Anda di halaman 1dari 23

HAND OUT PERKULIAHAN

MATAKULIAH
TEORI BILANGAN

DISUSUN OLEH :
ALIF RINGGA PERSADA, S.Si. M.Pd.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


SYEKH NURJATI CIREBON
2016
Pertemuan Ke - 1

Pendahuluan dan Kontrak Belajar.

Pertemuan Ke – 2

Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa memiliki gambaran materi perkuliahan menyeluruh mengenai Teori Bilangan

Materi Singkat

Mahasiswa menyusun peta konsep mengenai gambaran umum mata kuliah teori bilangan

Pertemuan Ke – 3

Tujuan Pembelajaran

1. Mengenal dan mengetahui Sejarah Bilangan


2. Memahami macam-macam bilangan

Materi Singkat

Secara tradisional, teori bilangan adalah cabang dari matematika murni yang mempelajari
sifat-sifat bilangan bulat dan mengandung berbagai masalah terbuka yang dapat mudah mengerti
sekalipun bukan oleh ahli matematika.

A. Gambaran Sejarah Purbakala dari Matematika

Pada mulanya di zaman purbakala banyak bangsa-bangsa yang bermukim sepanjang


sungai-sungai besar. Bangsa Mesir sepanjang sungai Nil di Afrika, bangsa Babilonia sepanjang
sungai Tigris dan Eufrat, bangsa Hindu sepanjang sungai Indus dan Gangga, bangsa Cina
sepanjang sungai Huang Ho dan Yang Tze. Bangsa-bangsa itu memerlukan keterampilan untuk
mengendalikan banjir, mengeringkan rawa-rawa, membuat irigasi untuk mengolah tanah
sepanjang sungai menjadi daerah pertanian untuk itu diperlukan pengetahuan praktis, yaitu
pengetahuan teknik dan matematika bersama-sama.
Sejarah menunjukkan bahwa permulaan Matematika berasal dari bangsa yang bermukim
sepanjang aliran sungai tersebut. Mereka memerlukan perhitungan, penanggalan yang bisa
dipakai sesuai dengan perubahan musim. Diperlukan alat-alat pengukur untuk mengukur persil-
persil tanah yang dimiliki. Peningkatan peradaban memerlukan cara menilai kegiatan
perdagangan, keuangan dan pemungutan pajak. Untuk keperluan praktis itu diperlukan bilangan-
bilangan.
Asal mula pemikiran matematika terletak di dalam konsep bilangan, besaran, dan bangun.
Pengkajian modern terhadap fosil binatang menunjukkan bahwa konsep ini tidak berlaku unik
bagi manusia. Konsep ini mungkin juga menjadi bagian sehari-hari di dalam kawanan pemburu.
Bahwa konsep bilangan berkembang tahap demi tahap seiring waktu adalah bukti di beberapa
bahasa zaman kini mengawetkan perbedaan antara "satu", "dua", dan "banyak", tetapi bilangan
yang lebih dari dua tidaklah demikian.
Benda matematika tertua yang sudah diketahui adalah tulang Lebombo, ditemukan di
pegunungan Lebombo di Swaziland dan mungkin berasal dari tahun 35000 SM.Tulang ini berisi
29 torehan yang berbeda yang sengaja digoreskan pada tulang fibula baboon. Terdapat bukti
bahwa kaum perempuan biasa menghitung untuk mengingat siklus haid mereka; 28 sampai 30
goresan pada tulang atau batu, diikuti dengan tanda yang berbeda. Juga artefak prasejarah
ditemukan di Afrika dan Perancis, dari tahun 35.000 SM dan berumur 20.000
tahun.menunjukkan upaya dini untuk menghitung waktu.
Tulang Ishango, ditemukan di dekat batang air Sungai Nil (timur laut Kongo), berisi
sederetan tanda lidi yang digoreskan di tiga lajur memanjang pada tulang itu. Tafsiran umum
adalah bahwa tulang Ishango menunjukkan peragaan terkuno yang sudah diketahui tentang
barisan bilangan prima atau kalender lunar enam bulan. Periode Predinastik Mesir dari milenium
ke-5 SM, secara grafis menampilkan rancangan-rancangan geometris. Telah diakui bahwa
bangunan megalit di Inggris dan Skotlandia, dari milenium ke-3 SM, menggabungkan gagasan-
gagasan geometri seperti lingkaran, elips, dan tripel Pythagoras di dalam rancangan mereka.

B. Satu Persembahan Euclid dari Sekolah Athens oleh Raphael.

Geometri Euclid merupakan sebuah sistem matematik yang disumbangkan oleh seorang
ahli matematik Yunani bernama Euclid dari Alexandria. Teks Euclid,Elements merupakan
sebuah kajian sistematik yang terawal mengenai geometri. Ia sudah menjadi salah satu buku-
buku yang paling berpengarh di dalam sejarah, sama banyaknya dengan kaedahnya yang
mempunyai isi kandungan matematik. Kaedah cara yang mengandungi andaian satu set aksiom
secara intuitif yang sangat menarik, dan kemudiannya membuktikan banyak usul (teorem-
teorem) daripada aksiom-aksiom berkenaan. Walaupun banyak daripada keputusan-keputusan
oleh Euclid sudah dinyatakan oleh ahli-ahli matematik Yunani sebelumnya, Euclid merupakan
orang yang pertama untuk menunjukkan bagaimana usul-usul ini diletakkan secara sempurna
membentuk satu deduksi dan sistem logik yang komprehensif.
Buku Elements ini bermula dengan geometri satah, yang masih lagi diajar di sekolah
menengah sebagai satu sistem aksioman dan contoh-contoh pembuktian formal yang pertama.
Kemudiannya, Elements merangkumi geometri pepejal dalam tiga dimensi, dan seterusnya
geometri Euclid telah dipanjangkan kepada satu bilangan dimensi yang terhingga. Kebanyakan
daripada Elements menyatakan keputusan-keputusan dalam apa yang kini disebut sebagai teori
nombor, yang boleh dibuktikan menerusi kaedah geometri.
Selama dua ribu tahun, kata adjektif "Euclid" tidak diperlukan kerana pada masa itu tiada
geometri lain dapat dibayangkan. Aksiom-aksiom Euclid nampak seperti sangat jelas
sehinggakan apa-apa teorem lain yang dibuktikan daripadanya dianggap benar secara mutlak.
Hari ini, bagaimanapun, banyak geometri bukan Euclid sudah diketahui, yang pertamanya telah
dijumpai pada awal abad ke-19. Ia juga tidak boleh diambil mudah bahawa geometri Euclid
hanya menggambarkan ruang fizikal. Satu implikasi daripada teori Einstein mengenai teori
kerelatifan umum bahawa geometri Euclid merupakan satu anggaran yang baik kepada sifat-sifat
ruang fizikal hanyak sekiranya medan graviti tidak terlalu kuat.
II. MACAM –MACAM BILANGAN

BILANGAN
KOMPLEK

BILANGAN BILANGAN
REAL IMAJINER

BILANGAN
BILANGAN IRASIONAL
RASIONAL

BILANGAN PECAHAN
BULAT

BILANGAN
CACAH BILANGAN
BULAT
NEGATIF

BILANGAN ASLI
NOL

BILANGAN BILANGAN
PRIMA GENAP POSITIF

SATU ATAU

BILANGAN
KOMPOSIT BILANGAN
GANJIL POSITIF

2.1 BILANGAN KARDINAL


Bilangan Kardinal adalah bilangan yang menyatakan banyaknya atau jumlah suatu anggota
himpunan.
Karakteristik khusus dari bilangan kardinal didasarkan pada himpunan equivalen, yaitu :

A  B  n A  nB  ……(2.1)
Kita mempunyai definisi bilangan kardinal dalam terminology himpunan. Jika a adalah bilangan
kardinal sedemikian sehingga a = n (A). Oleh sebabitu kita akan asumsikan bahwa diberikan
bilangan kardinal a dan b, dengan a = n (A) dan b = n (B) dengan himpunan A dan B saling
lepas.

2.2 PENJUMLAHAN BILANGAN KARDINAL


Perhatikan contoh berikut :

(Gambar 1)

A B AUB

Dari gambar 1 di peroleh bahwa n (A) = 3 , n (B) = 4 dan n (A U B) = 7. Kita dapat asumsikan
bahwa :

n(A) + n (B) = n (AUB) .…(2.2)

Kemudian kita andaikan bahwa a = n(A) dan b = n (B) dengan a dan b adalah bilangan kardinal,
ini berarti bahwa himpunan A dan B saling lepas. Akibat dari (2.2) didapat :

a+ b = n (AUB) ….(2.3)

Dari sifat komutatif himpunan bagian, diperoleh

A  B  B  A sehingga n (AUB) = n (BUA) ….(2.4)

2.3 SIFAT – SIFAT PENJUMLAHAN BILANGAN KARDINAL

1. Komutatif
a  b  b  a, a, b  bil.kardinal ….(2.5)

2. Asosiatif

(a  b)  c  a  (b  c), a, b, c  bil.kardinal …(2.6)

3. Identitas Penjumlahan

a  0  a, a  bil.kardinal …..(2.7)

Pertemuan Ke – 4

Tujuan Pembelajaran

1. Mengenal dan mengetahui bilangan komposit

2. Menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan bilangan komposit


Materi Singkat

Pertemuan Ke – 5

Tujuan Pembelajaran

1. Mengenal dan memahami operasi uner-biner


2. Menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan operasi biner

Materi Singkat

PENJUMLAHAN

Lawan Berulang

PENGURANGAN PERKALIAN

Lawan Berulang

PEMBAGIAN EXPONEN

Lawan Berulang

LOGARITMA POLINOM

3.1 Penjumlahan
Penjumlahan merupakan operasi biner, yaitu operasi hitung yang membutuhkan paling sedikit

sepasang bilangan (unsur) yang akan dioperasikan.

Sifat- sifat operasi hitung penjumlahan.

a. Sifat tertutup

a, b  R, maka, a  b  R

b. Sifat komutatif

a  b  b  a, a, b  R

c. Sifat asosiatif

a  (b  c)  (a  b)  c, a, b, c  R

d. Unsur identitas

a  0  a, a  R

3.2 Pengurangan

Pengurangan merupakan operasi biner dan juga lawan dari operasi penumlahan.

Sifat pengurangan :

a  b  a  (b), a, b  R

3.3 Perkalian

Perkalian merupakan operasi penjumlahan yang berulang.

Sifat-sifat perkalian.

a. Sifat tertutup
a, b  R  a * b  R
b. Sifat komutatif
a * b  b * a, a, b  R
c. Sifat asosiatif
a * (b * c)  (a * b) * c, a, b, c  R
d. Unsur identitas
a * 1  a, a  R
e. Sifat distributive penjumlahan dan perkalian
a (b  c)  ab  ac, a, b, c  R
a (b  c)  ab  ac, a, b, c  R
 Algoritma perkalian
1. Metode Letice
Hitunglah nilai dari 12 x 24 =…….

2 4

0 0 1
2 4
4
0 0
4 8
2 2
8 8

Jadi, 12 x 24 = 288

2. Metode lipat dua

Hitunglah nilai dari , 43 x 92 =………..

1 92
2 184
4 368
8 739
16 1472
32 2944
Dari sebelah kiri kita ambil angka 32 + 8 +1 = 42, kemudian tambahkan bilangan sebelah

kanan yang berkorespondensi dengan bilangan yang diambil sebelah kiri, sehingga

didapat : 92 + 184 + 736 + 2944 = 3956

 Perkalian bilangan kardinal

Konsep perkalian pada bilangan kardinal didasarkan pada Cartesian product suatu

himpunan.

Definisi :

Jika a dan b adalah bilangan kardinal, maka diperoleh a = n (A) dan b = n (B),

sedemikian sehingga

n (A) X n (B) = n ( A X B ) atau a X b = n ( A X B )

 Persamaan

Sifat-sifat persamaan :

a. Refleksif, a=a

b. Simetris Jika a = b, maka b = a

c. Transitif Jika a = b dan b = c, maka a = c

d. Penjumlahan Jika a = b, maka a + c = b + c

e. Perkalian Jika a = b, maka ac = bc

f. Cancellation Jika a + c = b + c, maka a = b

Jika c ≠ 0 dan ac = bc maka a = c


 Pertidaksamaan

Definisi umum pertidaksamaan :

1. a  b  a  n  b, n  A

2. a  b  a  n  b, n  A

Sifat-sifat pertidaksamaan :

1. Trikotomi

2. Jika a dan b adalah bilangan asli maka salah satu dari ketiga pernyataan berikut berlaku,

yaitu :

a<b a=b a>b

3. Transitif

Jika a < b dan b < c , maka a < c

4. Jika a < b dan c < d, maka a + c < b + d

5. Jika a < b, maka a + c < b + c

6. Jika a < b dan c > 0, maka ac < bc

Pertemuan Ke – 6

Tujuan Pembelajaran

1. Mengenal dan mengetahui basis bilangan.

2. Memahami Macam-macam Basis Bilangan

3. Mampu mengkonfersi basis bilangan

Materi Singkat

Bilangan basis 2 : { 0 , 1 }

Bilangan basis 3 : { 0 , 1, 2 }

Bilangan baisis 4 : { 0 , 1, 2, 3 }

Bilangan basis 8 : { 0 , 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 }

Bilangan basis 10 : { 0 , 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 }

 Konversi Basis 2 ke Basis 8 dan Kebalikannya

12 10 = ( 1x 101 ) + ( 2 x 100 )

Contoh 1: Rubahlah 10102 kedalam basis delapan


Jawab : 10102 = ( 1 x 23 ) + ( 0 x 22 ) + ( 1 x 21 ) + ( 0 x 20 )

= 8+0+2+0

= 1010

10 : 8 = 1 sisa 2

1 : 8 = 0 sisa 1

Jadi 10102 = 128

Contoh 2 : Rubahlah 128 kedalam basis dua

Jawab : 128 = ( 1 x 81 ) + ( 2 x 80 )

= 8+2

= 1010

10 : 2 = 5 sisa 0

5 : 2 = 2 sisa 1

2 : 2 = 1 sisa 0

1 : 2 = 0 sisa 1

Jadi 12 8 = 10102

Pertemuan Ke – 7

Tujuan Pembelajaran

1. Mampu mengoperasikan Basis bilangan

Materi Singkat

 Penjumlahan basis bilangan

125 + 245 = 415

5T12 + 6E12 = ( 5D + 10 ) + ( 6D + 11)

= ( 5D + 6D ) + ( 10 + 11 )

=(5+6+1)D+9

=(DxD)+9

= D2 + 9

= ( 1 x D2 ) + ( 0 x D ) + 9

= 10912

 Perkalian Basis Bilangan

Contoh :
37 x 67 = 67 + 67 + 67

= 67 + (17 +57 ) + ( 27 + 47 )

= (67 + 17 ) + ( 57 + 27 ) + 47

= 107 + 107 + 47

= ( 2 x 107 ) + 47

= 247

Pertemuan Ke 8 dan 9

Tujuan Pembelajaran

Resume pembelajaran

Materi Singkat

1. Mahasiswa membuat resume atau mindmap perihal materi teori bilangan yang sudah

dijelaskan pada Minggu sebelumnya sejak kontrak belajar dimulai

Pertemuan Ke – 10

Ujian Tengah Semester

Pertemuan Ke – 11

Tujuan Pembelajaran

1. Memahami langkah-langkah penyelesaian,pada masalah Induksi Matematika


2. Menentukan penyelesaian Induksi Matematika

Materi Singkat

Induksi Matematika berawal pada akhir abad ke-19 yang dipelopori oleh dua orang
matematikawan yaitu R. Dedekind dan G.Peano. Dedikind mengembangkan sekumpulan
aksioma yang m enggambarkan bilangan bulat positif. Peano memperbaiki aksioma tersebut dan
memberikannya interpretasi logis. Keseluruhan aksioma tersebut dinamakan Postulat Peano.
Postulat ini ditemukan sekitar tahun 1890 sebagai rumusan formula konsep bilangan asli.

1. Penggunaan dan Manfaat metode Induksi matematika


Induksi Matematika merupakan teknik pembuktian yang baku dalam matematika dan
merupakan salah satu metoda/alat yang digunakan untuk membuktikan suatu pernyataan
matematika, khususnya pernyataan-pernytaan yang berkaitan dengan bilangan asli atau bilangan
bulat positif. Melalui Induksi Matematika ini kita dapat mengurangi langkah-langkah
pembuktian bahwa semua bilangan bulat termasuk ke dalam suatu himpunan kebenaran dengan
hanya sejumlah langkah terbatas.
Jadi, manfaat induksi matematika itu sendiri adalah untuk membuktikan suatu pernyataan
apakah terbukti benar atau tidak dengan menggunakan langkah langkah basis dan induksi.
Untuk lebih jelasnya, pahami terlebih dulu prinsip-prinsip induksi matematika karena di
dalamnya ada pembahasan tentang langkah-langkah pembuktian pernyataan matematika yang
berkaitan dengan bilangan asli atau bilangan bulat positif.

2. Prinsip Induksi matematika


Macam-macam Prinsip Induksi Matematika

1. Prinsip induksi sederhana


Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat positif dan kita ingin
membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat positif n. Untuk membuktikan
pernyataan ini, kita hanya perlu menunjukan bahwa:
a. n(1) benar.
b. Untuk semua bilangan bulat positif n ≥ 1, jika n(k) benar, n(k+1) juga
benar.
Langkah-langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut :
(i) Akan dibuktikan p(n) benar, untuk n = 1
(ii) Asumsikan p(n) benar, untuk n=k
(iii) Akan dibuktikan p(n) benar untuk n= k+1
Contoh 1:
Buktikan bahwa Pn : 1 + 3 + 5 + … + (2n - 1) = n2 untuk setiap n bilangan asli
Jawab :
i) Akan dibuktikan bahwa Pn benar untuk n=1
Pn = n2
1 = 12
1 =1 ..................Terbukti benar
ii) Asumsikan bahwa Pn benar untuk n= k
1 + 3 + 5 + …+ (2k – 1) = k2
iii) Akan dibuktikan bahwa Pn benar untuk n= k+1
1 + 3 + 5 + …+ [(2(k+1) – 1] = (k+1)2
1 + 3 + 5 + …+ (2k+1) = (k+1)2
1 + 3 + 5 + …(2k-1)+ (2k+1) = (k+1)2

k2 +2k +1 = k2 +2k +1 ...................Terbukti benar


Kesimpulan :
Ini berarti kita telah membuktikan bahwa
1 + 3 + 5 + …+ (2k– 1)+[(2(k+1)-1] = (k+1)2 yang merupakan pernyataan Pk+1 Jadi jika Pk
benar, maka Pk+1 benar, sehingga dapatlah disimpulkan bahwa : 1 + 3 + 5 + … + (2n - 1) =
n2 untuk setiap bilangan asli n.
2. Prinsip induksi yang dirampatkan
Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat dan kita ingin membuktikan
bahwa p(n) benar untuk semua bilangan n ≥ n0, untuk membuktikan ini kita hanya perlu
menunjukkan bahwa:
a. p(n0) benar.
b. Untuk semua bilangan bulat n ≥ n0, jika p(n) benar maka p(n+1) juga
benar.
Perbedaan prinsip induksi sederhana dengan prinsip induksi yang dirampatkan adalah pada
induksi sederhana selalu memakai basis induksi untuk n=1, tetapi pada prinsip induksi yang
dirampatkan, basis induksi tidak selalu dimulai dengan n=1. Nilai n bisa berapa saja asalkan
n merupakan anggota bilangan asli.
Contoh 2 :
Untuk semua bilangan bulat tidak-negatif n, buktikan dengan induksi matematik bahwa 20 +
21 + 22 + … + 2n = 2n+1 - 1

Penyelesaian:
(i) Akan dibuktikan p(n) benar untuk n = 0 (karena bilangan bulat tidak negatif terkecil)
Pn = 2n+1 – 1
P1 = 2n+1 – 1
20 = 20+1 – 1
1 =1 ……………….Terbukti benar
(ii) Asumsikan Pn benar untuk n = k
20 + 21 + 22 + … + 2n = 2n+1 – 1
20 + 21 + 22 + … + 2k = 2k+1 – 1

(iii) Akan dibuktikan Pn benar untuk n= k+1


20 + 21 + 22 + … + 2k = 2k+1 – 1
20 + 21 + 22 + … + 2k+1 = 2(k+1)+1 – 1
20 + 21 + 22 + … 2k + 2k+1 = 2(k+2) – 1

2k+1 – 1 + 2k+1 = 2(k+2) – 1


(2k+1 + 2k+1) – 1 = 2(k+2) – 1
( 2 . 2k+1 ) -1 = 2(k+2) – 1
2(k+2) – 1 = 2(k+2) – 1 ....................Terbukti benar
Karena prinsip i,ii dan iii terbukti maka Pn : 20 + 21 + 22 + … + 2n = 2n+1 – 1
Benar untuk semua bilangan bulat tidak negatif

3. Prinsip induksi kuat


Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat dan kita ingin membuktikan
bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat n ≥ n0, jika p(n0), p(n0+1),…, p(n) benar
maka p(p+1) juga benar.
Versi induksi kuat ini mirip dengan induksi sederhana,kecuali pada langkah b kita
mengambil hipotesis induksi yang lebih kuat pada semua pernyataan p(1), p(2),…, p(n)
adalah benar dari hipotesis yang menyatakan bahwa p(n) benar.
Contoh :
Tunjukkan bahwa setiap bilangan bulat yang lebih besar dari 1 dapat dituliskansebagai hasil kali bilangan-
bilangan prima.

Penyelesaian:

i) basis induksi : p(n) = proporsisi “setap bilangan bulat yang lebih besar dari 1 dapat
dituliskan sebagai hasil kali bilangan-bilangan prima”. Dimisalkan p(2), bernilai benar,
karena 2 adalah hasil kali dari satu bilangan prima, dirinya sendiri.

ii) Langkah induksi : asumsikan p(n) benar untuk semua bilangan bulat n, 1 < n2k. Harus
ditunukkan bahwa p(k+1) juga benar. Ada 2 kasus yang mungkin:

 Jika (k+1) bilangan prima, maka jelas p(k+1) benar

 Jika (k+1) bilangan komposit, (k+1) dapat ditulis sebagai perkalian dua buah bilangan
bulat a dan b sehingga 2 ≤ a≤ b< k+1.

Oleh hipotesa induksi, a dan b keduanya dapat dituliskan sebagai hasil kali bilangan
prima. Jadi, k+1 = a.b dapat ditulis sebagai hasil kali bilangan prima.

iii)kesimpulan : karena dari tahap pertama dan kedua telah dibuktikan maka hasilnya adalah
“setiap bilangan bulat yang lebih besar dari 1 dapat dituliskan sebagai haasil kali
bilangan-bilangan prima”.

4. Prinsip Induksi Matematika Berjeda Tak satu

Contoh soal :

Buktikan dengan induksi matematika bahwa semua bilangan berbentuk x = 11 ... 1n (n adalah
jumlah pengulangan angka 1, mislanya n=4 maka x= 1111) pasti kongruen dengan 0 (mod 11)
atau 1(mod 11). [misalkan 111 ≡ 1(mod11) dan 111111 ≡ 0 (mod11)].

Penyelesaian :

i) basis induksi : kita akan menggunakan prinsip induksi matematika berjeda tak-satu
sebanyak 2 kali secara teerpisah namun dengan p(n) yang sama. Nyatakan p(n) sebagai
“bilangan 11 ... 1n kongruen dengan 0(mod 11) atau 1(mod 11)”. Di sini kita akan
membuktikan dua pernyataan:

 jika n bilangan ganjil positif, maka 11 ... 1n ≡ 1(mod 11)

 jika n bilangan genap positif, maka 11 ... 1n ≡ 0(mod 11).

P(1) benar karean 1 ≡ 1(mod 11). Jadi kita memiliki basis untuk pernyataan i). P(2) juga
benar karena 11 ≡ 0(mod 11), jadi kita memiliki basis untuk pernyataan ii).
ii). Asumsikan bahwa untuk suatu m € N, P(a + 2(m – 1)) benar. Akan ditunjukkan bahwa
P(a+2m) juga benar. Perhatikan bahwa:

11 ... 1a+2m = 100 x 11 ... 1a+2(m-1) + 11

≡ 11 ... 1a+2(m-1) (mod11)

Karena 100 ≡ 1(mod 11) dan 11 ≡ 0 (mod 11). Jadi, jika 11... 1a+2(m-1) ≡0(mod11), maka 11...
1a+2(m-1) ≡0(mod11). Begitu pula jika 11 ... 1a+2(m-1) ≡1(mod11), maka 11 ... 1a+2(m-1)
≡1(mod11). Jadi terbukti jika P(a+2(m-1)) benar, maka P(a+2m) juga benar.

ii) Kesimpulan: dengan menyulihkan a=1, maka berdasarkan prinsip induksi matematika
berjeda tak-satu, pernyataan i) kita terbukti, dan dengan menyulihkan a=2, maka
berdasarkan prinsip induksi matematika berjeda tak-satu, pernyataan ii) kita terbukti.
Karena kita telah membuktikan untuk semua bilangna ganjil dan semua bilangan genap
P(n) benar, maka kita simpulkan P(n) benar untuk semua n€N.

5. Prinsip Aturan Rapi

Contoh soal :

Sebuah bilangan bulat n dikatakan baik jika kita dapat menuliskan n sebagai
a1 + a2 + ... + ak = n dimana a1 + a2 + ... + ak adalah bilangan bulat positif (tidak harus
berbeda) sehingga

Diketahui bahwa seluruh bilangan bulat dari 33 hingga 73 adalah baik, tunjukkan bahwa
setiap bilngan bulat lebih besar dari 32 adalah baik.

Penyelesaian :

i) basis induksi : sebuah bilangan bulat kita katakan buruk jika tidak baik. Apa yang ingin kita
buktikan adalah tidak ada bilangan buruk yang lebih besar dari 32. Untuk membentuk
kontradiksi, andaikan himpunan S dengan elemen bilangan-bilangan buruk lebih besar dari
32 adalah tidak kosong. Berdasarkan prinsip induksi rapi ini, himpunan ini memiliki
elemen terkecil, katakanlah m. Dengan informasi yang diberikan, kita ketahui bahwa m ≥
74.
ii) andaikan m genap. Misalkan p= . kita punya p ≥ 33, dan karena m adalh
elemen terkecil di S, dan p < m, maka p adalah bilangna baik. Jadi terdapat a1, a2, ..., ak
sehingga a1+a2+...ak = p dan

Perhatikan bahwa 4 + 4+ 2a1 + 2a2+... + 2ak = m, dan

Yang berarti m adalah bilangan baik, kontradiksi dengan asumsi semula. Dengan cara
serupa, kita bisa mencapai kontradiksi yang sama jika m ganjil. Kali ini dengan mengambil
p= , menggunakan fakta bahwa serta 3 +6 +2a1+2a2+...+2ak = m.
iii) Kesimpulan : jadi kedua kasus membawa kita pada kontradiksi, sehingga kita simpulkan
S adalah himpunan kosong, yang berarti semua bilangan bulat lebih besar daripada 32
adalah baik.
6. Prinsip Induksi Matematika Bekerja Mundur
Contoh soal :
Untuk semua n € N, tunjukkan ketaksamaan berikut selalu berlaku :

Penyelesaian :
i) Basis induksi : mungkin kita akan langsung terpikirkan untuk menggunakan prinsip
induksi dasar dan menggunakan parameter induksi n dalam menyelesaikan soal ini. Tapi
kalaupun kita telah mengetahui bahwa

, kita tidak dapat menyimpulkan apa-apa tentang

, disini terlihat bahwa pemilihan n sebagai parameter induksi


tidak membawa hasil yang diharapkan. Alih-alih membuktikan ketaksamaan di atas, kita
akan membuktikan ketaksamaan yang lebih umum.
ii) Kita akan membuktikan bahwa ketidaksamaan

, berlaku untuk C denagn prinsip induksi


matematika bekerja terbaik. Kali ini kita akan membuktikan bahwa ketaksamaan berlaku
untuk m=n lalu mundur hingga ke m=2. Untuk m =n, ketidaksamaan jelas berlaku karena
, sekarang kita asumsikan untuk suatu k € N, k < n, ketidaksamaan berlaku untuk
m = k+1, yaitu :

maka

Jadi ketaksamaan juga berlaku untuk m = k.


iii) Kesimpulan : berdasarkan prinsip induksi matematika bekerja mundur kita dapat
menyimpulkan ketidaksamaan berlaku untuk semua m € N, m ≥ 2.

Pertemuan Ke – 12

Tujuan Pembelajaran

1 Memahami langkah-langkah penyelesaian FPB


2 Mampu menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan FPB

Materi Singkat
Definisi: Setiap bilangan bulat bukan nol dapat membagi nol, sehingga a = b = 0 maka
setiap bilangan bulat yang merupakan faktor sekutu a dan b adalah tak hingga, tetapi jika salah
satu faktor a atau b bukan nol maka banyak faktor sekutu positivnya terhingga dan diantara
faktor-faktor sekutu itu ada faktor yang tebesar. Faktor inilah yang disebut faktor persekutuan
terbesar dari a dan b (FPB).
Definisi : pembagi positif (faktor) persekutuan dari a dan b (a,b ≠ 0) adalah bilangan –
bilangan yang habis membagi a dan b. Dinotasikan D (a,b)
Jadi, D (a,b) = D (a) ∩ D (b)
Contoh : D (6,9) = {1,2,3,6} ∩ {1,3,9} = {25} = D (3)
D (15,30) = {1,3,5,15} ∩ {1,3,5,6,10,15,30} = {94} = D{15}
D (17,27) = {1,17} ∩ {1,3,9,27} = {58} = D{1}

Ada beberapa cara atau metode untuk menentukan FPB, yaitu metode himpunan faktor
persekutuan, metode faktorisasi, dan algoritma euclide.
1. Metode Himpunan Faktor Persekutuan
Dalam metode ini langkah yang harus diperhatikan adalah:
 Pertama kita cari angka yang dapat membagi angka tersebut
 Kemudian cari pembagi yang sama dari bilangan tersebut
 Terakhir kita cari nilainya yang paling besar.
Contoh :
Tentukan FPB dari 18 dan 12
Jawab :
F(18) = 1,2,3,6,9,18
F(12) = 1,2,3,4,,6,12
Lalu kita cari faktor yang sama yaitu 1,2,3,6
Kemudian kita cari yanng terbesar dari faktor yang sama, yaitu 6. Maka FPB dari 18 dan
12 adalah 6.

2. Metode Pohon Faktor


 Buatlah pohon faktor dari bilangan yang dicari FPBnya
 Tulislah faktorisasi primanya
 Pilihlah bilangan pokok yang sama pada faktorisasi prima
 Jika bilangan tersebut memiliki pangkat yang berbeda, ambillah bilangan prima
dengan pangkat yang terendah.
Contoh :
Tentukan fpb dari 24 dan 32
Jawab:

Faktorisasi prima dari


24 =23 x 3
32 =25
FPB dari 24 dan 32 adalah 23 atau 8

3. Metode Faktorisasi Prima


 Tentukan faktorisasi prima
 Ambil faktor sekutu primanya, fpb adalah hasil kali faktor-faktor sekutu.
 Jika bilangan tersebut memiliki pangkat yang berbeda, ambillah bingan prima dengan
pangkat yang terendah.
Contoh:
Tentukan fpb dari 24 dan 60
Jawab:
24 = 2 x 2 x 2 x 3
60 = 2 x 2 x 3 x 5
Lalu, kita cari faktor prima persekutuan dari kedua bilangan tersebut. Faktor prima
perekutuannya adalah 2, 2, dan 3.
Maka fpb dari 24 dan 60 adalah hai perkalian dari faktor prima persekutuan, yaitu 2 x
2 x 3= 12.

4. Metode Algoritma Euclide


Algoritma ini mencari fpb dengan cara melakukan pembagian berulang-ulang dimulai
dari kedua bilangan yang hendak cari fpb nya sampai kita mendapatkan sisa nol dari hasil
pembagian.
Contoh:
Tentukan fpb dari 24 dan 60
Jawab:Bagilah bilangan yang lebih besar dengan yang lebih kecil
= 2 dengan sisa 12 lalu kita bagi bilangan yang lebih kecil yaitu 24 dengan sisa
dari pembagian sebelumnya yaitu 12 jadi dengan sisa nol maka fpb dari 24
dan 60 adalah 12.

Pertemuan Ke – 13

Tujuan Pembelajaran

1. Memahami langkah-langkah penyelesaian KPK


2. Mampu menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan KPK

Materi Singkat

Suatu bilangan bulat c disebut kelipatan persekutuan dari bilangan-bilangan bulat bukan nol a
dan b jika a|b dan b|c. Hal ini berarti 0 adalah keliptan persekutuan a dan b. Perlu diingat
bahwa ab dan –ab adalah kelipatan persekutuan dari adan b, dan salahsatunya positif. Kita
menyebutnya kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b.
Metode-metode untuk menentukan KPK
1. Metode Himpunan Faktor Persekutuan
Dalam metode ini pertama kita cari angka yang dapat membagi angka tersebut,kemudian
cari pembagi yang sama dari bilangan tersebut, terahir kita cari nilainya yang paling
kecil.

Contoh:
Tent kpk dari 40, 60 dan 80
Jawab:
K(40) = 40,80,120,160,200,240,280,320........
K(60) = 60,120,180,240,300.........
K(80) = 80,160,240,320,400......
Lalu kita cari faktor yamg sama yaitu:240
Jadi kpk dari 40.60 dan 80 adalah 240

2. Metode Pohon Faktor


 Buatlah pohon faktor dari bilangan yang dicari FPBnya
 Tulislah faktorisasi primaya
 Ambilah semua faktor yang sama maupun tidak sama dari bilangan-bilangan tersebut.
 Jika bilangan tersebut memiliki pangkat yang berbeda, ambilah faktor yang
pangkatnya terbesar.

Contoh:
Tentukan kpk dari 24 dan 32
Jawab:
Buatlah pohon faktor

Faktorisasi dari
24 =23 x 3
32 =25
Jadi kpk dari 24 dan 32 adalah 25x 3 = 96

3. Metode Faktorisasi Prima


 Tulislah faktorisasi primaya
 Ambilah semua faktor yang sama maupun tidak sama dari bilangan-bilangan
tersebut.
 Jika bilangan terseut memiliki pangkat yang berbeda, ambilah faktor yang
pangkatnya terbesar.
Contoh :
Tentukan kpk dari 16 dan 30
Jawab:
Faktor prima dari
16 = 2x2x2x2 = 24
36 = 2x2x3x3 = 22x32
Jadi kpk dari 16 dan 30 adalah 24x32 =144.

4. Metode Algoritma Euclid


Metode algoritma ini tidak bisa digunakan untuk menentukan KPK kecuali FPBnya
sudah diketahui terlebih dahulu. Atau dengan kata lain KPK adalah hasil bagi antar
perkalian dua bilangan a dan b dengan FPBnya.
Contoh :
Tentukan KPK dari 66 dan 50,
Pertama tentukan terlebih dahulu FPBnya:
Faktor prima dari
66 = 2x3x11
50 = 2x5x5
Fpb= 2
Lalu berdasarkan konsep algoritma euclid kita tentukan hasil bagi antar perkalian dua
bilangan a dan b dengan FPBnya
= 1650
Jadi KPK dari 66 dan 50 adalah 1650.
5. Metode Pembagian Dengan Bilangan Prima
Pertama tentukan bilangan prima terkecil yang dapat membagi paling sedikit satu dari
bilangan yang diberikan. Lalu teruskan proses pembagian sampai baris dimana
jawabannya berisi bilangan-bilangan 1.
Contoh
Tentukan KPK dari 12, 75 dan 120

Jawab
12 75 120

2 6 75 60

2 3 75 30

3 3 75 15

5 1 25 5

5 1 5 1

1 1 1

Dengan demikian,
KPK (12, 75, 120) = 2x2x3x5x5=23x3x52=600

Pertemuan Ke – 14

Tujuan Pembelajaran

1. Mengenal Algoritma pembagian, Faktorisasi prima, dan Teorema Euclid


2. Memahami langkah-langkah penyelesaian Algoritma pembagian, Faktorisasi prima, dan
Teorema Euclid
3. Mampu menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan Algoritma pembagian, Faktorisasi
prima, dan Teorema Euclid

Materi Singkat

Definisi : Suatu bilangan bulat x dikatakan habis dibagi oleh suatu bilangan bulat
y ≠ 0, jika terdapat satu bilangan bulat p sedemikian sehingga x = py. Jika hal ini dipenuhi
maka y dikatakan membagi x dan dinotasikan dengan y │ x yang dapat diartikan sebagai y
adalah faktor (pembagi) x, atau x adalah kelipatan y. Jika y tidak membagi x dinotasikan
dengan y x. Contoh :
3 │12, sebab ada bilangan bulat 4 sedemikian sehingga 12 = (4) 3

Untuk selanjutnya pernyataan y│x sudah dianggap bahwa y ≠ 0. Sehingga dari


definisi tersebut dapat ditentukan bahwa:
1) 1 │ x, untuk setiap x  Z, karena ada p  Z sedemikian sehingga
x = (p)1, sehingga 1 │ 3, 1│6, 1 │ 11, 1 │-21, 1 │16, 1 │ -10, semuanya bernilai
benar.
2) y │ 0, untuk setiap y  Z dan y ≠ 0 karena ada 0  Z sehingga
0 =(y)0, sehingga 3 │ 0, 1│0, -1│ 0, 12 │0, -191 │0, 4│ 0, semuanya bernilai benar.
3) x │x untuk setiap x  Z dan x ≠ 0, karena ada 0  Z, sehingga
x = (1)x, sehingga pernyataan-pernyataan 2│2, -2│-2, 42│42, 12│12, -20│-20,
21│21, semuanya bernilai benar.
4) Jika y │x, maka kemungkinan hubungan antara y dan x adalah y < x,
y = x, y>x. Misalnya 2 │ 2 dengan 2 = 2, 2 │4 dengan 2 < 4, dan
2 │ -4 dengan 2 > -4.
2.1 Teorema dan Sifat-sifat Keterbagian
Teorema 1
Jika a, b, dan c adalah bilangan bulat dengan a│b dan b│c maka a│c.

Bukti
a│b dan b│c maka menurut Definisi :
terdapat bilangan bulat m dan n sedemikian sehingga c = bn = (am)n = a(mn). Jadi, c =
a(mn). Untuk suatu mn = p anggota bilangan Bulat maka c = ap Akibatnya
menurut Definisi, a│c.
Untuk lebih jelasnya, diberikan Contoh berikut.
Contoh :
Jika 2│6 dan 6│90 maka menurut Teorema 2│90 karena terdapat bilangan bulat 45
sedemikian sehingga (45)(2) = 90

Teorema 2
Jika a,b, dan c adalah bilangan bulat dengan:
c│a dan c│b maka c│(am+bm)
untuk suatu m,n anggota bilangan bulat.
Bukti
c│a dan c│b maka terdapat bilangan
bulat x dan y sedemikian sehingga a=cx dan b=cy.
Sehingga, am = c(xm) dan bn =c(yn). untuk suatu xm = p dan (yn)=q, Maka:
am + bn = c(p+q). Akibatnya,c│(am+bn).

Teorema 3 (Buchmann, 2002: 3)


a. Jika a│b dan b ≠ 0 maka |a| ≤ |b|.
b. Jika a│b dan b│a maka |a| = |b|.

Bukti
a. Jika a│b dan b ≠ 0 maka menurut Definisi terdapat
m ≠ 0 sedemikian sehingga b=am.
Karena b = am maka |b| = |am| ≥ |a| sehingga, |a| ≤ |b|.
b. Andaikan a│b dan b│a. Jika a = 0 maka b = 0 dan jika
a ≠ 0 maka b ≠ 0. Selanjutnya,
Jika a ≠ 0 dan b ≠ 0 maka sesuai dengan Teorema 3a,
|a| ≤ |b| dan |b| ≤ |a| sehingga |a| = |b|.

Penjelasan Sifat-Sifat Keterbagian diatas :


1. Jika suatu bilangan b dibagi oleh bilangan a, dan bilangan c dibagi oleh bilangan
b, maka bilangan c dapat dibagi bilangan a.
2. Jika suatu bilangan c dibagi oleh ab (ab merupakan perkalian dua buah bilangan),
maka c dapat dibagi oleh bilangan a dan dapat dibagi oleh bilangan b.
3. Jika suatu bilangan b dan c dapat dibagi oleh bilangan a, maka ketika bilangan b
dan c tersebut dikali dengan suatu bilangan bulat, akan dapat pula dibagi oleh
bilangan a.

2.2 Dalil-dalil Keterbagian


Jika a,b,c  Z maka berlaku:
1) a│b → a │bc, untuk setiap c  Z.
2) (a │b, b│c) → a│ c.
3) (a│b, b│a) → a = ± b.
4) (a│b, a│c) → a│(b ± c).
5) (a│b, a│c) → a │ (ax + by) untuk setiap x,y  Z.
Untuk selanjutnya ax + by disebut kombinasi linear dari b dan c
6) ( a > 0, b > 0 dan a│b) → a ≤ b.
7) a│b ↔ ma│mb untuk setiap m  Z dan m ≠ 0.
8) ( a│b dan a│b+c ) → a │c.
Pernyataan-pernyataan di atas dapat dibuktikan sebagai berikut:
1. Karena diketahui a│b , maka menurut definisi 1 ada suatu bilangan bulat p sedemikian
sehingga b = (p)a. b = pa berarti bc = (pa)c. Hal ini berarti terdapat bilangan bulat q =
pc sedemikian sehingga bc = qa.
Jadi a │bc.
2. a│b → b = pa, untuk suatu p  Z
b│c → c = qb, untuk suatu q  Z.
( b = pa, c = qb) → c = q(pa) atau c = (qp)a. atau c = wa, untuk suatu
w  Z.
Jadi a │c.
3. a│b → b = pa, untuk suatu p  Z
b│a → a = qb, untuk suatu q  Z.
( b = pa, a = qb) → a = q(pa) atau a = (qp)a. Karena a │b, berarati a ≠ 0, sehingga a =
(qp)a atau a(1-qp) = 0 dan dapat disederhanakan menjadi a=0 atau qp = 1.
qp = 1 → ( q = 1 dan p =1) atau ( p = -1 dan q = -1)
p = q = 1 maka a = pb = b ....(1)
p = q = -1, maka a = pb = -b ...(2)
Dari (1) dan (2) didapat a = ± b
4. a │b → b = pa, untuk suatu p  Z
a │c → c = qa, untuk suatu q  Z.
( b = pa, c = qa) → b ± c = pa ± qa atau b ± c = a ( p ± q)
b ± c = at dengan t  Z.
Jadi a │b ± c.
5. a │b → b = pa, untuk suatu p  Z
a │c → c = qa, untuk suatu q  Z.
bx + cy = ( pa)x + (qa)y
bx + cy = a (px+qy) dengan (px + qy)  Z.
Jadi a │(bx+cy).
6. a │b → b = pa, untuk suatu p  Z
karena a > 0, b > 0 dan b = pa maka p > 0.
karena p  Z maka p bukan suatu pecahan.
Sehingga nilai kemungkinan x adalah 1,2,3, ..., yaitu x = 1 atau x >1
b = pa dan p =1 → b = a atau a = b
b = pa dan p > 1 → b > a atau a < b.
a = b atau a < b → a = b
7. (a) a │b → b = pa, untuk suatu p  Z
→ mb = map → mb = (ma)p → ma │mb
(b) ma │mb → mb = (ma)p untuk suatu p  Z→ ma │mb
mb = m (ap) dan m ≠ 0 → b = ap → a │b
b │c → c = q b, untuk suatu q  Z.
8. a │b → b = pa, untuk suatu p  Z
a │b + c → b + c = qa, untuk suatu q  Z.
b + c = qa → c = qa – b.
c = qa – b dan b = pa → c = qa - pa atau c = a( q-p)
c = a ( q-p) dengan (q-p)  Z → a │c.

2.3 Logaritma Keterbagian


Untuk bilangan bulat sebarang a dan b dengan a > 0, terdapat bilangan bulat q dan r
sedemikian sehingga b = qa + r dengan 0 ≤ r < a, maka:
a) b disebut bilangan yang dibagi (devidend)
b) a disebut bilangan pembagi (devisor/faktor)
c) q disebut bilangan hasil bagi (quotient), dan
d) r disebut bilangan sisa (remainder/residu)
Pernyataan di atas disebut pula dengan algoritma pembagian. Algoaritma adalah
prosedur atau metode matematis untuk memperoleh hasil tertentu yang dilakukan menurut
sejumlah langkah berurutan yang berhingga. Dalil ini sebenarnya lebih bersifat dalil
eksistensi (keujudan) dari adanya bilangan-bilangan bulat q dan r dari suatu algortima.
Namun demikian, uraian tentang pembuktiannya dapat memberikan gambaran adanya
suatu metode, cara , atau prosedur matematis untuk memperoleh bilangan-bilangan bulat q
dan r sehingga b = qa + r.
Ternyata berdasarkan dalil algoritma pembagian, setiap bilangan bulat dapat
dinyatakan sebagai bilangan bulat genap (2q) atau bilangan bulat ganjil ( 2q + 1).
Selanjutnya jika diambil a = 3, maka menurut dalil Algoritma Pembagian, dengan
mengambil r = 0, r = l dan r = 2. Sehingga sebarang bilangan bulat b dapat dinyatakan
sebagai bentuk dari salah satu persamaan berikut:
b = 3q
b = 3q + 1
b = 3q + 2
Dengan alasan yang sama, setiap bilangan bulat selalu dapat dinyatakan antara lain:
1. Salah satu dari 4q, 4q+1, 4q+2, 4q+3 (q  Z)
2. Salah satu dari 5q, 5q+1, 5q+2, 5q+3, 5q+4 (q  Z)
3. Salah satu dari 6q, 6q+1, 6q+2, 6q+3, 6q+4, 6q+5 (q  Z)
Disinilah sebenarnya letak dari konsep algoritma pembagian, suatu konsep mendasar yang dapat

digunakan untuk membantu pembuktian sifat-sifat tertentu.

Pertemuan Ke – 15

Tujuan Pembelajaran

Resume Pembelajaran

Materi Singkat

Mahasiswa membuat resume / matriks materi dari materi yang telah disampaikan terhitung sejak

uts selesai

Pertemuan Ke – 16

UJIAN AKHIR SEMESTER

REFERENSI UTAMA

Sukirman (2000), Pengantar Teori Bilangan, Universitas Negeri Yogyakarta Press. Yogya
Nugroho (2002), Teori Bilangan, Diktat Kuliah.
Munir (2007), Teori Bilangan, Diktat Kuliah.

REFERENSI PENDUKUNG
Burton, D, Elementary Number Theory,
Jones, Gareth A and J. Mary Jones (2005).Elementary Number Theory, Spring-Verlag,
London.
Zawaira, Alexandar and G. Hitchcock (2009). A Primer for Mathematics Competitions, Oxfor
Univ.Press, London
Cirebon, Februari 2016
Dosen Pengampu

Alif Ringga Persada, M.Pd

Anda mungkin juga menyukai