Anda di halaman 1dari 6

Apa itu Quantitative Easing? Apa itu Tapering?

Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (Fed) akhirnya membuat keputusan terkait
pengurangan stimulus pada Rabu (18/12) lalu. The Fed memutuskan mengurangi stimulus (tapering
off) dari semula US$ 85 miliar per bulan menjadi US$ 75 miliar per bulan berlaku Januari 2014.

Keputusan itu diambil setelah the Fed menyimpulkan adanya perbaikan ekonomi AS usai mengalami
resesi terburuk sejak 1930. "Seiring kemajuan yang di pasar tenaga kerja yang positif, the Fed
memutuskan mengurangi nilai pembelian aset," jelas pernyataan the Federal Open Market
Committee (FOMC) di Washington, Rabu (18/12).

Quantitative easing atau pembelian aset oleh the Fed dibagi menjadi dua, yakni: US$ 40 miliar untuk
membeli surat utang AS dan US$ 35 miliar untuk membeli obligasi kredit perumahan yang akan
dilakukan dimulai Januari tahun 2014.

Namun, pemangkasan stimulus yang dilakukan Januari itu belum usai. Sebab, the Fed akan
melakukan pengurangan stimulus lanjutan jika ekonomi AS membaik lagi. "Jika kondisi tenaga kerja
dan tingkat inflasi sesuai target, komite akan kembali mengurangi stimulus secara bertahap," jelas
the Fed.

Namun, sebelum membicarakan lebih lanjut dampak kebijakan tersebut terhadap Indonesia,
sebaiknya kita bahas dulu apa itu quantitative easing (QE) dan apa itu tapering off? Dan siapa itu
Federal Reserve?

Siapa Federal Reserve?

The Federal Reserve disingkat the Fed merupakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang
merupakan gabungan dari bank sentral yang ada di negara-negara bagian AS. Seperti bank sentral
Indonesia, The Fed memiliki tugas utama mengontrol suplai uang tunai dolar AS.

Selain itu, The Fed juga mengatur ribuan bank swasta di seluruh AS dan juga memberikan pinjaman
darurat kepada mereka, jika bank swasta itu mengalami kekurangan uang tunai.
Apa itu tapering off?

Sebelum memahami tapering off, sebaiknya kita memahami dulu sikap The Fed ketika membuat
keputusan membeli obligasi di pasar keuangan. Keputusan membeli obligasi inilah kemudian disebut
pasar sebagai pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing (QE).

Lantas, apa pula quantitative easing (QE)?

Seperti bank sentral lainnya, the Fed mengelola perekonomian AS dengan cara menaikkan atau
menurunkan suku bunga acuan. Namun, Fed tak tidak bisa menurunkan suku di bawah nol, di mana
telah dipertahankan selama hampir lima tahun.

Jadi, the Fed mencoba cara lain guna merangsang ekonomi AS, dengan cara memompa uang
langsung ke dalam sistem keuangan. Caranya adalah, the Fed mengeluarkan uang untuk membeli
obligasi jangka panjang , baik itu obligasi berupa surat utang AS dan obligasi kredit perumahan.
Harapannya adalah, uang itu kemudian bisa digunakan oleh perusahaan untuk keperluan lainnya.

Yang jelas, kebijakan QE dari The Fed itu telah membantu AS yang dilanda resesi sejak 2009. Namun,
belum diketahui seberapa membantu kebijakan QE tersebut itu bagi pertumbuhan ekonomi AS sejak
2009 sampai tahun ini.

Sampai akhir tahun 2013, The Fed telah membeli obligasi US$ 85 miliar per bulan. Alhasil, sampai 11
Desember lalu, The Fed mengantongi hampir US$ 4 triliun dalam bentuk obligasi. Bandingkan aset
yang dimiliki The Fed sebelum krisis keuangan yang hanya US$ 800 miliar.

Jadi apa tapering itu?

Yang jelas, the Fed tak ingin terus-terusan melakukan pembelian obligasi. Maka itulah, bank sentral
AS ingin mengurangi stimulus berupa pembelian obligasi itu secara bertahap. Proses
pengurangannya pembelian obligasi secara bertahap itulah yang kemudian dikenal dengan tapering
off.
Sebab, sedikit saja perubahan yang dilakukan The Fed, bisa mengundang respons pasar, tak hanya di
AS tetapi juga bagi pasar di seluruh dunia. Yang jelas The Fed ingin kembali dalam kondisi normal,
alias tak ada lagi program pembelian obligasi atau menyuntik dollar ke sistem keuangan ekonomi AS.

Kapan The Fed melakukan tapering?

Nah, pada bulan Juni 2013 lalu, Ketua the Fed Ben S. Bernanke sudah mengusulkan agar the Fed
segera memulai pengurangan pembelian obligasi pada tahun 2013. Saat itu, Bernanke berharap
pada musim panas tahun 2014 program QE sama sekali sudah berakhir.

Namun, di bulan September 2013 lalu, pasar yang sempat menanti kabar keputusan the Fed
mengurangi stimulus bisa bernafas lega. Sebab, secara tiba-tiba rapat FOMC (Federal Open Market
Committee) memutuskan menunda pengurangan stimulus dengan alasan ekonomi AS masih dalam
kesulitan.

Hingga pada 7-18 Desember lalu, barulah rapat FOMC memutuskan untuk mengurangi pembelian
stimulus berupa pembelian obligasi dari US$ 85 miliar menjadi US$ 75 miliar per bulan. Artinya, The
Fed mengurangi pembelian US$ 10 miliar untuk obligasi.

Apa dampak tapering off AS bagi Indonesia?

Kita mungkin masih ingat bulan Juli 2013 lalu, ketika itu indeks harga saham gabungan (IHSG)
tumbang sangat dalam. Bahkan IHSG saat itu, IHSG jatuh lebih dari 20%, atau sudah memasuki fase
bearish. Nah, salah satu penyebab dari tumbangnya IHSG kala itu berasal dari rencana the Fed
mengurangi stimulus.

Maklum, keinginan the Fed mengurangi stimulus atau tapering off telah membuat dana asing yang
parkir di Indonesia ramai-ramai keluar dari Indonesia. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI),
sepanjang tahun ini saja, investor asing yang mencatatkan net sell asing di pasar saham sebesar Rp
15,29 triliun. Nilai dana asing yang keluar itu hampir sama dengan nilai dana asing yang masuk tahun
2012, sebesar Rp 15,2 triliun.

Kepala Riset Batavia Prosperindo Sekuritas, Andy Ferdinand bilang, salah satu faktor yang membuat
hengkangnya dana asing itu karena adanya spekulasi the Fed yang mengurangi stimulus.
Menurut Andy, fund manager asing cenderung memburu untung ke negara berkembang. Namun,
sejak muncul spekulasi adanya rencana tapering, mereka mengubah portofolio, sehingga banyak
dana asing di negara berkembang ditarik kembali ke negara asalnya.

Setelah tapering off pada18 Desember lalu, apa yang terjadi?

Sehari setelah the Fed memutuskan pengurangan stimulus, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
pada Kamis (19/12) indeks justru ditutup di zona hijau dengan penguatan 35,70 poin atau menguat
0,85% menjadi 4.231,98.

IHSG rupanya memberikan respons positif atas pengurangan stimulus dari The Fed. Edwin Sebayang,
Kepala Riset MNC Securities menilai, kenaikan IHSG itu menyusul indeks Dow Jones yang juga naik
tajam setelah the Fed mengumumkan penurunan stimulus.

Pasalnya, kata Edwin, meski The Fed mengurangi stimulus, namun bank sentral AS itu tetap
mempertahankan suku bunga rendah. Menurut Edwin, yang menjadi perhatian investor saat ini
adalah suku bunga acuan atau Fed Rate, bukan lagi pembatasan stimulus.

Jika Fed Rate naik, barulah hot money yang selama ini ada di negara berkembang termasuk di
Indonesia akan hengkang dan kembali ke negaranya. "Jika itu terjadi, maka pasar seperti kolam yang
sedang dikeringi," tandasnya. Untungnya, kata Edwin, the Fed tetap mempertahankan bunga
rendah.

Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities juga bilang hal senada. Menurutnya, pelaku pasar
sudah menemukan kepastian yang selama ini nantikan. Sebelumnya, banyak investor wait and see
dan menunggu keputusan pengurangan stimulus. “Karena keputusan sudah diumumkan, maka
indeks menguat," kata Reza.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menilai, keputusan The Fed
mengurangi stimulus menjadi US$ 75 miliar per bulan mulai Januari tidak mempengaruhi pasar
dalam negeri. Sebab, kata Bambang, pengaruh kebijakan The Fed itu sudah terasa sejak Mei lalu.
Salah satu pengaruhnya itu adalah, keluarnya hot money di pasar dalam negeri di bulan Juli dan
setelahnya. “Sehingga keputusan kemarin (The Fed) tidak menimbulkan gejolak, karena pasar sudah
meresponsnya sejak bulan Mei lalu,” terang Bambang.

Selain itu, kata Bambang, rencana pengurangan stimulus oleh AS itu sudah terdeteksi jauh-jauh hari.
Sehingga, pemerintah dan Bank Sentral Indonesia sudah mempersiapkan antisipasi sejak jauh-jauh
hari pula.

Namun kata Bambang, pengurangan stimulus mulai Januari 2014 oleh The Fed bukanlah akhir dari
masalah tapering di AS. Bambang bilang, yang saat ini mesti diwaspadai adalah, adanya pengurangan
stimulus lanjutan dengan nilai yang lebih besar.

Apa antisipasi Indonesia hadapi tapering lanjutan?

The Fed sudah mengeluarkan pernyataan, bahwa pengurangan stimulus akan terus berlanjut dengan
cara bertahap mengikuti perbaikan kondisi ekonomi AS. Untuk mengantisipasi hal itu, Bambang
mengaku sudah mempersiapkan jurus jitu.

Salah satu antisipasi yang dipersiapkan pemerintah dalam menyambut pengurangan stimulus yang
lebih besar dari The Fed adalah; mengeluarkan Bonds Stabilization Framework (BSF), kebijakan yang
memungkinkan pemerintah melakukan buyback atas surat utang milik negara dan BUMN.

Sementara itu, BI juga sudah mempersiapkan amunisinya jika ada tapering lanjutan dari the Fed
dieksekusi. BI menurut Agus sudah membuat Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan Bank of
Japan (BoJ) senilai US$ 22,78 miliar.

Selain itu, BI juga menandatangani perjanjian ASEAN Swap Arrangement senilai US$ 2 miliar, BSA
dengan China senilai US$ 15 miliar, dan Korea Selatan senilai US$ 10 miliar. Di samping itu, BI juga
memiliki fasilitas dana siaga dalam bentuk deferred drawdown option (DDO) senilai US$ 5,5 miliar.

"Ini adalah bentuk kesiapan kami. Kami tidak perlu berharap untuk menggunakan itu. Itu sifatnya
hanya berjaga-jaga," Kata Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo.
Adanya BSA dengan beberapa negara tersebut dijadikan sebagai second line of defence ekonomi
Indonesia. Dana tersebut akan dicairkan jika keadaan ekonomi sudah dalam tahap genting. Lantas,
kapan tapering lanjutan akan dilakukan The Fed? Kita tunggu saja.

Anda mungkin juga menyukai