Anda di halaman 1dari 102

HAND-OUT TUTOR

MODUL
KOLABORASI DAN KERJASAMA TIM KESEHATAN
I

Rumpun Ilmu Kesehatan


Universitas Indonesia
2015

0
MINGGU 1
11 FEBRUARI 2015 (13.00-16.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu Lokasi
13.00-14.00 Penjelasan Modul Ketua 5 ruang besar (kapasitas 200
Modul orang)
14.00-15.45 Dinamika Kelompok I (DKI): Tutor 41 ruang kecil (kapasitas 20
orang)
Kegiatan pembinaan dinamika
kelompok (team building) I terdiri
dari 2 permainan, yaitu :
-ice breaking
-self discovery and disclosure
dan diakhiri dengan debriefing

15.45-16.00 Persiapan topik 1 : Konsep Tutor 41 ruang kecil (kapasitas 20


Kolaborasi orang)

Pembagian tugas di kelompok


kecil berdasarkan pertanyaan di
SCeLe

1
DINAMIKA KELOMPOK I

A. Kenalan Yuk …… (Ice Breaking)


Tujuan 1. Memperlancar proses perkenalan dalam kelompok besar
2. Mengurangi kecemasan yang dialami pada awal pertemuan
Waktu Penyajian ±60 menit
Jumlah Peserta 20 orang
Disain Ruangan Ruangan kelas yang memungkinkan peserta untuk bergerak dan
berjalan dengan bebas
Alat Bantu 1. Kertas flipchart dibagi 4 untuk ditempelkan di
whiteboard/dinding
2. Spidol untuk setiap peserta
3. Gunting dan selotip
Prosedur 1. Fasilitator membagi peserta menjadi 10 pasangan
2. Masing-masing pasangan diminta untuk saling berkenalan serta
“membaca” sikap dan kebiasaan pasangannya selama 2 menit.
Peserta diperbolehkan membawa catatan jika informasi dari
pasangan dianggap penting untuk dicatat
3. Setelah 2 menit, peserta diminta untuk berganti pasangan dan
ini dilakukan terus sampai setiap peserta mengenal semua
peserta lainnya. Waktu maksimal 10 menit
4. Fasilitator menempelkan kertas flipchart di
whiteboard/dinding/bangku sebanyak jumlah peserta
5. Setiap peserta diminta untuk menulis 1 ciri/sifat/kebiasaan
peserta lain di kertas flip chart yang disiapkan di fasilitator di
whiteboard/dinding/bangku
6. Setelah semuanya menulis di kertas flipchart, peserta
berkumpul untuk membahas hasil yang sudah ditulis di kertas
flipchart ini
7. Fasilitator membahas permainan ini bersama peserta
Acuan untuk 1. Tanyakan kepada peserta bagaimana perasaan mereka tentang
Diskusi dan permainan ini
Pembahasan 2. Untuk mengenal teman-teman dalam kelompok tidak cukup
Fasilitator dalam batas waktu yang singkat, lebih-lebih mengenal sifat
teman
3. Pengenalan sikap dan kebiasaan seseorang merupakan suatu
proses
4. Bagaimana kalau dirinya digambarkan tidak sesuai oleh orang
lain?
5. Terciptanya suasana intim, karena setiap orang telah saling
mengenal dan komunikasi antar peserta menjadi lebih lancar
6. Peserta yang mendapatkan catatan sifat/ciri/kebiasaan lebih
banyak, menandakan ybs lebih terbuka, dan sebaliknya (dapat
mengetahui perbedaan peserta yang bersifat terbuka dan
tertutup)

2
DINAMIKA KELOMPOK I

B. Pengenalan Diri (Sifat Kepribadian: Self Discovery and Disclosure)


Tujuan 1. Untuk membimbing peserta dalam memahami diri mereka
sendiri
2. Untuk memfasilitasi self disclosure
Waktu Penyajian ±60 menit
Jumlah Peserta Kelas dibagi menjadi 4 kelompok, masing terdiri dari kurang lebih 5
mahasiwa dari berbagai fakultas.
Disain Ruangan Ruangan dimana peserta dapat berinteraksi dengan nyaman sebagai
sebuah kelompok besar, kelompok kecil, dan berpasangan.
Alat Bantu 1. Form Pengenalan Diri untuk masing masing peserta
2. Form Penilaian Karakteristik Kepribadian dan Interpretasi untuk
masing-masing peserta
3. Alat tulis
Prosedur 1. Fasilitator membagikan lembar pertama: Form Pengenalan Diri
dan menginstruksikan peserta untuk mengisi (10 menit)
2. Setiap peserta diberikan lembar kedua: Form Penilaian
Karakteristik Kepribadian dan Interpretasi serta diminta untuk
menghitung skor masing-masing berikut interpretasinya. (10
menit)
3. Peserta membentuk kelompok yang terdiri dari sekitar 5
anggota. Setiap anggota kelompok secara bergantian
menjelaskan tentang diri mereka sesuai dengan instrumen yang
ada dan mendengarkan respons dari teman dalam kelompok
(20 menit)
Acuan untuk Kelas dikumpulkan kembali, fasilitator memimpin diskusi mengenai
Diskusi dan keseluruhan aktivitas. Beberapa pertanyaan berikut dapat
Pembahasan ditanyakan selama diskusi berlangsung:
1) Apakah hasil interpretasi sesuai dengan diri masing-masing?
Fasilitator
2) Bagaimana reaksi anda mengenai kepribadian yang didapat
dalam instrumen?
3) Bagaimana reaksi anda terhadap respons anggota kelompok?
4) Apakah ada perbedaan antara kepribadian anda di rumah dan
kepribadian Anda di lingkungan kampus? Jika ada, sebutkan!
Jika ada persamaan, sebutkan!
5) Apa yang dapat anda pelajari dari permainan ini?

3
FORM PENGENALAN DIRI
PERSONALITY TRAITS INVENTORY

Tentukan frekuensi dari pernyataan berikut ini yang sesuai dengan diri Anda dan tuliskan
jawabannya di bagian kosong!
Skala Frekuensi
1 – Tidak pernah
2 – Jarang
3 – Kadang-kadang
4 – Sering
5 – Selalu

......... 1. Saya memiliki perasaan bersalah dan rendah diri

......... 2. Saya kompeten dalam bersosialisasi

......... 3. Saya berani menerima dan mencari tantangan atau variasi

......... 4. Saya melakukan sesuatu dengan cara baru atau cara yang tidak biasa

......... 5. Saya cenderung men-supervisi atau memberi perintah

......... 6. Saya cenderung menjadi pusat perhatian

......... 7. Saya menunjukkan perhatian kepada orang lain

......... 8. Saya tidak peduli kewenangan atau kontrol dari orang lain

......... 9. Saya menghukum diri saya sendiri

......... 10. Saya mempertanyakan seberapa berharga diri saya

......... 11. Saya mudah mendapatkan pertolongan, pelayanan, bimbingan, atau kerjasama
dari orang lain

......... 12. Saya mampu di berbagai area

......... 13. Saya kreatif dan unik/orisinil

......... 14. Saya kompetitif

......... 15. Saya cenderung menarik perhatian

......... 16. Saya melakukan sesuatu untuk dan dengan orang lain

......... 17. Saya menekankan pilihan pribadi dan kebebasan

......... 18. Saya cenderung merasa bersalah dan mengungkapkan rasa bersalah saya

......... 19. Saya mudah mengemukakan pendapat dan perasaan (asertif)

......... 20. Saya menikmat variasi dalam kegiatan individu dan profesional

4
......... 21. Saya cenderung banyak akal (manipulatif)

......... 22. Saya mengarahkan hidup saya dan perilaku saya

......... 23. Saya melihat orang lain sebagai lawan bukan rekan yang potensial

......... 24. Saya memperlakukan orang lain dengan baik dan pengertian

......... 25. Saya dengan cepat menyadari pemikiran-pemikiran lain dan hubungan antara
pemikiran-pemikiran tersebut

......... 26. Saya membutuhkan rasa memiliki (sense of belonging)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

'
FORM PENILAIAN
KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN DAN INTERPRETASI

Daftar Sifat Kepribadian terdiri dari 26 pernyataan yang merupakan deskripsi dari
variasi karakteristik manusia. Anda diminta untuk menentukan nilai dari 1-5, sesuai dengan
seberapa sering setiap pernyataan dialami oleh Anda. Dibalik pernyataan-pernyataan ini
terdapat 8 karakter sifat. Skor final menjelaskan masing-masing sifat dalam setiap diri
manusia.
Untuk mendapatkan skor Anda dalam 8 sifat, tulis jawaban Anda sesuai dengan
bagian-bagian berikut ini. Jumlahkan jawaban Anda pada spasi yang disediakan dan bagi
sesuai angka yang tersedia. Angka akhir adalah nilai Anda untuk sifat tersebut. Skor 5 berarti
sifat tersebut sangat menggambarkan diri Anda, sedangkan skor 1 berarti bahwa sifat
tersebut tidak menggambarkan diri Anda.

Kecenderungan dalam merasa rendah diri/inferior (penghargaan diri yang rendah)


1. …………………
9. …………………
10. …………………
18. ………………… TOTAL ……………… ÷ 4 = ………

Kompetensi dalam sosialisasi (kemampuan untuk merasa nyaman dengan orang lain, untuk
bekerjasama, dan mendapatkan bantuan dari orang lain)
2. …………………
11 …………………
19. ………………… TOTAL ……………… ÷ 3 = ………

5
Pilihan untuk Variasi (keinginan untuk tantangan yang berbeda dan baru; kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan)
3. …………………
12. …………………
20. ………………… TOTAL ……………… ÷ 3 = ………

Kreativitas (orisinalitas dalam pemikiran dan perilaku; kemampuan untuk menyusun pola baru)
4.…………………
13………………… TOTAL ……………… ÷ 2 = ………

Keinginan untuk mendominasi (kecenderungan untuk berkompetisi, untuk menganggap orang lain
sebagai lawan, untuk memanipulasi, dan mengontrol situasi)
5.…………………
14…………………
21…………………
23………………… TOTAL ……………… ÷ 4 = ………

Ekshibisionis (keinginan untuk menarik perhatian dan menjadi pusat perhatian)


6…………………
15………………… TOTAL ……………… ÷ 2 = ………

Afiliasi (kebutuhan akan perasaan memiliki, melakukan sesuatu untuk dan bersama orang lain,
dan untuk berbuat baik)
7…………………
16…………………
24…………………
26………………… TOTAL ……………… ÷ 4 = ………

Otonomi (kecenderungan untuk mengatur kehidupan dan aksi sendiri, untuk melatih pilihan
sendiri dan kebebasan, serta mengabaikan kontrol dan kewenangan eksternal)
8 …………………
17…………………
22…………………
25………………… TOTAL ……………… ÷ 4 = ………

6
PERSIAPAN TOPIK 1: KONSEP KOLABORASI

Metode Pemelajaran: Question Based Learning

Pertanyaan:

1. Apa yang dimaksud dengan tim, kolaborasi, dan kerjasama tim (teamwork)?
2. Apa saja komponen yang dibutuhkan untuk tercapainya suatu kerjasama tim yang efektif?
3. Apa yang dimaksud dengan kolaborasi tim kesehatan?
4. Apa saja model-model/jenis kolaborasitim kesehatan?
5. Apa saja prinsip-prinsip kolaborasi tim kesehatan?
6. Mengapa kolaborasi tim kesehatan penting? Kaitkan dengan keselamatan pasien (patient
safety).
7. Apa manfaat kolaborasi tim kesehatan?
8. Bagaimana cara membangun dan mempertahankan kolaborasi tim kesehatan yang efektif?
9. Jelaskan secara singkat sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, terutama bagian subsistem
upaya kesehatan. Berikan contoh kolaborasi tim kesehatan yang dapat dilakukan di pelayanan
kesehatan tingkat pertama/primer.

Pembagian tugas untuk sesi QBL konsep kolaborasi:


Dibagi menjadi 4 kelompok (masing-masing beranggotakan 5 orang).

Pertanyaan
Kelompok 1 1 dan 2
Kelompok 2 3 dan 4
Kelompok 3 5, 6, dan 7
Kelompok 4 8 dan 9

7
MINGGU 2
18 FEBRUARI 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu Lokasi
13.00-15.00 Diskusi Kelompok: Tutor 41 ruang kecil (kapasitas 20 orang)
Konsep Kolaborasi

Metode QBL
• 30’ - pengarahan oleh tutor,
mahasiswa melengkapi
informasi dari tugasnya,
diskusi dalam kelompok (5
orang) dan menyusun
presentasi
• 60’- presentasi dan diskusi
dalam kelas (20 orang) untuk
berbagi pengetahuan. Diskusi
bersifat terbuka, setiap
mahasiswa harus secara aktif
berpartisipasi di dalamnya.
Tutor mengamati diskusi dan
membuat beberapa catatan.
• 30’- masukan dan umpan
balik dari tutor yang
berhubungan dengan topik.

8
Pendahuluan1

Teknologi bidang kesehatan secara signifikan dengan penemuan-penemuan ilmiah kedokteran


modern. Tapi kita juga tahu dari berbagai hasil studi yang dilakukan di banyak negara bahwa selain
manfaat juga terkandung risiko yang signifikan dari kemajuan teknologi ini pada keselamatan pasien
(patient safety). Keselamatan pasien bukanlah sebuah disiplin yang berdiri sendiri, melainkan salah
satu bidang yang terintegrasi ke dalam semua bidang kedokteran dan perawatan kesehatan.

WHO World Alliance untuk Patient Safety bertujuan untuk menerapkan keselamatan pasien di
seluruh dunia. Keselamatan pasien adalah haruslah menjadi perhatian semua orang, baik
profesional, pembersih dan staf katering, manajer, birokrat, konsumen bahkan politisi. Sekarang ada
bukti kuat bahwa sejumlah besar pasien yang dirugikan dari perawatan kesehatan mereka
mengakibatkan cedera permanen, peningkatan lama perawatan (length of stay/LOS) di rumah sakit
dan bahkan kematian. Kita telah belajar selama dekade terakhir bahwa kejadian buruk terjadi bukan
karena orang secara sengaja menyakiti pasien melainkan karena sistem perawatan kesehatan saat
ini begitu kompleks sehingga keberhasilan perawatan dan hasil perawatan untuk setiap pasien
tergantung pada berbagai faktor, bukan hanya dari kompetensi seorang individu penyedia layanan
kesehatan. Ketika begitu banyak orang dan berbagai jenis penyedia layanan kesehatan (dokter,
perawat, apoteker, pekerja sosial, ahli diet dan lain-lain) terlibat, sangat sulit untuk memastikan
perawatan yang aman, kecuali sistem perawatan dirancang untuk memfasilitasi informasi yang tepat
waktu dan lengkap dan dipahami secara sama oleh semua profesional kesehatan.

Keselamatan pasien merupakan masalah bagi semua negara yang memberikan pelayanan
kesehatan, baik di sektor swasta ataupun pemerintah.Pasien tidak hanya dirugikan oleh
penyalahgunaan teknologi, mereka juga dapat dirugikan oleh komunikasi yang buruk antara
berbagai penyedia layanan kesehatan atau penundaan dalam menerima pengobatan.
Keselamatan pasien merupakan subjek luas yang menggabungkan teknologi terbaru seperti resep
elektronik dan mendesain ulang rumah sakit dan stafnya untuk mencuci tangan dengan benar dan
menjadi pemain tim yang baik. Banyak fitur keselamatan pasien tidak melibatkan sumber daya
keuangan, melainkan, mereka melibatkan komitmen individu untuk berlatih dengan aman. Dokter
dan perawat dan penyedia layanan kesehatan lainnya dapat meningkatkan keselamatan pasien
dengan melibatkan diri dengan pasien dan keluarga mereka, memeriksa prosedur, belajar dari
kesalahan dan berkomunikasi secara efektif dengan tim perawatan kesehatan.

Gambaran terjadinya sebuah kejadian yang tidak diinginkan (adverse event) dapat digambarkan
melalui model keju swiss (swiss cheese model) (lihat Gambar 1), di mana biarpun sistem telah
dibangun dengan sebaik-baiknya untuk menghalangi kesalahan medis (medical error), namun
kesalahan medis tetap dapat terjadi karena berbagai faktor lain.

9
Gambar 1. Model Keju Swiss (Swiss Cheese Model)

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa kerja sama/kloaborasi tim yang baik sangatlah
penting dalam pencegahan kesalahan medis dan meningkatkan keselamatan pasien.
I. Kolaborasi
Teamwork (kerjasama tim) adalah interaksi atau hubungan antar dua atau lebih profesi yang
bekerja secara saling tergantung untuk mencapai suatu tujuan bersama. Untuk mencapai suatu
teamwork, dibutuhkan suatu tim dan kolaborasi. i

Tim adalah sekumpulan individu yang saling tergantung dalam tugasnya, yang saling membagi
tanggung jawab untuk suatu tujuan, yang melihat diri mereka dan dilihat oleh orang lain sebagai
suatu satuan sosial yang utuh dalam sebuah sistem sosial yang mengatur hubungan mereka
dalam batasan organisasi.iDefinisi lain adalah sekelompok dua orang atau lebihyang
berinteraksisecara dinamis,saling tergantung, dan adaptifterhadap suatu tujuan/misi
bersama,di mana setiap anggota telah memiliki peranspesifik yang ditentukan,dan memiliki
jangka waktu keanggotaan yang terbatas. iiDefinisi lain dari tim adalah sejumlah kecil anggota
dari berbagai latar belakang keahlian untuk menyelesaikan tugas tertentu, memiliki komitmen
yang kuat untuk mencapai tujuan, serta adanya tanggung jawab kolektif. iii Berdasarkan definisi-
definisi tersebut, terdapat banyak sekali jenis tim. Meskipun begitu, setiap tim memiliki
karakteristik berikut:ii

- setiap anggota tim memiliki peran yang spesifik dan berinteraksi bersama-sama untuk
mencapai tujuan bersama
- tim membuat keputusan
- tim memiliki pengetahuan dan ketrampilan khusus dan sering bekerja dalam kondisi beban
kerja yang berat
- tim berbeda dari kelompok kecil karena mereka mewujudkan tindakan kolektif yang timbul
dari saling ketergantungan tugas

10
Sedangkan kolaborasi adalah proses interaksi dan hubungan antar profesi yang bekerja pada
sebuah lingkungan kelompok.i

Untuk tercapainya suatu teamwork yang efektif, dibutuhkan komponen-komponen berikut:ii,iv

1. Tujuan yang sama


Sebuah tujuan yang baik memiliki prinsip SMART: v

- Specific (Spesifik)
- Measurable (Terukur)
- Attainable (Realistis)
- Relevant (Relevan)
- Time Bound (Berjangka waktu)
2. Kepemimpinan efektif
Pemimpin yang efektif akan mencanangkan dan menjaga struktur, menangani konflik,
mendengarkan anggotanya, mempercayai dan mendukung anggotanya.

3. Komunikasi efektif
Tim yang baik membagi ide dan informasi secara cepat dan rutin, menyimpan catatan
tertulis dan meluangkan waktu untuk refleksi tim.

4. Kohesi yang baik


Tim yang kohesif memiliki semangat dan komitmen pada tim serta memiliki jangka waktu
sebagai tim yang lebih panjang karena seluruh anggotanya ingin bekerja sama.

5. Saling menghormati
Anggota tim yang efektif menghormati talenta dan kepercayaan anggota tim yang lain
selain kontribusi kontribusi professional anggota tersebut.

II. Kolaborasi Tim Kesehatan


Pelayanan kesehatan kolaboratif terbentuk saat dokter dan penyedia layanan lain
menggunakan ketrampilan, pengetahuan dan kompetensi komplementernya dan bekerja sama
untuk memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan kepercayaan,rasa hormat dan
pemahaman tentangkemampuan dan pengetahuan satu sama lain.Hal ini melibatkan
pembagian peran dan tanggung jawab yang telah disetujui bersama yang dapat bervariasi
sesuai dengansifat dari kepribadian dan keahlian dari tiap individu. Hubungan ini harus
bermanfaat bagi pasien, dokter dan penyedia layanan lainnya. vi

Pada sistem kesehatan, kolaborasi merupakan sebuah spektrum yang luas, tergantung pada
tipe pelayanan kesehatan yang dibutuhkan (lihat Gambar 2):i

- Praktek paralel mandiri di mana pelaku profesi bidang kesehatan yang saling bekerja
berdampingan
- Konsultasi dan rujukan di mana pelaku profesi bidang kesehatan bertukar informasi
- Rekan penyedia pelayanan kesehatan yang saling tergantung dalam mengambil keputusan

11
Gambar 2. Spektrum Kolaborasi Tim Kesehatan

Selain berdasarkan spektrum, kolaborasi tim kesehatan dapat diklasifikasikan berdasarkan


tipenya:i

- Tim proyek (misalnya tim peningkatan kualitas)


- Tim manajemen dan pemberi layanan kesehatan. Tim ini dapat disubklasifikasikan lagi
berdasarkan:
o Populasi pasien (misalnya tim geriatri)
o Tipe penyakit ( misalnya tim stroke)
o Lingkungan pelayanan kesehatan (misalnya pada pelayanan kesehatan primer, rumah
sakit)
Di Amerika Serikat, program STEPPSTM mengidentifikasi enam tipe tim pelayanan kesehatan
yang berbeda namun saling terkait, yaitu (lihat Gambar 3):ii,vii

1. Tim inti (core team)


Terdiri dari pemimpin dan anggota yang terlibat dalam pelayanan langsung kepada pasien
(misalnya dokter, perawat, fisioterapis, apoteker)

2. Tim koordinasi (coordinating team)


Merupakan kelompok yang bertanggung jawab terhadap:

- manajemen operasional harian


- fungsi koordinasi
- manajemen sumberdaya untuk tim inti
3. Tim insidental (contingency team)
Tim ini dibentuk untuk peristiwa khusus, dengan jangka waktu yang terbatas, dan
anggotanya terdiri dari berbagai variasi tim inti (misalnya tim tanggap bencana)

4. Pelayanan tambahan (ancillary services)


Terdiri dari staf pembersih (cleaning service) atau staf domestik yang menyediakan layanan
langsung kepada pasien dalam bentuk pelayanan tambahan. Tujuan utama tim ini adalah
mendukung kerja tim inti.

5. Pelayanan pendukung (support services)


Terdiri dari staf yang menyediakan pelayanan tidak langsung kepada pasien, misalnya
penyediaan logistik.

6. Administrasi (administration)

12
Merupakan pemimpin eksekutif dari sebuah unit dan memiliki tanggung jawab 24 jam
untuk keseluruhan fungsi dan manajemen organisasi. Tugas tim ini adalah:

- menciptakan dan mensosialisasikan tujuan/visi


- mengembangkan dan menegakkan kebijakan
- menetapkan target kerja bagi staf
- menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan yang efektif
- membuat tim bertanggung jawab atas kinerjanya
- mendefinisikan budaya organisasi

Gambar 3. Sistem Tim Pelayanan Kesehatan untuk Pasien menurut STEPPSTM


Prinsip-prinsip dari kolaborasi pelayanan kesehatan adalah:vi

1. Pelayanan yang berpusat pada pasien (patient-centered care)


2. Terdapat hubungan dokter-pasien yang baik (recognition of patient-physician relationship)
3. Terdapat pemimpin yang efektif (physician as the clinical leader)
4. Terdapat rasa saling menghormati (mutual respect and trust)
5. Terdapat komunikasi yang efektif (clear communication)
6. Terdapat kejelasan peran dan lingkup pelayanan kesehatan (clarification of roles and scopes
of practice)
7. Terdapat kejelasan tanggung jawab (clarification of accountability and responsibility)
8. Terdapat perlindungan kesalahan untuk seluruh anggota tim (liability protection for all
members of the team)
9. Terdapat sumber daya manusia dan fasilitas yang memadai (sufficient human resources and
infrastructure)
10. Terdapat pendanaan dan pengaturan pembayaran yang memadai (sufficient funding and
payment arrangements)
11. Terdapat sistem edukasi yang baik (supportive education system)
12. Terdapat penelitian dan evaluasi (research and evaluation)

Sebuah kolaborasi tim kesehatan yang efektif akan memiliki banyak manfaat, antara lain:ii,vi,viii

- meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien (misalnya menurunkan waktu menunggu)

13
- meningkatkan keselamatan pasien (patient safety) dan menurukan kesalahan medis
(medical errors)
- meningkatkan koordinasi dan efisiensi pelayanan
- meningkatkan moral dan menurunkan tingkat kelelahan dan kejenuhan staf

Pada kolaborasi tim kesehatan, terdapat beberapa indikator untuk keefektifan suatu tim, dilihat dari
sisi organisasi, tim, pasien, dan staf (lihat Tabel 1).ii
Tabel 1. Indikator Efektivitas Tim Kolaborasi Kesehatan

Komponen-komponen yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kolaborasi tim kesehatan yang
efektif pada dasarnya sama dengan komponen-komponen team work yang efektif yang telah
disebutkan di bagian I, dengan kekhususan yang dapat dilihat pada Gambar 4.vii

Gambar 4. Komponen-komponen Kolaborasi Tim Kesehatan menurut STEPPSTM


Menurut STEPPS, sebuah tim kesehatan yang efektif akan menghasilkan:

- Pengetahuan (knowledge) berupa model pemikiran yang sama (shared mental model)
- Perilaku (attitude) berupa kepercayaan dan orientasi tim

14
- Kinerja (performance) berupa kemampuan beradaptasi, ketepatan/akurasi, produktivitas,
efisiensi, dan keamanan

Secara singkat, Gambar 5 akan menjelaskan komponen-komponen utama dari kolaborasi tim
kesehatan yang efektif.vii

Gambar 5. Komponen Utama Kolaborasi Tim Kesehatan yang Efektif menurut STEPPSTM

Sumber lain menyebutkan bahwa terdapat lima karakteristik kolaborasi tim kesehatan yang
efektif pada tingkat pelayanan kesehatan primer, yaitu (lihat Gambar 6): ix

- Terdapat pemahaman dan rasa saling menghormati akan peran setiap anggota tim
- Terdapat pemahaman bahwa dibutuhkan usaha untuk mencapai teamwork
- Terdapat pemahaman tentang pelayanan kesehatan primer
- Memiliki pengetahuan praktis mengenai pelayanan pasien bersama
- Komunikasi. Ini adalah aspek yang paling penting dalam kolaborasi tim kesehatan yang
efektif.

15
Gambar 6. Karakteristik Kolaborasi Tim Kesehatan yang Efektif pada Tingkat Pelayanan Kesehatan
Primer
Seperti semua tim yang lain, dibutuhkan proses untuk mencapai kolaborasi tim kesehatan yang
efektif, seperti juga proses pembentukan tim apapun, melalui 4 tahap berikut:ii

1. Forming
Pada tahap ini anggota tim biasanya masih memiliki pertahanan diri, komunikasi bersifat
superfisial dan tidak personal, dan pembagian tugas biasanya belum jelas.

2. Storming
Ini adalah tahap yang sulit karena biasanya terdapat konflik antara anggota tim dan
pemberontakan pada pembagian tugas.

3. Norming
Pada tahap ini komunikasi yang terbuka antar anggota tim telah terbentuk dan tim mulai
dapat melakukan tugasnya dengan baik.

4. Performing
Pada tahap ini tim telah memfokuskan perhatiannya pada tugas yang ada untuk mencapai
tujuan tim. Tim sekarang bersifat saling mendukung, percaya satu sama lain, dan efektif.

Terdapat beberapa tips untuk membangun sebuah kolaborasi tim kesehatan yang efektif:xii

- Memastikan semua anggota tim baru telah terorientasi dengan baik pada tempat kerjanya
- Merekrut staf yang - di samping memiliki keterampilan khusus bidangnya – nampak nyaman
dan efektif bila bekerja bersama-sama atau dalam tim.
- Memperjelas deskripsi peran, terutama di mana tampaknya terdapat potensi tumpang
tindih.
- Memastikan anggota tim bertemu secara teratur dengan agenda yang jelas.
- Memastikan setiap anggota tim memiliki kesempatan untuk mengutarakan masalahnya baik
secara langsung dengan pimpinan/administrasi atau pada pertemuan tim.
- Memastikan semua anggota tim terlibat sejak awal dalam perencanaan untuk kegiatan di
mana mereka akan terlibat.
- Memberikan kesempatan bagi anggota tim untuk saling mengenal satu sama lain
- Memastikan ada visi bersama.
- Memberikan kesempatan bagi anggota tim untuk berkumpul secara sosial
- Mengakui kontribusi kolektif dan prestasi dari semua anggota tim.

16
- Memperimbangkan pengadaan newsletter secara reguler untuk semua staf untuk memberi
tahu mereka informasi mengenai apa yang terjadi.
- Mengidentifikasi dan mengatasi potensi konflik antara anggota staf sedini mungkin.

Bila efektivitas sebuah kolaborasi tim kesehatan telah tercapai, efektivitas tersebut tetap perlu
dijaga dengan cara-cara berikut:xii

- Pemeliharaan fokus bersama


- Penilaian ulang tujuan tim/proyek secara rutin
- Komunikasi rutin yang berlangsung teru-menerus
- Pemecahan kesulitan atau konflik bila muncul
- Pertemuan rutin dimana semua anggota terlibat
- Pengakuan akan kontribusi semua anggota tim
- Pengakuan akan dampak dari kedatangandan kepergian seorang anggota tim
- Orientasi anggota tim baru yang baik
- Kesempatan untuk anggota tim bertemu secara sosial

Kolaborasi tim kesehatan perlu diupayakan pada setiap tingkat sistem pelayanan kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu tempat yang digunakanuntuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan olehpemerintah, pemerintah daerah, danf atau masyarakat. x

Terdapat beberapa tingkatan pelayanan kesehatan berdasarkan ketersediaan sarana-prasarana


fasilitas pelayanan kesehatan tersebut, yaitu:x,xi

1. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang memberikan pelayanan kesehatan dasar,melayani masyarakat pada suatu wilayah,
biasanya beberapa desa/kelurahan. Sebuah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer
melakukan promosi, perlindungan, pencegahan kesehatan, tindakan diagnostik sederhana,
kegiatan kuratif dan rehabilitatif bagi pasien rawat jalan, biasanya tidak memiliki tempat
tidur selain yang dibutuhkan untuk keadaan darurat dan perawatan bersalin. Contoh dari
pelayanan kesehatan tingkat primer adalah puskesmas.
Banyak program/layanankolaboratifyang dapat disediakan olehTim Kolaborasi Kesehatandi
tingkat pelayanan kesehatan primer, misalnya: xii

- Perawatan reproduksi primer (misalnya pre-natal, kebidanan, perawatan post-natal dan


bayi baru lahir)
- Perawatan kesehatan jiwa primer
- Perawatan paliatif primer
- Fasilitas dukunganperawatan di rumah
- Edukasi pasien
- Program manajemen penyakit kronis-diabetes, penyakit kardiovaskular, obesitas,
arthritis, asma, depresi
- Promosi kesehatandan pencegahan penyakit
- Kesehatan ibu dan anak
- Kesehatan dan keselamatan kerja

17
- Perawatan orang lanjut usia yang rentan
- Perawatan ketergantunganobat
- Pelayanan rehabilitasi fisik
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama, biasanya rumah sakit kabupaten yang
merupakan fasilitas rujukan yang menyediakan perawatan medis 24 jam. Fasilitas ini mungkin
berukuran sangat kecil dengan hanya beberapa tempat tidur, layanan laboratorium yang sangat
dasar dan, jika ada, peralatan pencitraan, dan operasi sederhana yang dilakukan dengan
anestesi lokal.
3. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat sekunder, rumah sakit yang lebih canggih (mungkin rumah
sakit propinsi) yang selain menyediakan pelayanan kesehatan dasar juga menyediakan
perawatan multi-spesialis.
4. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat akhir, rumah sakit yang paling canggih terletak di ibukota
nasional atau propinsi atau kota besar lainnya, biasanya berupa rumah sakit pendidikan,
menyediakan perawatan medis tingkat tertinggi yang tersedia di suatu negara atau wilayah.
Fasilitas pelayanan kesehatan ini menyediakan pelayanan kesehatan dasar, pelayanan
kesehatan spesialistik, dan pelayanan kesehatan sub-spesialistik.

i
Canadian Health Services Research Foundation. Teamwork in healthcare: promoting effective teamwork in
healthcare in Canada. 2006.
ii
World Health Organization. Patient safety curriculum guide for medical schools: topic 4: being an effective
team player. 2009.
iii
Mickan S, Rodger S. Characteristics of effective teams: a literature review. Australian Health Review, 23(3),
201 – 208, 2000.
iv
West, M. Reflexivity, revolution, and innovation in work teams. In: Beyerlein MM, Johnson DA, Beyerlein ST
(eds.). Advances in interdisciplinary studies of work teams (Vol. 5, pp. 1 – 9). Stamford, Connecticut: JAI Press.
2000.
v
Royal College of Nursing.Developing and sustaining effective teams. 2009.
vi
Canadian Medical Association.Putting patients first®: patient-centered collaborative care, a discussion paper.
2007.
vii
Agency for Healthcare Research and Quality. Team STEPPS pocket guide: strategies and tools to enhance
performance and patient safety. 2008.
viii
University of Manitoba. Interprofessional Practice Education in Clinical Settings: Immersion Learning
Activities. 2011.
ix
Sargeant j, Loney e, Murphy g. Effective interprofessional teams: “contact is not enough” to build a team.
Journal of Continuing Education in the Health Professions, 28(4):228–234, 2008.
x
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 6 tahun 2013 tentang Kriteria Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Terpencil, Sangat Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak Diminati.
xi
World Health Organization. WHO levels of health services: definitions.
xii
Family Health Teams. Guide to Collaborative Team Practice. 2005.

18
MINGGU 3
25 FEBRUARI 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu Lokasi
13.00-15.00 Pleno: 2 narasumber di 5 ruangan besar
Konsep Kolaborasi setiap ruangan besar kapasitas @200 orang

Pemilihan kelompok mahasiswa


yang presentasi akan ditentukan
secara acak
Setelah beberapa kelompok
mempresentasikan hasil
diskusinya, narasumber
memberikan klarifikasi dan
umpan balik

19
MINGGU 4
4 MARET 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

13.00-14.45 Dinamika Kelompok II: Tutor 41 ruang kecil


Peran Profesi Kesehatan (kapasitas 20 orang)

Kegiatan pembinaan dinamika


kelompok (team building) I terdiri
dari 2 permainan, yaitu :
-komunikasi interpersonal
-klarifikasi peran
dan diakhiri dengan debriefing

14.45-15.00 Persiapan topik: Peran Profesi 41 ruang kecil


Kesehatan (kapasitas 20 orang)

Pembagian tugas di kelompok


kecil berdasarkan pertanyaan di
SCeLe

20
DINAMIKA KELOMPOK II

A. KOMUNIKASI 1 (Komunikasi Interpersonal)


Tujuan 1. Untuk mempelajari hambatan bahasa yang dapat berkontribusi
dalam menghancurkan komunikasi
2. Untuk mendemonstrasikan rasa khawatir dan frustasi yang
dapat dirasakan ketika berkomunikasi di bawah situasi yang
sulit
3. Untuk mengilustrasikan dampak dari komunikasi nonverbal
ketika komunikasi verbal tidak efektif atau dilarang
Waktu Penyajian ±60 menit
Jumlah Peserta Kelas dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing berjumlah 5 orang.
Disain Ruangan Ruangan kelas yang memungkinkan peserta untuk bergerak dan
berjalan dengan bebas
Alat Bantu 1. Alat tulis
2. Kertas untuk setiap peserta
Prosedur 1. Tutor membagi kelas menjadi 4 kelompok
2. Ketika kelompok telah terbentuk, Tutor mengumumkan bahwa
setiap kelompok membuat bahasa sendiri. Bahasa ini harus
berbeda dari Bahasa Indonesia dan termasuk didalamnya:
a. Sapaan, misalnya: hallo, selamat pagi
b. Deskripsi dari beberapa benda (misalnya: mobil), orang
(misalnya: dosen/pacar/ibu) atau acara (misalnya
kuliah, perkawinan, piknik)
c. Penilaian terkait sebuah benda atau orang, misalnya:
bagus-jelek; baik-jahat; pandai-bodoh
d. Selamat tinggal, misalnya sampai jumpa
Setiap anggota kelompok harus dapat “berbicara” sesuai
dengan bahasa kelompok pada akhir dari langkah ini (20 menit)
3. Dalam kelompok masing-masing, setiap anggota kelompok
memberi nomor pada masing-masing sesuai urutan (misal 1-5).
Kelompok kemudian mendiskusikan bahasa barunya
4. Tutor menginstruksikan semua anggota kelompok nomor 1
berpindah ke kelompok yang lain dan selama 3 menit
berinteraksi dengan kelompok barunya tanpa menggunakan
bahasa Indonesia atau bahasa resmi lainnya.
5. Tutor memberi instruksi agar anggota nomor 1 kembali ke
kelompok awal untuk menceritakan pengalamannya di
kelompok baru selama 3 menit. Begitu seterusnya sampai
setiap anggota memperoleh kesempatan yang sama.

21
Acuan untuk Acuan Diskusi:
Diskusi dan 1. Ketika kelompok awal telah berkumpul kembali, Tutor
Pembahasan Tutor menginstruksikan mereka untuk mendiskusikan aktivitas ini dan
menjawab pertanyaan berikut:
a. Apa yang diilustrasikan dalam permainan ini mengenai
komunikasi?
b. Apa yang anda rasakan selama permainan berlangsung?
c. Apa pelajaran yang bisa kamu ambil?
2. Tutor memimpin diskusi mengenai masalah yang dihadapi
orang-orang yang tidak mengerti bahasa tertentu dan kesulitan
yang dihadapi orang tunanetra dalam berkomunikasi.

Pembahasan:
• Memahami bahasa merupakan hal yang penting dalam
komunikasi
• Bahasa yang tidak sama/tidak dimengerti akan menimbulkan
rasa frustasi, tidak percaya pada kelompok lain dan
tanggapan negatif atau apriori
• Dalam kolaborasi interprofesional masing-masing kelompok
harus belajar memahami bahasa dari kelompok lainnya
• Dengan memahami bahasa dan kebiasaan yang sama,
anggota kelompok dapat merasa nyaman dalam berinteraksi
dengan profesi lainnya

22
DINAMIKA KELOMPOK II

B. Kerjasama (Klarifikasi Peran: Aktivitas Team-Building)


Tujuan 1. Untuk mengklarifikasi ekspektasi yang dimiliki anggota
kelompok mengenai peran anggota lain serta konsep yang
dimiliki mengenai peran masing-masing
2. Untuk menjelaskan pentingnya mendengarkan dan memahami
pendapat orang lain tentang profesi

Waktu Penyajian ±60 menit


Jumlah Peserta Kelas dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok sesuai
fakultasnya
Disain Ruangan Ruangan tertutup dengan dinding yang dapat digunakan untuk
menempel
Alat Bantu 1. Kertas flipchart sebanyak jumlah kelompok, spidol, selotip
2. Kertas dan alat tulis untuk setiap peserta

23
Prosedur 1. Tutor menjelaskan 2 aspek dari peran:
a. Ekspektasi peran: apa yang diharapkan orang lain
mengenai tanggung jawab seseorang dan bagaimana dia
seharusnya berprilaku
b. Konsep peran: apa yang diketahui seseorang mengenai
pekerjaannya dan bagaimana dia “diajarkan” tentang hal
tersebut.
2. Tutor menjelaskan tentang tujuan dari kegiatan ini, yaitu untuk
mengklarifikasi ekspektasi yang dimiliki anggota kelompok
mengenai peran profesi teman lainnya dan konsep yang dimiliki
mengenai peran masing-masing.
3. Tutor menginstruksikan kelompok untuk membuat catatan
mengenai profesi mereka kelak dalam 2 aspek yang telah
didiskusikan sebelumnya untuk masing-masing profesi (10
menit). Setiap kelompok hanya membahas profesinya saja dan
tidak membahas profesi kelompok lain.

Harapan: Profesi ………………… Tanggapan: ……………………..


Konsep: Profesi ………………… Tanggapan: ……………………..

4. Tutor memanggil salah satu kelompok untuk menjelaskan


perannya dalam kelompok. Anggota yang lain mencatat
pemahaman kelompok
5. Kelompok menjelaskan apa yang mereka pikirkan tentang
“Ekspektasi peran” profesi lain terhadap perannya.
6. Tutor mencatat poin-poin kunci di kertas karton. Anggota
kelompok lain hanya diperbolehkan menanyakan pertanyaan
klarfikasi dan tidak boleh berdebat.
7. Kelompok kemudian bertanya kepada anggota lain dan
menuliskan di karton mengenai ekspektasi mereka yang
sebenarnya. (Fasilitator menjaga agar kelompok yang
presentasi tetap mendengarkan dengan seksama dan hanya
mengintervensi jika terjadi perbantahan)
8. Tutor memimpin diskusi mengenai kesalah pahaman dalam
ekspektasi tanpa menjelaskan mengenai profesi yang
sebenarnya.
9. Selanjutnya, kelompok menjelaskan “konsep peran”
menurutnya (hanya pertanyaan klarifikasi yang diperbolehkan)

24
10. Langkah selanjutnya adalah mengulangi langkah yang sama
untuk kelompok yang lainnya
11. Diskusi untuk masing-masing kelompok (5-8 menit)

Acuan untuk Acuan Diskusi:


Diskusi dan Tutor memimpin diskusi untuk proses klarifikasi peran. Jelaskan
Pembahasan Tutor perlunya diadakan negosiasi ulang untuk menyamakan persepsi
tentang masing-masing profesi

Pembahasan:
• Ekspektansi profesi lain seringkali berbeda dengan apa yang
sebenarnya menjadi tugas dan tanggung jawabnya
• Jika hal ini terjadi dalam kolaborasi interprofesional maka
pasien akan terkorbankan
• Kunci utama adalah komunikasi untuk mengklarifikasi peran
dan tugas serta negosiasi agar ekspektansi sesuai dengan
peran dan tanggung jawabnya

25
PERSIAPAN TOPIK 2: PERAN PROFESI KESEHATAN

Metode Pemelajaran: Question Based Learning

Pertanyaan:

1. Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran profesi dokter?


2. Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran profesi dokter gigi?
3. Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran profesi apoteker?
4. Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran profesi perawat?
5. Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran tenaga kesehatan masyarakat?
6. Bagaimana sejarah perkembangan, kompetensi, dan peran ahli gizi?
7. Aspek apakah yang dapat menjadi hambatan terciptanya kolaborasi interprofesional?
8. Strategi apakah yang perlu digunakan untuk mencapai kolaborasi interprofesional yang
efektif?

Pembagian tugas untuk sesi QBL konsep kolaborasi:


Dibagi menjadi 4 kelompok (masing-masing beranggotakan 5 orang).

Pertanyaan
Kelompok 1 1 dan 2
Kelompok 2 3 dan 4
Kelompok 3 5 dan 6
Kelompok 4 7 dan 8

26
MINGGU 5
11 MARET 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu
13.00-15.00 Diskusi Kelompok: Tutor 41 ruang kecil
Peran Profesi Kesehatan (kapasitas 20 orang)

Metode QBL
• 30’ - pengarahan oleh tutor,
mahasiswa melengkapi
informasi dari tugasnya,
diskusi dalam kelompok (5
orang) dan menyusun
presentasi
• 60’- presentasi dan diskusi
dalam kelas (20 orang) untuk
berbagi pengetahuan. Diskusi
bersifat terbuka, setiap
mahasiswa harus secara aktif
berpartisipasi di dalamnya.
Tutor mengamati diskusi dan
membuat beberapa catatan
• 30’- masukan dan umpan
balik dari tutor yang
berhubungan dengan topik

27
No Pertanyaan Referensi
1 Bagaimana sejarah Lubis, F. Dokter keluarga sebagai tulang punggung dalam sistem
perkembangan, fungsi pelayanan kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia 2008;58(2):27-
kompetensi, dan peran 34
profesi dokter? British Medical Association Health Policy and Economic Research
Unit. The role of the doctor: building on the past, looking to the
future. 2008. pp.2-17
Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
2012
Boelen C. The five-star doctor: an asset to healthcare reform? WHO,
1996. Available from: http://www.who.int/hrh/en/HRDJ_1_1_02.pdf
2 Bagaimana sejarah
perkembangan, fungsi
kompetensi, dan peran
profesi dokter gigi?

3 Bagaimana sejarah 1. The role of the pharmacist in the health care system.
perkembangan, fungsi Preparing the future pharmacist: curricular development.
kompetensi, dan peran Report of the third WHO Consultative Group on the Role of
profesi apoteker? the Pharmacist, Vancouver, Canada, 27–29 August 1997.
Geneva: World Health Organization; 1997. Document no.
WHO/PHARM/97/599. Available at:
http://www.who.int/medicines/.
2. American Society of Hospital Pharmacists. ASHP statement on
pharmaceutical care. Am J Hosp Pharm. 1993; 50:1720–3.
3. The role of the pharmacist in the health care system: Report
of a WHO consultative Group, New Delhi, India, 13-16
December 1988 and Report of A WHO Meeting, Tokyo, Japan,
31 August -3 September 1993 (WHO/PHARM/94.596).
4. Undang – undang No 23 Th 1992 tentang Kesehatan.
5. SK. Menkes No 1027/ Menkes/ SK/ IX/ 2004 tentang Standart
Pelayanan di Apotik.
6. Peraturan Pemerintan No. 51/2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
7. Keputusan MenKes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

28
4 Bagaimana sejarah 1. Alligood M. R., & Alligood & Tomey A., M. (2002). Nursing
perkembangan, fungsi theorists and their work. St.Louist Missouri: Mosby Inc
kompetensi, dan peran 2. Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia.(2010). Kurikulum
profesi perawat? pendidikan ners. Jakarta: AIPNI
3. Depkes. (2006). Pedoman pengembangan jenjang karir
profesional perawat. Jakarta: Direktorat Keperawatan dan
Keteknisian Medik Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Depkes RI
4. Depkes. (2005). Standar Tenaga Keperawatan di Rumah
Sakit. Jakarta: Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Depkes RI
5. Hariyati, R.T.S., (2004). Sistem Informasi manajemen
Keperawatan berbasis komputer, sudah perlukah? Jurnal
Keperawatan Indonesia, Vol.6 no.1
6. ICN (2010). Defining of nurses. cited from
http://www.icn.ch/about-icn/icn-definition-of- nursing
7. Marquis.B.,L and Huston,C.,J .(2004). Management and
leadership in nursing and health care. New York: Springer
Pub.
8. Montalvo, I. (2007). The National database of nurse quality
indicators. The on line
9. Journal International Nursing, Vol 12. Available at
www.nursingworld.org/
10. Royal Colloge of Nursing (2003). Defining of nursing. UK:RVN
Pub
11. Swansburg, R.,C., & Swansburg, J.,R.(2006). Introductory
management and leadership for Nurses. Toronto: Jones and
Bartlert Pub.Ca.
12. Swansburg, R.,C. (2006). Management and leadership for
nurse administration. Boston:
Jones and Bartlert Pub
Undang-Undang RI Tahun 2009 Nomor 36 tentang Kesehatan.
Jakarta
5 Bagaimana sejarah
perkembangan, fungsi
kompetensi, dan peran
tenaga kesehatan
masyarakat?
6 Bagaimana sejarah
perkembangan, fungsi
kompetensi, dan peran
ahli gizi?
7 Aspek apakah yang Canadian Medical Association. Putting patients first: patient-centred
dapat menjadi collaborative care-a discussion paper.2007. pp.3
hambatan terciptanya Ontario Family Health Teams. Guide to collaborative team practice.
kolaborasi 2005. pp.10
interprofesional? Victorian Quality Council. Promoting effective communication among
healthcare professionals to improve patint safety and quality of care.
2010.pp.5

29
Queen’s Office of Interprofessional Education and Practice. Timely
open communication for patient safety. pp.10
O’Daniel M, Rosenstein AH. Professional communication and team
collaboration. In: Patient safey and quality: a handbook guide for
nurses. pp.3-5
8 Strategi apakah yang Borrill C, West M. How good is your team? A guide for team
perlu digunakan untuk members. pp.3-12
mencapai kolaborasi Borrill C, et al. Team working and effectiveness in healthcare: findings
interprofesional yang from the healthcare teams effectiveness project. pp.7-12
efektif? Canadian Health Service Research Foundation. Teamwork in
healthcare: promoting effective teamwork in healthcare in Canada.
2006.pp. 6-19
Canadian Medical Association. Putting patients first: patient-centred
collaborative care-a discussion paper.2007. pp.4-12
Mickan SM, Rodger SA. Effective healthcare teams: a model of six
characteristics developed from shared perceptions. Journal of
Interprofessional Care 2005;19(4): pp.358-70
Ontario Family Health Teams. Guide to collaborative team practice.
2005. pp.6-9
O’Daniel M, Rosenstein AH. Professional communication and team
collaboration. In: Patient safey and quality: a handbook guide for
nurses. pp.2-3, pp.9-10
Victorian Quality Council. Promoting effective communication among
healthcare professionals to improve patient safety and quality of
care. 2010.pp.4, pp.6, pp.8
Queen’s Office of Interprofessional Education and Practice. Timely
open communication for patient safety. pp.18-19
Marshall S, Harrison B, Flanagan J. The teaching of a structured tool
improves the clarity and content of interprofessional clinical
communication. Quality of safety healthcare 2009;18:137-40
Sargeant J, Loney E, Murphy G. Effective interprofessional teams:
“contact is not enough”to build a team. Journal of Continuing
Education in Health Profession 2008;28(4):228-34

30
PERAN PROFESI DOKTER
1. Sejarah perkembangan profesi dokter dunia1
Gambaran awal profesi ‘dokter’ sebagai penyembuh (healer) yang dikenal oleh masyarakat kuno
berbeda dengan peran yang dijalankan dokter di masa kini, dan tentunya bentuk ini akan terus
menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan yang ada di masyarakat. Profesi dokter pada masa
kuno bermula dari kebudayaan masyarakat Cina, Mesir, Yunani, dan Romawi.

2. Sejarah perkembangan profesi dokter Indonesia2


Pendidikan kedokteran di Indonesia bermula pada masa penjajahan Belanda dengan
didirikannya Sekolah Dokter Jawa di tahun 1851. Latar belakang pendirian institusi ini adalah
sebagai upaya penanggulangan wabah penyakit menular yang tengah marak pada zaman
tersebut, yaitu malaria, cacar, dan pes. Vaksinasi merupakan kunci utama pencegahan penyakit
dan untuk menyelenggarakannya secara intensif dibutuhkan tenaga juru suntik dalam jumlah
banyak. Bermula dari kebutuhan ini, maka yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda adalah
merekrut tenaga muda yang dididik dari awal, dan bukan melatih dukun dan tenaga penyembuh
tradisional yang sudah ada di masyarakat. Hal ini membedakan bentuk awal pendidikan
kedokteran di Indonesia dengan di negara lain, seperti Cina, Mesir, dan India. Lulusan Dokter
Jawa mengabdikan dirinya pada Pemerintah dan ditempatkan di daerah yang membutuhkan.
Pada permulaan abad ke-20 Sekolah Dokter Jawa berevolusi menjadi STOVIA (School tot
Opleiding voor Inlandsche Artsen) yang kemudian menjadi GHS (Genees kundige Hoge School)
pada tahun 1927.

Seiring dengan perkembangan pendidikan dirumuskanlah standar kompetensi dokter yang


ditetapkan secara nasional. Standar yang dikenal sebagai Standar Kompetensi Dokter Indonesia
tersebut terdiri dari:3

1. Profesionalitas yang luhur


2. Mawas diri dan pengembangan diri
3. Komunikasi efektif
4. Pengelolaan informasi
5. Landasan ilmiah ilmu kedokteran
6. Keterampilan klinis
7. Pengelolaan masalah kesehatan

3. Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia2


Pelayanan kesehatan bertujuan untuk membantu meningkatkan taraf kesehatan dan kualitas
hidup individu maupun masyarakat. Tujuan ini diharapkan tercapai dengan jalan memahami
patofisiologi penyakit, melakukan upaya promotif dan pencegahan, serta memberikan
penatalaksanaan yang tepat dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

Hampir 80% dari masalah kesehatan yang ada di masyarakat ditangani pada strata primer.
Karenanya mutu pelayanan pada strata primer memegang peranan penting dalam upaya
meningkatkan kesehatan masyarakat. Tidak hanya upaya kuratif, bentuk preventif perlu
digalakkan oleh strata primer, misalnya dengan menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat,
kebiasaan medical check-up, dan deteksi dini penyakit.

31
4. Peran dokter dalam sistem pelayanan kesehatan
Dokter dianggap sebagai tenaga utama penyelenggara pelayanan kesehatan. Bersama dengan
profesi terkait lainnya, seperti perawat, ahli gizi, dan ahli farmasi; dokter berupaya memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas.

WHO mencetuskan konsep 5-star doctors sebagai berikut:4

1) Dokter sebagai care provider


Dalam memberikan pelayanan kepada pasien secara holistik dokter harus
mempertimbangkan berbagai aspek (fisik, mental, sosial). Tatalaksana yang diberikan
tidak hanya bersifat kuratif, namun juga mencakup aspek preventif dan promotif.

2) Dokter sebagai decision maker


Saat menjalankan tugasnya, dokter diharuskan mengambil keputusan berdasarkan
pertimbangan klinisnya terkait penanganan pasien. Pengambilan keputusan harus
memperhatikan latar belakang sosial ekonomi pasien serta budaya lingkungannya.

3) Dokter sebagai communicator


Kesembuhan pasien akan sangat ditentukan oleh motivasi yang dimiliki oleh pasien
tersebut. Pemilihan terapi secara tepat tidak cukup untuk menjamin kesembuhan pasien
apabila tidak ditunjang dengan keterlibatan pasien itu sendiri dan keluarganya . Untuk
mendorong pasien dan keluarga berpartisipasi dalam pengobatan perlu keterampilan
komunikasi yang baik pada dokter.

4) Dokter sebagai community leader


Upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat membutuhkan peran serta aktif
berbagai pihak dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, dokter perlu
berperan sebagai pemimpin dalam masyarakat

5) Dokter sebagai manager


Dalam menjalankan berbagai peran di atas, dokter berperan sebagai manajer. Dokter
dituntut mampu menggali informasi yang dibutuhkan dan bekerja sama dengan tim yang
berasal dari berbagai disiplin ilmu untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik.

Dalam menjalankan perannya, keterlibatan anggota tim kesehatan lainnya seperti dokter gigi,
perawat, ahli gizi, dan ahli farmasi sangat penting. Kerjasama yang harmonis antara pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan akan mendukung terwujudnya pelayanan kesehatan yang
prima dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.

32
PERAN KEPERAWATAN PROFESIONAL

1. Definisi dan Peran Fungsi Keperawatan

Keperawatan adalah salah satu profesi di bidang kesehatan yang mempunyai kontribusi
terhadap kualitas pelayanan kesehatan.Keperawatan didefinisikan sebagai suatu bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Keperawatan merupakan profesi yang memberikan perawatan kepada individu untuk
meningkatkan, mempertahankan atau mengembalikan masalah kesehatan dan untuk
mencapai hidup yang berkualitas (Royal College of Nursing, 2003).

Keperawatan adalah kegiatan pemberian pelayanan keperawatan secara mandiri maupun


kolaborasi kepada individu, keluarga, masyarakat pada semua kondisi yang mencangkup
promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan orang sakit mengalami kecacatan dan
persiapan mengahadapi kematian. Keperawatan juga berfungsi sebagai advokasi pasien,
berpartisipasi dalam mengambangkan kebijakan kesehatan, edukasi dan penelitian
(International Council of Nurses, 2010).

Perry dan Potter (2001), mendefinisikan bahwa seorang perawat dalam tugasnya harus
berperan sebagai: pemberi asuhan keperawatan langsung, kolaborator, pendidik, konselor,
advocator, change agent dan peneliti. Keperawatan langsung artinya keperawatan
mempunyai peranan dalam melaksanakan asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian,
menetapkan tujuan dan criteria hasil keperawatan, menetapkan diagnosis keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.Kolaborator artinya berperan sebagai
tim yang harus bisa bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya demi pelayanan kepada klien
(pasien dan keluarga). Pendidik merupakan peran yang tidak kalah pentingnya dimana
seorang perawat harus mampu menjadi educator untuk klien terkait edukasi kesehatan yang
harus diberikan dalam setiap perawatan.Konselor artinya sebagai tempat bertanya, dan
tempat berkonsultasi, untuk menjadi peran konselor ini maka seorang perawat perlu
mempunyai ilmu dan pengetahuan.Advocator artinya seorang perawat harus menjadi
pembela terkait kualitas dan pelayanan kepada klien yang dapat
dipertanggungjawabkan.Change agent diarahkan pada perubahan yang baik dimana
seorang perawat harus mampu menjadi leader dalam perubahan untuk peningkatan
pelayanan keperawatan, sedangkan peneliti diarahkan bahwa seorang perawat harus
mengembangkan ilmu dan pengetahuan sesuai evidence base yang ditemukan melalui riset-
riset keperawatan.

Seorang perawat juga harus mempunyai 12 kompetensi dasar sesuai Proses Delphi dari
Persatuan Perawatan Nasional Indonesia (PPNI) (Asosiasi Institusi Pendidikan Ners
Indonesia, 2010).

Disampaikan sebagai perawat generalis harus mempunyai kompetensi yaitu:


1) kemampuan dalam pemeriksaan fisik,
2) prosedur pemberian obat secara 12 benar,
3) pemberian oksigen, suksion, nebulisasi, fisioterapi dada, dan postural drainage
4) prosedur pemasangan infuse dan enteral,
5) prosedur pemasangan kateter urin,

33
6) prosedur pemasangan selang nasogastrik,
7) prosedur pencegahan cedera,
8) resusitasi jantung paru (basic life support=BLS)
9) perawatan luka,
10) pemberian tranfusi darah dan produknya,
11) prosedur pencegahan infeksi nosokomial, dan
12) kemampuan pendokumentasian dan pelaporan

RCN 2003 menyampaikan ada enam tujuan dari keperawatan yaitu 1) meningkatkan
promosi dan pemeliharaan kesehatan, 2) memberikan perawatan, 3) membantu pemulihan
4) meningkatkan kemandirian, 5) membantu pemenuhan kebutuhan pasien, dan 6)
mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup.

Berdasarkan beberapa uraian yang telah disampaikan dapat diambil kesimpulan bahwa
perawat dalam pelayanannya mempunyai ciri khas tersendiri, perawat bukan melaksanakan
pengobatan, bukan pembantu medis dalam memberi pengobatan tetapi lebih ke arah
pemberian perawatan, kegiatan promosi, pemeliharaan, pemulihan, pemenuhan kebutuhan
manusia, meningkatkan kemandirian dan membantu mempertahan kualitas hidup baik di
tatananan rumah sakit, keluarga, kelompok dan masyarakat. Perawat, walaupun mempunyai
peran dan fungsi yang spesifik, namun seorang perawat perlu melaksanakan peran
kolaborasi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dimana perawat harus mendukung
perubahan peran untuk mendukung peningkatan pelayanan pada tabel 1:

2. Jenjang Karir dalam Keperawatan

Perawat dalam menjalankan tugasnya mempunyai pengembangan jenjang karir yang


mencakup empat peran yaitu perawat klinik (PK), perawat manajer (PM), perawat pendidik
(PP) dan perawat periset (PR).Perawat klinik adalah perawat yang memberikan asuhan
keperawatan langsung kepada pasien/klien baik individu, keluarga, kelompok maupun

34
masyarakat. Sedangkan perawat profesional adalah perawat dengan latar belakang
pendidikan minimal berpendidikan sarjana keperawatan dan telah mengikuti profesi
keperawatan. Perawat manajer adalah perawat yang mengelola pelayanan keperawatan,
sedangkan perawat pendidik adalah perawat yang memberikan pendidikan kepada peserta
didik dan perawat periset adalah perawat yang bekerja di bidang penelitian
keperawatan/kesehatan (Depkes, 2006).

Peningkatan jenjang karir untuk perawat klinik harus memenuhi persyaratan tingkat
pendidikan, pengalaman kerja klinik keperawatan sesuai area kekususan serta persyaratan
kompetensi yang telah ditentukan. Jenjang perawat klinik dibagi menjadi IV yaitu Perawat
Klinik/PK I, II, III, V dan V. PK I (novice) adalah perawat lulusan DIII dengan pengalaman kerja
2 tahun atau Ners dengan pengalaman kerja 0 tahun dan mempunyai sertifikat PK I. PK II
(advance beginner) adalah perawat lulusan DIII keperawatan dengan pengalaman kerja 5
tahun atau Ners dengan pengalaman kerja 3 tahun dan mempunyai sertifikat PK II. PK III
(competent) adalah perawat lulusan DIII keperawatan dengan pengalaman kerja 9 tahun
atau Ners dengan pengalaman klinik 6 tahun atau Ners Spesialis dengan pengalaman kerja 0
tahun dan memiliki sertifikat PKIII. Perawat Klinik IV (proficient) adalah Ners dengan
pengalaman kerja 9 tahun atau spesialis dengan pengalaman kerja 2 tahun dan memiliki
sertifikat PK IV atau Ners Spesialis Konsultan dengan pengalaman kerja 0 tahun. PK V
(expert) adalah Ners spesialis dengan pengalaman kerja 1 tahun dan memiliki sertifikat PK V
(Depkes, 2006).

1. Manajemen Keperawatan
Pembahasan terkait manajemen keperawatan akan dibagi menjadi manajemen pelayanan
asuhan keperawatan dan manajemen pelayanan keperawatan.

1.1 Manajemen Pelayanan Asuhan Keperawatan

Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.


Pelayanan keperawatan berperan penting dalam upaya pencapaian target
pembangunan kesehatan di Indonesia seperti tertuang dalam Undang-Undang
Kesehatan No. 3 tahun 2009 pasal 63 ayat (2) bahwa pelaksanaan pengobatan dan/atau
perawatan dilaksanakan berdasarkanilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara
lain yang dapat dipertanggungjawabkan dan ayat (4) bahwa pelaksanaan pengobatan
dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.

Perawat melaksanakan kegiatan asuhan keperawatan dalam tugasnya.Asuhan


keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik
langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien di sarana atau pelayanan
kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan sistem ilmiah melalui proses
keperawatan dan berdasarkan kode etik serta standar praktik keperawatan (Kepmenkes,
2010).Pelaksanaan asuhan keperawatan, implementasinya dalam suatu kerangka yang
kita kenal dengan Proses Keperawatan.

Proses keperawatan dikembangkan oleh Orlando pada tahun 1950an dengan teori “The
deliberative nursing process”. Teori keperawatan Orlando menekankan adaya hubungan
timbal balik antara pasien dan perawat. Orlando menyebutnya sebagai ”nursing procces

35
discipline” dan ini merupakan alat yang digunakan perawat dalam melaksanakan
fungsinya dalam merawat pasien (Alligood and Alligood & Tomey, 2002).

Perawat profesional dalam melaksanakan fungsinya menggunakan prinsip


pengorganisasian, dimana perawat mengidentifikasi kebutuhan pasien, membantu
memenuhi kebutuhan, memberikan bantuan sesuai kebutuhan pasien (function of
professional nursing organizing principle). Perawat juga harus mampu mengenal perilaku
pasien dengan mengobservasi verbal dan non verbal pasien (presenting behavior-
problematic situation). Perawat harus memberikan respon terhadap kebutuhan pasien
(immediate reaction-internal response) dan melaksanakan interaksi secara total (nursing
process dicipline investigation) serta selalu melaksanakan evaluasi untuk meningkatkan
kualitas dalam membantu pasien (improvement resolution) (Alligood and Alligood &
Tomey, 2002).

Proses keperawatan menurut teori Orem terdiri dari 3 langkah yaitu menetapkan
kebutuhan pasien, menetapkan perencanaan dan melaksanakan pelayanan dan
mengorganisasikan perencanaan, melaksanakan dan mengevaluasi pasien (Alligood &
Tomey, 2002). Proses keperawatan merupakan pendekatan ke pasien yang meliputi
lima komponen yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Pendekatan ini merupakan siklus yang terus-menerus (ANA, 1980; Hsia & Lin, 2006).

Pengkajian adalah merupakan tahapan awal untuk menjawab masalah baik yang
bersifat resiko dan yang bersifat aktual. Langkah yang dilaksanakan adalah pengkajian
data melalui observasi, wawancara, dan pengkajian fisik. Data yang sudah terkumpul
kemudian dianalis.Pengkajian dapat bersifat primer, sekunder dan tersier. Pengkajian
harus berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dirasa dan dibau. Pengkajian akan
menentukan penentuan diagnosis dan langkah proses keperawatan selanjutnya.

Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang mendiskripsikan respon spesifik yang


mencerminkan masalah yang bersifat aktual maupun resiko. Diagnosis keperawatan
yang ditetapkan akan menentukan tujuan dan kriteria evaluasi untuk pencapaian
intervensi keperawatan. Intervensi keperawatanmendikripsikan perencanaan yang akan
dilaksanakan oleh perawat sesuai tujuan yang akan dicapai berdasarkan data analisis
yang sebelumnya sudah diperoleh. Implementasi merupakan praktek keperawatan
sesuai intervensi termasuk di dalamnya reasessment, validasi keakuratan perencanaan
keperawatan, dan dokumentasi keperawatan. Evaluasi merupakan proses
membandingkan kondisi yang dicapai oleh pasien dan dibandingkan dengan tujuan yang
sudah ditetapkan (ANA, 1980; Hsia & Lin, 2006).

Dokumentasi Keperawatan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam


pelaksanaan asuhan keperawatan. Dokumentasi keperawatan merupakan bukti tertulis
dari kegiatan terhadap yang telah dilakukan oleh perawat. Dokumentasi keperawatan
menggambarkan keadaan perkembangan pasien, mencatat asuhan keperawatan yang
telah diberikan, dan mencatat riwayat kesehatan untuk masa yang akan datang
(Hariyati, 2004). Dokumentasi keperawatan merupakan komponen yang penting dalam
praktek keperawatan. Dokumentasi dapat berupa kertas, elektronik, audio, visual yang
digunakan untuk memonitor perkembangan pasien dan sebagai alat komunikasi antara
tim kesehatan (College of Nurses of Ontorio, 2008).

36
Dokumentasi keperawatan juga dapat dijadikan bukti pada pengadilan. Dokumentasi
merupakan salah satu komponen penting yang dapat memberikan kesaksian hukum,
dokumentasi keperawatan menjadi alat komunikasi dan sumber edukasi serta sumber
riset (Kozier, 2008). Walaupun perawat telah melakukan tindakan perawatan dengan
benar tetapi jika tidak dicatat atau dicatat secara tidak lengkap maka tetap tidak dapat
membantu proses yang menguntungkan keperawatan dalam persidangan (College of
Nurses of Ontario, 2008).

a. merefleksikan kondisi pasien, dan meningkatkan kebersinambungan


perawatan
b. alat komunikasi tim dalam menjamin kesinambungan pemberian
pelayanan
c. kesehatan yang meliputi perencanaan perewatan, pengkajian dan
intervensi
d. merupakan komponen integral interprofesional dari dokumentasi pasien
e. mendemonstrasikan komitmen perawat dalam meningkatkan kepuasan,
keselamatan
f. efektivitas dan pelayanan yang etik dengan menampilkan tanggung jawab
dan tanggung gugat dalam pelayanan yang profesional
g. mendemontrasikan hubungan terapeutik antara pasien dan perawat dan
pelayanan keperawatan yang profesional

Paparan dari CNO (2008) tentang fungsi dokumentasi keperawatan menggambarkan bahwa
dokumentasi keperawatan merupakan kegiatan yang esensial yang harus dilaksanakan
dimana dengan dokumentasi yang baik akan meningkatkan kesinambungan keperawatan,
meningkatkan keselamatan pasien, mencegah kelalaian serta dapat menampilkan tanggung
jawab dan tanggung gugat dari perawat.

Beberapa aspek yang harus terdapat dalam dokumentasi keperawatan yang secara hukum
dapat diterima sesuai dengan prinsip-prinsip dokumentasi menurut Kozier (2008), adalah:
a. dokumentasi harus akurat, singkat dan lengkap, sertatidak bertele-tele
b. dokumentasi harus dapat dibaca dan tidak menimbulkan interpretasi yang salah
pembacanya
c. dokumentasi merupakan penulisan yang objektif dari pasien,bersumber dari apa yang
dilihat, dengar, bau dan dirasakan dan bukan merupakan persepsi atau kronologis
kesimpulan dari perawat
d. dokumentasi harus memuat waktu kejadian, kronologis kejadian dan mencantumkan
tanda tangan yang membuatnya serta siapa yang terlibat dalam kejadian tersebut jika
merupakan kejadian luar biasa
e. singkatan seharusnya tidak boleh digunakan kecuali yang lazim
f. jika istilah medis digunakan, perawat harus mengerti arti yang sebenarnya, dan harus
hati-hati dalam menulis pernyataan
g. dokumentasi harus ditulis dengan cara yang dibenarkan hukum yaitu menggunakan
tinta hitam, bukan pensil. Jika ada kesalahan dalam menulis tidak boleh dihapus tapi
dicoret dan diberi paraf.

Prinsip-prinsip dokumentasi harus dilaksanakan oleh perawat dan dapat disampaikan bahwa
seorang perawat harus menyampaikan hasil tindakan keperawatan secara terinci, secara
benar, terpercaya dan tepat. Dokumentasi harus menggambarkan dan dapat

37
mengkomunikasikan kondisi pasien, setiap dokumentasi merupakan suatu bukti legal dari
tindakan perawat maka dalam setiap tindakan perawatan legalitas pemberi pelayanan harus
disampaikan.

2.1 Manajemen Pelayanan Keperawatan


Manajemen didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperkirakan dan merencanakan,
mengorganisasi, mengkomando, mengkoordinasi dan mengontrol suatu organisasi (Fayol
1952; Swansburg,2006). Perencanaan adalah menduga dan menyiapkan serta memandang
ke depan yang dideskripsikan dalam Plan of action(POA). Mengorganisasi diartikan
membangun struktur, material, personal dan kegiatan. Manajer dalam mengkomando perlu
berkoordinasi secara bersama. Tahap akhir fungsi manajemen adalah proses kontrol, dimana
proses kontrol dengan membandingkan yang terjadi dengan perencanaan yang telah
ditetapkan.
Secara rumus nursing managementdapat disampaikan sebagai berikut:

NM = NP + NO + NL + NE

NM = Nursing management NP = Nursing Planning


NO = Nursing organization NL = Nursing leading
NE = Nursing evaluation

Manajemen merupakan suatu proses koordinasi dan integrasi sumber terkait perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengontrolan untuk mencapai tujuan organisasi (Huber,
2006). Manajemen keperawatan berkaitan dengan fungsi perencanaan, pengorganisasian,
ketenagaan, pelaksanaan dan pengontrolan, sedangkan manajer keperawatan merupakan
orang yang harus menampilkan ketrampilan profesional dalam melaksanakan fungsi
manajemen. Marquis and Huston menyampaikan bahwa proses manajemen hampir sama
dengan proses keperawatan dimana prosesnya merupakan siklus dan dapat terjadi secara
simultan (Marquis & Huston, 2004).

Swansburg (2006), menyampaikan prinsip dalam manajemen keperawatan yaitu:


perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pelaksanaan dan pengendalian. Perencanaan
merupakan fungsi mayor yang merupakan dasar dari kegiatan atau fungsi manajemen.
Perencanaan adalah suatu proses berkelanjutan yang diawali dengan merumuskan tujuan
dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan, menentukan personal, merancang proses dan
hasilnya, memberikan umpan balik pada personal, dan memodifikasi rencana yang
diperlukan. Pengefektifan waktu untuk perencanaan masa depan sangat penting, perubahan
dan perkembangan dan pengambilan keputusan merupakan dasar dari manajemen
keperawatan (Swansburg, 2006).

Manajer keperawatan adalah disiplin praktek klinik yang dilaksanakan oleh perawat yang
profesional, mempunyai pengetahuan, dan mengaplikasikan pengetahuannya dalam
menggunakan data, membuat diagnosis, perawatan, melaksanakan supervisi, melaksanakan
evaluasi dan menetapkan perencanaan. Manajer keperawatan akan membuat tujuan yang
harus dicapai dicapai oleh semua tim perawatan. Manajer juga melaksanakan fungsi
directing dan leading , dimana manajer keperawatan dalam melaksanakan directing dengan
mengajak staf dan memotivasi untuk meningkatkan kualitas dan mencapai produktivitas.
Komunikasi yang efektif merupakan kunci untuk menghindari salah interprestasi dalam
komando. Pengembangan staf juga merupakan elemen dasar dalam manajemen.

38
Pengontrolan dan evaluasi merupakan fungsi ke empat yang terdiri dari proses
mengevaluasi, yang dilaksanakan dengan membandingkan antara hasil dan perencanaan,
standar yang ditetapkan, dan melaksanakan perbaikan. Semua fungsi manajemen
keperawatan dalam pelaksanaannya saling berkaitan (Swansburg, 2006). Pengendalian
bermaksud mengendalikan organisasi agar kegiatan organisasi mencapai sasaran yang
ditetapkan (Scott, 2001).

Pelaksanaan manajemen keperawatan dibagi menjadi dua komponen besar yaitu


manajemen pelayanan keperawatan yang sering disebut manajemen operasional dan juga
menajemen pelayanan asuhan keperawatan. Pelaksanaan manajemen pelayanan lebih
ditujukan ke arah bagaimana kualitas pelayanan dan pengelolaan organisasi keperawatan,
sedangkan manajemen asuhan keperawatan lebih difokuskan kepada penjaminan kualitas
asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga (Swansburg, 2006).

Pelaksanaan manajemen pelayanan keperawatan ditujukan untuk merencanakan,


mengorganisasi, mengarahkan, dan mengendalikan pemberian asuhan keperawatan. Berikut
akan dibahas tentang model/metode pemberian asuhan keperawatan yang ada seperti: (1)
metode kasus, (2) metode fungsional, (3) metode tim, dan (4) metode primer
(primary).Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing berdasarkan
kasus.

Metode fungsional merupakan model keperawatan yang paling tua.Metode berorientasi


pada tugas masing-masing. Seorang perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-
obatan, seorang yang lain untuk tindakan, seorang yang lain lagi mengatur pemberian secara
intravena. Seorang perawat praktik terdaftar bertugas pada penerimaan dan pemulangan,
yang lain member bantuan mandi, pembantu perawat merapikan tempat tidur, membagikan
troli makanan, dll. Keuntungan dari metode ini adalah dapat menyelesaikan banyak tugas
dalam waktu singkat dan perawat yang junior bisa langsung belajar praktik sendiri,
sedangkan kekuaranganya adalah tindakan keperawatan hanya bersifat aktifitas saja dan
tidak bersifat komprehensif. Metode ini sering tidak memberikan kepuasan baik bagi pasien
maupun perawat.

Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat
profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dengan berdasarkan konsep
kooperatif dan kolaboratif. Pembagian tugas di dalam kelompok dilakukan oleh ketua
grup/tim. Selain itu ketua tim bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota
tim.Selanjutnya ketua tim yang melaporkan pada kepala ruangan tentang kemajuan
pelayananasuhan keperawatan. Kelebihan metode tim adalah memungkinkan pencapaian
proses keperawatan dan memungkinkan menyatukan kemampuan anggota tim yang
berbeda-beda dengan aman dan efektif.Sedangkan kekurangannya adalah perawat yang
belum terampil & kurang berpengalaman cenderung untuk bergantung kepada perawat
yang mampu dan Membutuhkan banyak kerjasama dan komunikasi.

Adapun tim dalam metode penugasan ini termasuk didalamnya adalah Registered Nurse
(RN), Licensed Vocational Nurse (LVN) yang sejenjang dengan perawat D3, Unlicensed
Assistive Nurse (UAP), serta profesional pada disiplin lainnya seperti terapis, ahli gizi, dan
lain-lain. Kemudian tim kecil yang ada dalam metode ini (suatu sub-unit) termasuk di
dalamnya adalah LVNatau LPN (Licensed Practical Nurse) dan UAP. Suatu unit atau ruangan
yang misalnya terdapat 30 pasien di dalamnya harus memiliki satu kepala ruangan yang
memimpin 2 orang pemimpin tim, biasanya adalah seorang Registered Nurse (RN), yang

39
kemudian RN tersebut memiliki 2 sampai 4 orang, profesional yang tergabung dalam timnya
(Marquis & Huston, 2006, Marquis & Huston, 2009). Gambar 1. adalah contoh bagan staff-
ing pada metode penugasan:

Kepala ruangan dalam metode tim bertanggung jawab untuk melakukan pembagian tugas
atas beberapa pasien dan bagi para pemberi pelayanan kesehatan kepada pemimpin tim
(RN) serta memfasilitasi komunikasi antara multidisiplin pemberi pelayanan kesehatan.
Pembuatan keputusan sendiri lebih didelegasikan kepada beberapa pemimpin tim dari pada
kepala ruangnan, dan anggota timnya akan berkerja sama untuk mencapai tujuan umum.
Pemimpin tim (RN) bertanggung jawab untuk membuat perencanaan penugasan setiap
pasien bagi anggota timnya. Beberapa penugasan yang dibuat adalah antara lain pembuatan
rencana asuhan keperawatan, mendelegasikan tugas-tugas bagi anggota tim, serta
memantau kerja dari tim untuk memastikan kualitas dari pelayanan asuhan keperawatan
yang diberikan. Selain itu, seorang pemimpin tim juga mungkin melakukan koordinasi suatu
care conferences dengan timnyauntuk membahas bersama pasien dengan kebutuhan
perawatan kesehatan yang kompleks (Marquis & Huston, 2009).

Manajemen kasus adalah model yang digunakan untuk mengidentifikasi, koordinasi, dan
monitoring implementasi kebutuhan pelayanan untuk mencapai asuhan yang diinginkan
dalam periode waktu tertentu.

Elemen penting dalam manajemen kasus meliputi:


• Kerjasama dan dukungan dari semua anggota pelayanan dan anggota kunci dalam
organisasi (administrator, dokter dan perawat)
• Kualifikasi perawat manajer kasus
• Praktek kerjasama tim
• Kualitas sistem manajemen yang diterapkan
• Menggunakan prinsip perbaikan mutu yang terus menerus

40
Manajer kasus mengkoordinasi, mengkomunikasikan, bekerjasama untuk menyelesaikan
masalah dan memfasilitasi asuhan sekelompok pasien. Idealnya 1 orang manajer kasus
mempunyai 10-15 kasus pasien dimana perkembangan pasien akan diikuti terus oleh
manajer kasus dari masuk sampai pulang. Bila diperlukan mengikuti perkembangan pasien
rawat jalan. Keuntungan dari manajemen kasus meningkatnya mutu asuhan karena
perkembangan kesehatan pasien dimonitoring terus-menerus sehingga selalu ada perbaikan
bila asuhan yang diberikan tidak memberikan perbaikan, dan adanya kerjasama yang
harmonis antara manajer kasus dengan tim kesehatan lain merupakan elemen penting yang
mempengaruhi meningkatnya mutu asuhan, menurunnya komplikasi dan biaya menjadi
lebih efektif.

Manajer kasus melakukan monitoring terhadap asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh
tenaga perawat dan non keperawatan. Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh
kebutuhan pasien saat ia dinas. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu
perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan
khusus seperti isolasi, intensive care. Metode ini adalah suatu penugasan yang diberikan
kepada perawat untuk memberikan asuhan keperawatan total terhadap seorang atau
sekelompok klien.

Metode keperawatan primer terdapat kontinutas keperawatan dan bersifat komprehensif


serta dapat dipertanggung jawabkan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4 – 6 klien
dan bertanggung jawab selama 24 jam selama klien dirawat dirumah sakit. Perawat primer
bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan
asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika
perawat primer sedang tidak bertugas , kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada
perawat lain (associate nurse).

Karakteristik metode ini pelaksanaan asuhan keperawatan ini didelegasikan oleh perawat
primer ke sekunder selama shift lain; autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada
perawat primer.Kelebihan dari metode primer adalah dapat menjamin kontinuitas
perawatan sesuai perawat primer memberikan atau mengarahkan perawatan sepanjang
hospitalisasi, dengan demikian pada implementasinya metode ini memerlukan perawat yang
professional.

3. Kualitas Mutu Pelayanan Keperawatan

Outcome dari pelayanan keperawatan merupakan dampak dari kualitas mutu.


Pengembangan dan implementasi sistem informasi keperawatan termasuk upaya pelayanan
keperawatan dalam rangka mencapai kualitas pelayanan yang baik, untuk itu perlu dibahas
tentang konsep kualitas mutu.

Pengukuran kualitas pelayanan keperawatan sudah dimulai sejak Florence Nightingale yang
mengidentifikasi peran perawat dalam pelayanan keperawatan dan outcome dari
perawatan. Kualitas pelayanan diarahkan pada harapan dari pasien yaitu mendapatkan
pelayanan yang tepat dan benar, pelayanan diberikan secara efektif, efisien dan seluruh
pelayanan yang diberikan aman dan nyaman. Perawat merupakan tenaga kesehatan yang
selama 24 jam di dekat pasien harus memberikan pelayanan yang bermutu. Fokus pelayanan
adalah pemenuhan kebutuhan dari pasien dan keluarga (Foley, 2001).

41
Gambar 2. model Dynamic quality health outcome (Mitchel, 1997; Foley, 2001)

Dynamic Quality Health Outcomes


Model

System

Interventions Outcomes

Client

Mitchell,1997

Indikator kualitas pelayanan pada model dinamik ditujukan pada 3 komponen yaitu struktur,
proses dan outcome. Pada struktur indikator penilaian adalah dari jumlah perawat yang
sudah dan belum teregristasi, dan total jam pelayanan keperawatan yang diberikan perawat
per pasien per hari. Pada indikator proses meliputi kepuasan perawat dan upaya menjaga
integritas kulit pasien. Indikator output meliputi angka nosokomial pasien, kepuasan pasien
yang terhadap pelayanan keperawatan, manajemen nyeri dan edukasi pasien ( Foley, 2001).

Montalfo, 2007 mengembangkan indikator kualitas nursing yang dinamakan The National
Database of Nursing Quality Indicators (NDNQI). Indikator dikembangkan dari indikator
American Nurses Assosiation (ANA), dan digambarkan dalam tabel 1:

Tabel 1. The National Database of Nursing Quality Indicators/ NDNQI


Indikator Sub Indikator Ukuran
1 Jam perawatan per pasien per hari RN Struktur
LPN/LVN
Un licensed Assistive
personel
2 Pasien jatuh Proses dan
outcome
3 Pasien jatuh dengan injury Injury level Proses dan
outcome
4 Pediatrik pain pengkajian, Proses
implementasi, evaluasi
5 Infiltrat IV pada pediatrik Outcome
6 Kejadian dekubitus Yang diperoleh dari Proses dan
masyarakat, RS dan unit outcome
7 Psikiatrik/seksual gangguan Outcome
8 Kejadian restrain Outcome
9 Pendidikan perawat Strukture
10 Kepuasan perawat Skala job satisfaction, Proses dan out
practices enviroment sale come
11 Skill Mix: presen total jam yg RN, LPN, ULAP Proses
diberikan RN, LPN, ULAP
12 Turn over perawat Struktur
13 Kekosongan perawat Struktur
14 Infeksi Nosokomial: Outcome
ILI, ISK, BP
(Montalfo, 2007)

42
PROFESI KESEHATAN MASYARAKAT

A. Landasan Filosofis
Perubahan penting dalam memandang kesehatan adalah kesehatan tidak hanya dilihat
sebagai permasalahan biologis semata, namun kesehatan dipandang dari sudut sosial,
budaya, lingkungan dan perilaku, dikaji secara multidisiplin dan multisektoral. Masalah
kesehatan bukan hanya upaya penyembuhan penyakit secara periorangan atau kelompok,
tetapi berkembang ke arah upaya sistematis untuk promosi dan pencegahan penyakit.
Dengan demikian terbuka peluang untuk penggunaan pendekatan kesehatan masyarakat
sebagai suatu pendekatan retrospektif untuk membantu pendekatan pengobatan klinis,
juga sekaligus pendekatan prospektif untuk mempersiapkan kemampuan mengatasi
masalah di masa mendatang.
Definisi kesehatan masyarakat sebagai ilmu adalah kombinasi dari ilmu pengetahuan,
keterampilan, moral dan etika yang diarahkan pada upaya pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan semua orang, memperpanjang hidup melalui tindakan kolektif atau tindakan
sosial untuk mencegah penyakit dan memenuhi kebutuhan menyeluruh dalam kesehatan
dengan menggunakan strategi pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat secara
mandiri.

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat


Pada tahun 1851 didirikan Sekolah Dokter Jawa oleh dr Bosch dan dr. Bleeker. Sekolah ini
diberi nana STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten). Setelah itu, 1913 didirikan
sekolah yang kedua di Surabaya, dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School).
Dari kedua sekolah inilah pertama kali berkembang kajian dalam ilmu kesehatan
masyarakat, yang kemudian melahirkan dokter-dokter Indonesia yang mengembangkan
program kesehatan masyarakat. Pada tahun 1927 STOVIA berubah menjadi Sekolah
Kedokteran, dan tahun 1947 berubah menjadi Fakultas kedokteran Universitas Indonesia,
dimana salah satu bagian/departemen yang dikembangkan di dalamnya adalah departemen
Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Saat terjadi wabah kolera tahun 1937 dan wabah cacar pada 1948, Pemerintah Belanda
melaksanakan upaya-upaya kesehatan masyarakat secara terprogram untuk mengendalikan
dan mencegah.
Awal perkembangan disiplin kesehatan masyarakat di Indonesia dikembangkan oleh para
dokter dan pemerhati kesehatan, baik yang bekerja di pemerintahan maupun di
masyarakat. Mereka menganggap bahwa penggabungan pendekatan retrospektif untuk
pendekatan klinis, harus dikembangkan bersama-sama dengan pendekatan prospektif yang
menjadi ciri khas perkembangan ilmu kesehatan masyarakat. Dari titik awal inilah kemudian
berkembang disipin ilmu kesehatan masyarakat di perguruan tinggi sebagai kajian, dengan
tiga periode perkembangan: Periode Awal atau yang dipelopori oleh Dr. Leimena dan Dr.
Fatah, periode Transisi yang di pelopori oleh Del Mochtar dan Dr. Sayono, serta periode
Pembaharuan yang menjadi tonggak perkembangan Fakultas Kesehatan Masyarakat saat
ini.
3.1 Periode Awal (Leimena-Fatah)
Titik awal perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai dari Program Bandung
Plan pada tahun 1951 oleh dr. Leimena dan dr. Fatah. Asumsi dasar dalam konsep ini
menyebut bahwa dalam pelayanan kesehatan, aspek kuratif yang mengandalkan

43
pendekatan pada pelayanan kesehatan perorangan haruslah digabungkan dengan aspek
promotif preventif yang mengandalkan pelayanan kesehatan masyarakat, dengan demikian,
lingkungan fisik dan non-fisik harus mendapat perhatian yang sama, harus menjadi satu
kesatuan dalam program.
Cita-cita Bandung Plan semakin nyata sesuai tujuan programnya yaitu memperjelas peran
promotif, preventif dan kuratif sebagai satu kesatuan dalam kerangka sistem pelayanan
kesehatan, ketika dibentuk program yang lebih fokus dalam Proyek Percontohan Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Lemahabang, Bekasi yang dipimpin oleh Sulianti.
3.2 Periode Mochtar
Upaya yang dikembangkan dengan menggabungkan pendekatan retrospektif dan prospektif
terbukti tidak berjalan sebagaimana diharapkan, karena perbedaan pendekatan, khususnya
pada perbedaan metode untuk mempercepat penyelesaian masalah kesehatan. Latar
belakang inilah yang kemudian menjadi alasan mengapa para pengajar dari Ilmu Kesehatan
Masyarakat (IKM) dan Ilmu Kedokteran Pencegahan (IKP) Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia merasa sangat perlu untuk mendirikan sebuah Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Pada tahun 1959 Prof. Mochtar mengajukan gagasan ke Rektor UI, untuk membentuk
Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Indonesia. Adapun alasan yang diutarakan
pada waktu itu adalah pengembangan ilmu kesehatan masyarakat tidak mungkin dapat
dilakukan melalui bagian IKM-IKP yang bernaung di bawah Fakultas Kedokteran, karena
akan terjadi banyak konflik kepentingan. Sayang sebelum gagasan dapat direalisasikan, pada
tanggal 24 Januari 1961 Prof. Mochtar gugur dalam kecelakaan pesawat terbang di
Pegunungan Burangrang dalam perjalanan untuk mengajar kesehatan masyarakat di ITB,
Bandung.
Tahun 1962, Prof. Sayono Sumodijoyo melanjutkan gagasan tersebut pada tanggal 26
Februari 1965 melalui SK Mendiknas No. 26/1965, berdirilah FKM pertama di Indonesia.
Kemudian SK berdirinya FKM UI diperbaiki melalui SK No. 153/1965 dan tanggal berdirinya
FKM UI ditetapkan tanggal 1 Juli 1965. Prof. Sayono Sumodijoyo diangkat menjadi Dekan
pertama FKM UI. Setelah Universitas Indonesia mendirikan FKM di tahun 1965, kemudian
diikuti oleh Universitas Hasanuddin yang mendirikan FKM tahun 1982.
3.3 Periode Transisi Menuju Profesionalitas Pendidikan Kesehatan Masyarakat
Pada tahun 1982, atas kerjasama FKM UI dan SPH university of Hawaii maka disusunlah
proyek pengembangan 5 FKM Negeri di Indonesia, dengan FKM UI sebagai fakultas
pembina. Proyek berlangsung selama 7 tahun dari 25 Agustus 1985 sampai 27 Juni 1992.
Tujuan proyek ini adalah :
1) To provide a sustainable source of trained public health manpower, with the
technical knowledge snd skills to manage public health and population services
systems with emphasis on diseases prevention and health promotion.
2) To establish regional public health infromation centers of siginificance in
developing an improved quality of life for the Indonesian people.
Proyek ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah Indonesia melalui Direktoran
Jenderal Pendidikan Tinggi, dan dukungan dana diperoleh dari USAID dan dana pendamping
dari Pemerintah Indonesia.
Target yang hendak dicapai pada akhir proyek (1992) adalah :
1. Berdirinya Fakultas Kesehatan Masyarakat baru di USU, UNDIP dan UNAIR.
2. Dari ke - 5 FKM menghasilkan lulusan S1 (SKM) sebanyak 1120 pertahun.
3. Dari FKM UI, UNAIR dan UNHAS dapat menghasilkan lulusan S1 sebanyak 
360

44
pertahun.
4. Pada ke – 5 FKM memiliki jumlah dosen S2 dan S3 > 45%
5. FKM UI dapat menyelenggarakan program pendidikan S3 mulai tahun 1987. 


3.4 Periode AIPTKMI-IAKMI


Dengan keluarnya SK Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan SK Mendiknas No. 045/U/2002 maka pendidikan sarjana kesehatan
masyarakat perlu menegaskan diri pendidikan kesmas profesi atau bukan. Menurut
ketentuan yang ada, pendidikan profesi dilakukan setelah selesainya pendidikan
sarjana/akademik.
Pada bulan Agustus 2005, bertempat di Hotel Marcopolo, Jakarta atas prakarsa Asosiasi
Institut Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) dan Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) telah diselenggarakan pertemuan rintisan
pendidikan profesi yang telah diikuti oleh semua pimpinan institusi pendidikan tinggi
kesmas di Indonesia. Hasil pertemuan di hotel Marcopolo telah tercapai kesepakatan bahwa
dibawah organisasi profesi IAKMI disamping adanya Majelis Kolegium Kesehatan
Masyarakat yang diketuai oleh Prof. Does Sampoerno, MPH diperlukan kolegium. Delapan
kolegium di IAKMI yang aktif bekerja untuk melaksanakan pendidikan profesi kesehatan
masyarakat bekerjasama dengan organisasi AIPTKMI adalah
1. Kolegium Epidemiologi,
2. Kolegium Kesehatan Lingkungan,
3. Kolegium Kesehatan dan Keselamatan Kerja,
4. Kolegium Promosi dan Pendidikan Kesehatan,
5. Kolegium Administrasi Kebijakan Kesehatan,
6. Kolegium Gizi Masyarakat,
7. Kolegium Biostatistik/KKB, dan Kependudukan
8. Kolegium Kesehatan Reproduksi.

Pada rapat kerja AIPTKMI tanggal 24-25 Agustus 2010 di Denpasar Bali seluruh anggota
AIPTKMI sepakat bahwa pendidikan tenaga kesehatan masyarakat akan dilaksanakan seperti
pendidikan tenaga kesehatan yang lain, yaitu selain melaksanakan pendidikan akademik
pada seluruh jenjang, juga melaksanakan pendidikan profesi dalam rumpun kelimuan
kesehatan masyarakat. Untuk itu, penyusunan kurikulum oleh setiap kolegium perlu
menyandingkan keterlibatan penuh organisasi profesi, yang akan ikut menentukan kualitas
pendidikan anggota – anggotanya baik koginitif, afektif, maupun psikomotor

C. Kaitan Upaya Kesehatan Masyarakat dengan Sistem Pelayanan Kesehatan


Sistem pelayanan kesehatan tidak hanya membutuhkan upaya pelayanan kesehatan
perorangan, tetapi juga membutuhkan upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Sebagai
contoh: Program pemerintah berupa Jaminan Kesehatan Nasional merupakan pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat kuratif. Pelayanan kuratif membutuhkan biaya yang
tidak sedikit. Agar beban biaya yang ditanggung negara tidak semakin berat, maka rakyat
yang sehat perlu mempertahankan kesehatan mereka bahkan meningkatkannya. Mereka
yang baru sembuh dari sakit agar berupaya tidak menjadi sakit kembali. Oleh karena itu,
diperlukan upaya pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih bersifat promotif dan
preventif.

45
Sistem pelayanan kesehatan masyarakat dalam tatanan di masyarakat juga membutuhkan
pengembangan metode pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat untuk ikut
mengatasi lingkungan fisik, lingkungan kerja, lingkungan sosial, masalah gizi, yang diketahui
memberikan andil terhadap masalah dan status kesehatan. Pada konteks ini, peran
profesional petugas kesehatan masyakarat dalam bidang lingkungan fisik, lingkungan sosial,
lingkungan kerja, sistem informasi dan perilaku, dan gizi merupakan kebutuhan yang tidak
terelakkan.

D. Fungsi Upaya Kesehatan Masyarakat


Berdasarkan kebutuhan di atas maka fungsi upaya kesehatan masyarakat adalah:
1. Kajian dan monitoring masalah kesehatan di masyarakat atau kelompok berisiko
dalam upaya mengidentifikasi masalah dan menetapkan prioritas masalah;
2. Memformulasikan kebijakan kesehatan bekerja sama dengan masyarakat dan
pemerintah untuk menyusun dan mengawal kebijakan public guna menyelesaikan
masalah kesehatan
3. Menjamin agar masyarakat memiliki akses yang tepat dan pelayanan yang cost
effective, termasuk di dalam menjamin agar masyarakat memperoleh haknya dalam
memperoleh informasi yang benar terhadap berbagai masalah kesehatan melalui
kegiatan promosi kesehatan dan upaya pencegahan yang efektif.

E. Kompetensi Dasar Tenaga Kesehatan Masyarakat


Untuk dapat melaksanakan tiga fungsi di atas maka pelayanan yang harus dapat dilakukan
bagi tenaga kesehatan masyarakat adalah
Mampu melakukan pengkajian (assessment), yaitu dengan:

1. Memantau status kesehatan untuk mengidentifikasikan masalah kesehatan atau
kondisi lingkungan yang berbahaya.
2. Mendiagnosis dan menyelidiki masalah kesehatan dengan mempelajari kondisi
lingkungan atau perilaku di masyarakat yang menjadi faktor risiko kesehatan terjadi
penyakit.
Mampu menyusun dan melaksanakan kebijakan kesehatan, yaitu dengan:

3. Menginformasikan, mendidik, dan memberdayakan penduduk seputar persoalan
kesehatan.
4. Menggerakkan kemitraan dengan masyarakat untuk mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah kesehatan.
5. Mengembangkan kebijakan dan perencanaan untuk mendukung adanya 
upaya
kesehatan perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat.
Mampu melakukan kegiatan penjaminan kesehatan, yaitu dengan:

6. Menegakkan hukum dan peraturan yang melindungi kesehatan dan menjamin
keselamatan.
7. Menciptakan sistim rujukan yang dapat menjamin pemberian layanan 
kesehatan
yang dalam kondisi ketidak tersediaan layanan.
8. Menjamin tenaga kesehatan yang bekerja di masyarakat memiliki kompetensi 
yang
tepat dan sesuai.
9. Mengevaluasi keefektifan, keterjangkauan, dan mutu layanan kesehatan baik

perorangan maupun masyarakat.

46
Mampu mencari solusi inovatif, yaitu dengan
10. Melakukan penelitian untuk mencari penetahuan wawasan baru dan solusi yang
inovatif terhadap masalah kesehatan

E. Kemampuan Sarjana Kesehatan Masyarakat di Bidang Kerja


1. Mampu melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama dengan
melakukan: pengawasan status kesehatan, diagnosis dan investigasi masalah dan
gangguan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya
2. Mampu mengembangkan dan menerapkan kebijakan operasional dan perencanaan
program untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama
3. Mampu melaksanakan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat tentang
kesehatan dan mobilisasi masyarakat untuk identifikasi dan mengatasi masalah
kesehatan masyarakat di tingkat pertama
4. Mampu melaksanakan pengawasan dan pengendalian efekitifitas, aksesibilitas, dan
kualitas pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama
5. Mampu mengkomunikasi- kan hasil kerjanya kepada masyarakat dan pemangku
kepentingan pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama

G. Lingkup Kerja Sarjana Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Bidang yang Dikuasai


Menguasai dasar-dasar keilmuan kesehatan masyarakat meliputi dasar biomedik,
epidemiologi, biostatistik, ilmu sosial dan perilaku kesehatan, kesehatan lingkungan,
kesehatan dan keselamatan kerja, administrasi dan kebijakan kesehatan, gizi kesehatan
masyarakat, kesehatan reproduksi untuk dapat menjadi pelaksana dan pengelola pelayanan
kesehatan masyarakat tingkat pertama

H. Kemampuan Manajerial Sarjana Kesehatan Masyarakat


1. Mampu mengambil keputusan efektif dan efisien dalam perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian program
teknis, dan mengembangkan berbagai alternatif solusi untuk mengatasi masalah
pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama

2. Bertanggung jawab secara mandiri di bidang 
tugasnya, bersikap kritis dan


bertanggung jawab terhadap kerja kelompok

Sumber :
Naskah Akademik Pendidikan Kesehatan Masyarakat yang disusun oleh Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat (IAKMI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan
Masyarakat Indonesia (AIPTKMI)

47
PERAN AHLI GIZI / Register Dietesien (RD)
DASAR HUKUM:

1. UU nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan


2. UU nomor 32 tahun2004 tentang Pemerintah Daerah
3. PP nomor 16 tahun1994 tentang Jabatan Fungsional
4. PP nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. KepMenKes nomor 1306/Menkes/SK/XII/2001 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional
Nutrisionis
6. KepMenKes nomor 374/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Gizi

PERAN AHLI GIZI

1. Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik


2. Pengelola pelayanan gizi di masyarakat
3. Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di RS
4. Pengelola sistem penyelenggaraan makanan Institusi
5. Pendidik/Penyuluh/Pelatih/Konsultan Gizi
6. Pelaksana Penelitian Gizi
7. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha
8. Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral
9. Pelaku praktek kegizian yg bekerja secara profesional

KATEGORI TENAGA PROFESI GIZI


(SK MenKes 374/2007 ttg St Profesi Gizi)

1. Register Dietetion (RD)


• Adalah sarjana gizi yang telah mengikuti pendidikan profesi (internship) dan ujian profesi
serta dinyatakan lulus kemudian diberi hak untuk mengurus izin memberi pelayanan dan
menyelenggarakan praktek gizi. (Kepmenkes no.374/2007)
• Pend S1 Gizi + Pend Profesi Gizi (Internship)
• Ahli Gizi (AG)
2. Technical Register Dietetion (Trd)
• Adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Diploma III Gizi
sesuai aturan yang berlaku, mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang secara
penuh untuk melakukan kegiatan fungsional dalam bidang pelayanan gizi, makanan dan
dietetik baik di masyarakat, individu atau rumah sakit (Kepmenkes no.374/2007)
• Pend D3 Gizi (termasuk PKL dan memp sertifikat di tiap lahan praktek)
• Ahli Madya Gizi (AMG)

RINCIAN KOMPETENSI (Dietisien )


Kompetensi DIETISIEN (AG) terdiri dari:
1. Inti (46 butir)
2. Khusus dengan penekanan pada 4 (empat) bidang:
a. Terapi Gizi (11 butir)
b. Gizi Masyarakat (10 butir)
c. Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan (10 butir)
d. Bisnis dan Kewirausahaan (7 butir)

48
PROGRAM PROFESI GIZI
Fokus kompetensi pada 3 bidang :
1. Bidang Gizi klinik
• pelayanan gizi/asuhan gizi pd beberapa penyakit khususnya:
o Bedah
o Penyakit dalam
o Penyakit anak
o Obstetri dan ginekologi
o Penyakit syaraf
o ICU/ICCU
o Kulit /Mata
• Penilaian status gizi
• Proses penilaian
• Promosi kesehatan/ pencegahan penyakit sekunder
• Terapi Diet / Medical Nutrition Therapy
• Konseling
• Pendidikan dan Pelatihan
• Penelitian
2. Bidang Gizi masyarakat
Meliputi pengelolaan pemasalahan gizi Dinas Kesehatan dan Puskesmas pada tingkaT
Kabupaten/kota, dan tempat pelayanan kesehatan masyarakat lainnya
• Penilaian status gizi
• Follow up pasien rawat jalan
• Promosi kesehtan/pencegahan penyakit primer
• Pendidikan dan pelatihan
• Penelitian
• Manajemen
3. Bidang Penyelenggaraan makanan
Di Institusi komersial dan non komersial
• Perencanaan menu
• Perencanaan anggaran, Produksi, Distribusi dan penyajian makanan
• Keamanan dan sanitasi makanan
• Perencanaan fasilitas
Manajemen (SDM, Keuangan dan peralatan, pemasaran, program menjaga mutu)

PERAN APOTEKER
Falsafah dan konsep asuhan kefarmasian

Peran dan fungsi apoteker atau farmasis telah mengalami perubahan yang sangat pesat di
seluruh dunia, sejak 4 dekade terakhir ini. Peran apoteker yang dahulu berorientasi terhadap
produk (products oriented ) telah berubah menjadi berorientasi terhadap pelayanan pada
pasien (patient oriented). Paradigma pendekatan yang lebih berorientasi terhadap peningkatan
kualitas hidup pasien ini kemudian dikenal dengan konsep “pharmaceutical care “ (asuhan
kefarmasian).

Pharmaceutical care adalah suatu konsep dasar dalam pekerjaan kefarmasian yang menjadi
pedoman bagi apoteker sebagai tenaga kesehatan harus bertanggung jawab atas peningkatan
kualitas hidup pasien. Dalam konsep pharmaceutical care, apoteker dituntut untuk menjadi

49
tenaga kesehatan yang professional dalam membantu memaksimalkan efek obat dan
meminimalkan toksisitas bagi pasien, serta memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya pada
pasien. Apoteker berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien baik secara
individu maupun secara terintegrasi dalam sistem pelayanan kesehatan.

Apoteker merupakan profesi yang tidak terpisahkan dari tim tenaga kesehatan lainnya dalam
menjalankan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien.
Filosofi dan konsep pelayanan kefarmasian dalam praktek asuhan kefarmasian telah dirumuskan
dalam The seven star pharmacist yang dirumuskan oleh WHO pada tahun 1997 yang terdiri dari:

1. Leader: seorang apoteker harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat, baik memimpin diri
sendiri atau orang lain dan tanggung jawab dalam semua hal yang menyangkut peningkatan
kesejahteraan pasien dan masyarakat.
2. Decision Maker: Seorang apoteker harus mampu menentikan pilihan obat berdasarkan
efikasi, keamanan dan harga yang efektif serta berperan aktif dalam penyusunan
kebijaksanaan obat-obatan.
3. Communicator: seorang apoteker harus mampu memberikan informasi tentang
penggunaan obat pada masyarakat serta berpengetahuan dan percaya diri ketika
berinteraksi dengan tenaga kesehatan lainnya.
4. Long Life Learner: Seorang apoteker harus belajar sepanjang hayat untuk menjaga ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinyadalam memberikan pelayanan pada
masyarakat.
5. Teacher: Seorang apoteker selainharus mampu membagi ilmu pengetahuan pada yang
lainnya, tapi juga memberi peluang pada praktisi lainnya untuk memperoleh pengetahuan
dan menyesuaikan keterampilan yang telah dimilikinya.
6. Care Giver: Seorang apoteker mampu menjelaskan pola hidup sehat, gejala penyakit serta
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya pada pasien dan masyarakat.
7. Manager: Seorang apoteker harus mampu mengelola dan mengawasi semua aspek yang
berhubungandengan pekerjaannya meloiputi SDM, infra-struktur, keuangan dan informasi
secara efektif serta tanggung jawab terhadap kualitas obat yang diberikan kepada pasien.

Dalam perkembangannya konsep The seven star pharmacisttelah berkembang menjadi The
eight star pharmacist yaitu dengan ditambahkannya aspek researcher.
8. Researcher: seorang apoteker harus mampu menggunakan pengobatan berdasarkan bukti
ilmiah, serta mampu memberikan rekomendasi dalam pengunaan obat secara
rasional. Sebagai peneliti apoteker dapat juga berkontribusi pada berbagai penelitian
penemuan obat dan penelitian farmasi klinik yang bertujuan untuk mengoptimalkan hasil
pengobatan dan pelayanan pada pasien.

Melalui konsep The eight star pharmacist ini diharapkan apoteker dapat lebihmengoptimalkan
peranannya dalam meningkatkan pelayanan kefarmasian guna meningkatkan kualitas
hidup pasien.

Peranan apoteker dalam bidang kesehatan

Dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 telah diatur tentang peranan
profesi apoteker, yakni pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat dan obat tradisional.

50
Berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker adalah sarjana farmasi yang
telah lulus pendidikan profesi yang telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai
apoteker.

Apoteker merupakan tenaga kesehatan professional yang banyak berhubungan langsung dengan
masyarakat sebagai sumber informasi obat. Oleh karena itu, informasi obat yang diberikan pada
pasien haruslah informasi yang lengkap dan mengarah pada orientasi pasien bukan pada
orientasi produk. Dalam hal sumber informasi obat seorang apoteker harus mampu memberi
informasi yang tepat dan benar sehingga pasien memahami dan yakin bahwa obat yang
digunakannya dapat mengobati penyakit yang dideritanya dan merasa aman menggunakannya.
Dengan demikian peran seorang apoteker di apotek sungguh-sungguh dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat.

Selain memiliki fungsi social sebagai tempat pengabdian dan pengembangan jasa pelayanan
pendistribusian dan informasi obat perbekalan kesehatan, apotek juga memiliki fungsi ekonomi
yang mengharuskan suatu apotek memperoleh laba untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
menjaga kelangsungan usahanya. Oleh karena itu apoteker sebagai salah satu tenaga
professional kesehatan dalam mengelola apotek tidak hanya dituntut dari segi teknis
kefarmasian saja tapi juga dari segi manajemen.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar


Pelayanan Kefarmasian di Apotek dinyatakan bahwa orientasi pelayanan kefarmasian saat ini
telah bergeser dari obat ke pasien yang mengacu pada konsep pharmaceutical care.

Asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab
langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Peran dan fungsi Apoteker, dalam pengabdiannya pada pelayanan apotek komunitas
dan rumah sakit harus memenuhi ketentuan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

1. Peran dan Fungsi Apoteker dalam Apotek Komunitas


Peran dan fungsiapoteker pada Apotek Komunitas pada prinsipnya adalah sebagai berikut:
a. Bidang pelayanan kefarmasian antara lain meliputi:
- Melayani obat resep dan non resep.
- Memberikan informasi/konsultasi tentang obat kepada pasien, tenaga kesehatan,
dan pada masyarakat.
- Memberikan pelayanan residensial (home care).
- Melakukan monitoring penggunaan obat.
b. Bidang pengelolaan
- Membuat prosedur tetap untuk masing – masing unit pelayanan.
- Mengelola sumber daya di Apotik secara efektif dan efisien.

2. Peran dan Fungsi Apoteker di Rumah Sakit


Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang
beredar di rumah sakit tersebut.

51
Peran dan fungsi Apoteker di rumah sakit sangat penting dalam mengatasi masalah yang
berkaitan dengan penggunaan obat, antara lain berperan dalam mendampingi, memberikan
konseling, membantu penderita mencegah dan mengendalikan komplikasi yang mungkin
timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat, menyesuaikan regimen dan dosis
obat yang harus dikonsumsi oleh pasien.
Fungsi pokok apoteker di apotik rumah sakit menurut ASHP (American Society of Hospital
Pharmacist) adalah sebagai berikut :
a. Membuat dan mensterilisasi obat injeksi bilamana dibuat di Rumah Sakit
b. Membuat obat yang sederhana
c. Meracik (dispensing) obat, bahan kimia dan preparat farmasi
d. Mengisi dan memberikan etiket pada semua container yang berisi obat dan diberikan
kepada pasien maupun bagian Rumah Sakit
e. Mengawasi semua pharmaceutical supplies yang dikirimkan dan dipergunakan di
berbagai bagian Rumah Sakit.
f. Menyediakan persediaan antidot dan lain-lain obat untuk keadaan darurat.
g. Mengawasi pengeluaran obat narkotika dan alkohol dan membuat daftar perbekalan
farmasi.
h. Membuat spesifikasi (kualitas dan sumber) dari pembelian semua obat, bahan kimia,
antibiotika, dan preparat-preparat yang dipakai dalam pengobatan pasien di Rumah
Sakit.
i. Memberikan informasi mengenai perkembangan terbaru berbagai obat kepada para
dokter, perawat dan lain-lain orang yang berkepentingan.
j. Membantu mengajar para mahasiswa kedokteran dan perawat pada program koasisten
fakultas kedokteran/keperawatan.
k. Melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil oleh panitia Pharmacy and
Therapeutic

Tujuan pelayanan farmasi adalah:


1) Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun
dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang
tersedia.
2) Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian
dan etik profesi.
3) Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
4) Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
5) Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi
pelayanan.
6) Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi
pelayanan.
7) Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.

Dengan demikian peranan dan fungsi Apoteker dalam pelayanan obat di Rumah Sakit antara
lain meliputi:
a. Bidang manajerial farmasi Rumah Sakit.
Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi
Rumah Sakit secara keseluruhan dan bertanggung jawab dalam administrasi,
manajemen perencanaan serta kebijakan Farmasi Rumah Sakit secara terpadu, anggaran
biaya, kontrol persediaan, pemeliharaan catatan dan pembuatan laporan untuk
pimpinan Rumah Sakit.

52
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi
b. Bidang pengelolaan perbekalan farmasi
- Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
- Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
- Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat
sesuai ketentuan yang berlaku
- Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
di rumah sakit
- Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku
- Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian
- Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
Perencanaan pengadaan kebutuhan perbekalan farmasi memerlukan kajian yang
cermat, tepat dan teliti berdasarkan pada stok yang ada serta dilakukan pengkajian obat
yang akan diadakan sesuai formularium. Apoteker harus mempunyai kemampuan
administrasi dan manajerial dalam mengelolah data kebutuhan obat yang kemudian
diatuangkan ke dalam rencana operasional yang digunakan dalam anggaran serta
berkonsultasi dengan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT).
Pengawasan obat dilakukan dan dikelola di bawah pengawasan dan tanggung jawab
Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Hal ini perlu karena pentingnya pengaturan dan
pengendalian stok dan untuk mempersiapkan laporan dibuat pola sistem dan prosedur
kerja serta administrasi yang sesuai dan memenuhi syarat.
c. Bidang pengawasan kualitas obat
Apoteker melakukan kontrol kualitas obat secara analitik, biologis, mikrobiologis, fisika,
dan kimia.
d. Bidang KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) obat
- Memberikan informasi mengenai obat bagi yang memerlukannya.
- Mengevaluasi dan membandingkan obat-obatan yang tergolong dalam satu
kelompok farmakologis.
- Membantu para dokter dalam pemilihan obat yang rasional dan efektif.
- Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
- Membuat sistem informasi yang dapat diakses secara online untuk lebih
meningkatkan tentang cara memperoleh informasi mengenai obat dengan cepat.
- Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
- Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium
rumah sakit

Dalam bidang farmasi klinik peran dan fungsi Apoteker antara lain:
a. Apoteker harus mampu bekerjasama dengan dokter dan menjadi sumber informasi
mengenai perkembangan baru dalam bidang pengobatan.
b. Apoteker menjadi mitra dokter dalam bidang pengobatan dan memberikan pengawasan
agar supaya pengobatan yang dilakukan dokter tetap rasional.
c. Melakukan monitoring terhadap efek samping yang timbul karena pengobatan.
d. Melakukan pengkajian terhadap instruksi pengobatan/resep pasien
e. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaanobat dan alat kesehatan.
f. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obatdan alat kesehatan.
g. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alatkesehatan.
h. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan,pasien/keluarga.
i. Memberi konseling kepada pasien/keluarga.

53
j. Melakukan pencampuran obat suntik.
k. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral.
l. Melakukan penanganan obat kanker.
m. Melakukan monitoring efek terapi obat (therapeutical drug monitoring),
melaluipenentuan kadar obat dalam darah.
n. Melakukan pencatatan dan pelaporan pada setiap kegiatan.

PERAN KEDOKTERAN GIGI


http://www.ada.org/sections/educationAndCareers/pdfs/dental_history.pdf

ARCHIVES OF THE AMERICAN DENTAL ASSOCIATION HISTORY OF DENTISTRY TIMELINE


Compiled from various sources by ADA Library/Archives staff

Ancient Origins
• 5000 BC -A Sumerian text of this date describes “tooth worms” as the cause of dental decay.
• 2600 BC -Death of Hesy-Re, an Egyptian scribe, often called the first “dentist.” An inscription
on his tomb includes the title “the greatest of those who deal with teeth, and of physicians.”
This is the earliest known reference to a person identified as adental practitioner.
• 1700-1550 BC -An Egyptian text, the Ebers Papyrus, refers to diseases of the teeth and
various toothache remedies.
• 500-300 BC -Hippocrates and Aristotle write about dentistry, including the eruption pattern
of teeth, treating decayed teeth and gum disease, extracting teeth with forceps, and using
wires to stabilize loose teeth and fractured jaws.
• 100 BC -Celsus, a Roman medical writer, writes extensively in his important compendium of
medicine on oral hygiene, stabilization of loose teeth, and treatments for toothache,
teething pain, and jaw fractures.
• 166-201 AD-The Etruscans practice dental prosthetics using gold crowns and fixed
bridgework.

The Beginnings of A Profession Middle Ages


• 500-1000 -During the Early Middle Ages in Europe medicine and surgery, including dentistry,
is generally practiced by monks, the most educated people of the period.
• 700 -A medical text in China mentions the use of “silver paste,” a type of amalgam
• 1130-1163 -A series of Papal edicts prohibit monks from performing any type of surgery,
bloodletting or tooth extraction. Barbersoften assisted monks in their surgical ministry
because they visited monasteries to shave the heads of monks and the tools of the barber
trade—sharp knives and razors—were useful for surgery. After the edicts, barbers assume
the monks’ surgical duties: bloodletting, lancing abscesses, extracting teeth, etc.
• 1210 -A Guild of Barbers is established in France. Barbers eventually evolve into two groups:
surgeons who were educated and trained to perform complex surgical operations; and lay
barbers, or barber-surgeons, who performed more routine hygienic services including
shaving, bleeding and tooth extraction.
• 1400s -A series of royal decrees in France prohibit lay barbers from practicing all surgical
procedures except bleeding, cupping, leeching, and extracting teeth.
• 1530 -The Little Medicinal Book for All Kinds of Diseases and Infirmities of the Teeth

54
• (Artzney Buchlein), the first book devoted entirely to dentistry, is published in Germany.
Written for barbers and surgeons who treat the mouth, it covers practical topics such as oral
hygiene, tooth extraction, drilling teeth, and placement of gold fillings.
• 1575 –In France Ambrose Pare, known as the Father of Surgery, publishes his Complete
Works.
• This includes practical information about dentistry such as tooth extraction and the
treatment of tooth decay and jaw fractures.

The Development of a Profession—18th Century


• 1723 -Pierre Fauchard, a French surgeon publishes The Surgeon Dentist, A Treatise on Teeth
• (Le Chirurgien Dentiste ). Fauchard is credited as being the Father of Modern Dentistry
because his book was the first to describe a comprehensive system for the practice of
dentistry including basic oral anatomy and function, operative and restorative techniques,
and denture construction.
• 1746 - Claude Mouton describes a gold crown and post to be retained in the root canal. He
also recommends white enameling for gold crown s for a more esthetic appearance.
• 1760 - John Baker , the earliest medically -trained dentist to practice in America, immigrates
from England and sets up practice.
• 1760-1780 -Isaac Greenwood practices as the first native -born American dentist.
• 1768 -1770 Paul Revere places advertisements in a Boston newspaper offering his services
as a dentist. In 1776, in the first known case of post-mortem dental forensics, Revere verifies
the death of his friend, Dr. Joseph Warren in the Battle of Breed’s Hill, when he identifies the
bridge that he constructed for Warren.
• 1789 –Frenchman Nicolas Dubois de Chemant receives the first patent for porcelain teeth.
• 1790 -John Greenwood , son of Isaac Greenwood and one of George Washington’s dentists,
constructs the first known dental foot engine . He adapts his mother’s foot treadle spinning
wheel to rotate a drill.
• 1790 -Josiah Flagg , a prominent American dentist, constructs the first chair made
specifically for dental patients. To a wooden Windsor chair, Flagg attaches an adjustable
headrest, plus an arm extension to hold instruments.

Advances in Science and Education—19th Century


• 1801 -Richard C. Skinner writes the Treatise on the Human Teeth , the first dental book
published in America.
• 1825 -Samuel Stockton begins commercial manufacture of porcelain teeth . His S.S. White
Dental Manufacturing Company establishes and dominates the dental supply market
throughout the 19th century.
• 1832 -James Snell invents the first reclining dental chair.
• 1833-1850 –The Crawcours (two brothers from France) introduce amalgam filling material in
the United States under the name Royal Mineral Succedaneum. The brothers are charlatans
whose unscrupulous methods spark the “amalgam wars,” a bitter controversy within the
dental profession over the use of amalgam fillings.
• 1839 –The American Journal of Dental Science , the world’s first dental journal, begins
publication.
• 1839 - Charles Goodyear invents the vulcanization process for hardening rubber. The
resulting
• Vulcanite , an inexpensive material easily molded to the mouth, makes a excellent base for
false teeth, and is soon adopted for use by dentists. In 1864 the molding process for
vulcanite dentures is patented, but the dental profession fights the onerous licensing fees
for the next twenty -five years.

55
• 1840 -Horace Hayden and Chapin Harris found the world’s first dental school, the Baltimore
College of Dental Surgery, and establish the Doctor of Dental Surgery (DDS) degree. (The
school merges with the University of Maryland in 1923)
• 1840 -The American Society of Dental Surgeons , the world’s first national dental
organization, is founded. (The organization dissolves in 1856.)
• 1841 - Alabama enacts the first dental practice act , regulating dentistry in the United States.
The act called for the assignment of a dentist to the state’s medical board in order to grant
licenses for practicing dentistry in the state, however, the act was never enforced, few
dentists are ever assigned a seat on the medical board and only a couple of dental licenses
are ever granted during the forty years it was on the books.
• 1846 –Dentist William Morton conducts the first successful public demonstration of the use
of ether anesthesia for surgery. The previous year Horace Wells , also a dentist,had
conducted a similar demonstration that was regarded a failure when the patient cried out.
Crawford Long , a physician, later claims he used ether as an anesthetic in an operation as
early as 1842, but he did not publish his work.
• 1855 -Robert Arthur originates the cohesive gold foil method allowing dentists to insert gold
into a cavity with minimal pressure. The foil is fabricated by annealing, a process of passing
gold through a flame making it soft and malleable.
• 1859 -Twenty-six dentists meet in Niagara Falls, New York, and form the American Dental
Association.
• 1864 -Sanford C. Barnum develops the rubber dam , a piece of elastic rubber fitted over a
tooth by means of weights. This simple device isolates the tooth from the oral cavity, a
troublesome problem for dentists.
• 1866 -Lucy Beaman Hobbs graduates from the Ohio College of Dental Surgery, becoming the
• first woman to earn a dental degree.
• 1867 -The Harvard University Dental School , the first university-affiliated dental institution,
is founded. The school calls its degree the Dentariae Medicinae Doctorae (DMD), creating a
continuing semantic controvers y (DDS vs. DMD).
• 1869 -Dr. Robert Tanner Freeman, graduating from Harvard University Dental School,
becomes the first African-American to earn a dental degree.
• 1871 -James B. Morrison patents the first commercially manufactured foot -treadle dental
engine . Morrison’s inexpensive, mechanized tool supplies dental burs with enough speed to
cut enamel and dentin smoothly and quickly, revolutionizing the practice of dentistry.
• 1871 -The American George F. Green receives a patent for the first electric dental engine, a
self -contained motor and handpiece.
• 1877 - The Wilkerson chair , the first pump-type hydraulic dental chair, is introduced.
• 1880s - The collapsible metal tube revolutionizes toothpaste manufacturing and marketing.
Dentifrice had been available only in liquid or powder form, usually made by individual
dentists, and sold in bottles, porcelain pots, or paper boxes. Tube toothpaste , in contrast, is
mass-produced in factories, mass-marketed, and sold nation-wide. In twenty years, it
becomes the norm.
• 1883-The National Association of Dental Examiners is founded by the members of the dental
boards of several states in order to establish uniform standards in the qualifications for
dental practitioners, the administration of dental boards overseeing licensing and the
legislation of dental practice acts.
• 1885 -The first female dental assistant is employed by C. Edmond Kells , a prominent New
Orleans dentist. Her duties include chair - side assistance, instrument cleaning, inventory,
appointments, bookkeeping, and reception. Soon “Lady in Attendance” signs are routinely
seen in the windows of 19thcentury dental offices. The American Dental Assistants
Association is founded in 1924 by Juliette Southard and her female colleagues.

56
• 1887 - Stowe & Eddy Dental Laboratory , the first successful industrial - type laboratory in
the U.S., opens in Boston, marking the ascendancy of the modern commercial dental
laboratory. The earliest known dental laboratory in the U.S. was Sutton & Raynor which
opened in New York City around 1854.
• 1890 -Ida Gray , the first African – American woman to earn a dental degree, graduates from
the University of Michigan School of Dentistry.
• 1890 - Willoughby Miller an American dentist in Germany, notes the microbial basis of
dental decay in his book Micro -Organisms of the Human Mouth. This generates an
unprecedented interest in oral hygiene and starts a world-wide movement to promote
regular toothbrushing and flossing.
• 1895 -Wilhelm Roentgen , a German physicist, discovers the x -ray. In 1896 prominent New
Orleans dentist C. Edmond Kells takes the first dental x-ray of a living person in the U.S.
• 1899 -Edward Hartley Angle classifies the various forms of malocclusion . Credited with
making orthodontics into a dental specialty, Angle also establishes the first school of
orthodontics (Angle School of Orthodontia in St. Louis, 1900), the first orthodontic society
(American Society of Orthodontia, 1901), and the first dental specialty journal (American
Orthodontist , 1907)

Innovations in Techniques and Technology —The 20 th century


• 1903 - Charles Land devises the porcelain jacket crown .
• 1905 - Alfred Einhorn , a German chemist, for mulates the local anesthetic procain, later
marketed under the trade name Novocain.
• 1907 - William Taggart invents a “lost wax” casting machine, allowing dentists to make
precision cast fillings.
• 1908 - Greene Vardiman Black, the leading reformer and educator of American dentistry,
publishes his monumental two - volume treatise Operative Dentistry , which remains the
essential clinical dental text for fifty years. Black later develops techniques for filling teeth,
standardizes operative procedures and instrum entation, develops an improved amalgam,
and pioneers the use of visual aids for teaching dentistry.
• 1910 - The first formal training program for dental nurses is established at the Ohio College
of Dental Surgery by Cyrus M. Wright. The program is discontinued in 1914 mainly due to
opposition by Ohio dentists.
• 1911- The U.S. Army Dental Corps is established as the first armed services dental corps in
the U.S. The Navy institutes its Dental Corps in 1912.
• 1913 - Alfred C. Fones opens the Fones Cl inic For Dental Hygienists in Bridgeport,
Connecticut, the world’s first oral hygiene school. Most of the twenty - seven women
graduates of the first class are employed by the Bridgeport Board of Education to clean the
teeth of school children. The greatly reduced incidence of caries among these children gives
impetus to the dental hygienist movement. Dr. Fones, first to use the term “dental hygienist
,” becomes known as the Father of Dental Hygiene.
• 1917 - Irene Newman receives the world’s first dental hygiene license in Connecticut.
• 1930 - The American Board of Orthodontics , the world’s first dental specialty board , is
founded.
• 1930-1943 - Frederick S. McKay , a Colorado dentist, is convinced that brown stains
(mottling) on his patients’ teeth are relate d to their water supply. McKay’s research verifies
that drinking water with high levels of naturally occurring fluoride is associated with low
dental caries and a high degree of mottled enamel. By the early 1940s, H. Trendley Dean
determines the ideal level of fluoride in drinking water to substantially reduce decay without
mottling.
• 1938 - The nylon toothbrush , the first made with synthetic bristles, appears on the market.

57
• 1937 - Alvin Strock inserts the first Vitallium dental screw implant . Vitallium, the first
successful biocompatible implant metal, had been developed a year earlier by Charles
Venable, an orthopedic surgeon.
• 1945– The water fluoridation era begins when the cities of Newburgh, New York, and Grand
Rapids, Michigan, add sodium fluoride to their public water systems.
• 1948 -President Harry S. Truman signs the Congressional bill formally establishing the
• National Institute of Dental Research and initiating federal funding for dental research. Dr.
H. Trendley Dean is appointed its first director. The Institute is renamed the National
Institute of Dental and Craniofacial Research in 1998.
• 1950s –The first fluoride toothpastes are marketed.
• 1949 - Oskar Hagger , a Swiss chemist, develops the first system of bonding acrylic resin to
dentin.
• 1955 - Michael Buonocore describes the acid etch technique,a simple method of increasing
the adhesion of acrylic fillings to enamel.
• 1957 -John Borden introduces a high -speed air-driven contra-angle handpiece. The Airotor
obtains speeds up to 300,000 rotations per minute and is an immediate commercial success,
launching a new era of high -speed dentistry.
• 1958 –A fully reclining dental chair is introduced.
• 1960s - Sit down, four - handed dentistry becomes popular in the U.S. This technique
improves productivity and shortens treatment time.
• 1960s – Lasers are developed and approved for soft tissue work, such as treatment of
periodontal disease.
• 1960 - The first commercial electric toothbrush , developed in Switzerland after World War
II, is introduced in the United States. A cordless, rechargeable model follows in 1961.
• 1962 -Rafael Bowen develops Bis - GMA, the thermoset resin complex used in most modern
composite resin restorative materials.
• 1980s – Per-Ingvar Branemark describes techniques for the osseointegration of dental
implants.1989 - The first commercial home tooth bleaching product is marketed .
• 1990s - New tooth - colored restorative materials plus increased usage of bleaching, veneers,
and implants inaugurate an era of esthetic dentistry.
• 1997 -FDA approves the erbium YAG laser , the first for use on dentin, to treat tooth decay.
• 1998- The National Institute of Dental Research is renamed National Institute of Dental and
Craniofacial Research to more accurately reflect the broad research base that it has come to
support.

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/158069/dentistry/274268/History-of-
dentistryWritten by Malvin E. Ring, D.D.S.
Last Updated 2-1-2012

Early dentistry

Dentistry, in some form, has been practiced since ancient times. For example, Egyptian skulls dating
from 2900 to 2750 bce contain evidence of small holes in the jaw in the vicinity of a tooth’s roots.
Such holes are believed to have been drilled to drain abscesses. In addition, accounts of dental
treatment appear in Egyptian scrolls dating from 1500 bce. It is believed that the Egyptians practiced
oral surgery perhaps as early as 2500 bce, although evidence for this is minimal. An early attempt at
tooth replacement dates to Phoenicia (modern Lebanon) around 600 bce, where missing teeth were
replaced with animal teeth and were bound into place with cord.

58
True restorative dentistry began with the Etruscans, who lived in the area of what is today central
and northern Italy. Numerous dental bridges and partial dentures of gold have been found in
Etruscan tombs, which date to about 500 bce. The Romans, who conquered the Etruscans, adopted
Etruscan culture, and dentistry became a regular part of Roman medical practice. The Greeks also
practiced some form of oral medicine, including tooth extractions, from the time of Hippocrates,
around 400 bce.
Philosophy of Community Dentistry
http://www.vspmdentalcollege.in/upload/syllabus/community_dentistry_200906.pdf
http://webteach.mccs.uky.edu/profdent/On%20Ethics%20in%20the%20Profession%20of%20Dentist
ry%20and%20Dental%20Education.pdf

59
MINGGU 6
18 MARET 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu
13.00-15.00 Diskusi Kelompok: Tutor 41 ruang kecil
Peran Profesi Kesehatan (kapasitas 20 orang)

Metode CBD

1. Tutor membuka sesi dan memberikan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilakukan
serta membagi mahasiswa dalam kelas menjadi 2 kelompok yang masing-masing
beranggotakan sekitar 10 orang (alokasi waktu 10 menit)
2. Kelompok 1 mendiskusikan kasus 1 (peran profesi dalam pelayanan kesehatan di lingkup
komunitas); kelompok 2 mendiskusikan kasus 2 (peran profesi dalam pelayanan kesehatan
di lingkup individu)
3. Tutor mengawasi dan memfasilitasi jalannya diskusi dan mahasiswa mengisi borang hasil
diskusi CBD (alokasi waktu 45 menit).
4. Tutor mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya dalam
kelompok besar dan memfasilitasi diskusi yang terjadi (alokasi waktu 45 menit)
5. Tutor memberikan umpan balik dan menutup sesi (15 menit).

SOAL CBD kelompok 1

Sudah seminggu sejak gempa dan letusan gunung berapi melanda Kota Kecamatan X. Erupsi masih
terjadi hingga hari ini, dengan asap tebal, serta luapan lahar dan lava yang mengalir menuju
pemukiman warga. Sebagian besar warga sudah mengungsi ke tempat-tempat yang lebih aman,
karena tempat tinggal mereka yang masih sangat rawan terjadi letusan dan gempa susulan.

Tak terhitung penduduk yang memerlukan perawatan karena menjadi korban reruntuhan bangunan,
benda tajam akibat gempa, gangguan pernafasan akibat asap letusan dan gangguan kulit dari ringan
sampai berat akibat terkena aliran lahar dan lava serta berbagai masalah kesehatan lain yang
menyusul seperti kurangnya air bersih, kesehatan dan kebersihan diri.

Kepala Puskesmas di wilayah tersebut harus mengkoordinir bantuan obat-obatan yang datang,
mengkoordinir pelayanan kesehatan bagi pengungsi terutama serta bagi penduduk yang masih
tertinggal di daerah rawan bencana.

Beberapa masalah utama yang ditemukan saat ini adalah tidak meratanya distribusi bantuan obat-
obatan, munculnya masalah kesehatan akibat sarana dan prasarana yang lumpuh serta kurangnya
tenaga kesehatan di wilayah tersebut.

60
Topik diskusi :

1. Peran setiap profesi kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan yang ditimbulkan
akibat bencana.
2. Hambatan dalam kolaborasi interprofesional yang terbentuk
3. Identifikasi masalah-masalah dalam proses kolaborasi
4. Strategi yang perlu dilaksanakan untuk mencapai kolaborasi interprofesional yang efektif.

SOAL CBD kelompok 2

Bapak Arif (68 tahun) menderita penyakit DM type 2, dan berobat secara rutin ke dokternya dr.
Bayu. Pada suatu saat beliau datang berobat dengan kondisi fisiknya lemah dan keluhan mengapa
akhir2 ini gusinya berdarah bila sikat gigi dan juga saat tidak gosok gigi/perdarahan spontan. Dr.
Bayu menyarankan Bapak Arif untuk dirawat di RS agar dapat ditangani secara komprehensif .
Karena kondisi fisik Bp. Arif dan kesibukan keluarga yang tidak memungkinkan, Bp.Arif lebih memilih
untuk dirawat di rumah saja. Bapak Arif, yang merupakan perokok, tinggal bersama keluarganya di
pemukiman padat penduduk.

Perawatan Bp. Arif direncanakan akan dilaksanakan oleh tim yang dikoordinasi oleh seorang
perawat dengan rekomendasi dari masing-masing bidang terkait yaitu dokter umum, dokter gigi,
ahli gizi, tenaga kesehatan masyarakat, dan apoteker

Topik diskusi :

1. Peran setiap profesi kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan yang diderita
pasien
2. Hambatan dalam kolaborasi interprofesional yang terbentuk
3. Identifikasi masalah-masalah dalam proses kolaborasi
4. Strategi yang perlu dilaksanakan untuk mencapai kolaborasi interprofesional yang efektif
untuk kesehatan pasien.

61
MINGGU 7
25 MARET 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu
13.00-15.00 Kuliah Tamu dan Pleno Peran
Profesi Kesehatan

Kuliah Tamu:
Kegiatan ini memberikan 4-6 pembicara yang Auditorium RIK
gambaran kolaborasi dalam mewakili profesi
setting sebenarnya yang terjalin berbeda
antar beberapa profesi
kesehatan. Pembicara merupakan
mewakili beberapa profesi yang
saling bekerjasama dalam
memberikan pelayanan
kesehatan. Mahasiswa dapat
bertanya dan berdiskusi seputar
kasus pemicu yang dibahas dalam
sesi ini.

Pleno:
Pemilihan kelompok mahasiswa 2 narasumber di 5 ruangan besar
yang presentasi akan ditentukan setiap ruangan besar kapasitas @200 orang
secara acak
Setelah beberapa kelompok
mempresentasikan hasil
diskusinya, narasumber
memberikan klarifikasi dan
umpan balik

62
MINGGU 8
1 APRIL 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

13.00-15.00 Dinamika kelompok III : Tutor 41 ruang kecil


Komunikasi interprofessional & (kapasitas 20 orang)
Kolaborasi interprofessional

Kegiatan pembinaan dinamika


kelompok (team building) I terdiri
dari 2 permainan, yaitu :
-in other words
-kerjasama dan kolaborasi
dan diakhiri dengan debriefing

63
DINAMIKA KELOMPOK III

KOMUNIKASI 2
“In Other Words”: Membangun Kemampuan Komunikasi Lisan

Tujuan 1. Untuk mengenalkan peserta dengan beberapa tips yang


berguna dalam komunikasi lisan yang efektif
2. Untuk melatih peserta dalam menerjemahkan pesan tertulis
yang panjang menjadi pesan singkat yang akurat dan efektif
3. Untuk memberikan kesempatan kepada peserta dalam
memberikan umpan balik tentang efektivitas dari terjemahan
dan penyampaian mereka
Waktu Penyajian ±60 menit
Jumlah Peserta Masing-masing kelompok membentuk 3 anggota (triad), sisanya
menjadi observer
Disain Ruangan Ruangan yang cukup untuk setiap kelompok berdiskusi tanpa
mengganggu kelompok lainnya. Kursi yang dapat dipindah-pindah
sebaiknya disediakan.
Alat Bantu 1. Handout Komunikasi “In Other Words” untuk setiap peserta
2. Lembar Terjemahan “In Other Words” A, B, dan C untuk setiap
peserta
3. Alat tulis
4. Clipboard atau alat lain yang memudahkan peserta untuk
menulis

64
Prosedur 1. Fasilitator menjelaskan tujuan dari permainan
2. Setiap peserta dibagikan Handout dan diminta untuk
membacanya. Fasilitator memimpin diskusi mengenai tips yang
ada di Handout tersebut, mengklarifikasi beberapa poin jika
diperlukan (20 menit)
3. Fasilitator menginstruksikan kepada peserta untuk membentuk
kelompok yang terdiri dari 3 orang. Setiap peserta kemudian
dibagikan Lembar Terjemahan. Selanjutnya fasilitator
menjelaskan bahwa satu orang dalam setiap kelompok
berfokus pada lembar A, anggota kedua pada lembar B, dan
anggota ketiga pada lembar C. setiap anggota kelompok
kemudian mengerjakan lembar masing-masing, yaitu meringkas
pesan menjadi maksimal setengah dari panjang pesan tersebut.
Terjemahan tersebut ditulis di bawah paragraf pesan yang asli
(10 menit)
4. Fasilitator menginstruksikan masing-masing anggota kelompok
untuk membaca Lembar A dalam hati; anggota yang
menerjemahkan lembar A dapat me-review kembali
ringkasannya. Selanjutnya, anggota yang meringkas Lembar A
menutup lembarnya dan menjelaskan secara lisan hasil
ringkasannya. Fasilitator menjelaskan bahwa penjelasan lisan
tidak harus sama kata per kata dengan apa yang ditulis, namun
dalam penjelasan lisan harus digunakan tips-tips yang ada
dalam Handout.
Dua anggota kelompok yang lain mendengarkan dengan
seksama; kemudian mengevaluasi efektifitas, ketepatan
terjemahan, penggunaan tips serta memberikan umpan balik.
Selanjutnya ketiga anggota kelompok mendiskusikan kembali
secara bersama tentang bagaimana terjemahan yang sesuai.
Prosedur ini kembali dilakukan untuk Lembar B dan C.
Setelah memastikan semua peserta memahami aturan
permainan, fasilitator dapat mempersilakan peserta untuk
memulai sesi ini. (45 menit)

65
Acuan untuk Fasilitator mengumpulkan peserta menjadi satu kelompok untuk
Diskusi dan mendiskusikan kesimpulan. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini
Pembahasan dapat ditanyakan:
Fasilitator 1) Apa kesulitan dan kemudahan dalam menerjemahkan pesan?
Apa kesulitan dan kemudahan dalam menyampaikan pesan
terjemahan secara lisan?
2) Apa langkah yang biasa dilakukan oleh masing-masing
anggota dalam menerjemahkan pesan?
3) Bagaimana pesan terjemahan dapat berbeda sesuai dengan
anggota yang terlibat dalam penerjemahan? Apa yang
menyebabkan perbedaan tersebut?
4) Apa yang paling mempengaruhi presentasi: penulisan
terjemahan atau penyampaian? Bagaimana efek total yang
diakibatkan dari penulisan dan penyampaian?
5) Apa saja “Do” dan “Don’t” dalam menerjemahkan pesan
menjadi pesan lisan? Generalisasi apa yang bisa dibuat
mengenai komunikasi lisan?
6) Ide apa yang bisa Anda terapkan dalam interaksi dengan
orang lain untuk meningkatkan kemampuan komunikasi lisan?

FORM KOMUNIKASI 2
HANDOUT

Berikut ini beberapa tips untuk membantu meningkatkan efektivitas dalam komunikasi
lisan:
1. Hindari bahasa yang cenderung ke jenis kelamin tertentu
2. Gunakan tata bahasa yang benar. Jangan gunakan kalimat yang merendahkan
pendengar
3. Hindari bahasa sehari-hari (bahasa gaul) dan jargon. Bahasa yang jelas, singkat, dan
sederhana lebih baik digunakan.
4. Hindari bergumam seperti “ee”, “ah”, dan “umm”
5. Variasikan nada suara, namun tetap berbicara dengan lantang dan pengucapan yang
jelas
6. Awasi tempo bicara. Hindari berbicara terlalu cepat atau terlalu lambat
7. Pertahankan kontak mata dengan pendengar, sehingga mereka mendengarkan dan
merespon apa yang Anda jelaskan dan Anda dapat melihat apakah pendengar sudah
memahami apa yang Anda katakan
8. Gunakan bahasa tubuh/gerak tubuh yang sesuai dengan yang sedang Anda jelaskan

66
FORM KOMUNIKASI 2
Lembar A

Kesalahpahaman antara seseorang dengan yang lain dapat terjadi karena kesalahan asumsi
orang mengenai komunikasi. Dua asumsi yang salah antara lain: (1) “Anda” selalu
mengetahui apa yang “Saya” maksud; dan (2) “Saya” harus selalu tahu apa yang “Anda”
maksud. Anggapan ini timbul apabila orang tinggal dan bekerja bersama, mereka
seharusnya dapat mengerti pikiran satu sama lain. Beberapa orang percaya apabila mereka
transparan ke diri mereka sendiri, mereka juga transparan ke orang lain. “Karena saya ada,
Anda sebaiknya dapat mengerti saya”, hal ini yang ada di pikiran mereka. Orang yang
memiliki anggapan ini seringkali berpendapat bahwa mereka dapat berkomunikasi secara
jelas jika mereka mengatakan secara sederhana apa yang mereka inginkan. Pada
kenyataannya, mereka membuat orang yang mendengarkan menjadi bingung den
menebak-nebak tentang pesan yang disampaikan. Kesalahpahaman biasa terjadi karena
tidak adanya kejelasan dalam berkomunikasi

Terjemahan:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………

FORM KOMUNIKASI 2
Lembar B

Kejelasan komunikasi dipengaruhi oleh pemahaman dari pengirim dan penerima pesan
mengenai kemampuan komunikasi. Anggapan seseorang mengenai kemampuannya dalam
menyampaikan pesan adalah mungkin untuk dievaluasi.Orang dengan kebiasaan komunikasi
yang seenaknya biasanya diyakini sebagai komunikator yang sukses karena mereka dapat
berbicara dengan lancar dan mudah merangkai berbagai kata-kata. Kemampuan sebenarnya
dalam komunikasi interpersonal, sebaliknya, adalah hal yang sangat berbeda. Perhitungan
yang akurat mengenai kelebihan dan kekurangan dalam berkomunikasi adalah hal yang
penting. Seringkali, kelebihan dapat diperkuat dan kelemahan dapat ditingkatkan.Seseorang
dapat memiliki kepribadian yang menarik yang dapat membantunya dalam komunikasi,
sedangkan adajuga yang dapat sukses berkomunikasi dengan pemilihan kata yang tepat.
Bahkan seseorang juga dapat berkomunikasi dengan cara yang membuat pendengarnya
merasa bahwa dia mengerti mereka.

Terjemahan:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………

67
FORM KOMUNIKASI 2
Lembar C

Konteks dalam komunikasi adalah hal yang penting dalam menentukan akurasi yang
dibutuhkan atau memungkinkan antar individu dalam suatu situasi tertentu. Banyaknya
kejelasan yang didapatkan tergantung pada kemampuan komunikasi seseorang, seberapa
banyak saluran komunikasi yang tersedia bagi pengirim pesan, seberapa banyak
pengulangan pesan yang dapat diberikan pengirim pesan, dan hubungan personal antara
orang yang berkomunikasi. Melakukan komunikasi dengan orang yang berada tidak
ditempat yang sama lebih sulit dalam mengklarifikasi dibandingkan orang yang
berkomunikasi tatap muka. Secara singkat, pembicara sebaiknya membangun ekspektasi
yang realistis mengenai kejelasan konteks yang disampaikan.

Terjemahan:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………

68
DINAMIKA KELOMPOK III

KERJASAMA DAN KOLABORASI

A. Mesin Cuci Darah


Tujuan: 1. Peserta dapat membuktikan bahwa di dalam sebuah
kelompok, kebersamaan akan menghasilkan produktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan bekerja sendiri-sendiri.
2. Peserta memahami bahwa kerjasama adalah penting untuk
mencapai tujuan kelompok.
Waktu penyajian: 50 menit

Jumlah peserta: 20 orang terbagi dalam kelompok masing-masing 5-7 orang

Desain Ruangan : 1. Luas Ruangan: sekurang-kurangnya 2 m2 x jumlah peserta.


2. Kursi bebas, sesuai dengan keperluan
Alat Bantu : 1. Satu berkas penjelasan tentang mesin pencuci darah untuk
masing-masing peserta

2. Kursi yang diatur melingkar untuk setiap kelompok dengan


jarak antara kelompok cukup jauh agar tidak terlalu
mengganggu

69
Prosedur: 1. Fasilitator secara singkat menjelaskan tujuan permainan ini.
Dapat dimulai dengan mendiskusikan peranan “nilai” dalam
pemecahan masalah kelompok, dengan menekankan bahwa
pembuatan keputusan relatif lebih mudah dalam hal
masalahnya obyektif atau faktual selain itu bersama-sama
dengan anggota kelompok keputusan bisa diambil dengan
pertimbangan dari berbagai sisi. Namun pada kenyataannya
kita sering harus membuat keputusan yang sifatnya lebih
subyektif dan tidak mempunyai jawaban “benar” atau “salah”.
Jadi kelompok harus membuat pemilihan yang beralasan
terhadap beberapa kemungkinan jawaban, yang mungkin
semuanya tidak menyenangkan. Adalah tugas kelompok
untuk mempertimbangkan unsur-unsur yang ada dan
memperhatikan nilai-nilai dalam mengambil keputusan itu.
2. Fasilitator membentuk kelompok-kelompok kecil dan
membagikan berkas penjelasan tentang mesin pencuci darah
kepada para peserta untuk dibaca. Guna membuat situasi
lebih nyata, dapat disebutkan bahwa benar-benar ada Rumah
Sakit di Kabupaten Langit Biru, yang menggunakan kelompok
orang-orang awam dalam menyeleksi calon pemakai mesin
pencuci darah.
3. Kelompok diberi waktu 30 menit untuk mengambil keputusan
dan memilih satu nama. Fasilitator menugaskan mereka
untuk menguraikan kriteria yang mereka pakai dalam
pemecahan masalah tersebut.
4. Bila waktu telah habis, dilakukan evaluasi tentang:
a. Siapa pilihan kelompok dan mengapa ?
b. Sampai sejauh mana mereka ingin menghindari pembuatan
keputusan, yaitu misalnya dengan melakukan pilihan
dengan cara “melempar uang” memakai sistem undian
c. Sampai sejauh mana kelompok bersedia menerima usul
yang aneh, seperti misalnya usul untuk menggunakan
mesin itu berganti-ganti untuk kelima pasien atau usul
membiarkan semua pasien mati
d. Sampai sejauh mana kelompok berusaha obyektif ini,
misalnya dengan menggunakan angka-angka untuk
“rating” dan apakah cara itu efektif
5 Fasilitator menunjukkan bahwa calon/pasien yang diajukan
sebenarnya merupakan stereotipe dari kelompok tertentu
(ilmuwan, wanita karir, ibu, suku cina dan mahasiswa)

Variasi:

1. Keterangan tentang pasien dapat diubah


2. Keputusan dapat dibuat secara tersendiri oleh setiap anggota
kelompok, sebelum membuat keputusan bersama
3. Tugas dapat diubah dengan membuat daftar prioritas dari
kelima pasien
4. Dapat digunakan Role-Play:
Pasien didatangkan dihadapan komisi pembuat keputusan atau
wakil kelompok bertugas memberitahu hasil keputusannya
kepada pasien-pasien
70 yang bersangkutan.
Acuan untuk Diskusi 1. Bagaimana individu dalam mengambil keputusan? Dan
dan Pembahasan bagaimana pula bila keputusan diambil secara berkelompok?
Fasilitator: Proses apa yang terjadi?

2. Hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan di dalam


kelompok ketika sebuah keputusan harus diambil?

Bila sisi profesi menjadi pertimbangan

3. Identifikasi hal-hal apa saja yang memudahkan bila keputusan


diambil secara berkelompok (Kepemimpinan, manajemen
konfllik dsb) dan sebaliknya hal-hal apa saja yang
menyulitkan? (dominasi, egois dsb). Hal apa yang bisa
dilakukan untuk mengatasi kesulitan ini?

LEMBAR
MESIN PENCUCI DARAH

Mesin pencuci darah merupakan hasil teknologi yang mutakhir yang sangat penting, artinya bagi
dunia kedokteran karena dapat menolong/menyelamatkan orang-orang yang menderita penyakit
ginjal yang jarang terdapat. Mesin itu mampu berfungsi sebagai ginjal menggantikan ginjal
penderita yang sudah rusak karena penyakitnya. Dengan menggunakan mesin itu selama 24 jam
perminggu, penderita dapat memperpanjang hidupnya sampai bagtas waktu yang tidak tertentu.
Pada saat ini para dokter telah menerima 5 nama penderita yang memerlukan bantuan mesin
tersebut. Sayang sekali hanya ada satu yang dapat diterima pada saat ini. Untuk memutuskan
kepada siapa bantuan itu akan diberikan, maka tim dokter itu menyerahkan kasus ini kepada komisi
khusus. Kepada komisi diberikan riwayat hidup singkat dari masing-masing penderita.
Asumsi para dokter ialah bahwa setiap penderita memiliki kemungkinan hidup yang sama besar,
kalau diberikan kesempatan untuk memakai mesin itu. Jadi komisi diminta memutuskan siapa
diantara kelima orang tersebut yang akan diizinkan untuk menggunakan mesin ginjal itu.
Anda diminta untuk menjadi salah satu anggota komisi khusus itu. Ingat hanya ada satu lowongan,
dan anda harus memilih satu dari kelima orang itu. Pada akhir pertemuan, anda harus dengan suara
bulat menyetujui keputusan kelompok yang merupakan nama satu orang penderita yang diizinkan
untuk memperpanjang hidupnya, dan anda harus menentukan sendiri kriteria yang dipakai untuk
mengadakan pilihan tersebut.
Satu-satunya informasi medis yang anda ketahui ialah bahwa orang di atas 40 tahun biasanya
memperlihatkan hasil yang tidak sebaik mereka yang di bawah 40 tahun dalam menggunakan mesin
ini. (meskipun demikian, itu tidak berarti bahwa sia-sia saja untuk memberikan mesin itu kepada
orang yang berumur lebih dari 40 tahun).

Tn. Kumbang
Pria, umur 42 tahun telah menikah selama 21 tahun, punya anak (laki-laki 18 tahun dan perempuan
15 tahun), keduanya di SMA. Sebagai ahli fisika yang bekerja di Fak Kedokteran Negeri, dia sedang
menjalani suatu proyek pencegahan kanker.
Dari tulisan-tulisan Tn. Kumbang yang terbaru tampak bahwa dia akan mengemukakan suatu
penemuan baru yang penting bagi dunia kedokteran. Dia adalah staf pengajar pada Universitas itu,
anggota Ikatan Ahli Fisika, anggota Rotary International, dan aktif dalam gerakan Pramuka tingkat
nasional sejak 10 tahun yang lalu.

71
Pada saat ini dia telah mengetahui tentang kondisi kesehatannya. Dia merasa bahwa kondisinya ini
sangat mengganggu pekerjaannya. Hubungan dengan keluarganya tidak begitu baik sejak beberapa
lama, oleh karena dedikasinya yang begitu tinggi terhadap pekerjaannya. Kawan sekerjanya dan
para asistennya memandang sebagai ilmiawan “kelas satu” yang telah dan akan masih memberikan
sumbangan begitu banyak pada riset-riset di bidang kedokteran.
Tetapi mereka berpendapat bahwa Tn. Kumbang menunjukkan gejala-gejala gangguan kejiwaan
yang semakin lama semakin parah, yang pada suatu saat nanti mungkin harus membutuhkan
bantuan seorang psikiater.

Tn. Damang
Pria keturunan Cina umur 27 tahun. Telah menikah selama 5 tahun, punya satu anak perempuan
umur 3 tahun, isterinya sekarang sedang hamil 6 bulan. Karyawan yang bekerja sebagai ahli mesin
pada sebuah perusahaan dealer mobil.
Pada malam hari dia kuliah di jurusan mesin Akademi Teknik. Tidak giat dalam aktivitas sosial. Dia
merencanakan membuka bengkel mobil yang khusus melayani perbaikan gigi-otomatis setelah lulus
nanti.
Dia seorang keturunan Cina yang luwes dalam pergaulannya dengan orang-orang pribumi. Dia
disukai oleh teman-temannya. Dia sangat setia kepada keluarganya dan nampaknya merupakan
seorang suami dan ayah yang baik sekali. Kemampuannya untuk mengembangkan pekerjaan
pilihannya itu tidak begitu baik.
Angka-angkanya di SMA tidak begitu menggembirakan, meskipun dia selalu di pandang oleh gurunya
sebagai anak yang patuh dan tekun belajar. Dia tidak pernah terlihat dalam kenakalan remaja.
Selalu berusaha keras untuk mencapai sesuatu. Rencananya untuk membuka bengkel itu mungking
tidak akan mencapai kesuksesan. Mungkin terpaksa harus puas dengan tetap menjadi karyawan
perusahaannya yang sekarang, dengan kedudukan/posisi yang tidak berubah-ubah lagi.
Isterinya mempunyai ijazah sekretaris. Prospeknya untuk mencari pekerjaan adalah baik, tetapi
mereka berdua telah sama-sama menyetujui supaya sang isteri tidak bekerja, melainkan hanya
tinggal di rumah dan menjadi ibu rumah tangga. Tn. Damang belum mengetahui keparahan
penyakitnya.

Nyonya Mawar
Wanita, umur 30 tahun, menikah sejak 11 tahun yang lalu. Punya anak 4 orang (laki-laki 10 tahun,
laki-laki 8 tahun, perempuan 5 tahun dan bayi perempuan 4 bulan).
Suaminya bergerak di bidang usaha (mempunyai rumah makan). Nyonya mawar tamat SMA tetapi
tidak pernah bekerja. Pasangan ini baru saja beli rumah dan nyonya mawar merencanakan
mengatur sendiri interiornya untuk melihat apakah dia mempunyai bakat untuk melanjutkan
sekolahnya ke jurusan interior decoration. Dia aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan. Menjadi
ketua organisasi wanita islam (cabang) dan termasuk fanatik terhadap agamanya.
Dia tampak sudah merasa pasrah terhadap kondisi kesehatannya yang sudah parah dan mendekati
kematiannya itu. Suaminya yang bekerja siang dan malam itu mempunyai kondisi kesehatan yang
baik, disegani dan dicintai oleh anak-anaknya. Ibunya nyonya mawar yang tinggal dengan keluarga
itu membantu merawat anak-anak.

Lintang
Pria, umur 19 tahun. Bujangan, tetapi baru saja resmi bertunangan dan merencanakan akan
menikah bulan Juli yang akan datang. Sekarang mahasiswa tingkat dua pada sebuah universitas
negeri, jurusan filsafat dan sastra. Berambisi untuk meraih gelar doktor kelak, dan menjadi dosen.
Aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi politik di kampus, sangat berani dengan kritik-kritiknya
yang tajam, sehingga pernah ditahan sebentar dengan tuduhan “Agitasi”. Puisi karyanya sudah

72
banyak yang diterbitkan oleh majalah-majalah di daerahnya. Ayahnya bergerak di bidang
wiraswasta (mempunyai toko pakaian pria) dan ibunya telah meninggal, adiknya dua orang
perempuan (15 tahun dan 11 tahun).

Dia mahasiswa yang pandai (hampir selalu mendapat nilai terbaik), yang disegani oleh guru dan
teman-temannya. Tetapi dia kelihatannya tidak pasti mengenai masa depannya. Sikapnya terhadap
penyakitnya jelas tidak positif, tidak mau pasrah, menyesali, was-was, dan hampir paranoid.
Ayahnya telah menanamkan begitu banyak modal dalam bentuk uang, waktu dan juga emosi
terhadap anak laki satu-satunya itu dengan harapan agar anak itu nanti menjadi ahli
hukum/pengacara. Tetapi akhir-akhir ini hubungan dengan ayahnya memburuk. Si ayah lebih
banyak memperhatikan anak-anak gadisnya, meskipun demikian mereka masih menyeganinya.
Calon mertuanya seorang pengusaha kaya, mengharapkan bekerja pada perusahaan milik
keluarganya, setelah dia menjadi sarjana.

Melati

Wanita, umur 34 tahun, belum menikah. Sekarang bekerja sebagai sekretaris eksekutif pada sebuah
perusahaan swasta besar, dimana dia telah bekerja sejak tamat dari akademi sekretaris. Anggota
yang sangat aktif dari perkumpulan gereja. Sering berpartisipasi dalam berbagai kegiatan amal.

Dia wanita yang penuh kepercayaan diri, berwibawa, tegas, pendek kata pantas menjadi contoh bagi
“wanita berkarir”. Dia memperlihatkan sikap anti terhadap pernikahan, dan bukannya tidak
mungkin bila dia berniat hidup membujang selamanya.

Atasannya menilainya sebagai seseorang yang sukar dicari gantinya. Pekerjaannya sangat
memuaskan, dan aktivitasnya dalam gereja dan kegiatan amal sangatlah efektif. Dia disukai oleh
orang-orang yang mengenalnya, meskipun dia pasrah terhadap nasib dan kematiannya. Bahkan dia
menyatakan bahwa lebih baik orang lain saja yang memakai mesin itu, bukan dia, kesediaannya ini
kelihatannya dinyatakan dengan ikhlas.

73
PERSIAPAN CBD MINGGU ke-9

Kasus

Dr Nina adalah seorang lulusan dokter yang baru menyelesaikan tugas magangnya di RS dan
puskesmas. Saat ini dr Nina ditempatkan di suatu puskesmas di Desa Ilalang di daerah
Kepulauan Riau. Sebagai seorang dokter, dr Nina ditugaskan sekaligus sebagai pimpinan
puskesmas.

Sebulan setelah bertugas, terjadi wabah diare di Desa Ilalang. Jumlah pasien segala umur
dengan diare yang datang ke puskesmas meningkat drastis. Dr Nina memutuskan untuk segera
bertindak untuk mengatasi wabah diare tersebut dengan melakukan surveilans terhadap
penyebab diare, dan memberikan pertolongan dan pengobatan pasien diare di Puskesmas.

Meskipun sudah mengambil keputusan, dr Nina merasa tidak mendapat dukungan penuh dari
anggota timnya di Puskesmas yang terdiri dari 2 orang perawat, 1 orang ahli gizi, 1 orang ahli
kesehatan masyarakat, dan 1 orang dokter gigi. Selama ini, dr Nina cenderung diam dan enggan
berbicara dengan anggota timnya.

Learning issues:

1. Apa yang dimaksud dengan konflik?


2. Apa saja tipe konflik?
3. Mengapa dan bagaimana konflik bisa terjadi?
4. Apakah konflik dapat dicegah? Apakah konflik dapat dikelola? Bagaimana caranya?
5. Ada apa sajakah macam gaya kepemimpinan? Bagaimana gaya kepemimpinan ini dapat
terbentuk?
6. Strategi kepemimpinan yang bagaimanakah yang produktif untuk tim kolaborasi
interprofesional?
7. Peran kepemimpinan dalam kolaborasi interprofesional
8. Definisi dan implementasi komunikasi interprofesional
9. Hambatan dalam komunikasi interprofesional dan faktor penyebab
10. Peran komunikasi interprofesional dalam mencegah konflik
11. Implementasi prinsip komunikasi interprofesional, pencegahan konflik dan kepemimpinan
dalam kasus dr Nina. (untuk no 11 baru akan didiskusikan di kelas pada minggu ke-9)

Pertanyaan
Kelompok 1 1, 2, dan 3
Kelompok 2 2, 3, dan 4
Kelompok 3 5, 6, dan 7
Kelompok 4 8,9, dan 10

74
MINGGU 9
8 APRIL 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu
13.00-15.00 Diskusi kelompok: Identifikasi Tutor 41 ruang kecil
masalah dalam proses kolaborasi (kapasitas 20 orang)
dan kerja sama

Metode CBD

1. Tutor membuka sesi dan memberikan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilakukan
serta membagi mahasiswa dalam kelas menjadi 2 kelompok yang masing-masing
beranggotakan sekitar 10 orang (alokasi waktu 10 menit)
2. Mahasiswa mendiskusikan kasus pemicu dalam kelompok masing-masing
3. Tutor mengawasi dan memfasilitasi jalannya diskusi dan mahasiswa mengisi borang hasil
diskusi CBD (alokasi waktu 45 menit).
4. Tutor mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya dalam
kelompok besar dan memfasilitasi diskusi yang terjadi (alokasi waktu 45 menit)
5. Tutor memberikan umpan balik dan menutup sesi (15 menit).

Kasus

Dr Nina adalah seorang lulusan dokter yang baru menyelesaikan tugas magangnya di RS dan
puskesmas. Saat ini dr Nina ditempatkan di suatu puskesmas di Desa Ilalang di daerah
Kepulauan Riau. Sebagai seorang dokter, dr Nina ditugaskan sekaligus sebagai pimpinan
puskesmas.

Sebulan setelah bertugas, terjadi wabah diare di Desa Ilalang. Jumlah pasien segala umur
dengan diare yang datang ke puskesmas meningkat drastis. Dr Nina memutuskan untuk segera
bertindak untuk mengatasi wabah diare tersebut dengan melakukan surveilans terhadap
penyebab diare, dan memberikan pertolongan dan pengobatan pasien diare di Puskesmas.

Meskipun sudah mengambil keputusan, dr Nina merasa tidak mendapat dukungan penuh dari
anggota timnya di Puskesmas yang terdiri dari 2 orang perawat, 1 orang ahli gizi, 1 orang ahli
kesehatan masyarakat, dan 1 orang dokter gigi. Selama ini, dr Nina cenderung diam dan enggan
berbicara dengan anggota timnya.

Learning issues:

a. Apa yang dimaksud dengan konflik?


b. Apa saja tipe konflik?
c. Mengapa dan bagaimana konflik bisa terjadi?
d. Apakah konflik dapat dicegah? Apakah konflik dapat dikelola? Bagaimana caranya?
e. Ada apa sajakah macam gaya kepemimpinan? Bagaimana gaya kepemimpinan ini dapat
terbentuk?

75
f. Strategi kepemimpinan yang bagaimanakah yang produktif untuk tim kolaborasi
interprofesional?
g. Peran kepemimpinan dalam kolaborasi interprofesional
h. Definisi dan implementasi komunikasi interprofesional
i. Hambatan dalam komunikasi interprofesional dan faktor penyebab
j. Peran komunikasi interprofesional dalam mencegah konflik
k. Implementasi prinsip komunikasi interprofesional, pencegahan konflik dan kepemimpinan
dalam kasus dr Nina.

RANGKUMAN & REFERENSI

Manajemen Konflik

Konflik dapat terjadi dimana saja, termasuk dalam lingkungan kerja profesi kesehatan. Dalam
lingkungan kerja profesi kesehatan, konflik dapat terjadi antara dokter dan dokter, dokter dan
tenaga kesehatan lain, dokter dan staf administrasi, tenaga kesehatan dan staf administrasi, bahkan
antara tim kesehatan dengan pasien atau keluarga pasien. Konflik dapat menyebabkan berbagai
gangguan fungsi pelayanan kesehatan, dari yang ringan sampai berat. Oleh karena itu perlu difahami
dan diatasi oleh semua fihak yang berada dalam system pelayanan kesehatan.

Terdapat berbagai definisi konflik, salah satunya adalah suatu keadaaan perbedaan yang tidak
terselesaikan baik dalam satu individu, individu dengan individu lain, individu dengan sekelompok
orang, atau antar kelompok.

Terdapat beberapa tipe konflik diantaranya: (1) Konflik Intrapersonal, yaitu konflik yang terjadi
dalam diri suatu individu saat terjadi perbedaan antara keinginan dalam diri dan tindakan yang
dilakukan, (2) Konflik Interpersonal, yaitu konflik antar individu yang berada dalam suatu organisasi,
konflik terjadi pada saat bersama-sama mencapai satu tujuan yang sama namun terdapat perbedaan
dalam cara mencapainya, (3) Konflik Intergroup, yaitu konflik antar grup dalam satu organisasi.
Konflik terjadi jika terjadi kontak antar grup yang memiliki berbagai perbedaan dalam mencapai
suatu tujuan.

Konflik harus diselesaikan, jika tidak terselesaikan konflik dapat menimbulkan berbagai akibat dalam
rentang yang ringan sampai berat. Banyak cara menyelesaikan konflik, salah satunya adalah 5
langkah:

(1) Menganalisis konflik, perlu diketahui penyebab dan tipe konflik. Perlu dilakukan wawancara
dan observasi untuk menganalisis suatu konflik
(2) Menentukan strategi manajemen konflik, setelah mengetahui penyebab dan tipe konflik
selanjutnya perlu ditentukan strategi manajemen konflik diantara strategi yang ada: (i)
kolaborasi, (ii) kompromi, (iii) kompetisi,(iv) kompromi
(3) Pre-negosiasi, hal-hal yang harus diperhatikan sebelum negosiasi berlangsung yaitu: (i)
Inisiasi, (ii) Assessmen, (iii) Ground rules dan persetujuan,(iv) Organisasi, dan (v) Joint fact-
finding
(4) Negosiasi, hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap negosiasi adalah: (i) Memprioritaskan
kepentingan bukan jabatan atau posisi kedua belah fihak yang berkonflik,(ii) Memperbanyak

76
pilihan penyelesaian,(iii) Melakukan evaluasi setelah kedua belah fihak menyampaikan
semua pilihan penyelesaian,(iv) Membuat dokumen tertulis, (v) meyakinkan komitmen
kedua belah fihak untuk melakukan keputusan yang diambil
(5) Post-negosiasi. Setelah keputusan tercapai diperlukan langkah-langkah untuk implementasi
keputusan tersebut: (i) Ratifikasi keputusan yang sudah diambil,(ii) rencanakan
implementasi

Cara terbaik untuk menangani konflik adalah mencegah terjadinya konflik tersebut sejak awal.
Adapun langkah-langkah pencegahan konflik adalah sebagai berikut:

1) Menentukan ‘The professional code of conduct’


2) Alur reward-punishment harus jelas
3) Memahami hal-hal yang dapat menimbulkan konflik: kurangnya komunikasi, kritik yang tidak
adil, peraturan yang tidak jelas, sistem reward-punisment yang tidak adil, gender dan ras,
direndahkan, harapan yang tidak rasional, prioritas yang tidak baik, kehidupan personal
mengganggu kehidupan professional.
4) Sikap pemimpin yang bisa memicu konflik: terlalu mempercayai seseorang, tidak menepati
janji, gagal menunjukkan tanggung jawab terhadap kesalahan seseorang, dan tidak
melakukan apa yang diucapkan.

Daftar Pustaka:

Andrew LB. Conflict management, prevention, and resolution in medical settings.Physician Exec
1999;25(4):38–42.

Ramsay MHE. Conflict in healthcare workplace. BUMC PROCEEDINGS 2001;14:138–139

a. Komunikasi interprofesional

Komunikasi interprofesional merupakan ‘backbone’ dalam kolaborasi tim interprofesional.


Komunikasi formal dan informal sama pentingnya dalam rangka membangun kolaborasi
interprofesional. Dua kunci dari komunikasi interprofesional ini adalah: a. Mendengarkan
dengan baik, dan b. Menyampaikan pendapat dengan tegas (“listening and speaking up”).

Sargeant J, Loney E, Murphy G. (2008) Effective interprofessional teams: “Contact is not


enough” to build a team. Journal of Continuing Education in the Health Professions 28(4): 228-
234.

Komunikasi sangat penting dibina dalam sebuah tim, apalagi untuk tim interprofesional karena
sebuah tim perlu menentukan tujuan tim, usaha yang diperlukan untuk mencapai tujuan, dan
proses pengambilan keputusan dalam tim. Komunikasi tim interprofesional perlu difasilitasi
dengan pertemuan antar anggota tim. Penelitian menunjukkan bahwa tim yang memiliki
jadwal pertemuan regular menghasilkan lebih banyak inovasi untuk peningkatan pelayanan
kepada pasien. Tim yang menjadwalkan pertemuan minimal satu kali per minggu menunjukkan
inovasi yang substansial untuk pelayanan pasien.

77
Findings from the healthcare team effectiveness project.

Komunikasi efektif antara anggota tim interprofesional sangat penting dalam menyediakan pelayanan
pasien yang aman dan optimal. Setiap anggota tim interprofesional bertanggung jawab untuk
menjamin bahwa pasien mendapatkan informasi segera, jelas dan konsisten. Komunikasi efektif dalam
hal ini menjadi sangat esensial karena tim interprofesional akan berubah atau bertambah jumlah
anggotanya sesuai kebutuhan pasien. Dokter dapat mengawali usaha meningkatkan efektivitas
komunikasi dalam tim interprofesional dengan memberikan contoh dalam memberikan konsultasi yang
jelas dan merujuk pasien dengan informasi yang lengkap dan jelas. Selain itu, dokter dapat juga
memberikan contoh komunikasi efektif dalam menyampaikan instruksi perawatan pasien kepada
anggota tim interprofesional dengan jelas dan tepat. Hal-hal penting terkait komunikasi efektif dalam
tim interprofesional adalah sebagai berikut:

a. Mekanisme-mekanisme agar anggota tim interprofesional dapat menjamin pemberian


informasi yang tepat kepada pasien dan keluarganya harus diidentifikasi dalam suatu tim
interprofesional.
b. Komunikasi yang efektif dan efisien antara anggota tim interprofesional dengan pasien dan
antar anggota tim interprofesional harus disertai dengan dokumentasi yang baik, dengan
keterangan penulis/pemberi informasi yang jelas.
c. Sistem rekam medik dalam suatu setting pelayanan interprofesional sebaiknya dapat diatur
aksesnya sehingga dapat memfasilitasi komunikasi tim interprofesional, menghindari
duplikasi, mengkoordinasikan pelayanan, dan melindungi keselamatan pasien.
Canadian Medical Association. Putting patient first: Patient centered collaborative care. July
2007. p 8

b. Tipe kegagalan komunikasi interprofesional


Kegagalan komunikasi interprofesional dapat terjadi karena tidak adanya standar dalam
komunikasi di tim bersangkutan dan kurangnya integrasi dalam tim. Sumber atau tipe
kegagalan komunikasi interprofesional dapat berasal dari salah satu atau kombinasi dari hal
berikut:

a. Occasion (keadaan saat komunikasi tim interprofesional terjadi)


Kegagalan komunikasi dalam kategori ini terjadi saat komunikasi tentang hal yang sangat
penting terlambat terjadi sehingga manfaatnya untuk penyelesaian tugas atau masalah tim
menjadi berkurang. (The communication is too late to be effective).

b. Content (konten komunikasi tim interprofesional)


Kegagalan komunikasi dalam kategori ini dapat terjadi karena tidak tersampaikannya atau
tidak adanya informasi yang dibutuhkan atau justru informasi yang dikomunikasikan tidak
akurat. (The content is not complete nor accurate).

c. Purpose (tujuan komunikasi tim interprofesional baik implisit maupun eksplisit)


Kegagalan komunikasi tipe ini terutama terjadi saat tujuan komunikasi tidak tercapai, atau
hal yang penting diputuskan/dibicarakan akhirnya tidak dikomunikasikan dengan baik.
Gambaran lain dalam kegagalan komunikasi dalam kategori ini adalah bila tujuan komunikasi
sebenarnya tercapai, tapi dianggap tidak pantas, misalnya memprovokasi anggota lain dalam
tim. (Issues are left unresolved until the point of urgency).

78
d. Audience (pihak yang terlibat dalam komunikasi dalam tim interprofesional)
Kegagalan komunikasi yang terjadi karena ketidakhadiran anggota tim yang sebenarnya
memegang peran penting selama komunikasi atau diskusi berlangsung. (Key individuals are
excluded).

Sesuai penelitian Lingard dkk di setting kamar operasi, kegagalan komunikasi paling banyak
disebabkan oleh faktor ‘occasion’. Beberapa contoh dari kegagalan komunikasi yang terkait
dengan masing-masing faktor adalah sebagai berikut:

Lingard L, et al. (2004) Communication failures in the operating room: an observational


classification of recurrent types and effects. Qual Saf Health Care;13: 330-334

c. Hambatan dalam komunikasi interprofesional


Tim yang berfungsi baik memiliki karakteristik sebagai berikut

- Tujuan yang jelas dan komitmen bersama untuk mencapai tujuan tersebut
- Peran dan tanggung jawab dari anggota tim yang jelas
- Komunikasi yang jelas dan teratur
- Saling percaya, pengertian, menghormati dan mendukung
- Rekognisi dan apresiasi kontribusi setiap anggota tim
- Kepemimpinan yang efektif
- Strategi dan mekanisme untuk penyelesaian tugas tim
- Struktur organisasi yang tepat, termasuk pertemuan yang rutin

Family Health Teams. Advancing Primary Health Care. Guide to Collaborative Team Practice.
2005. p. 6

Secara umum, hal-hal yang mengakibatkan tidak berfungsinya suatu tim interprofesional terkait
dengan karakteristik di atas. Hambatan umum dari tim interprofesional adalah:

- Kepemimpinan yang tidak efektif


- Kurang jelasnya tujuan atau tugas tim
- Komunikasi yang buruk dan tidak konsisten
- Perbedaan interprofesional dan perbedaan agenda

79
- Konflik interprofesional
- Prioritas yang berbeda dalam organisasi atau tim
- Pendekatan konseptual yang berbeda antar anggota tim
- Takut akan perubahan
- Keengganan menerima anggota tim baru
- Keengganan bekerja untuk mencapai tujuan bersama
Family Health Teams. Advancing Primary Health Care. Guide to Collaborative Team Practice.
2005. p.10

Tenaga kesehatan profesional sebenarnya memiliki kemampuan untuk bekerja secara mandiri.
Usaha untuk meningkatkan kerjasama tim, terutama tim interprofesional, sangat dipengaruhi
oleh kualitas kolaborasi dan komunikasi dalam tim tersebut. Beberapa barier dalam komunikasi
tim interprofesional (yang juga adalah barier dalam komunikasi tim secara umum) adalah:

- “Personal values and expectations


- Personality differences
- Hierarchy
- Disruptive behavior
- Culture and ethnicity
- Generational differences
- Gender
- Historical interprofessional and intraprofessional rivalries
- Differences in language and jargon
- Differences in schedules and professional routines
- Varying levels of preparation, qualifications, and status
- Differences in requirements, regulations, and norms of professional education
- Fears of diluted professional identity
- Differences in accountability, payment, and rewards
- Concerns regarding clinical responsibility
- Complexity of care
- Emphasis on rapid decision-making”
O’Daniel M, Rosenstein AH. Professional communication and team collaboration. In: Patient
Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses. p 4-5

d. Efek kegagalan komunikasi interprofesional


Beberapa efek atau akibat dari kegagalan komunikasi interprofesional dirumuskan oleh Lingard
dkk dalam tabel berikut:

Sehubungan dengan kategori kegagalan komunikasi di atas, kegagalan komunikasi yang


termasuk dalam kategori ‘occasion’ dan ‘purpose’ paling banyak mengakibatkan efek kegagalan

80
komunikasi. Kegagalan dalam kategori ‘occasion’ sering menimbulkan inefisiensi kerja,
ketegangan dalam tim dan tertundanya prosedur atau pekerjaan. Sedangkan kegagalan dalam
kategori ‘purpose’ mengakibatkan inefisiensi dan ketegangan dalam tim.

Definisi dan contoh dari masing-masing efek dari kegagalan komunikasi dijelaskan dalam tabel
berikut:

Lingard L, et al. (2004) Communication failures in the operating room: an observational


classification of recurrent types and effects. Qual Saf Health Care;13: 330-334.

e. Kepemimpinan dalam kolaborasi


Tujuan Pemelajaran

Mahasiswa yang telah menyelesaikan materi kepemimpinan dalam kolaborasi mampu:

- Membedakan kepemimpinan dan manajemen dalam kolaborasi


- Mengidentifikasi peran kepemimpinan yang tepat dalam berkolaborasi

81
- Menjelaskan penerapan teori dan gaya kepemimpinan dalam kolaborasi
- Menguraikan berbagai kesalahan fatal di kepemimpinan dalam kolaborasi
- Mendeskripsikan strategi kepemimpinan transformasional sesuai fungsi manajemen

Pendahuluan
Kepemimpinan dalam kolaborasi tim kesehatan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas
dan efesiensi pelayanan kesehatan pada klien. Tenaga kesehatan setiap saat tentunya berhadapan
dengan orang lain, baik pada sesama tim kesehatan, pihak manajemen di institusi tempatnya
bekerja, dan klien yang dilayaninya. Proses interaksi yang harmonis dengan berbagai pihak tersebut
tak lepas dari upaya memimpin dan dipimpin secara sinergi dan berkesinambungan.

Penerapan kepemimpinan dalam kolaborasi dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan


memerlukan upaya bersama. Kemampuan dalam mempengaruhi orang lain yang tidak tepat dapat
menimbulkan konflik intrapersonal hingga interkelompok yang mengakibatkan tujuan pemberian
pelayanan kesehatan tidak tercapai. Kondisi ini memerlukan kemampuan pemimpin yang handal.

Kepemimpinan sebagai suatu konsep mengalami pergeseran sesuai dengan perkembangan masalah
dalam manajemen/ pengelolaan dalam pelayanan kesehatan. Pemimpin saat ini dituntut tidak hanya
memberikan tugas/ arahan, namun harus mampu meningkatkan motivasi berbagai pihak yang
bekerja sama dengannya agar tujuan organisasi dapat dicapai tanpa konflik. Kemampuan tersebut
tentunya memerlukan pembiasaan sejak dini dimulai dari mempelajari materi kepemimpinan dalam
kolaborasi ini. Materi meliputi kepemimpinan dalam kolaborasi; peran kepemimpinan efektif;
penerapan teori dan gaya kepemimpinan dalam kolaborasi; kesalahan fatal dalam kepemimpinan
kolaborasi; dan strategi kepemimpinan transformasional.

Kepemimpinan dalam kolaborasi

Kepemimpinan dalam kolaborasi dilakukan di sepanjang kegiatan manajemen pelayanan kesehatan.


Pemimpin/ leader dan pengelola/ manager yang efektif sangat dibutuhkan dalam proses ini, namun
kadang kedua terminologi yang berbeda tersebut digunakan dengan tidak tepat. Uraian berikut akan
menguraikan batasan kepemimpinan, perbedaan leader dan manager, dan dampak kepemimpinan
yang efektif.

Kepemimpinan sebagai suatu istilah telah dikenal sejak pertengahan abad 19 dan bergeser sesuai
dengan perkembangan masalah dalam menajemen. Sejarah perkembangan teori kepemimpinan
dimulai dari teori bakat/ The great Man Theory (1900-1940), teori perilaku (1940-1980), teori
kepemimpinan situasional/ kontingensi (1950-1980), kepemimpinan interaksional (1970-sekarang),
hingga kepemimpinan transformasional.

Batasan kepemimpinan berkembang dari dari suatu interaksi yang searah menjadi interaksi dua
arah antara pemimpin dan yang dipimpinnya. Chapin’s (1924) dalam Marquis & Huston (2012)
mendefinisikan kepemimpinan sebagai “a point of polarization for group cooperation”. Kerja sama
dalam kelompok tergantung dari pemimpinnya. Definisi tersebut telah bergeser. Kepemimpinan
merupakan seni memotivasi sekelompok orang untuk mencapai tujuan (Ward’s 2009 dalam
Marquis, 2012). Kemampuan dalam mempengaruhi orang lain ini diperlukan agar setiap orang yang
bekerja sama dengannya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai kemampuannya.

82
Kemampuan tersebut dikembangkan oleh seorang pemimpin di sepanjang interaksinya dengan
orang lain di dalam kelompok. Kepemimpinan merupakan tanggung jawab profesional seluruh
tenaga kesehatan.

Dalam setting pelayanan kesehatan, dikenal terminologi ‘clinical leadership’ yang merupakan suatu
konsep yang menjelaskan staf anggota tim pelayanan kesehatan yang menjalankan peran
kepemimpinan/leadership: ‘setting, inspiring and promoting values and vision’ dan menggunakan
pengalaman klinik, pengetahuan dan keterampilan mereka untuk memastikan bahwa pelayanan
terbaik untuk pasien menjadi fokus organisasi. ‘Clinical leadership’ merupakan kunci dalam
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan dalam proses transformasi pelayanan yang excellent.
Terdapat peran ‘clinical leadership’ dalam setiap level organisasi dan sistem pelayanan kesehatan.
Hal lain yang penting digarisbawahi adalah pada dasarnya ‘clinical leadership’ bersifat multidisiplin
(Jonas S, et al., 2011)

Claus dan Bailey dalam Lancaster mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu kelompok kegiatan
yang mempengaruhi anggota kelompok, bergerak menuju pencapaian tujuan yang ditentukan.
Stogdill mendefinisikan sebagai suaru proses mempengaruhi aktivitas kelompok terorganisasi dalam
upaya menyusun dan mencapai tujuan.

Kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi
dilakukan di sepanjang kegiatan manajemen pelayanan kesehatan. Leader dan manager memiliki
satu tujuan, namun dilakukan dengan pendekatan dan kekuatan yang berbeda. Manajemen
merupakan suatu proses (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan) mencapai
tujuan bersama orang lain dengan mengintegrasikan berbagai sumber. Leader bukan sebuah posisi
atau kedudukan. Leader memiliki pengikut (folower) walau hanya diri sendiri (memimpin diri
sendiri). Sebagai seseorang yang akan memberikan pengaruh pada orang lain, leader harus memiliki
prinsip yang teguh.

Perbedaan leader dan manager dapat diuraikan berikut ini. Pemimpin melakukan kegiatan:

- “Do the right thing”


- Tidak perlu menjadi manager
- Bagian dari peran manager
- Mempengaruhi & mengarahkan bawahan penurut
- Dapat pada organisasi informal
- Fokus pada proses kelompok, pengumpulan informasi, & umpan balik
- Menekankan hubungan interpersonal
- Kadang tidak memiliki otoritas/ legimitasi tapi memiliki pengaruh

Sedangkan manager melakukan kegiatan berikut:

- “Do thing right”


- Harus menjadi pemimpin
- Tidak harus dilakukan seorang pemimpin
- Memandu, mengarahkan bawahan penurut dan tidak penurut
- Organisasi formal
- Fokus pada pengawasan & pengambilan keputusan

83
- Menekankan tanggung jawab/gugat formal
- Memiliki posisi dalam organisasi formal/ ada legimitasi (SK)

Kemampuan kepemimpinan seseorang dapat berdampak pada berbagai hal. Kepemimpinan yang
kurang baik dapat menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dari anggota tim dan klien yang
menerima pelayanan.

“Management is about coping with complexity, leadership is about coping with change” (Long A,
2011). Kemampuan memimpin (leadership) dan manajemen (management) berbeda tetapi
keduanya sama penting dan saling mengisi. Organisasi dengan pemimpin dengan kemampuan
leadership yang sangat baik dan visioner, tidak akan bertahan lama tanpa manajemen yang baik.
Sebaliknya, organisasi yang sangat teratur dengan manajemen yang baik dapat kehilangan arah
tanpa pemimpin yang memiliki visi dan bijaksana dalam membangkitkan semangat dalam organisasi
(Long A, 2011).

Peran Kepemimpinan yang tepat dalam Berkolaborasi

Kepemimpinan dalam berkolaborasi merupakan penggunaan keterampilan seorang pemimpin dalam


mempengaruhi orang lain di bawah pengawasannya untuk pembagian tugas dan tanggung jawabnya
dalam memberikan pelayanan kesehatan. Setiap orang mempunyai potensi yang berbeda dalam
kepemimpinan, namum keterampilan ini dapat dipelajari sehingga selalu dapat ditingkatkan.

Penelitian menunjukkan bahwa kerjasama tim merupakan penentu keberhasilan suatu organisasi
pelayanan kesehatan. Dalam hal pelayanan kesehatan, keberhasilan tim mampu menurunkan lama
perawatan dan biaya perawatan di rumah sakit, memperbaiki penyediaan pelayanan, meningkatkan
kepuasan pasien dan menurunkan angka kematian pasien. Dari sisi kesejahteraan staf anggota tim
pelayanan kesehatan, tim yang efektif meningkatkan kepuasan terhadap pekerjaan, mengurangi
tingkat stress yang membahayakan, dan meningkatkan keterlibatan staf (Markiewicz L & West M,
2011). Selain itu, tim pelayanan kesehatan interprofesional/multidisiplin terbukti berhubungan
dengan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan pasien dan pengguna jasa pelayanan (World
Health Organization, 2009).

Peran Pemimpin:

- Interpersonal: figurhead, leader, liason


- Informational: monitoring, dessiminator, spokeperson
- Decisional: interprener, ≠ gangguan
- Pengambil keputusan
- Komunikator
- Evaluator
- Fasilitator
- Pengambil risiko
- Mentor
- Penyemangat/ energizer
- Coach
- Konselor
- Guru

84
- Pemikir kritis
- Buffer
- Adcokat
- Visioner
- Peramal
- Pemberi pengaruh
- Pemecah masalah kreatif
- Agen pembaharu
- Diplomat
- Contoh peran
- Innovator

Penerapan Teori dan Gaya Kepemimpinan dalam Kolaborasi

Teori dan gaya kepemimpinan dalam kolaborasi

- The great man/ trait theory  beberapa orang dilahirkan untuk memimpin
- Behavioral theory fokus pada pemimpin
- Situasional theory penunjukan formal, posisi dalam kelompok, status social

Gaya Kepemimpinan yang dapat dilakukan seorang pemimpin sangat disesuaikan dengan berbagai
hal, termasuk karakteristik pengikutnya. Gaya kepemimpinan meliputi:

- Otokrasi orientasi tugas, pemimpin memutuskan, perintah, staf kurang inisiatif


- Demokrasi orientasi organisasi, melibatkan staf, kerja tim, kepuasan >, produktivitas >
- Laissez-faire  santai, pengarahan <, kebebasan individu, produktivitas </>, frustasi

10 Fatal Leadership Flaws

Zenger & Folkman (2009) dalam Marquis (2012)

- Kehilangan energi dan antusias


- Acceptence of their own mediocre performance
- Kehilangan visi dan arah
- Mengambil keputusan yang salah
- Tidak berkolaborasi
- Not walking the talk
- Resisten terhadap ide baru
- Tidak belajar dari kesalahan
- Tidak memiliki interpersonal skilll
- Failing to develop other
Kepemimpinan tidak terbentuk dengan sendirinya. Perilaku kepemimpinan memerlukan
keterampilan dan kompetensi yang kompleks tidak hanya bagi tenaga kesehatan tetapi juga bagi
kliennya. Perilaku kepemimpinan meliputi cara memimpin (model the way), penyampaian visi
(inspire a shared vision), kemampuan menghadapi tantangan (challenge the process), kemampuan
mempengaruhi orang lain (enable others the act), dan kemampuan memberikan penghargaan
prestasi (encourage the heart).

85
Pengikut membutuhkan pemimpin yang dapat memimpin dengan efektif untuk membantu
mengatasi berbagai hambatan dan meningkatkan perilaku kepemimpinannya. Pemimpin yang
mempunyai pengetahuan yang baik mampu menciptakan iklim kerja dan mengikat pegawai sehingga
mengurangi turnover (Bernthal, Wellins, & Walker, 2004).
Pemimpin transaksional berfokus pada langkah-langkah melakukan tindakan dan menggunakan
teknik kepemimpinan dengan staf yang bersifat korektif maupun konstruktif meliputi dimensi
manajemen eksepsi (management-by-exception) dan imbalan kontijen (contingent reward)
(Bass&Avolio, 2000).
Kedua jenis gaya kepemimpinan ini bisa dimiliki oleh seorang pemimpin dan ditampilkan secara
bersamaan. Kleinman (2004) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional dan transaksional
adalah dua jenis kepemimpinan yang berbeda tetapi kedua jenis kepemimpinan tersebut tidak
saling bertentangan. Perilaku kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat ditampilkan
oleh pemimpin yang sama, hanya jumlah dan intensitasnya saja yang berbeda. Seorang pemimpin
yang efektif akan menggunakan kedua jenis kepemimpinan tersebut.

Kepemimpinan Transformasional Sesuai Fungsi Manajemen


Karakteristik pemimpin transformasional meliputi mampu menumbuhkan kebanggaan dan motivasi,
mampu berbagi visi organisasi, melakukan pengarahan kepada staf untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai, dan mendemonstrasikan keterbukaan dan ide kepada staf meliputi Laizze-faire,
konsiderasi individu (individual consideration), motivasi inspirasional (inspirational motivation),
stimulasi intelektual (intellectual stimulation) dan idealisasi berpengaruh (idealized influence).
(Kleinmann, 2004).

Pemberian pelayanan kesehatan merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai
individu. Agar tujuan pelayanan tercapai diperlukan berbagai kegiatan dalam menerapkan
keterampilan kepemimpinan. Kegiatan tersebut meliputi:

- Perencanaan
- Pengorganisasian dan kordinasi
- Pemberian penugasan, penghargaan, dan bimbingan
- Pengendalian

Simpulan

Sebaliknya konsep kepemimpinan menekankan pada proses perilaku yang berfungsi di dalam dan di
luar organisasi. Kepemimpinan terutama menekankan pada fungsi pengarahan yang meliputi
memberitahu, menunjukkan dan memotivasi bawahan. Fungsi manajemen ini sangat terkait dengan
faktor manusia dalam suatu organisasi yang mencakup interaksi antar manusia dan berfokus pada
kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain

Referensi
• Marquis, B.L. & Huston, C., J. (2012). Leadership roles and management function in nursing:
Theory & application. (7th ed.). Philadelphia: Lippincott
• Jonas, S, McCay, L, Keogh, SB (2011). The importance of clinical leadership. In: Swanwick T,
McKimm J (eds). ABC of Clinical Leadership. Wiley-Blackwell. BMJ Books.

• Long, A (2011). Leadership and management. In: Swanwick T, McKimm J (eds). ABC of
Clinical Leadership. Wiley-Blackwell. BMJ Books.

• Swanwick, T (2011). Leadership theories and concepts. In: Swanwick T, McKimm J (eds). ABC
of Clinical Leadership. Wiley-Blackwell. BMJ Books.

86
MINGGU 10
15 APRIL 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu
13.00-15.00 Diskusi kelompok: Identifikasi Tutor 41 ruang kecil
masalah dalam proses kolaborasi (kapasitas 20 orang)
dan kerja sama

Kasus 2 video (Greys Anatomy season 7 episode 10)

Learning issues:
1. Identifikasi masalah komunikasi interprofesional dan konflik yang ada dalam video
tersebut.
2. Mempraktikkan komunikasi interprofesional, kepemimpinan dan manajemen konflik
dalam situasi tertentu sesuai skenario (roleplay).

Pembagian waktu:
a. Video appraisal dan diskusi video Greys anatomy: 30 menit
b. Roleplay dan diskusi hasil roleplay: 2 jam
Setelah mendiskusikan masalah komunikasi interprofesional dalam video, akan
dilakukan roleplay dengan detil sebagai berikut:
i. Tahapan
- Sebelum pelaksanaan case based discussion
1. Kelompok mendiskusikan skenario/setting yang harus diperankan,
pengetahuan yang diperlukan
2. Kelompok menyusun skenario sederhana. Dalam satu kelas, diharapkan dapat
disusun minimal 2 skenario sederhana.
- Saat sesi case based discussion
1. Kelompok menetapkan pemeran dalam skenario.
2. Pelaksanaan role play.
- Diskusi pasca role play dengan mempertimbangkan: komunikasi interprofesional,
konflik yang terjadi, dan kepemimpinan

ii. Skenario
- Skenario:
1. Ditetapkan sendiri oleh kelompok. Kelompok menetapkan di setting apa
kolaborasi interprofesional terjadi (puskesmas, rumah sakit, atau setting
pelayanan kesehatan lain).
2. Skenario dititikberatkan pada terjadinya konflik dalam komunikasi
interprofesional dan kepemimpinan dalam kelompok. Resolusi konflik dapat
didiskusikan saat debriefing.
3. Bila tidak ada skenario khusus yang disusun, kelompok dapat memanfaatkan
cuplikan video Greys anatomy untuk diperankan.
4. Dalam satu kelas, diharapkan dapat disusun dan diperankan minimal 2
skenario sederhana.
- Contoh skenario:

87
Di suatu wilayah di Nusa Tenggara Timur, terjadi kejadian luar biasa diare dan
malnutrisi pada balita. Para petugas kesehatan di Puskesmas Sentosa menerima
laporan kejadian diare dalam satu minggu terakhir 40 kasus dan didapatkan juga
kasus gizi kurang pada 20 kasus dari 40 kasus diare tersebut. Kelompok mahasiswa
Rumpun Ilmu Kesehatan UI sedang mengadakan Kuliah Kerja Nyata di tempat
tersebut dan berkeinginan membantu Puskesmas untuk mengidentifikasi langkah
penting yang harus segera diambil untuk mengatasi masalah tersebut.

Kelompok mahasiswa yang terdiri dari 10 mahasiswa tingkat IV (2 mahasiswa FK, 2


mahasiswa FKG, 2 mahasiswa FIK, 2 mahasiswa FF, 2 mahasiswa FKM) perlu
mempertimbangkan 5 langkah pencegahan, penanganan kejadian luar biasa,
sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Puskesmas, peran masing-masing profesi,
dan sistem rujukan. Dalam diskusi tersebut, tampak salah seorang mahasiswa
FIKdan salah seorang mahasiswa FK sangat dominan. Selain itu, tampak 2
mahasiswa yang bersikap acuh tak acuh. Mahasiswa lain berusaha untuk segera
mendiskusikan tugas mereka.

iii. Roleplay
- Kelompok mahasiswa melakukan roleplay sesuai peran yang ada dalam skenario
yang disusun.
iv. Debriefing/diskusi setelah roleplay
- Diskusi kelompok tentang hal yang dipelajari terkait komunikasi interpersonal dan
komunikasi interprofesional, kerjasama dalam tim, kepemimpinan dalam kelompok
dan manajemen konflik.
- Diskusi setelah roleplay difokuskan pada resolusi konflik dengan memperhatikan
aspek komunikasi interpersonal dan interprofesional, kerjasama dalam tim dan
kepemimpinan

SINOPSIS DAN TRANSKRIPSI VIDEO GREY’S ANATOMY

Sinopsis
Serial Grey’s anatomy adalah suatu TV series di Amerika yang berlatar belakang kehidupan para ahli
bedah dan residen bedah. Dalam cuplikan film ini, para residen bedah (Dr. Lexie Grey, Dr. April
Kepner dan Dr. Jackson Avery) sedang membantu Dr. Miranda Bailey (ahli bedah digestif) menyusun
protokol pasca operasi untuk pasien yang menjalani operasi pankreas. Protokol ini bertujuan untuk
mengurangi kejadian fistula* pasca operasi pankreas. Mereka bertiga berkompetisi untuk dapat
mengusulkan protokol terbaik.

Pada bagian awal cuplikan film, Dr. Lexie Grey berusaha meminta bantuan perawat Eli untuk
melakukan beberapa prosedur. Dr. Lexie Grey mengalami masalah dalam berkomunikasi dengan
perawat Eli, dan perawat Eli tidak bersedia menjalankan instruksi dari dr. Lexie Grey. Dr. Lexie Grey
meminta bantuan dr. Mark Sloan (ahli bedah plastik) untuk meminta perawat Eli melaksanakan
prosedur yang diperintahkan. Perawat Eli tetap tidak bersedia dan karena kasusnya adalah kasus
terkait bedah digestif, perawat Eli mengharapkan mendapatkan instruksi langsung dari Dr. Miranda
Bailey dan bukan dari Dr. Lexie Grey.

Perawat Eli juga bersikeras bahwa dia sudah sangat berpengalaman dan telah menangani pasien
pasca operasi pankreas selama 12 tahun. Prosedur yang telah dia terapkan dengan melepas kateter
pankreas pada hari ketiga selama ini telah menghindarkan pasien dari kejadian fistula. Mengetahui

88
hal tersebut, Dr. Miranda Bailey yang awalnya bersikeras agar perawat Eli melaksanakan instruksi
yang diberikan, melakukan kajian terhadap kasus-kasus yang perawatannya ditangani dengan
prosedur yang diusulkan perawat Eli. Dari kajian singkat yang dilakukannya bersama ketiga residen
bedah (Dr. Lexie Grey, Dr. April Kepner dan Dr. Jackson Avery), disimpulkan bahwa prosedur ini
dapat menurunkan kejadian fistula sampai 30 persen.

*Fistula : suatu saluran abnormal atau yang sengaja dibuat melalui prosedur bedah antara organ
tubuh yang bersaluran dan permukaan tubuh, atau antara dua organ bersaluran dalam tubuh

Transkripsi
Keterangan: dalam cuplikan film ini, terdapat beberapa peran penting terkait topik diskusi
identifikasi masalah kolaborasi dan penanganan konflik:
a. Dr. Lexy Grey (LG)
b. Perawat Eli (E)
c. Dr. Miranda Bailey (MB)
d. Dr. Mark Sloan (MS)
Selain itu terdapat 2 peran lain yang berkontribusi:
a. Dr. April Kepner (AK)
b. Dr. Jackson Avery (JA)

Setting: ruang perawatan pasca operasi digestif


LG : Hi, morning Eli. Did you send Mr. Wrap’s sample of pancreatic fluid to the lab yet?
E : Not yet
LG : I asked for it over an hour ago
E : Yes, I was letting him rest, he didn’t have enough sleep last night

JA : Dr Grey, check out Mrs. K, day three post op…., no fistula (while taking Mrs. K a
walk). Already walking right away, eating right away…isn’t that Mrs. K?
Mrs K : I want to go to bed now. I’m tired
JA : One more lap….

AK : there’s no evidence that shows getting up patient that fast will make any
difference at all
LG : how’s it going with your protocol?
AK : (opening a chart)
LG : Ooo, that’s just a medicine of your drug regiment, ha?
AK : Well, yaa…if you call A (a drug) it’s just another medicine. So, you’re still sticking
with the…little list?
LG : Yaaah…it’s a dangerous post op protocol with checklist I developed for
accountability…
AK : Ooohh, you’re so…you know what, when I was little I wanted a Pony, and you
know what happened, I worked really hard and I got one
LG & AK: (Both are smiling)

(Back to LG & E)
LG : Mr. Wrap perhaps couldn’t sleep at night because you’re letting him sleep during
the day. Get the fluid sample now!
E : (didn’t say anything, and leave LG alone)

89
(Later moment)(catatan: cuplikan dialog penting terkait topik bahasan)
LG : Eli, I need another sample of Mr. Wrap’s fluid
E : That’s going to be though, I took the drain out
LG : You what?
E : When the drain was in, it means he can’t sleep on his back so he’s not
sleeping,…so…
LG : Ok, just call Radiology, we need to put it back in to be able to see the fluid and if
there’s an infection
E : Well, I can tell by looking at it that it’s not infective
LG : Just call radiology
E : Ok, if dr Bailey wants to put it back in, then I will
LG : She’s in a surgery…
E : Then, it will have to wait
LG : (surprised), well…fine. I’ll do it myself
E : You’re not touching that patient
LG : Excuse me?
E : You have your list but I have 12 years of experience that tells me that putting that
drain back in right now could actually put more risk of infection
LG : (upset expression)
E : twelve years I’ve been here…twelve years (with emphasizing tone). You resident,
you come and go, but this is my home, and you are my guest. And right now, you
are no longer welcome.

(LG ask for MS’s help; chatting in the corridor)


MS : what’s the emergency?
LG : I need a favour, a nurse hates me
MS : You’re the resident, I’m sure all of the nurses hate you
LG : Yes, but they loved you…
MS : I think they loved me…
LG : Fine, ok whatever. Can you please just talk to smoothing over step when I take
back the patient to the radiology to put the drain back in, he doesn’t make a
scene?
MS : Ok, I’ll take to him, but you’ve got to toast me tonight on a drink
LG : You are unbelievable
MS : That’s why you love me because I’m unbelievable
LG : You and I, we don’t work…we’ve been through this
MS : One drink…
LG : Fine, one drink (while looking through the window to the inpatient room). Ooh,
there he is (pointing at Eli)
MS : Eli?...two drinks
LG : Fine
MS : (entering the inpatient room). Eli, you got a second? Listen, I don’t know what’s
going on here, but I know better than the others …So when this is solid…not acting
for having a back bake (support) here, because Dr. Grey out there is agree to go
out with me if I talk to you (offering conspiracy with Eli as if he agreed to help LG).
E : She’s bossy
MS : I know
E : What’s in it for me
MS : (offering a sport tournament ticket) Sea Hawks, Sunday box seat..
E : Parking?

90
MS : Of course
E : OK (faking the agreement to the conspiracy). (talk loudly so that LG can
hear)…Unlessdr Bailey herself agrees to put back in the drain….(E was consistent
with his refusal to obey LG)
MS : I imagine how highly I think of her (refers to LG)
E : I don’t care if you think Dr. Grey is the best resident you’ve ever seen come to this
program
MS : I understand, and I respect that. Thank you. (MS couldn’t make E listen to LG,
walking out)

Next scene (catatan: cuplikan dialog penting terkait topik bahasan)


MB : Eli (while entering the inpatient room with LG)
E : Dr. Bailey…have I told you lately how much I like your eyes?
MB : I’m not in the mood once you removed the drain…
E : What…because it is ready to be removed?
MB : No, I want the drain to be put back in
LG : And write you up….you told me (looking at MB)
MB : Let me handle this Grey,
E : Mr. Wrap is not sleeping, so if that’s a problem….(unfinished)
MB : I feel for him but this protocol isn’t just about him
E : I don’t do protocol, I treat patients
MB : Eli, save you routine for someone else. Now I’m sick of all these post op
complications,
E : I hate post op complications more than you do Dr Bailey. I do. They’re time
consuming, messy, make it difficult me to check up my football fantasy team as
often as I like so I make sure that my patients don’t get them. You know that
you’re happy when I’m working and that’s not because of my pretty face but
because I’m good at what I do.
MB : (surprised and unpleasant expression)
E : Think about it, when did the last time you have post op complications from one of
my patients?

Next scene (MB with all three residents checking for medical records (patients whose post op were
supervised by Eli)

JA : Bailey’s right. These are the post op complications for the past 3 months
AK : Wait, 12 percent compared to 42 percent? Wow…
JA : Yaa
LG : Can you two just stop being impressed by him? It’s a fluid. He’s mean
AK : I think this is hot (while giving the records to Dr. Bailey). Did you say that this is a
nurse?
LG : No (upset)
MB :…Day 3 (checking on the day of the drain removal from the medical records)….day 3
Day 3!....(the residents are trying to follow): Yaaa???
MB : (excited)…Ooooo..ok, deep breaths, deep breaths (still checking the medical
records, and then leave the room)
LG : Ok, should we be following her?

Board meeting scene

91
MB : (talking to the head consultant) if we remove the drain on the day 3 instead of day
5, we can reduce the formation of fistula by 30 percent. Eli took out the drain
when he was not supposed to, I was going to write you because he can’t do that
what he did (still very excited). I’m going to give these files for you to look at.
(looking around the room, just realized that there was a board meeting). Ooo, I’m
Miranda Bailey, the doctor who cures fistula! That’s right…Miranda Bailey is going
to cure fistula. (exiting the room)…Day 3

Note: the last 45 second of the video can be passed.

92
MINGGU 11
22 APRIL 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu
13.00-15.00 Pleno: Identifikasi masalah dalam 2 narasumber di 5 ruangan besar
proses kolaborasi dan kerja sama setiap ruangan besar kapasitas @200 orang

Pemilihan kelompok mahasiswa


yang presentasi akan ditentukan
secara acak
Setelah beberapa kelompok
mempresentasikan hasil
diskusinya, narasumber
memberikan klarifikasi dan
umpan balik

93
MINGGU 12
29 APRIL 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu
13.00-15.00 Persiapan penyusunan Group Tutor 41 ruangan diskusi
Project kelompok, @ 20 orang

Mahasiswa dibagi dalam


kelompok anggota 10-11 orang

PANDUAN GROUP PROJECT

Pada awal modul, mahasiswa akan dibagi menjadi kelompok kecil beranggotakan 10-11 orang.
Setiap kelompok mendapatkan tugas untuk menyusun sebuah proyek kelompok (group project) yang
harus dikerjakan dalam jangka waktu 16 minggu (selama modul berjalan).Tema utama untuk proyek
ini adalah “Kolaborasi dan kerjasama tim kesehatan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan dan perbaikan status kesehatan masyarakat”

Secara lebih spesifik, project yang diminta adalah menyusun rencana program pelayanan kesehatan
berbasis kolaborasi yang dapat diterapkan di rumah sakit, puskesmas atau komunitas/masyarakat
secara umum.Kelompok diminta menyusun suatu proposal program. Tugas wajib adalah menyusun
proposal program, namun pada akhir modul akan diadakan semacam kompetisi untuk bentuk
publikasi proposal program tersebut, misalnya dalam bentuk poster, web, video/short movie, dsb.
Mahasiswa didorong untuk mempersiapkan bentuk publikasinya untuk dapat disertakan dalam
kompetisi.

Group project ini akan dinilai oleh tutor kelompok lain, menggunakan borang penilaian yang telah
disiapkan.

Secara umum format proposal program yang diajukan terdiri atas:


1. Latar belakang
2. Identifikasi masalah
3. Tinjauan pustaka
4. Hasil dan pembahasan
a. Tujuan program
b. Manfaat program
c. Bentuk dan isi program (usulan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program)
d. Peran setiap profesi kesehatan dalam perencanaan dan pelaksanaan program
5. Simpulan
6. Daftar pustaka

94
MINGGU 13
6 MEI 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu
13.00-15.00 Persiapan penyusunan Group Tutor 41 ruangan diskusi
Project kelompok, @ 20 orang

Mahasiswa dibagi dalam


kelompok anggota 10-11 orang

95
MINGGU 14
13 MEI 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu
13.00-16.00 Pengerjaan tugas akhir (ujian Tutor 43 ruangan diskusi
kelompok) penyusunan rencana kelompok, @ 20 orang
kolaborasi dalam pengelolaan
masalah kesehatan

Mahasiswa dibagi dalam


kelompok anggota 10-11 orang
(kelompok yang berbeda - diacak
kelompok kecilnya)

PANDUAN TUGAS AKHIR

Tugas akhir dikerjakan dalam kelompok kecil beranggotakan 5 mahasiswa. Masing-masing tugas
dikerjakan di dalam kelas, dengan waktu total 3 jam (13.00 – 16.00 WIB). Selama mengerjakan,
peserta diperbolehkan merujuk kepada referensi yang sesuai, namun tidak diperkenankan berdiskusi
antar kelompok.

Skema perpindahan kelompok

Misalnya: Kelompok A terdiri atas 20 orang, dibagi menjadi 4 kelompok kecil

Tugas akhir 1
Kelompok A1 Kelompok A2 Kelompok A3 Kelompok A4
Mahasiswa 1 Mahasiswa 6 Mahasiswa 11 Mahasiswa 16
Mahasiswa 2 Mahasiswa 7 Mahasiswa 12 Mahasiswa 17
Mahasiswa 3 Mahasiswa 8 Mahasiswa 13 Mahasiswa 18
Mahasiswa 4 Mahasiswa 9 Mahasiswa 14 Mahasiswa 19
Mahasiswa 5 Mahasiswa 10 Mahasiswa 15 Mahasiswa 20

Pada tugas akhir, akan diberikan sebuah pemicu (soal kasus), yang harus dibahas dalam kelompok
dan kemudian menyusun rencana penyelesaian yang paling tepat.

Contoh pemicu:

Anda adalah mahasiswa tahun pertama bidang kesehatan, anda diminta berpartisipasi dalam sebuah program
promosi kesehatan masyarakat untuk pemberantasan tuberkulosis di Indonesia. Program kesehatan
masyarakat ini ditujukan kepada kelompok masyarakat yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung. Buatlah rencana
promosi kesehatan untuk pencegahan tuberkulosis pada kelompok masyarakat ini bersama seluruh anggota
tim anda (mahasiswa kedokteran & kedokteran gigi, mahasiswa keperawatan, mahasiswa kesehatan
masyarakat dan mahasiswa farmasi).

Aspek-aspek yang harus muncul dalam pembahasan dan action plan:

1. Prinsip kolaborasi/kerjasama tim dan peran kerjasama tim dalam usaha penanganan masalah
kesehatan

96
2. Peran dan tanggung jawab masing-masing profesi
3. Komunikasi efektif dalam tim interprofesional
4. Komunikasi efektif dengan kelompok masyarakat yang menjadi subjek kegiatan
5. Antisipasi terhadap hambatan/konflik interprofesional yang mungkin muncul

Tugas akan dinilai menggunakan borang penilaian tugas oleh tutor kelompok yang berbeda, dan
performa mahasiswa dalam kelompok dapat dinilai menggunakan borang tutor/peer assessment.

MINGGU 15
20 MEI 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu
13.00-16.00 Ujian Akhir Semester 5 ruangan besar
kapasitas @200 orang

MINGGU 16
27 MEI 2015 (13.00-15.00)

Kegiatan terdiri dari:

Waktu
13.00-16.00 Pleno Group Project Tim Penilai Group Auditorium
Project

97
LAMPIRAN

PANDUAN TUGAS REFLEKSI DIRI

Refleksi diri adalah sebuah proses melihat kembali pengalaman yang telah dijalani untuk dapat
menarik lessons learned bagi diri sendiri dan dilanjutkan dengan penyusunan sebuah action plan
untuk mengurangi kesenjangan (gap) yang masih ada antara harapan dan kenyataan. Dalam
kaitannya dengan modul Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan, refleksi diri merupakan suatu
upaya untuk belajar dari berbagai pengalaman berinteraksi dan bekerja sama dengan profesi
kesehatan lain, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan bekerja sama dalam sebuah tim
pelayanan kesehatan interdisiplin.

Setiap mahasiswa diwajibkan membuat 2 naskah refleksi diri selama modul ini berjalan.Proses
refleksi diri secara sederhana berusaha menjawab empat pertanyaan dibawah ini:

- apa yang telah terjadi?


- mengapa hal tersebut dapat terjadi?
- apa yang dapat saya tarik sebagai pembelajaran?
- apa yang berbeda yang dapat saya lakukan? apa rencana saya selanjutnya?
Dalam menyusun refleksi diri, mahasiswa perlu berusaha mencari bukti eksternal seperti umpan
balik dari teman atau pembimbing, maupun referensi yang sesuai untuk mendukung akurasi
identifikasi lessons learned/learning issues. Selain itu mahasiswa juga perlu menghubungkan
pengalaman yang sedang direfleksikan ini dengan pengalaman lain yang relevan. Borang penilaian
refleksi diri tersedia sebagai Formulir-4 dalam materi modul ini.

Refleksi diri pertama disusun pada akhir minggu ke-2 modul, sedangkan refleksi diri kedua disusun
setelah seluruh kegiatan pembelajaran modul berakhir.

Pada refleksi diri awal, mahasiswa dapat mencoba merefleksikan pengalamannya terkait dengan
proses kolaborasi dan kerjasama. Pengalaman yang direfleksikan dapat berupa pengalaman sebagai
seorang pasien/klien yang menerima pelayanan kesehatan; pengalaman berada dalam sebuah tim
yang terdiri dari berbagai profesi yang berbeda; ataupun pengalaman lain yang serupa. Jumlah kata
untuk refleksi diri awal ini berkisar antara 300 – 500 kata.

Pada refleksi diri akhir, mahasiswa melakukan refleksi terhadap proses dan pengalaman belajarnya
sebagai salah satu anggota kelompok dalam tim mahasiswa profesi kesehatan, khususnya pada
modul Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan I. Mahasiswa dapat mengambil salah satu
pengalaman yang berkesan selama modul berlangsung, kemudian direfleksikan dengan mencoba
menjawab empat pertanyaan di atas. Dalam refleksi diri tersebut sebaiknya dijabarkan lessons
learned yang diperoleh dalam proses belajar, berinteraksi dan bekerja sama sebagai anggota tim
kesehatan, dan apa action plan yang akan diambil untuk meningkatkan kemampuan diri dalam
bekerja sama sebagai anggota tim. Jumlah kata untuk refleksi diri akhir ini berkisar antara 600-1000
kata.

Refleksi diri adalah buah pikir masing-masing individu, oleh karena itu plagiarisme dalam bentuk
apapun tidak diperkenankan.Satu pengalaman yang sama seharusnya menghasilkan refleksi diri
yang berbeda, jika direfleksikan oleh 2 pribadi yang berbeda. Selain itu naskah refleksi diri
merupakan sebuah tulisan akademik sehingga harus ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.

98
PANDUAN KEGIATAN DISKUSI QUESTION BASED LEARNING (QBL)xii

Kelas terbagi menjadi 4 kelompok kecil beranggotakan 5 orang

1. Satu minggu sebelum kegiatan Diskusi Kelompok:


a. Mahasiswa sudah harus mengunduh semua pertanyaan QBL 1 minggu sebelum Diskusi
Kelompok (DK) melalui SCeLE
b. Masing-masing kelompok mendapat pertanyaan sesuai dengan pembagian yang telah
ditetapkan.
c. Masing masing mahasiswa mencari jawaban pertanyaan yang menjadi tugasnya dan
membuatnya dalam bentuk tulisan atau cetak sebagai bagian dari Lembar Tugas Mandiri.
Tuliskan referensinya, minimal 2 referensi sesuai dengan kaidah yang benar.
d. Mahasiswa sudah siap membawa jawaban tersebut pada saat jadwal diskusi dilaksanakan.

2. Pada saat pelaksanaan diskusi kelompok:


• 30 menit: diskusi dalam kelompok kecil
Setiap mahasiswa melaporkan hasil tugas mandirinya, jawaban pertanyaannya dan
anggota kelompok diwajibkan berdiskusi dan berbagi pengetahuan, tidak lagi mencari
jawaban. Hasil diskusi disusun dalam bentuk slide ppt untuk disampaikan saat
presentasi
• 60 menit: presentasi
Presentasi dan diskusi dalam kelas (20 orang) untuk berbagi pengetahuan. Diskusi
bersifat terbuka, setiap mahasiswa harus secara aktif berpartisipasi di dalamnya. Tutor
mengamati diskusi dan membuat beberapa catatan.
• 30 menit: umpan balik dan klarifikasi
Tutor bertugas memberikan umpan balik dan klarifikasi terhadap hasil diskusi dan
presentasi kelompok mahasiswa

Untuk kegiatan presentasi pleno minggu berikutnya, setiap kelas (20 orang) mempersiapkan slide
presentasi untuk pleno, maksimal 30 slide (tidak termasuk referensi)

99
PANDUAN KEGIATAN DISKUSI CASE BASED DISCUSSION (CBD)xii

1. Tutor membuka sesi dan memberikan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilakukan serta
membagi mahasiswa dalam kelas menjadi 2 kelompok yang masing-masing beranggotakan
sekitar 10 orang (alokasi waktu 10 menit).

2. Tutor memberikan kasus yang akan didiskusikan dalam sesi CBD tersebut kepada seluruh
mahasiswa. Kasus dapat berupa kasus kertas, tayangan video, kasus sebenarnya dan lain
sebagainya.

3. Setelah kasus diberikan, mahasiswa berdiskusi dalam kelompok.Contoh instruksi yang dapat
diberikan kepada mahasiswa adalah sebagai berikut:
"Diskusikan tayangan video yang ditampilkan dan penerapan interprofessional practice pada
pelayanan kesehatan individu di Indonesia, hambatan yang mungkin muncul dan strategi
yang dibutuhkan untuk mengatasinya"

4. Contoh lingkup bahasan yang perlu ditetapkan oleh pengelola modul dan narasumber untuk
setiap sesi diskusi adalah sebagai berikut:
• peran profesi dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, kesehatan masyarakat dalam
pelayanan kesehatan individu
• hambatan yang dapat muncul dalam kolaborasi tersebut
• strategi yang dibutuhkan untuk mengatasinya
Lingkup bahasan ini yang akan menentukan instruksi bagi mahasiswa dalam diskusi kelompok.

5. Tutor mengawasi dan memfasilitasi jalannya diskusi dan mahasiswa mengisi borang hasil diskusi
CBD (alokasi waktu 45 menit).Borang hasil diskusi CBD sudah digandakan dan dapat diambil
bersamaan dengan absensi kelas.

6. Tutor mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya dalam kelompok
besar dan memfasilitasi diskusi yang terjadi (alokasi waktu 45 menit)

7. Tutor memberikan umpan balik dan menutup sesi (15 menit).

100
101

Anda mungkin juga menyukai