Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

PERAN SERTA KELUARGA DALAM KONTROL DAN MINUM


OBAT

DisusunOleh :

1. Ahmad Ruzaeqi 8. Ni Made Gayatri A. P.


(P07120118049) (P07120118072)
2. Aulia Hamiyatul Fitri 9. Nur Adita Sulastri
(P07120118054) (P07120118095)
3. Beryl Aji Khafidiyan 10. Rizky N.R. Haqqi
(P07120118056) (P07120118077)
4. Dewa Ayu Linda 11. Riyan Akbar Hidayat
Mahayani (P07120118081)
(P07120118058) 12. Santi Puji Lestari
5. Hidayatul Fatmawati (P07120118080)
(P07120118061) 13. Siti Rahayu Widasari P.
6. Inayatul Kamali (P07120118084)
(P07120118064) 14. Susi Mariyati
7. Mariha Zaida Putri (P07120118088)
(P07120118068) 15. Zakaria Ansori
(P07120118094)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MATARAM


2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan atas kehadirat Tuhan YME,
yang telah memberikan nikmat kesehatan dan sempat sehingga
kami mampu menyelesaikan tugas dengan baik.

Tak lupa pula rasa terimakasih sebesar-besarnya kami


sampaikan kepada dosen kami, bapak Eka Rudy Purwana, SST.,
M.Kes. yang telah membimbing kami sehingga mampu
menyelesaikan tugas ini.

Tugas ini kami buat untuk menyelesaikan tugas


Keperawatan Jiwa dengan judul “Peran Serta Keluarga Dalam
Kontrol Dan Minum Obat” serta untuk mengingatkan kembali
tentang sejarah pendidikan keperawatan

Kami sadar dalam makalah ini masih banyak salah baik


dalam penulisan kata, maupun penyusunan kalimat karna itu
kami membutuhkan saran dan masukan pembaca sekalian.
Mohon maaf atas segala kekurangan dan terimakasih atas
perhatiannya.

Mataram, 01 April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................1
A. Latar Belakang ............................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................2
C. Tujuan .........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................4
A. Definisi Dari Psikofarmaka ..........................................4
B. Jenis – Jenis Obat Yang Digunakan Untuk Pengobatan
Gangguan
Jiwa ..............................................................................4
C. Prinsip Benar Obat ......................................................8
D. Peran Perawat Dalam Pemberian Obat Pasien Dengan
Gangguan
Jiwa ............................................................................11
E. Peran Serta Keluarga Dalam Kontrol Dan Pemberian Obat
Pasien
Gangguan Jiwa ..........................................................13
BAB III PENUTUP .................................................................16
A. Kesimpulan ................................................................16
B. Saran .........................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................18
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan kemampuan individu untuk
menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat,
dan lingkungan, sebagai perwujudan keharmonisan fungsi
mental dan kesanggupannya menghadapi masalah yang biasa
terjadi, sehingga individu tersebut merasa puas dan mampu.
Kesehatan jiwa seseorang selalu dinamis dan berubah
setiap saat serta dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
kondisi fisik (somatogenik), kondisi perkembangan mental-
emosional (psikogenik) dan kondisi dilingkungan sosial
(sosiogenik). Ketidakseimbangan pada salah satu dari ketiga
faktor tersebut dapat mengakibatkan gangguan jiwa.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu
perubahan pada fungsi jiwa yang enyebabkan adanya
gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran
sosial. WHO memperkirakan saat ini di seluruh dunia terdapat
450 juta orang mengalami gangguan jiwa, di Indonesia sendiri
pada tahun 2006 diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan jiwa dengan ratio populasi 1:4
penduduk. Departemen Kesehatan RI mengakui sekitar 2,5
juta orang di negeri ini telah menjadi pasien rumah sakit jiwa.
Gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan secara maksimal
sebagaimana keadaan sebelum sakit, beberapa pasien
meninggalkan gejala sisa seperti adanya ketidakmampuan
berkomunikasi dan mengenai realitas, serta prilaku kekanak-
kanakan yang berdampak pada penuruna produktifitas hidup.
Hal ini ditunjang dengan data Bank Dunia pada tahun 2001 di
beberapa Negara yang menunjukkan bahwa hari-hari
produktif yang hilang atau Dissabiliiy Adjusted Life Years
(DALY’s) sebesar 8,1 % dari Global Burden of Disease,
disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa.
Sebagai salah satu upaya untuk mengurangi penurunan
produktifitas maka pasien yang dirawat inap dilakukan upaya
rehabilitasi sebelum klien
dipulangkan dari rumah sakit. Tujuannya untuk mencapai
perbaikan fisik dan mental sebesar-besarnya, penyaluran
dalam pekerjaan dengan kapasitas maksimal dan
penyesuaian diri dalam hubungan perseorangan dan sosial
sehingga bisa berfungsi sebagai anggota masyarakat yang
mandiri dan berguna.
Pelaksanaan rehabilitasi dilakukan oleh multi profesi yang
terdiri dari dokter, perawat, psikolog, sosial worker serta
okupasi terapis yang memiliki peran dan fungsi masing-
masing.

B. Rumusan masalah
Masalah yang ingin kami pecahkan dari penyusunan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari obat psikofarmaka?
2. Apa saja jenis – jenis obat yang digunakan untuk
pengobatan gangguan jiwa?
3. Apa saja prinsip benar obat ?
4. Apa saja peran perawat dalam pemberian obat pasien
dengan gangguan jiwa?
5. Apa saja peran serta keluarga dalam kontrol dan
pemberian obat pasien gangguan jiwa?

C. Tujuan
Tujuan yang ingin kami capai dari penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari obat psikofarmaka
2. Untuk mengetahui jenis-jenis obat yang digunakan untuk
pengobatan gangguan jiwa
3. Untuk mengetahui apa – apa saja prinsip benar obat
4. Untuk mengetahui peran perawat dalam pemberian obat
pasien gangguan jiwa
5. Untuk mengetahui peran serta keluarga dalam kontrol dan
pemberian obat pasien gangguan jiwa
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk
klien dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-
obatan psikotropik yang bersifat Neuroleptik (bekerja pada
sistem saraf). Pengobatan pada gangguan mental bersifat
komprehensif, yang meliputi :
1. Teori biologis (somatik). Mencakup pemberian obat
psikotik dan Elektro Convulsi Therapi (ECT).
2. Psikoterapeutik
3. Terapi Modalitas
Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari
management psikoterapi. Perawat perlu memahami konsep
umum psikofarmaka. Beberapa hal yang termasuk
Neurotransmitter adalah Dopamin, Neuroepineprin, Serotonin,
dan GABA (Gama Amino Buteric Acid), dll. Meningkatnya dan
menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan
menimbulkan kekacauan atau gangguan mental. Obat-obatan
psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan
Neurotransmitter.

B. Jenis – Jenis Obat Yang Termsuk Psikofarmaka


berikut ini adalah jenis – jenis obat yang termasuk
psikofarmaka adalah sebagai berikut:
1. Anti Psikotik
Anti psikotik termasuk golongan Mayor Transquilizer atau
Psikotropik : Neuroleptika
a. Mekanisme kerja : menahan kerja reseptor Dopamin
dalam otak (di ganglia) pada sistem limbik dan system
ekstrapiramidal
b. Efek farmakologi : sebagai penenang, menurunkan
aktifitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif
mengatasi Delusi, Halusinasi, Ilusi dan gangguan proses
berpikir
c. Indikasi pemberian anti psikototik : pada semua jenis
psikosa, kadang untuk gangguan maniak dan paranoid.
d. Efek samping pada anti psikotik : efek samping pada
sistem syaraf
2. Anti Depresi
Hipotesis : Sindroma depresi disebabkan oleh defisiensi
salah satu atau beberapa aminergic neurotransmitter
seperti Noradrenalin, Serotonin, Dopamin pada sinaps
neuron di SSP, khususnya pada sistem Limbik.
a. Mekanisme kerja obat :
1) Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik
neurotransmitter
2) Menghambat reuptake aminergik neurotransmitter
3) Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono
Amine Oxidase) sehingga terjadi peningkatan jumlah
aminergik neurotransmitter pada neuron SSP
b. Efek farmakologi : mengurangi gejala depresi dan
sebagai penenang.
c. jenis obat yang digunakan adalah :
1) Trisiklik
2) MAO Inhibitor
3) Aminitriptylin
d. Efek samping: yaitu efek samping Kolonergik (efek
samping terhadap sistem syarafperifer) yang meliputi
mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi.
3. Anti Mania (Lithium Carbonate)
Hipotesa : pada mania terjadi peluapan aksi reseptor
amine
a. Mekanisme kerja : menghambat pelepasan Serotonin
dan mengurangi sensitivitas dari reseptor Dopamin.
b. Efek farmakologi : mengurangi agresivitas, tidak
menimbulkan efek sedative, mengoreksi/mengontrol
pola tidur, irritable. Pada mania dengan kondisi berat
pemberian anti mania dikombinasikan dengan obat anti
psikotik
c. Efek samping : efek neurologik ringan seperti kelelahan,
letargis, tremor di tangan,terjadi pada awal terapi dapat
juga terjadi diare dan mual.
d. Efek toksik : pada ginjal (poliuri, edema), peningkatan
jumlah litium, sehingga menambah keadaan edema.
Sedangkan pada SSP (tremor, kurang koordinasi,
nistagmus dan disorientasi
4. Anti Cemas (antiansietas)
Antiansietas dan hipnotif-sedatif dibagi menjadi dua
kategori: benzodiazepine dan nonbenzodiazepine, yang
mencakup beberapa kelas obat.
Benzodiazepin merupakan obat yang paling banyak
diresepkan di seluruhkan dunia,dan dalam 20 tahun
terakhir obat tersebut hampir seluruhnya menggantikan
barbiturat dalam pengobatan ansietas dan gangguan tidur.
Obat ini terkenal karena keefektifan dan margin keamanan
yang luas.
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas,
kelainan somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang,
dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomnia
dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti ansietas
antara lain:
 Fenobarbital : 16-320 mg/hari
 Meprobamat    : 200-2400 mg/hari
 Klordiazepoksida    : 15-100 mg/hari

a. Mekanisme kerja
Benzodiazepine diduga memberikan efek
antiansietasnya melalui potensiasi yang kuat pada
neurotransmiter inhibisi asam y-aminobutirat (GABA)
b. Indikasi utama dalam penggunaan benzodiazepine
adalah: gangguan ansietas umum, ansietas yang
berhubungan dengan depresi, gangguan tidur, ansietas
yang berhubungan dengan gangguan fobia, gangguan
stress pascatrauma, putus obat dan alcohol, ansietas
yang berhubungan dengan penyakit medis, relaksasi
musculoskeletal, gangguan kejang, ansiatas praoperasi.
c. Efek samping
Umum : mengantuk (sedasi), Ataksia (pusing),
perasaan terpisah dari orang lain, pengingkatan
iritabilitas atau bermusuhan, amnesi anterograd, efek
kognitif pada penggunaan jangka panjang
Jarang : mual, sakit kepala, kebingungan, kerusakan
psikomotor kasar, depresi, reaksi amuk paradoksial.
5. Anti Insomnia : Phenobarbita
a. Benzodiazepin Receptor Agonist (BzRA)
Merupakan pengobatan untuk insomnia yang paling
umum digunakan, yang bekerja pada reseptor GABA
1) Keunggulan potensial : Terbukti efektif dalam
perawatan insomnia
2) Kekurangan potensial : Dapat menimbulkan efek-
efek psikomotor yang terjadi di tengah malam atau
di hari berikutnya, seperti :
a) Ataxia
b) Sedasi sepanjang hari
c) Efek-efek kognitif
d) Sesak pada pernafasan

3) Toleransi pada penghentian


4) Insomnia pantulan
5) Memiliki potensi penyalahgunaan dan
ketergantungan (semua obat golongan BzRA
memiliki batas waktu dalam pemberian resep).
b. Ramelteon
1) Bekerja pada potensi reseptor agonist MT1/MT2 yang
selektif
2) Terjadi afinitas yang tidak berarti pada reseptor
GABA sehingga tidak menyebabkan kecanduan,
toleransi, penyalahgunaan dan efek samping
negative seperti pada obat-obatan BzRA
3) Merupakan anti-insomnia pertama dengan
kandungan yang tidak mengkontrol dan tidak
berpotensi menimbulkan ketergantungan dan
penyalahgunaan
6. Anti Obsesif-Kompulsif : Clomipramin
7. Anti Panik, yang paling sering digunakan oleh klien jiwa :
Imipramine
8. Anti Parkinson
a. Mekanisme kerja : meningkatkan reseptor dopamine,
untuk mengatasi gejala pakinsonisme akibat
penggunaan obat antipsikotik.
b. Efek samping : sakit kepala, mual, muntah dan
hipotensi.
c. Jenis obat yang sering digunakan : levodova,
tryhexifenidil (THF)
1) Triheksipenydil (Artane)
Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk
menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat.
Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari
2) Difehidamin :
Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari

C. Prinsip Benar Obat


Berikut ini 12 prinsip benar obat yang harus diketahui
seorang tenaga kesehatan, yaitu:
1. Benar Klien
a. Selalu dipastikan dengan memeriksa identitas pasien
dengan memeriksa gelang identifikasi dan meminta
menyebutkan namanya sendiri.
b. Klien berhak untuk mengetahui alasan obat
c. Klien berhak untuk menolak penggunaan sebuah
obat
d. Membedakan klien dengan dua nama yang sama
2. Benar Obat
a. Klien dapat menerima obat yang telah diresepkan
b. Perawat bertanggung jawab untuk mengikuti
perintah yang tepat
c. Perawat harus menghindari kesalahan, yaitu dengan
membaca label obat minimal tiga kali:
1) Pada saat melihat botol atau kemasan obat
2) Sebelum menuang/menghisap obat
3) Setelah menuang/ mengisap obat
d. Memeriksa apakah perintah pengobatan lengkap dan
sah
e. Mengetahui alasan mengapa klien menerima obat
tersebut
f. Memberikan obat-obatan tanda: nama obat, tanggal
kadaluarsa
3. Benar Dosis Obat
a. Dosis yang diberikan klien sesuai dengan kondisi
klien.
b. Dosis yang diberikan dalam batas yang
direkomendasikan untuk obat yang bersangkutan.
c. Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat
jumlah dosis yang akan diberikan, dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
tersedianya obat dan dosis obat yang diresepkan/
diminta, pertimbangan berat badan klien
(mg/KgBB/hari), jika ragu-ragu dosisi obat harus
dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain.
d. Melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis obat
tertentu.
4. Benar Waktu Pemberian
a. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan.
b. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu
dalam sehari. Misalnya seperti dua kali sehari, tiga
kali sehat, empat kali sehari dan 6 kali sehari
sehingga kadar obat dalam plasma tubuh dapat
dipertimbangkan.
c. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh
obat (t ½ ). Obat yang mempunyai waktu paruh
panjang diberikan sekali sehari, dan untuk obat yang
memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali
sehari pada selang waktu tertentu.
d. Pemberian obat juga memperhatikan diberikan
sebelum atau sesudah makan atau bersama
makanan
e. Memberikan obat obat-obat seperti kalium dan
aspirin yang dapat mengiritasi mukosa lambung
bersama-sama dengan makanan.
f. Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa
apakah klien telah dijadwalkan untuk memeriksa
diagnostik, seperti tes darah puasa yang merupakan
kontraindikasi pemeriksaan obat.
5. Benar Cara Pemberian (rute)
a. Memperhatikan proses absorbsi obat dalam tubuh
harus tepat dan memadai.
b. Memperhatikan kemampuan klien dalam menelan
sebelum memberikan obat-obat peroral
c. Menggunakan teknik aseptik sewaktu memberikan
obat melalui rute parenteral
d. Memberikan obat pada tempat yang sesuai dan tetap
bersama dengan klien sampai obat oral telah ditelan.
e. Rute yang lebih sering dari absorpsi adalah :
1) Oral ( melalui mulut ): cairan , suspensi ,pil ,
kaplet , atau kapsul.
2) Sublingual ( di bawah lidah untuk absorpsi vena ) ;
3) Bukal (diantara gusi dan pipi) ;
4) Topikal ( dipakai pada kulit ) ;
5) Inhalasi ( semprot aerosol ) ;
6) instilasi ( pada mata, hidung, telinga, rektum atau
vagina ) ;
7) parenteral : intradermal , subkutan , intramuskular
, dan intravena.
6. Benar Dokumentasikan.
Pemberian obat sesuai dengan standar prosedur
yang berlaku di rumah sakit. Dan selalu mencatat
informasi yang sesuai mengenai obat yang telah
diberikan serta respon klien terhadap pengobatan.
7. Benar pendidikan kesehatan perihal medikasi klien
Perawat mempunyai tanggungjawab dalam
melakukan pendidikan kesehatan pada pasien, keluarga
dan masyarakat luas terutama yang berkaitan dengan
obat seperti manfaat obat secara umum, penggunaan
obat yang baik dan benar, alasan terapi obat dan
kesehatan yang menyeluruh, hasil yang diharapkan
setelah pembeian obat, efek samping dan reaksi yang
merugikan dari obat, interaksi obat dengan obat dan
obat dengan makanan, perubahan-perubahan yang
diperlukan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari
selama sakit, dsb.
8. Hak klien untuk menolak
Klien berhak untuk menolak dalam pemberian obat.
Perawat harus memberikan Inform consent dalam
pemberian obat.
9. Benar pengkajian
Perawat selalu memeriksa TTV (Tanda-tanda vital)
sebelum pemberian obat.
10. Benar evaluasi
Perawata selalu melihat/ memantau efek kerja dari
obat setelah pemberiannya.
11. Benar reaksi terhadap makanan
Obat memiliki efektivitas jika diberikan pada waktu
yang tepat. Jika obat itu harus diminum sebelum makan
(ante cimum atau a.c) untuk memperoleh kadar yang
diperlukan harus diberi satu jam sebelum makan
misalnya tetrasiklin, dan sebaiknya ada obat yang harus
diminum setelah makan misalnya indometasin.
12. Benar reaksi dengan obat lain
Pada penggunaan obat seperti chloramphenicol
diberikan dengan omeprazol penggunaan pada penyakit
kronis

D. Peran perawat dalam pemberian obat


Adapun peran perawat dalam pemberian obat pasien
dengan gangguan jiwa adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data sebelum pengobatan yang meliputi :
a. Diagnosa Medis
b. Riwayat Penyakit
c. Hasil Pemeriksaan Lab
d. Jenis obat yang digunakan, dosis, waktu pemberian
e. Program terapi yang lain
f. mengkombinasikan obat dengan terapi Modalitas
g. Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang
pentingnya minum obat secara teratur dan penanganan
efek samping obat
h. Monitoring efek samping penggunaan obat
2. Melaksanakan Prinsip Pengobatan Psikofarmaka
a. Persiapan
1) Melihat order permberian obat di lembaran obat
(status)
2) Kaji setiap obat yang akan diberikan. Termasuk
tujuan, cara kerja obat, dosis, efek samping obat dan
cara pemberian
3) Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat
4) Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
b. Lakukan minimal prinsip lima benar
c. Laksanakan program pemberian obat
1) Gunakan pendekatan tertentu
2) Pastikan bahwa obat telah terminum
3) Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi
pemberian obat, sebagai aspek legal
d. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan melalui
program rujukan
e. Menyesuaikan dengan terapi non famakoterapi
f. Turut serta dalam penelitian tentang obat psikofarmaka
3. Evaluasi
Dikatakan reaksi obat efektif jika :
a. Emosional stabil
b. Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
c. Halusinasi, Agresi, Delusi, menarik diri menurun
d. Prilaku mudah diarahkan
e. Proses berpikir kea rah logika
f. Efek samping Obat
g. Tanda-tanda Vital
Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang
strategi psikofarmaka yang tersedia, tetapi informasi ini
harus digunakan sebagai salah satu bagian dari pendekatan
holistik pada asuhan pasien.
Peran perawat meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Pengkajian pasien. Pengkajian pasien memberi landasan
pandangan tentang masing-masing pasien.
b. Koordinasi modalitas terapi. Koordinasi ini
mengintegrasikan berbagai terapi pengobatan dan
sering kali membingungkan bagi pasien
c. Pemberian agen psikofarmakologis. Program pemberian
obat dirancang secara professional dan bersifat
individual
d. Pemantauan efek obat. Termasuk efek yang diinginkan
maupun efek samping yang dapat dialami pasien.
e. Penyuluhan pasien. Memungkinkan pasien untuk
meminum obat dengan aman dan efektif
f. Program Rumatan obat. Dirancang untuk mendukung
pasien di suatu tatanan perawatan tindak lanjut dalam
jangka panjang.
g. Partisipasi dalam penelitian klinis antar disiplin tentang
uji coba obat.
h. Perawat merupakan anggota tim yang penting dalam
penelitian obat yang digunakan untuk mengobati pasien
gangguan jiwa
i. Kewenangan untuk memberi resep.

E. Peran Serta Keluarga Dalam Kontrol Dan Pemberian


Obat Pasien Gangguan Jiwa
Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting
di dalam masyarakat. Keluarga merupakan satu kesatuan
sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak–anak yang belum
dewasa (Ahmadi, 2007). Keluarga menjadi unit pelayanan
karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan
saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga yang
akan mempengaruhi pola keluarga atau masyarakat secara
keseluruhan.
Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari
seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi
harapan–harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik
yang diharapkan seseorang dalam konteks keluarga. Jadi
peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan
individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan
dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat
(Setiadi,2008) Keluarga mempunyai kemampuan mengatasi
masalah dan mencegah perilaku maladaptive atau
pencegahan primer, menanggulangi perilaku maladaptive
atau pencegahan sekunder dan memulihkan perilaku
maladaptive atau pencegahan tersier. Sehingga derajat
kesehatan klien dan keluarga dapat ditingkatkan secara
optimal (Keliat, 1995).
Peran keluarga mempunyai fungsi yang dapat dijalankan
memberikan semangat dan dorongan pada anggota
keluarganya. Disamping itu peran keluarga merupakan sistim
pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan.
Pengobatan Psikofarmaka pada pasien gangguan jiwa
merupakan kemajuan dibidang ilmu kedokteran jiwa dan ilmu
obat-obatan (Psikofarmaka) serta telah banyak keberhasilan
pengobatannya. Bila dimasa lalu banyak orang meragukan
skizofrenia sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
maka kini anggapan itu telahberangsur hilang dan diakui
bahwa skizofrenia sebenarnya termasuk gangguan kesehatan.
Dalam ilmu kedokteran jiwa (psikiatri), skizofrenia
merupakan penyakit yang penangannya sesuai dengan azas-
azas kedokteran lainnya, dan bukan merupakan gangguan
atau penyakit yang disebabkan hal-hal yang tidak rasional
maupun supranatural (Hawari,2007).
Jadi peran keluarga dalam kontrol dan pemberian obat
pasien dengan gangguan jiwa adalah sangat penting, karna
akan sangat membantu serta mempercepat penyembuhan
pasien dengan gangguan jiwa. Seperti yang dikatakan diatas
keluarga memiliki fungsi yaitu memberikan semangat dan
dorongan pada anggota keluarganya.
Disamping itu peran keluarga merupakan sistim pendukung
utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap
keadaan. Termasuk pasien dengan gangguan jiwa harus
mendapatkan perhatian serta kontrolyang lebih dalam
pengobatannya, sehingga diharapkan mampu mempercepat
proses penyembuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu somatik terapi (terapi fisik) pada klien gangguan
jiwa adalah pemberian obat psikofarmaka. Psikofarmaka
adalah sejumlah besar obat farmakologis yang digunakan
untuk mengobati gangguan mental. Obat-obatan yang paling
sering digunakan di Rumah Sakit Jiwa adalah Chlorpromazine,
Halloperidol, dan Trihexypenidil. Obat-obatan yang diberikan
selain dapat membantu dalam proses penyembuhan pada
klien gangguan jiwa, juga mempunyai efek samping yang
dapat merugikan klien tersebut, seperti pusing, sedasi,
pingsan, hipotensi, pandangan kabur dan konstipasi. Untuk
menghindari hal tersebut perawat sebagai tenaga kesehatan
yang langsung berhubungan dengan pasien selama 24 jam,
harus mampu mengimbangi terhadap perkembangan
mengenai kondisi klien terutama efek dari pemberian obat
psikofarmaka.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di
Rumah Sakit Jiwa Pusat Bandung, ternyata perawat tidak
melakukan asuhan keperawatan pemberian obat secara tepat,
misalkan : Perawat hanya memanggil klien satu persatu tanpa
cek kondisi umum klien, misal pemeriksaan tekanan darah,
dan lain-lain.
Peran serta keluarga juga sangat diperlukan disini, sesuai
dengan fungsi keluarga yaitu memberikan semangat dan
dorongan pada anggota keluarganya serata keluarga
merupakan sistim pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan.
Termasuk pasien dengan gangguan jiwa harus
mendapatkan perhatian serta kontrolyang lebih dalam
pengobatannya, sehingga diharapkan mampu mempercepat
proses penyembuhan.

B. Saran
Perawat jiwa yang ada di rumah sakit (rumah sakit jiwa,
rumah sakit umum, panti kesehatan jiwa, yayasan yang
merawat pasien gangguan jiwa), pengajar
keperawatan jiwa di sekolah keperawatan, perawat jiwa
yang ada di struktur departemen kesehatan dan dinas
kesehatan diharapkan bersatu padu untuk menyuarakan
kesehatan jiwa pada setiap kesempatan mulai dari sekarang
pada setiap orang yang ditemui. Kegiatan yang dilakukan bisa
berupa advokasi dan action.
DAFTAR PUSTAKA
Gail W. Stuart,2002, Buku Saku Keperawatan Jiwa, EGC : Jakarta

Keliat, B.A. dkk.2007. Advance Course Community Mental Health


Nursing.
Manajemen Community Health Nursing District Level:
Jakarta
Syamsuni, Drs. H, 2005, Farmasetika Dasar Dan Hitung Farmasi,
EGC: jakarata.

Anda mungkin juga menyukai