real,
Dengan penggambaran tersebut Yang Imajiner, dan Yang Simbolik.
diasumsikan cerpen ini merujuk pada Tahap Yang Real merupakan
masyarakat modern atau masyarakat kota tahap manusia ketika berada dalam
dengan kesendirian menjadi suatu hal kandungan ibu. Subjek dalam tahap ini
yang menakutkan sekaligus menjadi belum mengenal dunia sosial, belum
dampak atas kesibukan kerja dan mengenal kata-kata, dan terutama sekali
pemenuhan kebutuhan material yang masih berada dalam kondisi alamiah.
terus-menerus. Segala sesuatu yang berhubungan dengan
Dengan kata lain, cerpen ini secara kebutuhannya selalu dicukupi oleh sosok
menyeluruh mengandung nuansa ironis ibu. Oleh karena itu, dalam tahap ini
lewat penggambaran kesendirian dari subjek tidak membutuhkan perjuangan
tokoh utama atas keterasingannya dengan dalam memenuhi kebutuhan, bahkan
keluarga. Keironisan tersebut secara tegas subjek selalu merasa penuh.
merupakan representasi atas kesadaran Setelah lepas dari kandungan ibu,
tokoh utama sehingga ia kemudian subjek kemudian masuk ke dalam tahap
berhasrat untuk melawan kesendirian imajiner. Tahap ini berlangsung di sekitar
dan keterasingannya. Akan tetapi, cara umur 6-18 bulan. Dalam tahap ini subjek
yang digunakan tokoh utama untuk disebut berada dalam tahap cermin.
menyelesaikan permasalahannya Lacan menggunakan konsep anak yang
tergolong aneh –seperti dalam berdiri di depan cermin sebagai
pernyataan di atas- bahkan semakin metafora. Ketika kita melihat diri kita
menguatkan keironisan mengenai sendiri, kita membutuhkan cermin. Kita
kesendirian dan keterasingan diri tidak pernah dapat melihat lebih dekat
tersebut. siapa diri kita sebenarnya. Inilah yang
Untuk menjelaskan dan disebut “ketidakberhinggaan refleksi”
mengidentifikasi tindakan aneh dari infinity of reflection (Sarup, 2011:12).
tokoh utama cerpen ini, terutama Hal ini kemudian berkaitan
mengenai hasrat untuk melawan dengan dialektika pengakuan yang
keterasingan dan kesendirian, digunakan merujuk pada gagasan bahwa kita
teori psikoanalisis Lacan berdasarkan mendapatkan pengetahuan tentang siapa
buku Madan Sarup Panduan Pengantar diri kita dari keberadaan orang lain. Kita
untuk Memahami Postruktural dan tidak pernah dapat mencapai citra yang
Posmodernisme. Teori ini relevan stabil. Kita memang berusaha
digunakan sebab membahas mengenai menafsirkan hubungan kita dengan orang
hasrat dan kekurangan tersebut, terutama lain, tetapi kemungkinan salah tafsir itu
dalam pembicaraannya mengenai tahap selalu ada. Selalu ada kesenjangan atau
perkembangan subjek. kesalahpahaman sehingga kita tidak
Hasrat dalam terminologi Lacan pernah dapat merasa yakin pada
merupakan konsep yang esensial terkait tanggapan orang lain. Kita memang
dengan pemikirannya mengenai teori memiliki pandangan tentang identitas
kita, tapi pandangan tersebut tidak kembali pada tahap Yang Real dengan
berkaitan dengan realitas: citra cermin posisi diri merasa utuh dalam kandungan
kembali diajukan (Sarup, 2011: 12). si ibu. Dengan kata lain, diri merasa tidak
Dengan kata lain, tahap cermin pernah utuh dan berhasrat untuk
merupakan tahap subjek ketika mengenal mencari keutuhan.
dirinya melalui keberadaan orang lain Sementara dalam tahap Simbolik,
(sang liyan). Diri dalam tahap ini selalu subjek telah masuk dalam kehidupan
mengidentifikasikannya dengan bermasyarakat. Dalam tahap ini subjek
keberadaan orang lain. Seorang bayi akan telah mempromosikan diri dalam
makan bubur bukan karena ia senang konstelasi bahasa, bahasa, dan
dengan bubur, tetapi karena ia mengerti peradaban. Bahasa merupakan satu-
bahwa orang tuanya akan senang jika ia satunya sarana identifikasi sehingga
makan bubur. Contoh tersebut subjek berusaha menggunakannya untuk
menjelaskan bahwa seorang anak di memperoleh kepenuhan. Akan tetapi,
tahap ini belum mengenal konsep enak bagi Lacan struktur ketaksadaran -aspek
atau tidak enak, pantas atau tidak pantas, yang mengatur seluruh faktor eksistensi
baik atau buruk, tetapi ia manusia- sebanding dengan struktur
mengidentifikasi semua hal berdasarkan kebahasaan. Formasi ketaksadaran
keberadaan orang lain. Diri ingin mengatakan sesuatu yang sangat berbeda
menyatu dengan apa yang ia persepsi dari apa yang tampaknya ia katakan.
tentang orang lain. Anak merancukan Formasi-formasi yang demikian diatur
orang lain sebagai bayangan cerminnya oleh mekanisme yang sama dengan
sendiri. Dan karena diri terbentuk dari bahasa, yaitu metafora dan metonimi.
kombinasi cermin yang didasarkan pada Oleh karena kemampuan
pengenalan yang keliru, diri sulit metaforik manusia, Lacan
membentuk personalitas yang utuh. Kita mengisyaratkan bahwa kata-kata
mengalami diri yang terpecah. mengandung berbagai makna yang
Karena the other atau sang lain kemudian digunakan sebagai cara untuk
memiliki peran utama dalam proses menandai sesuatu yang sangat berbeda
pengenalan diri subjek, maka tahap dari makna konkretnya. Kemungkinan
selanjutnya adalah tahap simbolis. Dalam menandai sesuatu yang berbeda dari apa
tahap ini alienasi sebenarnya yang dikatakan inilah yang menentukan
terkonkritkan. Dipahami sebagai alienasi otonomi bahasa dan makna
sebab subjek telah memasuki tahap (kearbitreran). Lacan percaya pada
cermin, setelah tahap tersebut subjek otonomi penanda. Ia mengasimilasikan
menyadari bahwa hasrat ego bawah proses metafora dan metonimik bahasa,
sadarnya ditemukan justru dalam masing-masing dengan kondensasi dan
keterasingannya dengan orang lain. plesetan. Semua informasi ketaksadaran
Akibat dari tahap cermin tadi, ego menggunakan peralatan stilistik ini untuk
menjadi tidak pernah murni, melainkan mengecoh pelarangan (Faruk, 2012:188).
selalu dipengaruhi oleh orang lain. Orang Dengan kata lain, bahasa dalam
lain diterima subjek sebagai dirinya dan pengertian Lacan dipahami sebagai kata-
pemenuhan akan dirinya. Dalam kata bermakna yang tak pernah penuh
ungkapan Lacan dikemukakan bahwa karena hanya merupakan representasi
setiap diri kita selalu ada yang lebih dari bukan substitusi penuh. Bahasa bagi
diri kita, yakni the other (Robert, 2010). Lacan merupakan suatu penanda yang
Keinginan subjek terhadap the selalu menandakan penanda lain; tidak
other bahkan ego pun ditentukan ada kata yang bebas dari metaforisitas
olehnya, maka terjadi dua hal, yakni (metafora adalah penanda yang
subjek ingin melihat dirinya utuh dan menandakan penanda lain) dan
subjek merasa ingin bernostalgia dengan glissement (keterpelesetan,
ketergelinciran) dalam mata rantai diceritakan terdapat seorang bapak yang
penandaan, dari penanda yang satu ke akan membeli bunga. Ia tidak
penanda yang lain. Karena setiap menemukan bunga sesuai keinginannya,
penanda dapat menerima pemaknaan, meskipun ia telah memilih keseluruhan
maka tidak pernah ada makna yang bunga yang disediakan di toko. Hingga
tertutup, makna yang memuaskan. Setiap kemudian datanglah seorang gadis cantik
kata hanya dapat dipahami melalui kata (pemilik toko) yang menghampirinya lalu
lain. Selain itu, setiap kata yang memilihkan setangkai bunga untuknya.
diucapkan hanya akan memiliki makna Meskipun bunga yang dipilihkan sudah ia
lengkap bila kalimat selesai (Sarup, lihat sebelumnya dan ia merasa tidak
2011:28). Sementara elemen-elemen cocok, namun gara-gara si gadis cantik
dalam ketaksadaran (yang sejajar dengan yang memilihkannya ia pun merasa
struktur kebahasaan) –keinginan, hasrat, cocok. Ia lantas membeli meski dengan
citraan- kesemuanya membentuk harga yang cukup mahal, yakni 900.000.
penanda dan semua penanda tersebut Itu pun sudah ia tawar, sebelumnya
membentuk suatu ‘rantai penandaan’. dihargai 2 juta.
Secara konstan karena kekurangan (lack) Setelah membelinya, tokoh Bapak
penanda-penanda ini tergelincir, lalu meminta si gadis untuk menuliskan
bergeser, dan bersirkulasi. Karena pesan, kata-kata indah, serta tanda tangan
demikian bentuk ketaksadaran adalah dalam bunga tersebut. Si gadis pun
tanpa pusat dan terus-menerus merasa aneh sebab tak biasanya tanda
mendorong hasrat untuk mencapai Yang tangan dibubuhi dalam karangan bunga
Real. oleh penjualnya sendiri bukan si
Lacan percaya bahwa ketika subjek pengirimnya. Kecurigaan tersebut
memasuki struktur Simbolik (bahasa), terungkap setelah si Bapak menjelaskan
kebutuhan-kebutuhan organiknya akan bahwa sebenarnya bunga tersebut
melalui jaringan signifikasi yang diberikan sebagai hadiah ulang tahun
“terbatas” atau sempit dan bagi dirinya sendiri. Bapak pun
ditransformasikan sedemikian rupa menambahkan bahwa ia tidak
hingga tidak mungkin terpuaskan lagi. diperhatikan sebab seluruh keluarganya
Dorongan hanya memberikan ekspresi sibuk bekerja. Penjelasan ini pun
kebutuhan itu secara parsial dan tidak membuat si gadis terharu sehingga ia
langsung, sementara bahasa sama sekali mengantarkan Bapak pulang dengan
memutuskan hubungan itu (Sarup, mobil mewah miliknya.
2011:28). Oleh karena itu, manusia tidak
akan pernah puas berhasrat untuk penuh Yang Real, Yang Imajiner, dan Yang
dalam tahap simbolis melalui bahasa. Simbolik
Meski demikian, seperti yang telah Berdasarkan paparan singkat cerita
dikemukakan sebelumnya, justru dalam diketahui bahwa cerpen “Bersiap Kecewa
kekurangannya tersebut, manusia Bersedih Tanpa Kata-Kata”
menjadi manusia. menunjukkan sebuah hasrat atas
ketidakpenuhan tokoh Bapak. Ia
PEMBAHASAN mengalami keterasingan dengan tidak
Keinginan, hasrat, kekurangan, mendapat perhatian dari keluarganya.
serta ketiga tahap teori perkembangan Bahkan saat berulang tahun, ia sama
subjek, dan fungsi kebahasaan yang tak sekali tidak mendapat ucapan selamat.
pernah memberi kepenuhan nampak Hal itu menunjukkan bahwa Bapak telah
dalam cerpen “Bersiap Kecewa, Bersedih masuk dalam tahap Simbolik dan ia telah
Tanpa Kata-Kata” karya Putu Wijaya meninggalkan alam Real-nya. Dalam
yang dipublikasikan di surat kabar perjalanannya di dunia Simbolik, Bapak
Kompas 17 Juli 2011. Dalam cerpen ini menemukan banyak keterbatasan,
keterpisahan, kesendirian, dan momen- ekspresi bahkan menjadi ketentuan
momen yang menunjukkan bahwa ia dalam momen-momen tertentu oleh
tidak lagi utuh. Kondisi ini kemudian sebagian banyak orang.
menciptakan trauma, maka subjek Bunga dalam masyarakat kota
kemudian ingin kembali pada Yang Real dianggap dan ditentukan sebagai sebuah
dengan cara mengatasi kekurangannya. sarana mengungkapkan perasaan. Ketika
Meski demikian, dalam mengatasi ulang tahun bunga mawar misalnya,
kekurangannya, tokoh Bapak jatuh dianggap sanggup menjadi ungkapan
dalam simbolisme ulang. Hal ini tidak selamat yang sifatnya membahagiakan.
dapat disalahkan sebab dalam alam Begitu pula dengan kata-kata indah yang
simbolis segala yang disediakan hanya dalam hal ini merujuk pada puisi. Dalam
bahasa, penanda yang ditentukan cerpen ini puisi Gunawan Muhammad
penanda lain. Dalam cerita ini, Bapak yang berjudul “Di Beranda ini Angin Tak
berusaha mencari kepenuhan dengan Berhembus lagi” terutama liriknya yang
memberi hadiah berupa karangan bunga berbunyi Bersiap Kecewa Bersedih
kepada dirinya sendiri. Tanpa Kata-Kata digunakan sebagai
”Jadi, bunga ini untuk Bapak?” ucapan selamat ulang tahun. Puisi
”Ya.” dilekatkan dalam karangan bunga
”Bapak membelinya untuk Bapak tersebut sebab dianggap memiliki
sendiri?” maksud sekaligus sebagai ekspresi
”Ya. Apa salahnya?” perasaan sehingga melaluinya pesan
”Bapak yang ulang tahun?” dianggap akan lebih tersampaikan.
”Ya.” Segala medium simbolik tersebut
Dia menatapku tak percaya. kemudian digunakan si Bapak untuk
”Kenapa?” mencurahkan hasrat atas tidak adanya
”Mestinya mereka yang yang perhatian dari keluarganya. Artinya,
mengirimkan bunga untuk Bapak menggunakan medium simbolik
Bapak.” (ungkapan-ungkapan, kata-kata, bunga)
”Mereka siapa?” untuk memenuhi kebutuhan akan hasrat
”Ya, keluarga Bapak. Teman- kepenuhan dalam alam Simbolik itu
teman Bapak. Anak Bapak, istri sendiri (kesendirian, keterasingan, dan
Bapak, atau pacar Bapak…” ketidakutuhan). Artinya, usaha
”Mereka terlalu sibuk.” melampaui alam Simbolik untuk menuju
”Mengucapkan selamat tidak keutuhan atau Yang Real tidak akan
pernah mengganggu kesibukan.” pernah berakhir. Si Bapak akan lepas
”Tapi itu kenyataannya. Jadi aku dari alam simbolik satu dan menuju ke
beli bunga untuk diriku sendiri simbolik berikutnya. Menurut Lacan,
dan ucapkan selamat untuk diriku karena kekurangan ini, rantai penanda
sendiri karena kau juga tidak akan menjadi semacam x = y = z =b =q =
mau!” (halaman 3) o = % =s (dan seterusnya) yang secara
konstan menggelincir, bergeser, dan
Berdasarkan teori perkembangan bersirkulasi. Tak ada sesuatu yang pada
subjek Lacan, tokoh Bapak telah berada akhirnya memberikan kepenuhan yang
dalam tahap Simbolis dan segala hal telah stabil (Bracher, 2009: xii).
dimediasi oleh bahasa, hukum-hukum, Sementara itu, berdasarkan cara
perangkat norma sosial, dan sebagainya tokoh Bapak dalam melampaui alam
yang segalanya berdasar pada simbolik di atas menunjukkan bahwa ia
kesepakatan. Bunga, ucapan selamat sepenuhnya dipengaruhi oleh orang lain -
ulang tahun, kata-kata indah, dan tanda tahap Imajiner. Diketahui bahwa dalam
tangannya merupakan penanda simbolis tahap imajiner, identifikasi diri
yang dianggap representatif sebagai ditentukan sepenuhnya oleh konfirmasi
dan keberadaan dari orang lain. Ia menunjuk ke sebuah rangkain
Sebelumnya perlu ditekankan bahwa bunga tulip dan mawar berwarna
tatanan Simbolik dan Imajiner bergerak pastel. Bunga yang sudah beberapa
saling tumpang tindih, tak ada tanda dan kali aku lewati dan sama sekali tak
pembagian yang jelas antara kedua menarik perhatianku.
tatanan tersebut, keduanya selalu koeksis ”Itu saya sendiri yang
(Bracher, 2009:xxi). Gambaran merangkainya.”
berpengaruhnya orang lain dalam diri Mendadak bunga yang semula tak
Bapak adalah penggunaan medium aku lihat sebelah mata itu berubah.
simbolik tersebut (bunga dan puisi). Tolol kalau aku tidak
Medium tersebut sebenarnya muncul menyambarnya. Langsung aku
berdasarkan kesepakatan masyarakat mengangguk.
tertentu, yakni masyarakat kota. Artinya, ”Ya, ini yang aku cari.’
hasrat kepenuhan direalisasikan Dia mengangguk senang. (halaman
berdasarkan pemahaman atas identifikasi 1)
terhadap dengan orang lain.
Keinginannya untuk memperoleh ucapan Peristiwa ini menunjukkan bahwa
selamat ulang tahun dan medium bunga keberadaan ego Bapak sepenuhnya
jelas menunjukkan bahwa ego Bapak ditentukan oleh sang lain. Si Bapak tidak
yang tak original. Melainkan, hasil dari tau apa yang dihasrati sehingga ia
pandangan Bapak setelah melihat orang berpaling pada orang lain untuk
lain, di lingkungan masyarakat kota. menentukan pilihannya. Hasrat tidak
Sekadar sebagai pembanding, muncul dari dalam ego pribadi,
orang desa jarang memiliki hasrat akan melainkan peniruan atas hasrat orang
ucapan ulang tahun, memberikan bunga, lain. Seseorang menghasrati objek bukan
atau mengirim kata-kata indah. Mereka karena kualitas objek itu, melainkan
cenderung cuek dalam menanggapi karena orang lain menghasrati objek itu
perayaan itu, bahkan mereka merasa dan mendapatkan keutuhan atasnya.
tidak membutuhkan perayaan tersebut. Dalam tahapannya proses ini digunakan
Begitu pula dengan persoalan mengenai dalam kebudayaan modern, terutama
kesendirian sebab dalam masyarakat desa oleh kapitalis untuk mempromosikan
suasana kebersamaan, gotong royong, produk, dan membuat image agar sebuah
dan sebagainya masih sangat kuat. benda itu pantas dimiliki meskipun
Dengan demikian, ego, hasrat, dan sebenarnya benda itu tidak dibutuhkan
kekurangan seorang subjek merupakan atau tidak disukai.
bentukan sosial (Yang Simboliknya). Berdasarkan analisis di atas, cerita
Sementara dalam subjek Bapak segalanya ini secara jelas mengetengahkan kasus
itu merujuk pada kehidupan sosial, yakni yang terjadi dalam masyarakat kota,
masyarakat kelas menengah atas yang dengan kesendirian seringkali menjadi
berada di lingkungan kota. konsekuensi atas kesibukan. Tokoh
Selain itu, bukti bahwa ego Bapak Bapak teralienasi oleh wilayah
ditentukan oleh orang lain nampak saat simboliknya dan cara mengatasinya ia
ia memilih bunga yang disediakan di justru tetap jatuh dalam wilayah
toko, namun tak satupun yang cocok. simbolisasi (penggunaan bahasa dan
Akan tetapi, ketika gadis penjual sebagainya). Dengan ia (egonya)
bunganya menunjukkan satu bunga, si menginginkan ucapan ulang tahun lalu
Bapak langsung merasa itu pilihannya membeli bunga sebagai hadiah bagi
meskipun itu telah ia lihat dan ia merasa dirinya sendiri justru menegaskan
itu bukan yang tepat, seperti dalam kesendiriannya. Hal ini menggambarkan
kutipan berikut: bahwa Bapak telah dan terus menerus
terbelenggu oleh alam Simboliknya tanpa
pernah berakhir sehingga kepenuhan kesibukan kerja, mencari uang, sehingga
(Yang Riil) tidak akan pernah segalanya dinilai berdasarkan nilai tukar.
terealisasikan. Proses demikian Hal ini memungkinkan bagi lemahnya
digambarkan pula di akhir cerita bahwa si bertemen, bersahabat, dan mendapat
gadis penjual bunga kemudian merasa perhatian dari orang lain secara tulus.
kasihan atas kesendirian Bapak sehingga Kondisi ini sekaligus memungkinkan
ia mengantarkan pulang menggunakan masyarakatnya memiliki permasalahan
mobil mewahnya. Hal ini membuat si yang serupa dengan tokoh Bapak dalam
Bapak senang dan berubah (merasa cerpen ini.
bahwa terdapat subjek yang Berdasarkan hal itu, dapat
memperhatikan). Jika dilihat secara kritis dikatakan bahwa cerita ini setidaknya
akhir cerita ini menunjukkan bahwa merepresentasikan alam Simbolis tempat
tokoh Bapak kemudian masuk ke dalam Putu Wijaya berada. Usaha pembuatan
mobil mewah, benda material, dunia cerita ini merupakan eksplorasi
simbolisasi baru yang terkait dengan permasalahan kesendirian dalam lingkup
masyarakat perkotaan, yang tentu saja Simbolik pengarang bahwa permasalahan
rentan dengan kesendirian lengkap kesendirian merupakan permasalahan
dengan segala ironis-ironisnya. penting yang memungkinan mendera
orang-orang kota akibat dari
Antara Pengarang dan Karyanya kesibukannya bekerja. Melalui cerpen ini
Dikaitkan dengan pihak pengarang ingin melawan alam
pengarang, sebuah karya sastra Simboliknya dengan meneguhkan bahwa
merupakan hasil dari sebuah tindakan. permasalahan kesendirian dapat
Konsep tindakan, dalam teori Lacan diminimalisasi dan dicegah melalui
seperti halnya tindakan tokoh Bapak di keberadaan orang lain yang tanpa
atas, diartikan sebagai upaya melawan pamrih. Usaha-usaha seperti perhatian,
Yang Simbolik. Gerakan melampaui meluangkan waktu bagi keluarga, dan
Yang Simbolik melalui karya sastra menyadari bahwa cara seseorang
merupakan upaya menuju Yang Real. mencukupi kebutuhan tidak sekadar
Dalam alam Real, semuanya tak mengacu pada aspek materi, melainkan
terkatakan, tetapi ada dan subjek merasa juga jiwa dan perasaan perlu
penuh. dikedepankan. Kiranya pesan cerpen ini
Melalui analisis perilaku tokoh merupakan maksud dan cara pengarang
dalam sub bab di atas diketahui bahwa dalam upayanya melampaui alam
tokoh utama mengalami kesendirian Simboliknya.
akibat keluarga yang acuh. Hal ini sebagai Menguatkan hal itu, adapun
akibat dari alam Simbolis tempat tokoh Putu memang dikenal merupakan
utama berada, yakni masyarakat kota. pengarang yang gencar dengan kisah
Sebagai bagian dari tindakan pengarang kehidupan keterasingan manusia.
mengatasi Yang Simboliknya, maka Kuntowijoyo (1984:131) menyebut karya
penciptaan cerpen ini secara linear Putu Wijaya merupakan wujud dari karya
memiliki homologi dengan fakta-fakta sastra eksistensialis. Sastra eksistensialis
kultural dan historis di mana cerpen itu yang bermula dari filsafat
muncul, dan merupakan bagian dari eksistensialisme, menghadapkan individu
Yang Simbolik pengarang. dengan masyarakatnya dalam sebuah
Kaitan keduanya dapat ditelusuri pertarungan diri dan identitasnya sebagai
melalui alur kehidupan Putu Wijaya manusia. Dalam hal ini individu telah
selaku pengarang. Sebagai pengarang kini disudutkan oleh masyarakatnya dan ia
ia tinggal di Jakarta (alam Simboliknya), menjadi bagian yang dengan sia-sia
dan diketahui bahwa Jakarta adalah kota menegakkan eksistensinya dengan segala
besar, yang identik sebagai tempat penuh macam cara.
Meski demikian, perlu untuk melampaui Yang Simbolik menuju Yang
digarisbawahi bahwa kesimpulan ini Real gagal dan justru membuatnya
masih belum berakhir dan sangat perlu semakin merasa sendiri. Hal tersebut
dikembangkan secara lebih detail dengan dapat dirasakan oleh pembaca ketika
melihat dimensi kejiwaan Putu Wijaya, membaca cerpen ataupun oleh tokoh
latar belakang kehidupannya, ideologi gadis dalam cerita ketika menanggapi
dominan dalam alam Simboliknya kesendirian Bapak.
sehingga dapat disimpulkan secara lebih Selain itu, berkaitan dengan
meyeluruh bahwa cerpen ini merupakan pihak pengarang, disimpulkan bahwa
tindakan (hasrat) atas perasaan kurang pembuatan cerpen ini merupakan
pengarang untuk melampaui alam tindakan pengarang untuk melampaui
Simboliknya untuk mencapai keutuhan. alam Simbolik-nya, yakni kehidupan
masyarakat kota khususnya Jakarta
KESIMPULAN (tempat keberadaan pengarang). Melalui
Berdasarkan analisis di atas cerpen ini, pengarang menekankan
diketahui bahwa perilaku aneh dari bahwa kesendirian merupakan masalah
tokoh utama dalam cerpen “Bersiap kemanusiaan utama dalam masyarakat
kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata” modern. Hal ini kemudian dapat di atasi
merupakan akibat dari kondisi bawah melalui keberadaan the other, seperti
sadar dalam tahapan perkembangan perhatian orang lain, entah keluarga atau
subjek. Berdasarkan analisis psikoanalisis sahabat, meskipun dalam kondisi sibuk
Lacan, tokoh utama Bapak mengalami bekerja. Akan tetapi, kesimpulan terakhir
lack berupa kesendirian akibat proses ini masih terlalu general dan tidak
perkembangan diri sebagai subjek dan ia mengacu pada problem ideologis, entah
mengalami tahap Real, Imajiner, dan ideologi pengarang maupun ideologi
Simbolik. dominan dalam alam Simbolik yang
Dalam cerpen ini nampak melingkupi pengarang, problem latar
tahapan Imajiner tokoh Bapak bahwa ia belakang pengarang, dan sebagainya.
mengidentifikasikan egonya berdasarkan Kiranya penelitian ini mampu menjadi
orang lain sehingga ia tidak mengenali pemantik penelitian selanjutnya yang
dirinya secara penuh. Ego dan keinginan lebih merenik terhadap cerpen “Bersiap
Bapak dibatasi dan ditentukan hanya Kecewa Bersedih Tanpa Kata-Kata”
oleh keberadaan sang liyan dalam berdasarkan teori psikoanalisis Lacan
lingkungannya, yakni masyarakat kota dalam kaitannya dengan kedudukan
atau masyarakat modern secara umum. pengarang. Hal ini terkait Putu Wijaya
Selanjutnya ia pun terbelenggu oleh alam sebagai pengarang cenderung menyukai
Simbolisnya berupa kesendirian karena tema-tema kesendirian, problem mental,
tidak adanya perhatian dari keluarga. dan eksistensi diri dalam pembuatan
Kondisi ini menimbulkan kecemasan karya-karya sastranya.
dan trauma sehingga ia berhasrat untuk
memenuhi kekurangannya dan mencapai
kepenuhan (Yang Real). Hal yang DAFTAR PUSTAKA
dilakukan Bapak untuk melampauinya Bracher, Mark. (2009). Jacques Lacan,
adalah dengan menggunakan medium Diskursus, Dan Perubahan Sosial
bunga dan puisi. Artinya, ia kembali Pengantar Kritik-Budaya
menggunakan medium simbolik sehingga Psikoanalisis. Yogyakarta: Jalasutra.
memungkinkan terjadinya Faruk. (2012). Metode Penelitian Sastra.
keterpelesetan, ketergelinciran, bergeser Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dan bersirkulasi sehingga ia pun jatuh Kuntowijoyo. (1984). Penokohan dan
dalam simbolisasi baru. Hal itu Perwatakan dalam Sastra
membuat usaha perlawanan untuk Indonesia. Dalam Budaya Sastra.
Andy Zoeltom (Ed.) Jakarta:
Penerbit Radjawali.
Sarup, Madan. (2011). Panduan
Pengantar untuk memahami
Postruktural dan Posmodernisme
diterjemahkan oleh Medhy Aginta
Hidayat. Yogyakarta: Jalasutra.

Sumber Laman
http://www.tokohindonesia.com/biografi/
article/285-ensiklopedi/176-
sastrawan-serba-bisa diakses pada
25 November 2013 pukul 20.00.
Kuliah Umum Robertus “Robert Jacques
Lacan Seksualitas” diselenggarakan
di Komunitas Salihara dan
diunggah di youtube pada 27
Agustus 2010 di laman
https://www.youtube.com/watch?v
=j34z6eKlaEA. Penulis
mengaksesnya pada 25 November
2013 pukul 21.00.
“Cerpen Bersiap Kecewa Bersedih
Tanpa Kata-Kata” karya Putu
Wijaya di terbitkan di Kompas
pada 17 Juli 2011 diakses di
http://cerpenkompas.wordpress.co
m/2011/07/17/bersiap-kecewa-
bersedih-tanpa-kata-kata/ pada 25
November 2013 pukul 20.00.

Anda mungkin juga menyukai