MODUL 1
ASPAL
I.1. Pengertian
Menurut ASTM D8 Aspal adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau
setengah padat berwarna hitam sampai coklat gelap, bersifat perekat yang akan
melembek dan meleleh bila dipanasi, tersusun terutama dari sebagian besar bitumen
yang kesemuanya terdapat dalam bentuk padat atau setengah padat dari alam atau
dari hasil pemurnian minyak bumi atau merupakan campuran dari bahan bitumen
dengan minyak bumi atau derivatnya.
Menurut The Asphalt Institute ( bitumen ) adalah suatu campuran dari
senyawa-senyawa hidrokarbon yang berasal dari alam atau dari suatu proses
pemanasan atau berasal dari kedua proses tersebut, kadang-kadang disertai dengan
derivatnya yang bersifat non logam yang dapat bersifat gas, cairan, setengah padat
atau padat yang campuran itu dapat larut dalam karbondisulfida ( CS2 ).
Jadi aspal dapat didefinisikan sebagai campuran yang terdiri dari bitumen
dan mineral, yang banyak digunakan pada konstruksi lapisan perkerasan lentur
( flexible pavement ), jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat
agregat karena mempunyai daya lekat yang kuat, sifat adhesive, kedap air dan
mudah dikerjakan.
Bahan Bangunan II 1
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
dan disebut dengan aspal buton dengan kadar bitumen murni 10% - 35% sisanya
adalah butiran halus yang sebagian besar adalah partikel batu kapur.
Aspal alam ( Asbuton ) banyak digunakan untuk pelapisan konstruksi
perkerasan, dimana yang sudah banyak digunakan adalah Lasbutag (lapisan asbuton
agregat) dan Latasbum (lapisan asbuton murni).
Aspal yang banyak dipakai pada saat ini adalah sebagian besar merupakan
bahan hasil tambang dari penyulingan minyak bumi. Minyak mentah yang
dikeluarkan dari bumi ini dipanaskan pada suhu ± 290ºC, kemudian didinginkan
secara bertingkat didapat beberapa jenis minyak, sisa endapannya disebut Residu
contohnya aspal. Aspal hasil penyulingan minyak bumi yang kadar paraffinnya
rendah disebut dengan “Paraffin base crude oil”. Minyak bumi banyak mengadung
gugusan aromat dan alkalis sehingga kadar aspalnya tinggi dan kadar paraffinnya
rendah. Aspal buatan terdiri dari berbagai bentuk yaitu, bentuk padat, cair dan
emulsi.
Bahan Bangunan II 2
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Bahan Bangunan II 3
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
membuat SC, dapat dari bahan-bahan tersebut, tetapi minyak pelarutnya dari
jenis yang mudah menguap.
Bahan Bangunan II 4
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Bahan Bangunan II 5
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Bahan Bangunan II 6
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
dari asphaltene di dalam media minyak, dimana mengandung senyawa damar yang
mencegah terjadinya penggumpalan dari asphaltene itu sendiri.
Maka sifat-sifat dari bahan campuran yang ada di dalam aspal atau bitumen
itu ialah :
Asphaltene merupakan bahan utama untuk memiliki sifat kekerasan.
Damar (resin) menyebabkan adanya sifat lekat serta liat (ductile).
Minyak menyebabkan sifat plastis sampai cair, sehingga aspal atau
bitumen memiliki sifat viskositet dan kelembekan.
Berdasarkan hasil penelitian Roster dan White, perpaduan senyawa-senyawa
dalam malthene, ternyata penting bagi ketahanan lama terhadap sifat aspal sebagai
perekat. Dari penelitian itu dikenal suatu perbandingan yang disebut ”perbadingan
distibusi malthene”, yaitu perbandingan antara jumlah senyawa basa nitrogen +
acidaffin 1, dibagi jumlah paraffin + asidaffin 2.
Percobaan/ penelitian yang dibuat dengan :
2 bagian berat aspal semen
100 bagian berat pasir ottawa antara 20 s.d 30 mesh
Dicetak berbentuk pallet Ø 0.5 inci dan tinggi 0,4 inci dibentuk dengan tekanan
1000 psi, kemudian dibiarkan ½ jam lalu dimasukkan dalam bejana dan diputar
500 putaran.
Hasil kemudian ditimbang dan di hitung bagian berat yang hilang. Kemudian
diklasifikasikan :
Klas I. Bila tidak ada bagian yang hilang (aus)
Klas II. Kehilangan sebesar 0-10%
Klas III kehilangan sebesar 10-20%
Dan seterusnya sampai kelas 9, dengan angka penetrasi hilang dengan kenaikan
10% semen aspal dengan memiliki Klas I sampai III dianggap cukup baik, sedang
yang masuk kelas 4 atau lebih dianggap kurang baik daya lekatnya. Hasil-hasil
tersebut diatas dihubungkan dengan angka perbandingan distribusi maltene ,
ternyata dapat disimpulkan bahwa aspal semen dengan penetrasi 85-100 yang
memiliki ketahanan aus, baik mempunyai ratio-maltene distribusi = 1.14.
Kadar senyawa basa nitrogen kurang baik pengaruhnya didalam aspal atau
bitumen, kadar parrafin dan kadar karbon bebas juga berpengaruh terhadap sifat
aspalnya. Parrafin dalam aspal bila terlalu banyak akan mempengaruhi kepekaan
aspal terhadap suhu serta menurunkan daya lekat, (karena daya lekat adalah sifat
Bahan Bangunan II 7
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
adesi dan kohesi). Bila sifat kohesi aspal kurang, maka sifat liat (ductile) juga
berkurang, sehingga kepekaan terhadap suhu meningkat, penetrasi indek (PI) turun.
Oleh karena itu kadar parafin didalam aspal perlu dibatasi.
Bahan Bangunan II 8
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
B. Viskositet kinematik
Karena perbedaan kepekaan suhu dari jenis-jenis semen aspal untuk jalan
maka tambahan cara uji viskositet, yang dilakukan pada suhu 135ºC. Cara uji ini
dapat dilakukan dengan alat furol viskometer atau dengan suatu alat viskometer
tertentu, yaitu ada 2 macam alat lain, yang satu adalah ”zitfuchs cross-arm
Bahan Bangunan II 9
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
C. Pengujian penetrasi
Telah dipakai sejak lama untuk mengukur kepekatan aspal biasanya dipakai
uji penetrasi, yang caranya ialah mengukur kedalaman masuknya suatu jarum yang
ukurannya tertentu, dengan berat 100 gram, dalam waktu 5 detik. Angka kedalaman
masuk jarum itu, diukur dari permukaan dinyatakan dengan angka satuan 1/100 cm.
Jadi bila suatu jarum aspal memiliki angka penetrasi 100, berarti kedalaman
masuknya jarum adalah 1 cm. Jadi hubungan antara penetrasi dan konsitensi,
sebenarnya merupakan angka kebalikan, sebab makin tinggi angka penetrasi makin
lembek aspalnya.
Untuk jenis aspal yang diproses tiup udara (blown asphalt) yang sifatnya lebih
kental atau lebih keras dan penggunaanya untuk atap, perapat air dan lainnya yang
tahan terhadap pengaruh suhu, penentuan penetrasinya, sedikit agak lai suasananya,
yaitu dipakai suhu 0ºC dan 46ºC. Pada pengujian dengan suhu 0ºC dipakai berat
jarum 200 gram, dan waktu penetrasi 60 detik. Bila dipakai suhu 46ºC dipakai
jarum 50 gram dan waktu penetrasi 5 detik.
Bahan Bangunan II 10
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
(range) bagi sifat kepekatan konsistensi ini yang tidak dapat diukur dengan alat-alat
uji yang biasa.
Bahan aspal semacam ini misalnya termasuk aspal jenis residu penyulingan
minyak yang lambat mengeras (aspal SC), dan jenis aspal tertentu yang kadang-
kadang diperlukan untuk pembuatan jalan. Aspal jenis demikian, pengujian
konsistensinya dilakukan dengan cara uji kambang. Untuk uji kambang ini, aspal
disumbatkan dalam suatu cetakan dipasang pada bagian dasar dari cawan yang
terbuat dari aluminium, lalu cawan tadi ditempatkan pada cairan yang suhunya
122ºF. Waktu yang diperlukan untuk menyebabkan air dapat menembus sumbat
aspal tadi, disebut angka float. Makin tinggi harga angka ini, makin kental aspalnya.
Bahan Bangunan II 11
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
yang besar, sebab titik lembeknya hendaknya lebih dari 65ºC, agar pengaruh
panas sinar matahari tidak terlalu besar baginya untuk melelehkannya.
c. Pengaruh suhu
Derajat oksidasi dan penguapan, akan dipercepat bila suhu dinaikkan. Cara
menduga derajat reaksi secara organik dan fisik, biasanya dengan
memperkirakan bahwa tiap kenaikan 10ºC reaksinya akan berlipat dua kali.
Sebagai misal ialah, oksidasi dan penguapan akan terjadi 8 kali lebih besar
untuk suatu campuran yang diaduk dalam Pungmill pada suhu 179ºC
dibandingkan bila hanya diaduk pada suhu 149ºC.
Bahan Bangunan II 12
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
untuk keperluan pelaburan permukaan atau rapat air bahwa lama-lama aspal
itu akan berubah sifatnya.
Bahan Bangunan II 13
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Jadi suatu aspal cair bila dibiarkan terbuka di udara dalam lapisan tipis
berangsur-angsur akan mengental membentuk kembali aspal padat jenis AC. Waktu
yang diperlukan untuk mengental kembali itu disebut derajat pengerasan (rate of
curing).
Rate of curing dipengaruhi oleh :
Penguapan dari bahan pelarut/ pengencer
Jumlah pelarut/ pengencer dalam aspal cair
Angka penetrasi dari aspal dasar yang dicairkan.
Makin kecil jumlah bahan pelarut yang terkandung dalam aspal cair, akan
makin cepat ia akan mengental kembali. Lain dari pada itu, waktu yang diperlukan
untuk pengerasan akan lebih lama, bila angka penetrasi dari aspal dasarnya tinggi.
Faktor luar yang mempengaruhi kecepatan pengentalan ialah :
Suhu sekeliling
Luas permukaan penguapan atau perbandingan antara luas
permukaan dan volumenya.
Kecepatan angin yang melalui permukaan.
Untuk menguji derajat pengerasan atau curing rate ini, memang agak sukar
dilakukan. Cara yang dapat dilakukan secara tidak langsung ialah dengan
menyuling aspal tadi (destillation test), dimana dapat diamati kecepatan penguapan
masing-masing pelarut pada suhu tertentu.
Dari hasil destilasi ini, kemudian dihitung INDEX pengerasan atau
CURING INDEX. Bagi aspal RC-70 sebagai jenis aspal cair (cut-back) yang paling
umum dipakai, biasanya memiliki curing index antara 25-45, sedang curing index
yang optimum ialah 35. cara penyulingan ini seperti tercantum dalam ASTM D-
402.
Bahan Bangunan II 14
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Bahan additive biasanya dicampurkan dalam campuran panas aspal beton yang
dihampar dingin, bila air tercampur pula dalam beton itu. Pada pemakaian
campuran aspal panas, yang dihamparkan dalam keadaan panas pula, dimana
sebelumnya agregatnya telah dikeringkan terlebih dahulu, bahan aditive tidak perlu
dipakai lagi.
Bahan Bangunan II 15
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Bahan Bangunan II 16
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Pengujian ini ialah untuk mengetahui cepat atau lambatnya emulsi akan
pecah/ terurai bila berhubungan dengan batuan. Dalam pengujian dipakai
larutan CaCl2 sebagai bahan pemecah emulsi. Cairan aspal yang akan diuji.
Cairan CaCl2 encer untuk menguji Rapid Setting emulsion dan cairan yang
pekat untuk menguji Slow setting emulsion.
Bahan Bangunan II 17
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Uji penyulingan
Uji penyulingan ialah dengan cara menyuling emulsi aspal, kemudian dapat
memisahkan bahan-bahan yang ada di dalam aspal itu karena perbedaan
penguapannya. Dari uji ini akan diketahui misalnya : kadar air, kadar
minyak pelarut, kadar residu aspalnya. Kadar residu aspal ini dapat
dilakukan pengujian, sifat residu misalnya penetrasinya, kelarutan dalam
CCl4 atau ductility sehingga dapat diduga bahan dasar emulsi itu jenis aspal
yang mana.
Bahan Bangunan II 18
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Soal-soal
1. Jelaskan definisi aspal berdasarkan ASTM D-8 !
2. Jelaskan definisi aspal/bitumen berdasarkan The Asphalt Institute !
3. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi aspal yang saudar a ketahui !
4. Apakah perbedaan antara aspal alam dan aspal buatan ?
5. Apakah perbedaan antara aspal dan Ter !
6. Bagaimanakah didapatnya aspal alam dan dimana terdapat aspal alam tersebut !
7. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi Ter !
8. Apakah Pitch atau Pek itu ?
9. Terbuat dari apakah RTCB-5 dan RTCB-8 ?
10. Jenis agregat yang manakah yang cocok digunakan sebagai bahan perkerasan
apabila dipakai aspal emulsi kation dan aspal emulsi anion ?
11. Jelaskan sifat-sifat kimia aspal !
12. Jelaskan sifat-sifat fisika aspal !
13. Apakah asphalthene dan maltene itu ?
14. Terdiri dari senyawa-senyawa apakah maltene itu ?
15. Sebutkan dan jelaskan sifat-sifat fisis yang ada hubungannya dengan ketahanan
lama !
16. Sebutkan dan jelaskan sifat-sifat fisis aspal lainnya yang sering dilakukan
pengujiannya di laboratorium 1
17. Berdasarkan ASTM D-224, untuk mengetahui sifat serta mutu dan
kemampuannya sebagai bahan perekat bagi aspal emulsi dapat dilakukan
beberapa pengujian, pengujian-pengujian apakah yang dilakukan tersebut !
Bahan Bangunan II 19
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Bahan Bangunan II 20