Oleh :
Kelompok 3
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang MahaEsa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai“Mengobservasi Pemasangan Bidai”.
Makalah ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan masalah.....................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
A. Pengertian..................................................................................................................3
B. Tujuan Pemasangan Bidai.......................................................................................3
C. Indikasi dan Kontra Indikasi Pemasangan Bidai..................................................4
D. Persyaratan Bidai yang Baik...................................................................................6
E. Macam-Macam Bidai...............................................................................................6
F. Komplikasi Pembidaian...........................................................................................8
G. Prinsip Pembidaian...................................................................................................8
H. Pelaksanaan Pemasangan Splinting........................................................................9
I. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan.........................................................................11
J. Cara Pemasangan Bidai.........................................................................................12
K. Teknik Membalut pada Klien Cedera..................................................................12
L. Membalut Luka/Cedera Sesuai dengan Jenis Pembalut yang Dipilih...................
BAB III PENUTUP.......................................................................................................24
A. Kesimpulan..............................................................................................................24
B. Saran........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
LAMPIRAN.......................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin
meningkat selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern
manusia tidak akan lepas dari fungsi normal system musculoskeletal. Salah
satunya tulang yang merupakan alat gerak utama pada manusia, namun dari
kelainan ataupun ketidaksiplinan dari manusia itu sendiri (patah tulang)
fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun partial . fraktur biasanya
terjadi pada cruris, karena cruris sangat kurang di lindungi oleh jaringan
lunak, sehingga mudah sekali mengalami kerusakan.
Balut bidai adalah penanganan umum trauma ekstremitas atau
immobilisasi dari lokasi trauma dengan menggunakan penyangga misalnya
splinting (spalk). Balut idai adalah jalinan bilah (rotan, bambu) sebagai kerai
(untuk tikar, tirai penutup pintu, belat, dsb) atau jalinan bilah bambu (kulit
kayu randu,dsb untuk membalut tangan patah dsb.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang didapatkan yaitu
:
1. Apa pengertian pembidaian ?
2. Apa tujuan pembidaian ?
3. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi pembidaian ?
4. Apa persyaratan pembidaian yang baik ?
5. Apa macam-macam pembidaian ?
6. Bagaimana komplikasi pembidaian ?
7. Bagaimana prinsip pembidaian ?
8. Bagaimana pelaksanaan pemasangan splinting ?
9. Apa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan pembidaian ?
10. Bagaimana cara pemasangan bidai ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian pembidaian
2. Mengetahui tujuan pembidaian
3. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi pembidaian
4. Mengetahui persyaratan pembidaian yang baik
5. Mengetahui macam-macam pembidaian
6. Mengetahui komplikasi pembidaian
7. Mengetahui prinsip pembidaian
8. Mengetahui pelaksanaan pemasangan splinting
9. Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan
pembidaian
10. Mengetahui cara pemasangan bidai
11. Mengetahui tekhnik membalut pada klien cedera
12. Mengetahui membalut luka/ cedera sesuai dengan jenis pembalut yang
dipilih
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pada setiap kecelakaan dengan benturan yang keras, kemungkinan
patah tulang harus dipikirkan. Bahkan bila ragu-ragu, korban tetap harus
diperlakukan sebagai penderita patah tulang. Salah satu cara yag dilakukan
untuk menangani patah tulang adalah dengan teknik bidai.
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/
trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan ( immobilisasi)
bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat.
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh
yangmengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku
maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator.
dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur,
jikaada resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit,
sebaiknyapembidaian tidak perlu dilakukan.
E. Macam-Macam Bidai
1. Bidai keras (Rigid splint)
Jenis ini terbuat dari bahan yang keras, umumnya terbuat dari
kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan.
Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam
keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang
memenuhi syarat di lapangan. Contoh: bidai kayu, bidai udara, bidai
vakum.
2. Bidai traksi (Traction splint)
Traction splint bergunauntuk immobilisasi, dan mengurangi nyeri.
Bentuk ini dirancang untuk fraktur ekstremitas bawah. Splint ini
menyebabkanimmobilisasi paha dengan melakukan tarikan pada
ekstremitas dengan menggunakan counter traction terhadap ischium
dan sendi panggul. Traksi ini akan mengurangi terjadinya spasme pada
otot. Jika traksi ini tidak dilakukan akan meebabkan nyeri hebat
karenaujung tulang akan saling bersinggungan. Ad banyak tipe dan
design dari splint yang cocok untuk traksi ekstremitas bawah, tetapi
harus hati-hati dan teliti untuk mencegah tarikan yang terlalu besar
sehingga dapat menyebabkan gangguan sirkulasi pada kaki. Contoh:
bidai traksi tulang paha
3. Soft splint
Jenis ini terbuat dari bahan yang lembut. Jenis soft splint meliputi
splint udara, bantal, dan mitella. Soft splint sebaiknya tidak
dipergunakan pada fraktur angulasi, karenakan meningkatkan tekanan
secara otomatis. Saat akan menggunakan splint udara, harus secara
rutin diperiksa tekananya untuk memastikan bahwa splint tidak terlalu
kencang/ kendor. Splint udara baik untuk fraktur pada lengan bawah
dan tungkai bawah. Splint udara berguna untuk memperlambat
perdarahan, tetapi dapat meingkatkan tekanan seperti peningkatan
suhu/tekanan. Kelemahan dari splint udara adalah nadi tidak daat di
monitor bilasplint terpasang, dapat menimbulkan sindrom kopartemen
dan menimbulkan sakit pada kulit dan nyeri bila dibuka.
Bantal adalah splint yang baik untuk trauma pada lutut atau kaki
dan digunakan untuk stabilisasi dislokasi bahu.
Mitela adalah sangat baik untuk fiksasi trauma klavikula, bahu,
lengan atas, siku, dan kadang-kadang telapak tangan. Beberapa trauma
pada ahu menyebabkan bahu tidak dapat di dekatkan pada dinding
dada tanpa menggunakan paksaan. Dalam kasus ini bantal digunakan
untuk menjembatani gap yang ada antara dinding dada dan lengan atas.
F. Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal
berikut bisa ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
1. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh
ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau
manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat
memasang bidai.
2. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat.
G. Prinsip Pembidaian
1. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera
2. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak
perlu harus dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang
3. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan. (proksimal dan distal
daerahfraktur). Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di
bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika tungkai
bawahmengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi
pergelangan kaki maupun lutut
Tindakan pertolongan
1. Pasanglah bidai di sepanjang lengan atas dan berikan balutan
untuk mengikatnya. Kemudian dengan siku terlipat dan lengan
bawah merapat ke dada, lengan digantungkan ke leher.
2. Apabila patah tulang terjadi di dekat sendi siku, biasanya siku
tidak dapat dilipat. Dalam hal ini dipasang juga bidai yang
meliputi lengan bawah, dan biarkan lengan dalam keadaan lurus
tanpa perlu digantungkan ke leher
2) Bidai pada Kasus Patah Tulang Lengan Bawah
Lengan bawah memiliki dua batang tulang panjang, satu di sisi
yang searah dengan ibu jari dan yang satu lagi di sisi yang searah
dengan jari kelingking. Apabila salah satu ada yang patah maka yang
yang lain dapat bertindak sebagai bidai, sehingga tulang yang patah itu
tidak beranjak dari tempatnya. Meski demikian tanda-tanda patah
tulang panjang tetap ada
Tindakan pertolongan:
1. Pasanglah sepasang bidai di sepanjang lengan bawah. Bidai ini
dapat dibuat dari dua bilah papan, dengan sebilah papan di sisi luar
dan sebilah lagi di sisi dalam lengan. Dapat pula dipergunakan bidai
dengan setumpuk kertas koran membungkus lengan.
2. Berikan alas perban antara lengan dan bidai untuk mengurangi rasa
sakit.
3. Ikat bidai-bidai tersebut dengan pembalut
4. Periksa apakah ikatan longgar atau terlalu keras menjepit lengan
sehingga pasien merasa lengannya menjadi lebih sakit.
5. Gantungkan lengan yang patah ke leher dengan memakai mitella.
3) Bidai pada Kasus Patah Tulang Paha
Seperti pada tulang lengan atas maka paha hanya memiliki
sebatang tulang panjang, sehingga tanda-tanda patah tulang paha tidak
jauh berbeda dengan pada lengan atas.
Tindakan pertolongan:
Sepasang bidai dipasang memanjang dari pinggul hingga ke kaki.
1. Apabila bagian yang patah berada di bagian atas paha maka bidai sisi
luar harus dipasang sampai pinggang.
2. Apabila bagian yang patah berada di bagian bawah paha maka bidai
cukup sampai panggul.
3. Macam-macam pembalut
a. Plester
Plester biasanya dipergunakan untuk menutup luka yang
telah diberi antiseptik, juga dapat dipakai merekatkan penutup luka
dan difiksasi pada sendi yang terkilir.
b. Pembalut segitiga (Mitella)
Pembalut segitiga disebut juga mitella yang terbuat dari
kain segitiga sama kaki, dengan ukuran panjang kakinya masing-
masing 90 cm. Fungsinya untuk menggantung bagian tubuh dan
menggantung lengan yang cedera.
c. Pembalut pita
Pembalut pita dapat terbuat dari kain katun, kain planel,
kain kasa (verban), bahan elastik (elastik verban). Ukuran
pembalut pita bermacam-macam meliputi 2,5 cm (untuk membalut
jari-jari), 5 cm (untuk membalut pergelangan tangan dan kaki), 7,5
cm (untuk membalut kepala, lengan, betis), 10 cm (untk membalut
paha dan pinggul) dan 15 cm (untuk membalut dada, punggung
dan perut).
4. Cara melakukan pembalutan
Secara umum untuk melakukan pembalutan diperlukan prosedur
sbagai berikut:
a. Menanyakan penyebab luka atau bagaimana luka tersebut terjadi
b. Memperhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan
berdasar pada masalah berikut:
1) Bagian tubuh yang mana ?
2) Apakah ada luka terbuka atau tidak ?
3) Bagaimana luas luka ?
4) Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu ?
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembidian bertujuan untuk pertolongan pertama pada cedera Faktur yang
dilakukan dengan mengunakan teknik-teknik yang benar dan harus sesuia
dengan faktur yang terjadi dengan penangan yang benar maka pasien yang
mengalami faktur akan terbantu,namun apabila faktur yang terjadi tergolong
parah maka harus melakukan pembidian dengan orang-orang yang
berkecimpung dibidang nya.
B. Saran
Seorang yang melakukan pembidaian haruslah memahami bagian anatomi
tubuh yang mana saja yang bisa dilakukan sebuah pertolongan pembidaian
jangan sampai salah melakukan proses pembidian dibagian faktur yang terjadi
dan juga harus bisa menguasai pelaksanaan sebuah pembidaian yang benar
jangan sampai melakukan pembidaian pasien semakin kesakitan.
DAFTAR PUSTAKA
Lange.20083.
LAMPIRAN
Nama :..................................................
No.Mhs :..................................................
Nilai
Aspek yang dinilai
0 1 2
Definisi : Pemasangan bidai adalah suatu tindakan untuk
mengatasi atau membantu pasien yang mengalami patah tulang
sehingga tidak terjadi pergerakan / pergeseran sehingga pasien
tidak merasa sakit.
Tujuan :
1. Mencegah pergerakan bagian tubuh yang cidera.
2. Menyangga luka.
3. Mengurangi atau mencegah edema.
4. Mengamankan bidai dan balutan.
Persiapan Alat :
1. Perban dengan ukuran sesuai yang akan digunakan. Lebar dan
nomor perban disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Kain mitela (sesuai kebutuhan).
3. Spalk (sesuai kebutuhan).
4. Peniti pengaman (sesuai kebutuhan).
5. Plester
6. Gunting Plester.
Tahap Persiapan:
1. Cuci tangan
2. Inspeksi adanya gangguan integritas kulit yang ditandai dengan
abrasi, perubahan warna, luka, atau edema. (Lihat dengan teliti
daerah penonjolan tulang).
3. Observasi sirkulasi dengan mengukur suhu permukaan, warna
kulit, dan sensasi bagian tubuh yang akan dibalut.
4. Khusus untuk di Unit Gawat Darurat, perhatikan jika ada luka
maka bersihkan luka, dan berikan balutan atau jahitan jika luka
terbuka.
5. Khusus untuk di Unit Perawatan, Kaji ulang adanya program
khusus dalam catatan medis yang berhubungan dengan
pemasangan perban elastic. Perhatikan area yang akan
dipasang perban, jenis perban yang dibutuhkan, frekuensi
penggantiannya dan respon sebelumnya terhadap terapi.
6. Kaji kebutuhan atau kelengkapan alat.
7. Identifikasi rencana perawatan dan pengobatan.
8. Menjelaskan prosedur kepada klien. Jelaskan bahwa tekanan
lembut dan ringan yang diberikan bertujuan untuk
meningkatkan sirkulasi vena, mencegah terbentuknya bekuan
darah, mencegah gerakan lengan, menurunkan/mencegah
timbulnya bengkak, memfiksasi balutan operasi dan
memberikan tekanan.
9. Mencuci tangan.
10. Siapkan alat-alat
Tahap Orientasi:
1. Memberi salam, panggil klien dengan panggilan yang
disenangi
2. Memperkenalkan nama perawat
3. Menjelaskan tentang kerahasiaan
4. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau
keluarga
Tahap Kerja :
1. Dekatkan alat dengan pasien
2. Cuci tangan
Prosedur
1. Tutup pintu kamar atau gorden.
2. Mengatur posisi pasien. Bantu agar pasien mendapat posisi
yang nyaman dan benar sesuai anatomik.
3. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler pada bagian
distal yang mengalami cedera sebelum dan sesudah
pembidaian.
4. Pasang spalk pada area yang mengalami cidera (disesuaikan).
5. Pegang gulungan perban dengan tangan yang dominan dan
gunakan tangan yang lainnya untuk memegang permulaan
perban pada bagian distal tubuh. Teruslah memindahkan
gulungan ke tangan yang dominan sampai perban terpasang.
6. Pasang perban dari arah bagian distal ke proksimal dengan
menggunakan berbagai variasi pemasangan untuk menutup
sesuai dengan bentuk tubuh.
7. Buka gulungan perban dan regangkan sedikit. Lilitkan perban
di atas lilitan sebelumnya.
8. Fiksasi perban pertama sebelum memasang gulungan perban
tambahan.
9. Mengatur posisi pasien ke posisi semula.
10. Evaluasi sirkulasi bagian distal bila pemasangan perban telah
selesai dan lakukan minimal 2 kali selama periode 8 jam.
11. Merapikan alat.
12. Mencuci tangan.
Tahap terminasi
1. Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah
dilakukan kegiatan.
2. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
3. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
4. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien
Tahap dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan
Keterangan :
0 = tidak dikerjakan
1 = dikerjakan tidak lengkap/ tidak sempurna
2 = dikerjakan dengan benar/ sempurna
Penguji
(………………………………..)