Anda di halaman 1dari 44

MATA KULIAH :KEPERAWATAN JIWA

DOSEN :ARISAL HADI ,SKM

ASKEP KEHILANGAN/BERDUKA
OLEH

KELOMPOK 1

 KARTIKAWINARNI BAKRI
 ROSNARIANTI
 RIZKIANA
 KAMALUDDIN
 DEDY RISWADI ARIF
 SARI BULAN
 RATNAWATI
 RUSLAN
 YASIRAH

AKADEMI KEPERAWATAN LAPATAU WATAMPONE


2012
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah


SWT, karena dengan taufik dan hidayahnya sehingga
ASKEP BERDUKA/KEHILANGAN ini dapat diselesaikan
dengan kemampuan terbatas dari kami.
Berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan yang
diberikan oleh berbagai pihak yaitu Dosen pembimbing
dan rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan
saran dan petunjuk serta banyak meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas
ini sehingga dapat juga terlesaikan. Oleh karena itu, kami
sepatutnya mengucapkan banyak terima kasih.

Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu kami memohon maaf
serta mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tugas ini dan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada
kami dan pembaca.
Wassalam.

Watampone ,17 Maret 2012

Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang
unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap
individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam
pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau
nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan
karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari
yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses
kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju.
Dimana individu yang mengalami proses ini ada
keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar
bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang
demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang
pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan
perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah,
sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno,
2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami
berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat
membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga
kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat,
ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah
mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka
akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang
serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering
terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian
besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga
yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi
perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika
merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami
kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-
perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan
pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh
perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. PERMASALAHAN
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah
ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien
dengan kehilangan dan berduka disfungsional.
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1. Tujuan umum
a. Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.
b. Mengetahui  asuhan keperawatan pada kehila.ngan
dan berduka disfungsional

2. Tujuan khusus
a. Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
b. Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
c. Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi
kehilangan.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. KEHILANGAN
1. Definisi Kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari
kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang
terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal
yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin
terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali
atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian
menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu
sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang
mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu
yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada,
baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan,
tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,
misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti /
di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat
dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja /
PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan
kebebasannya menjadi menurun.
2.1.3 Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna
atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling
membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe
kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang
yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan
ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada,
kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya
membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak
dapat ditutupi.
Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau
anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini
meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan,
dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit.
Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang
misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda,
fungsi tubuh.
Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik
sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau
pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan
kegunaan benda tersebut.
Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan
yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar
belakang keluarga dalam waktu satu periode atau
bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota
lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan,
pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya,
sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian
orang berespon berbeda tentang kematian.
2.1.4 Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——>
Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai
kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya
itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis,
gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau
saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau
putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan
libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya
cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
2.2 Berduka
2.2.1  Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan
terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya
perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur,
dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari
berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang
aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih
dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu yang responnya
dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual
maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
2.2.2 Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk
menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka
hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan
dalam bentuk empati.
Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai
beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang
yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan
mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa
tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis,
mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat,
insomnia dan kelelahan.
Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara
nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan
perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih
tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari
seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan
seseorang.

Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan
terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat
menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu
terhadap almarhum.
Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan
seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran
baru telah berkembang.
Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969)
adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5
tahap, yaitu sebagai berikut:
a)                Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa
dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah
terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada
saya!” umum dilontarkan klien.
b)               Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin
“bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini
orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali
tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping
individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan
menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c)                Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan
cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan.
Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang
lain.
d)               Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak
nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini
memberi kesempatan untuk berupaya melewati
kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e)                Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut.
Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila
seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada
hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus
asa.
Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan
yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak
dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan
bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon
kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka
yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3
katagori:
Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak
percaya.
Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi
ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan
mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan
dirasakan paling akut.
Akomodasi pada tahap ini terjadi secara bertahap
penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali
secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana
klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan
mereka.

PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA


ENGEL (1964) KUBLER- MARTOCCH RANDO
ROSS (1969) IO (1985) (1991)
Shock dan tidak Menyangkal Shock and Penghindar
percaya disbelief an
Berkembangnya  Marah Yearning
kesadaran and protest
Restitusi Tawar- Anguish, Konfrontasi
menawar disorganiza
tion and
despair
Idealization Depresi Identificatio
n in
bereaveme
nt
Reorganization / Penerimaan Reorganiza akomodasi
the out come tion and
restitution
BAB III
ASKEP BERDUKA DISFUNGSIONAL
Pengkajian
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur,
tingkat aktivitas
Diagnosa keperawatan: Berduka disfungsional
Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata
maupun yang dirasakan dimana individu tetap terfiksasi
dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode
waktu yang terlalu lama, atau gejala berduka yang
normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat
yang mengganggu fungsi kehidupan.
Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)
Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa
konsep nilai untuk individu
Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka
dari kehilangan multiple yang belum terselesaikan)
Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan
Tidak adanya antisipasi proses berduka
Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan
ambivalen dengan konsep kehilangan.
Batasan Karakteristik (“dibuktikan dengan”)
Idealisasi kehilangan (konsep)
Mengingkari kehilangan
ü  Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan secara
tidak tepat
ü  Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa lampau
ü  Merenungkan perasaan nersalah secara berlebihan
dan dibesar-basarkan tidak sesuai dengan ukuran situasi.
Regresi perkembangan
Gangguan dalam konsentrasi
Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan
Afek yang labil
Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi,
tingkat aktivitas, libido.
Sasaran/Tujuan
Sasaran jangka pendek
Pasien akan mengekspresikan kemarahan terhadap
konsep kehilangan dalam 1 minggu.
Sasaran jangka panjang
Pasien akan mampu menyatakan secara verbal perilaku-
perilaku yang berhubungan dengan tahap-tahap berduka
yang normal. Pasien akan mampu mengakui posisinya
sendiri dalam proses berduka sehingga ia mampu dengan
langkahnya sendiri terhadap pemecahan masalah.
Intervensi dengan Rasional Tertentu
Tentukan pada tahap berduka mana pasian terfiksasi.
Identifikasi perilaku-perilaku yang berhubungan dengan
tahap ini.
Rasional
Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk
perencanaan keperawatan yang efektif bagi pasien yang
berduka.
Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien.
Perlihatkan empati dan perhatian. Jujur dan tepati semua
janji
Rasional
Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu kebutuhan
yang terapeutik.
Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan pasien
untuk mengekspresikan perasaannya secara terbuka
Rasional
Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa
anda yakin bahwa ia merupakan seseorang pribadi yang
bermakna. Rasa percaya meningkat.
Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah.
Jangan menjadi defensif jika permulaan ekspresi
kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis.
Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan marah
sehingga pasien dapat mengungkapkan secara langsung
kepada objek atau orang/pribadi yang dimaksud.
Rasional
Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu
lingkungan yang tidak mengancam dapat membantu
pasien sampai kepada hubungan dengan persoalan-
persoalan yang belum terpecahkan.
Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang
terpendam dengan berpartisipasi dalam aktivitas-
aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola voli,dll)
Rasional
Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan
efektif untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam.
Ajarkan tentang tahap-tahap berduka yang normal dan
perilaku yang berhubungan dengan setiap tahap. Bantu
pasien untuk mengerti bahwa perasaan seperti rasa
bersalah dan marah terhadap konsep kehilangan adalah
perasaan yang wajar dan dapat diterima selama proses
berduka.
Rasional
Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang wajar
yang berhubungan dengan berduka yang normal dapat
menolong mengurangi beberapa perasaan bersalah
menyebabkan timbulnya respon-respon ini.
Dorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep
kehilangan. Dengan dukungan dan sensitivitas,
menunjukkan realita situasi dalam area-area dimana
kesalahan presentasi diekspresikan.
Rasional
Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan
mampu menerima baik aspek positif maupun negatif dari
konsep kehilangan sebelum proses berduka selesai
seluruhnya.
Komunikasikan kepada pasien bahwa menangis
merupakan hal yang dapat diterima. Menggunakan
sentuhan merupakan hal yang terapeutik dan tepat untuk
kebanyakan pasien.
Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai
usaha untuk menentukan metoda-metoda koping yang
lebih adaptif terhadap pengalaman kehilangan. Berikan
umpan balik positif untuk identifikasi strategi dan
membuat keputusan.
Rasional
Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan
mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
10.  Dorong pasien untuk menjangkau dukungan spiritual
selama waktu ini dalam bentuk apapun yang diinginkan
untuknya. Kaji kebutukan-kebutuhan spiritual pasien dan
bantu sesuai kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan-
kebutuhan itu.
Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang
Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-
tahap proses berduka yang normal dan perilaku yang
berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam
proses berduka dan mengekspresikan perasaan-
perasaannya yang berhubungan denga konsep
kehilangan secara jujur.
Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi
dan perilaku-perilaku yang berlebihan yang berhubungan
dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan
aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.
Contoh kasus:
Kehilangan/Berduka

Ibu M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang


bekerja di suatu perusahaan sebagai tulang punggung
keluarga. Seminggu yang lalu, suami Ibu M meninggal
karena kecelakaan. Sejak kejadian tersebut, Ibu M
sering melamun dan selalu mengatakan jika suaminya
belum meninggal. Selain itu, Ibu M juga tidak mau
berinteraksi dengan orang lain dan merasa gelisah
sehingga susah tidur.

A. Pengkajian
1. Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian
atau keseluruhan.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan
terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya
perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain.
2. Data yang didapat
Data subjektif: Data objektif:
 Merasa sedih  Menangis
 Merasa putus asa dan  Mengingkari
kesepian kehilangan
 Kesulitan  Tidak berminat
mengekspresikan dalam berinteraksi
perasaan dengan orang lain
 Konsentrasi menurun  Merenungkan
perasaan bersalah
secara berlebihan
 Adanya perubahan
dalam kebiasaan
makan, pola tidur,
tingkat aktivitas

B. Diagnosa
Diagnosa yang dapat ditegakkan dalam kasus ini
adalah:
 Isolasi sosial berhubungan dengan koping individu
tidak efektif terhadap respon kehilangan pasangan
 Ansietas berhubungan dengan keadaan di masa
yang akan datang setelah kehilangan pasangan
 Ketidakberdayaan dalam melakukan peran
berhubungan dengan kehilangan dan berduka
 Harga diri rendah berhubungan dengan kehilangan
dan berduka

C. Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
Perlihatkan sikap empati dan perhatian kepada klien
Rasional: hubungan saling percaya antara perawat
dan klien merupakan dasar terbinanya hubungan
terapeutik
2. Berikan motivasi pada klien untuk
mendiskusikan pikiran dan perasaannya
Rasional: motivasi akan membuat klien lebih terbuka
mengenai pikiran dan perasaannya
3. Dengarkan klien dengan penuh empati. Berikan
respon dan tidak menghakimi
Rasional:  hal ini menunjukkan rasa peduli terhadap
perawatan klien, tetapi tidak terlibat secara emosi.
Klien akan merasa aman dan nyaman saat bercerita
kepada perawat
4. Libatkan klien dalam aktivitas kelompok sesuai
dengan aktivitas yang disenanginya
Rasional: aktivitas fisik memberikan suatu metode
yang aman dan efektif untuk mengeluarkan emosi
dan kemarahan yang terpendam.
5. Ajarkan klien mengenai cara meminum obat
yang benar.
Rasional: dengan meminum obat sesuai anjuran,
klien akan merasa lebih tenang dan nyaman untuk
tidur.

D. Implementasi
1. Sapa klien dengan nama yang disenanginya.
Memberikan sentuhan akan menunjukkan rasa
empati klien dan pertahankan kontak mata
2. Dorong klien untuk mendiskusikan pikiran dan
perasaannya
3. Dengarkan segala keluhan klien. Berikan respon
dan jangan menghakimi
4. Ajak klien jika ada kegiatan kelompok, terutama
kegiatan yang disenanginya
5. Bimbing klien untuk meminum obat sesuai cara
yang dianjurkan
E. Evaluasi
1. Klien mampu mengungkapkan perasaannya
secara spontan
2. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan
terhadap kehilangan
3. Klien dapat membina hubungan yang baik
dengan orang lain
4. Klien mempunyai koping yang efektif dalam
menghadapi masalah akibat kehilangan
5. Klien mampu minum obat dengan cara yang
benar
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien
Kehilangan dan Berduka
(SP 1)
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Ibu M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang
bekerja di suatu perusahaan sebagai tulang
punggung keluarga. Seminggu yang lalu, suami Ibu
M meninggal karena kecelakaan. Sejak kejadian
tersebut, Ibu M sering melamun dan selalu
mengatakan jika suaminya belum meninggal. Selain
itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi dengan orang
lain dan merasa gelisah sehingga susah tidur.
2. Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak
efektif terhadap respon kehilangan pasangan
3. Tujuan khusus
 Klien dapat membina hubungan saling percaya
dengan perawat dan klien dapat merasa aman dan
nyaman saat berinteraksi dengan perawat
 Klien mampu mengungkapkan pikiran dan
perasaannya
 Klien merasa lebih tenang
4. Tindakan keperawatan
 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan
cara mengucapkan salam terapeutik,
memperkenalkan diri perawat sambil berjabat
tangan dengan klien
 Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaannya. Dengarkan setiap perkataan klien.
Beri respon, tetapi tidak bersifat menghakimi
 Ajarkan klien teknik relaksasi

B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat pagi
Ibu M. Saya Rensita, Ibu bisa memanggil saya suster
Rensi. Saya perawat yang dinas pagi ini dari pukul
07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang akan
merawat Ibu. Nama Ibu siapa? Ibu senangnya
dipanggil apa?”
- Evaluasi validasi: “Baiklah, bagaimana keadaan Ibu
M hari ini?”
- Kontrak: “Kalau begitu, bagaimana jika kita
berbincang-bincang sebentar? Saya rasa 30 menit
cukup Bu. Ibu bersedia?”
“Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini
saja? Baiklah.”

2. Tahap kerja
- “Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya
bagaimana perasaan Ibu M saat ini?”
- “Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima
kenyataan ini. Tapi kondisi sebenarnya memang
suami Ibu telah meninggal. Sabar ya, Bu ”
- “Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu.
Tapi coba Ibu pikir, jika Ibu pulang ke rumah nanti,
Ibu tidak akan bertemu dengan suami Ibu karena
beliau memang sudah meninggal. Itu sudah menjadi
kehendak Tuhan, Bu. Ibu harus berusaha menerima
kenyataan ini.”
- “Ibu, hidup matinya seseorang semua sudah diatur
oleh Tuhan. Meninggalnya suami Ibu juga
merupakan kehendak-Nya sebagai Maha Pemilik
Hidup. Tidak ada satu orang pun yang dapat
mencegahnya, termasuk saya ataupun Ibu sendiri.”
- “Ibu sudah bisa memahaminya?”
- “Ibu tidak perlu cemas. Umur Ibu masih muda, Ibu
bisa mencoba mencari pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga Ibu. Saya percaya Ibu
mempunyai keahlian yang bisa digunakan. Ibu juga
tidak akan hidup sendiri. Ibu masih punya saudara-
saudara, anak-anak dan orang lain yang sayang dan
peduli sama Ibu.”
- “Untuk mengurangi rasa cemas Ibu, sekarang Ibu
ikuti teknik relaksasi yang saya lakukan. Coba
sekarang Ibu tarik napas yang dalam, tahan
sebentar, kemudian hembuskan perlahan-lahan.”
- “Ya, bagus sekali Bu, seperti itu.”

3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu
sekarang? Apa Ibu sudah mulai memahami kondisi
yang sebenarnya terjadi?”
(objektif): “Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-
hal yang Ibu dapatkan dari perbincangan kita tadi
dan coba Ibu ulangi teknik relaksasi yang telah kita
lakukan.”
- RTL: “Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu
merasa cemas, Ibu dapat melakukan teknik tersebut.
Dan setiap kali Ibu merasa Ibu tidak terima dengan
kenyataan ini, Ibu dapat mengingat kembali
perbincangan kita hari ini.
- Kontrak yang akan datang: ”Sudah 30 menit ya, Bu.
Saya rasa perbincangan kita kali ini sudah cukup.
Besok sekitar jam 09.00 saya akan datang kembali
untuk membicarakan tentang hobi Ibu. Mungkin
besok kita bisa berbincang-bincang di taman depan
ya Bu.”“Apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah,
kalau tidak ada, saya permisi dulu ya Bu.
Assalamu’alaykum.”
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien
Kehilangan dan Berduka
(SP 2)

A. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan kedua, Ibu M sudah mulai
menunjukkan rasa penerimaan terhadap kehilangan.
Namun, ia masih menarik diri dari lingkungan dan
orang-orang sekitarnya. Ia juga masih melamun dan
merasa gelisah sehingga tidurnya tidak nyenyak.
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial berhubungan dengan koping individu
tidak efektif terhadap respon kehilangan pasangan
3. Tujuan khusus
Klien tidak menarik diri lagi daan dapat membina
hubungan baik kembali dengan lingkungannya
maupun dengan orang-orang di sekitarnya
4. Tindakan keperawatan
 Libatkan klien dalam setiap aktivitas kelompok,
terutama aktivitas yang ia sukai
 Berikan klien pujian setiap kali klien melakukan
kegiatan dengan benar

B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat
pagi Ibu M. Masih ingat dengan saya Bu? Ya, betul
sekali. Saya suster rensi, Bu. Seperti kemarin, pagi
ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 nanti dan saya
yang akan merawat Ibu.”
- Evaluasi validasi: “Bagaimana keadaan Ibu hari ini?
Apa sudah lebih baik dari kemarin? Bagus kalau
begitu”
- Kontrak: “Sesuai janji yang kita sepakati kemarin
ya, Bu. Hari ini kita bertemu untuk membicarakan
hobi Ibu di taman depan. Saya rasa 30 menit
seperti kemarin cukup ya, Bu.”

2. Tahap kerja
- “Nah, Bu. Apakah Ibu sudah memikirkan hobi yang
Ibu senangi?”
- “Ternyata Ibu hobi bermain voli ya? Tidak semua
orang bisa bermain voli lho, Bu.”
- “Selain bermain voli, apa Ibu mempunyai hobi yang
lain lagi?”
- “Wah, ternyata Ibu juga hobi menyanyi, pasti suara
Ibu bagus. Bisa Ibu menunjukkan sedikit bakat
menyanyi Ibu pada saya?”
- “Wah ternyata Ibu memang berbakat menyanyi,
suara Ibu juga cukup bagus.”
- “Ngomong-ngomong tentang hobi Ibu bermain voli,
berapa sering Ibu biasanya bermain voli dalam
seminggu?”
- “Cukup sering juga ya Bu. Pasti kemampuan Ibu
dalam bermain voli sudah terlatih.”
- “Apa Ibu pernah mengikuti lomba voli? Wah,
ternyata Ibu hebat juga ya dalam bermain voli.
Buktinya, Ibu pernah memenangi lomba voli
antarwarga di daerah rumah Ibu.”
- “Nah, bagaimana kalau sekarang Ibu saya ajak
bergabung dengan yang lain untuk bermain voli?
Tampaknya di sana banyak orang yang juga ingin
bermain voli. Ibu bisa melakukan hobi Ibu ini
bersama-sama dengan yang lain.”
- “Ibu-ibu, kenalkan, ini Ibu M. Ibu M juga akan
bermain voli bersama-sama. Ibu M ini jago bermain
voli, lho.”
- “Nah, sekarang bisa Ibu tunjukkan teknik-teknik
yang baik dalam bermain bola voli?”
- “Wah, bagus sekali Bu. Ibu hebat.”
- “Ibu M, saat Ibu sedang merasa emosi tapi tidak
mampu meluapkannya, Ibu bisa melakukan
kegiatan ini bersama-sama yang lain. Selain itu,
kegiatan ini juga dapat membuat Ibu berhubungan
lebih baik dengan yang lainnya dan Ibu tidak
merasa kesepian lagi.”

3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu
sekarang? Apa sudah lebih baik dibandingkan
kemarin?”
(objektif): “Sekarang coba Ibu ulangi lagi apa saja
manfaat yang dapat Ibu dapatkan dengan
melakukan kegiatan yang Ibu senangi.”
- RTL: “Baiklah Bu, kalau begitu Ibu dapat bermain
voli saat Ibu sedang merasa emosi. Atau Ibu dapat
melakukan kegiatan ini paling tidak dua kali dalam
seminggu.”
- Kontrak yang akan datang: “Nah, waktu kita sudah
hampir habis ya Bu. Besok jam 08.00 setelah
makan pagi, saya akan kembali lagi untuk
mengajarkan Ibu cara meminum obat dengan
benar. Kita ketemu di ruangan Ibu saja, ya? Apa
ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah, kalau tidak,
saya permisi dulu ya, Bu. Assalamu’alaykum.”
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien
Kehilangan dan Berduka
(SP 3)

A. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan ketiga, Ibu M sudah mulai tidak
banyak melamun dan mulai membuka dirinya
kepada orang-orang sekitarnya. Ibu M juga mau
membalas sapaan ataupun senyuman jika ada
perawat ataupun orang lain yang menyapanya
ataupun tersenyum padanya. Namun, Ibu M
mengaku ia masih terbayang akan suaminya saat ia
akan tidur. Hal tersebut membuat Ibu M merasa
gelisah, tidur tidak nyenyak, bahkan sulit tidur.
2. Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan keadaan di masa
yang akan datang setelah kehilangan pasangan
3. Tujuan khusus
 Klien dapat mengetahui aturan yang benar dalam
meminum obat
 Ansietas klien berkurang sehingga klien dapat tidur
dengan nyenyak
4. Tindakan keperawatan
 Ajarkan klien cara meminum obat dengan benar
 Awasi klien saat minum obat

B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat
pagi Ibu M.”
- Evaluasi validasi: “Bagaimana keadaan Ibu hari ini?
Apa semalam Ibu bisa tidur dengan nyenyak?”
- Kontrak: “Ibu tidak bisa tidur dengan nyenyak ya?
Baiklah, sesuai dengan janji kita yang kemarin,
saya akan memberitahu Ibu obat yang harus Ibu
minum untuk mengurangi kecemasan Ibu dan agar
Ibu dapat tidur dengan nyenyak. Saya rasa 15
menit saja cukup ya Bu, di kamar ini saja.”

2. Tahap kerja
- “Nah, kita langsung mulai saja ya Bu. Ini ada
beberapa macam obat-obatan yang harus Ibu
minum.”
- “Ini obatnya ada dua macam ya Bu. Yang warna
putih ini namanya BDZ. Fungsi dari obat ini agar
pikiran Ibu bisa lebih menjadi tenang. Kalau pikiran
Ibu tenang, Ibu bisa tidur dengan nyenyak.”
- “Kemudian, yang warna kuning ini adalah HLP. Ini
juga harus Ibu minum agar perasaan Ibu bisa rileks
dan Ibu tidak lagi merasakan cemas yang
berlebihan.”
- “Nah Bu, semua obat ini diminum tiga kali sehari
ya Bu, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.
Masing-masing obat satu butir saja. Obat-obatan ini
juga harus diminum setelah Ibu makan.”
- “Apa Ibu mempunyai keluhan dalam meminum
obat?”
- “Ooh, jadi Ibu tidak tahan dengan rasa pahitnya
ya? Kalau begitu, setelah Ibu minum obat Ibu bisa
memakan permen agar rasa pahitnya dapat
berkurang.”
- “Jika setelah minum obat ini mulut Ibu menjadi
terasa kering sekali, Ibu bisa minum banyak air
untuk mengatasinya agar mulut Ibu tidak kering.”
- “Tapi jika ada efek samping yang berlebihan
seperti gatal-gatal, pusing, atau mual, Ibu bisa
panggil saya atau perawat lain yang sedang
bertugas.”
- “Nah, sebelum ibu meminum obatnya, pastikan
dulu ya Bu, obatnya sesuai atau tidak. Ibu juga
jangan lupa perhatikan waktunya agar obat
tersebut dapat diminum tepat waktu.”

3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Apa Ibu sudah mengerti apa
saja obat yang harus Ibu minum dan bagaimana
prosedur sebelum meminumnya?”
(objektif): “Bagus. Kalau Ibu sudah mengerti, coba
ulangi lagi apa saja obat yang harus Ibu minum dan
apa saja prosedur meminum obatnya.”
- RTL: “Seperti yang sudah saya katakan tadi ya Bu,
jika setelah minum obat mulut Ibu terasa kering,
Ibu dapat meminum air yang banyak. Dan kalau Ibu
merasa gatal-gatal, ousing, atau bahkan muntah,
Ibu dapat menghubungi saya atau perawat lain
yang sedang bertugas.”
- Kontrak yang akan datang: “Baiklah Bu, nanti jam
14.00 setelah makan siang, saya akan datanhg
kembali untuk memantau perkembangan Ibu. Kita
bertemu di ruangan ini saja ya Bu.”
“Sebelum saya pergi apa ada yang ingin Ibu
tanyakan? Baiklah Bu, kalau tidak ada, saya
permisi dulu. Assalamu’alaykum.”
BAB IV
PENUTUP
4.1    Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang
mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu
yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada,
baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari
berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang
aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih
dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu yang responnya
dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual
maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka
terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata
dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan,
yaitu:Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai,
kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan
objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri
sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon
berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah,
tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume


1. Jakarta: EGC.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses
keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada
Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan
Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
stikes.fortdekock.ac.id
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa,
ed.3. Jakarta: ECG.
cre : 06 PSIK USK

Anda mungkin juga menyukai