Anda di halaman 1dari 5

A.

SINOPSIS
Namanya Bujang, bocah berusia lima belas tahun yang lahir dan besar di kampung pedalaman
Sumatra, lereng Bukit Barisan atas didikkan keras dan lembut bapak-mamaknya. Bapaknya
bernama Samad, seorang mantan jagal tersohor yang meninggalkan masa lalu hitamnya.
Mamaknya sendiri bernama Midah, seorang keturunan pemuka agama. Sampai  usia lima belas
tahun Bujang hidup disana, dia sama sekali tidak mengenyam pendidikan formal,  hanya sesekali
dia diajari mamaknya ilmu agama, itupun dengan sembunyi-sembunyi karena setiap kali
bapaknya  tahu pasti dimarahi.Satu hal yang membuat Bujang amat berbeda dengan bocah-bocah
seusianya. Jika setiap manusia memiliki lima emosi, yaitu bahagia, sedih, takut, jijik, dan
kemarahan. Bujang hanya memiliki empat emosi, Bujang tidak punya rasa takut. Hingga ketika
dewasa, Bujang menjadi Jagal Nomor 1 keluarga Tong seperti Bapaknya dulu dan mendapat
julukan Si Babi Hutan. Orang-orang mendengar namanya pun akan gentar.

Semua ini bermula ketika Tauke Muda datang, mengajaknya berburu babi hutan di hutan rimba
Sumatera. Sejak Bujang berhasil mengalahkan raja babi hutan, jiwa pertarungnya mulai terasa,
rasa takut di dalam dirinya hilang. Tauke Muda tertarik untuk membawa Bujang ke kota
mengangkatnya menjadi anak, disekolahkan dan dididik untuk dijadikan petarung tangguh
menggenapi misi yang besar masa depan keluarga Tong, penguasa shadow economy. Meskipun
Mamak tidak menyetujui, hal tersebut tetap tidak bisa menghalangi Tauke Muda untuk
membawa Bujang, karena sebenarnya Samad dan Tauke besar sudah memiliki perjanjian
sebelumnya, disamping itu  Bujang memang antusias untuk ikut. Sebelum pergi, Mamak sempat
menyampaikan, Bujang boleh saja melupakan kampung, Mamak, dan ajaran agama yang telah
disampaikan Mamak pada Bujang secara diam-diam ketika Bapak tidak ada di rumah, tetapi
Bujang harus berjanji akan menjaga perut dari makanan haram agar suatu saat nanti ketika ia
terpuruk, ia masih memiliki satu titik terang yang akan membimbingnya pulang.

Di kota, Bujang tumbuh menjadi anak yang cerdas, tangguh, dan pemberani berkat bimbingan
dari orang-orang di Keluarga Tong, seperti Guru Bushi, Kopong, dan Basyir, teman yang
menemani Bujang dari awal tiba di rumah Keluarga Tong. Melalui bimbingan Guru Bushi,
Bujang menjadi paham bahwa menjadi samurai itu bukan hanya seni memainkan pedang untuk
melumpuhkan lawan, tetapi menjadi samurai adalah cara hidup untuk memegang prinsip
kehormatan dan setia kepada kelompok. Bersama Kopong, sahabat Bapaknya dulu, Bujang
dilatih tinju.

Bujang berhasil lulus dari Universitas saat ia berumur 22 tahun. Namun, kebahagiaan itu hilang
sekejap tak berbekas. Bujang mendapat surat dari bapak yang memberitahukan bahwa Mamak
telah tiada. Hatinya bagai diiris sembilu, menangis dalam senyap, terisak tanpa suara mendengar
kabar kematian Mamaknya. Kabar duka lagi-lagi menghampiri kebahagiaannya ketika Bujang
baru saja berhasil menyelesaikan pendidikannya dan memperoleh gelar master. Kabar duka itu
datang dari bapak. Isi suratnya memberi tahu Bujang bahwa bapak telah tiada, bapak sudah
pulang ke pangkuan Tuhan. Sepuluh tahun Bujang telah meninggalkan talang di rimba Sumatra
tidak pernah sekalipun ia pulang menjenguk Mamak dan Bapak.

Kabar kematian bapak menghilangkan semangat Bujang. Setiap kali Bujang mendapat adzan
shubuh, hatinya gelisah. Semakin lama fisiknya semakin lemah, Bujang sakit parah, segera
mendapatkan pertolongan dan berangsur sembuh. Beberapa tahun kemudian, Bujang sedang
melanglang buana kebanyak tempat. Berkat Kopong yang dengan senang hati menceritakan
apapun tentang bapak dan mamak, Bujang semakin tahu masa lalu kedua orang tuanya.

Suatu ketika pengkhianatan datang dari anggota keluarga Tong sendiri, Basyir, yaitu sahabat
Bujang Sendiri. Basyir selama ini ternyata telah merencanakan serangan besar untuk merebut
kekuasaan keluarga Tong yang hendak diberikan kepada Bujang. Peristiwa ini berawal ketika
Basyir bilang kepada Bujang bahwa Tauke Besar yang sedang sakit-sakitan meminta Bujang
segera pulang. Sesampainya di rumah, ternyata Tauke tidak sedang menunggu Bujang ataupun
meminta ia segera pulang. Tauke Besar bahkan tidak tahu kalau Bujang menyadari yang terjadi
saat ini bukan ancaman serangan, tapi ini adalah pengkhianatan. Langsung saja Bujang
memberitahukan untuk segera menekan tombol darurat, mengaktifkan pertahanan bangunan
utama. Basyir berkhianat.

Tidak butuh waktu lama setelah alarm darurat berbunyi, tanda-tanda serangan Basyir mulai
terdengar. Anggota Brigade Tong berusaha menyerang terlebih dahulu sebelum Basyir tiba di
markas. Prinsip Bujang hanya satu, bertahan selama mungkin. Awalnya Basyir mampu
mengalahkan Bujang, menawarkan agar Bujang menyerah saja tapi Bujang tetap bersikeras
sampai akhirnya Basyir menyerang kembali. Serangan itu membuat tubuh Bujang terpelanting
mendarat di ranjang Tauke Besar. Saat itu juga Tauke Besar menekan tombol darurat terakhir.
Lantai dibawah tempat tidur merekah, ranjang pun meluncur. Itu jalur darurat yang disiapkan
Kopong. Hanya Tauke Besar yang tahu. Sedetik kemudian lantai merapat kembali menyisakan
Basyir yang berteriak kalap.

Pada saat peristiwa itu, Tauke Besar gugur dan di kebumikan dengan nama alias. Seperti yang
sudah-sudah Bujang kembali terpuruk karena kematian. Kini ia tidak punya siap-siapa lagi.
Semenjak selama itu Bujang semakin benci dengan suara adzan, ia akan resah setiap ada adzan
shubuh. Suatu ketika Tuanku Imam, kakak tertua Mamak Bujang melihatnya. Tuanku Imam
mengajak Bujang ke sebuah menara tinggi melihat pemandangan dari atas. Di tempat itulah
Bujang mendapat jawaban dari pertanyaannya selama ini. Tuanku Imam menyampaikan bahwa
tidak ada yang perlu disesali dan Bujang harus berdamai dengan dirinya sendiri. Bujang
menemukan semangatnya kembali lagi dan segera menyusun serangan balik kepada Basyir.
Bujang mengumpulkan orang-orang yang masih setia kepadanya.

Rencana Bujang berjalan mulus sampai hari yang sudah ditentukan. Perang berjalan
menegangkan. Bujang kualahan karena dia kalah jumlah dengan orang-orang yang mengabdi
pada Basyir. Namun, berkat orang-orang yang masih setia padanya, Bujang berhasil
mengalahkan Basyir. Meskipun Basyir tidak mau mengalah, dia tetap kalah. Saat itu juga
pertarungan selesai. Basyir dibiarkan pergi dengan aman. Keluarga Tong menang.

Akhirnya, empat minggu setelah perang Bujang memutuskan menjenguk makam Mamak dan
Bapak di Talang. Mengunjungi bekas rumahnya. Bujang pulang, tapi tidak pulang ke pangkuan
mamak, bersimpuh. Bujang pulang kepada panggilan Tuhan. Panggilan Tuhan untuk hidup
kembali ke jalan-Nya. Dua puluh tahun lamanya Bujang hidup berteman kekerasan, jauh dari
Tuhan tetapi, ia selalu menjalankan pesan Mamak. Tidak pernah sekalipun Bujang melanggar
pesan mamak untuk tidak memakan daging babi atau daging anjing bahkan tidak pernah setetes
pun Bujang menyentuh tuak dan segala minuman haram.  

1. STRUKTUR

Paragraf 1 Pengenalan situasi cerita


Paragraf 2 Pengungkapan peristiwa
Paragraf 3-5 Menuju konflik
Paragraf 6-7 Puncak konflik
Paragraf 8-9 Penyelesaian
Paragraf 10 Koda

2. UNSUR INTRINSIK
1. Tema: Perjalanan hidup seorang anak yang tumbuh besar dengan tangguh hingga mampu
menjaga prinsip kesetiaan dan memegang janji.
2. Tokoh
Bujang, Samad (Bapak Bujang), Midah (Mamak/Ibu Bujang), Tauke Muda/ Tauke
Besar, Guru Bushi, Kopong, Basyir.
3. Penokohan dan Parwatakan
- Bujang/ si Babi Hutan (Tokoh Utama): pemberani, jagal nomor 1, pandai berkelahi,
pintar, penurut, setia, tidak ingkar janji.
o Bujang hanya memiliki empat emosi, Bujang tidak punya rasa takut. Hingga
ketika dewasa, Bujang menjadi Jagal Nomor 1 keluarga Tong seperti Bapaknya
dulu dan mendapat julukan Si Babi Hutan. Orang-orang mendengar namanya
pun akan gentar.
o Di kota, Bujang tumbuh menjadi anak yang cerdas, tangguh, dan pemberani
berkat bimbingan dari orang-orang di Keluarga Tong, seperti Guru Bushi,
Kopong, dan Basyir, teman yang menemani Bujang dari awal tiba di rumah
Keluarga Tong.
- Samad (Bapak Bujang): keras, baik, setia, penyayang.
- Midah (Ibu Bujang): baik, penyayang, pengertian, khawatiran, setia, religius.
- Tauke Muda / Tauke Besar (Pemimpin Keluarga Tong): baik, bijaksana, tegas,
penyayang.
- Kopong (Kepala Tukang Pukul Keluarga Tong): baik/ informan yang baik.
- Basyir (Sahabat Bujang): licik, pengkhianat, pendendam.
4. Alur/plot: maju-mundur (campuran)
5. Latar
- Tempat:
o Di kampung pedalaman Sumatra, lereng Bukit Barisan.
Namanya Bujang, bocah berusia lima belas tahun yang lahir dan besar di
kampung pedalaman Sumatra, lereng Bukit Barisan atas didikkan keras dan
lembut bapak-mamaknya. (paragraf 1 kalimat 1)
o Di hutan rimba Sumatra.
Sampai suatu ketika Tauke Muda datang, mengajaknya berburu babi hutan di
hutan rimba Sumatera. (paragraf 2 kalimat 1)
o Di Kota/Di rumah Keluarga Tong.
Di kota, Bujang tumbuh menjadi anak yang cerdas, tangguh, dan pemberani
berkat bimbingan dari orang-orang di Keluarga Tong, seperti Guru Bushi,
Kopong, dan Basyir, teman yang menemani Bujang dari awal tiba di rumah
Keluarga Tong. (paragraf 3 kalimat 1)
o Makam Mamak dan Bapak di Talang.
Akhirnya, empat minggu setelah perang Bujang memutuskan menjenguk
makam Mamak dan Bapak di Talang. (paragraf 10 kalimat 1)
- Waktu: pagi, siang, sore, dan malam.
- Suasana: menegangkan dan mengharukan.
o Hatinya bagai diiris sembilu, menangis dalam senyap, terisak tanpa suara
mendengar kabar kematian Mamaknya. (paragraf 4 kalimat 4)
o Perang berjalan menegangkan. (paragraf 9 kalimat 2)
6. Sudut pandang: orang ketiga serba tahu.
7. Amanat:
(1) Sebagai manusia harus mampu menjaga prinsip hidup salah satunya yaitu kesetiaan
dan mampu memegang janji agar hidup lebih berarti.
(2) Hidup layaknya roda yang berputar, kadang bahagia dan kadang juga sedih maka
disaat bahagia kita mestinya ingat bahwa kebahagiaan itu tidak abadi, begitupun
sebaliknya.

3. UNSUR EKSTRINSIK
- Pengarang/Tere Liye tumbuh dewasa dan dibesarkan di pedalaman Sumatra. Oleh
karena itu, cerita berlatar belakang di daerah pedalaman dan hutan rimba Sumatra.
- Cerita berlatar belakang kebiasaan dan kepercayaan umat Islam sesuai
kepercayaan yang dianut oleh pengarang.
4. NILAI-NILAI
- Nilai Agama/Religius: yaitu sesuai dengan ajaran agama Islam untuk selalu
menjaga perut dari makanan dan minuman haram, seperti arak/tuak agar saat di
keadaan terpuruk sekalipun masih dapat berpikir dengan jernih.
Kutipan: Sebelum pergi, Mamak sempat menyampaikan, Bujang boleh saja
melupakan kampung, Mamak, dan ajaran agama yang telah disampaikan Mamak
pada Bujang secara diam-diam ketika Bapak tidak ada di rumah, tetapi Bujang
harus berjanji akan menjaga perut dari makanan haram agar suatu saat nanti
ketika ia terpuruk, ia masih memiliki satu titik terang yang akan membimbingnya
pulang. (paragraf 2 kalimat akhir)

5. PANDANGAN PENGARANG

Anda mungkin juga menyukai