Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

I. Konsep Teori Lansia


A. Definisi lanjut usia
Seseorang dapat dikatakan lanjut usia apabila telah berusia 60
tahun atau lebih, yang disebabkan oleh faktor tertentu sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun
sosial (Nugroho, 2014).
Secara umum, seseorang juga dapat dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan merupakan
suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh
untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia merupakan suatu
keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan erat dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta meningkatkan kepekaan secara individual (Effendi
& Makhfudli, 2009).
B. Batasan lanjut usia

WHO menggolongkan lansia berdasarkan usia kronologis atau


biologis menjadi 4 kelompok yaitu middle age (usia 45-59 tahun),
elderly (usia 60-74 tahun), old (usia 75-90 tahun), very old ( diatas 90
tahun) (Azizah, 2014). Menurut Depkes RI (2013) menggolongkan
lansia dalam kategori yaitu pralansia (usia 45- 59 tahun), lansia (usia
>60 tahun), lansia dengan resiko tinggi (usia 70 tahun atau lebih)
dengan masalah kesehatan, lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan yang menghasilkan barang atau jasa, lansia tidak potensial
lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Eka, 2015).
II. Konsep Teori Penyakit Stroke

A. Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja (Muttaqin, 2008).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah 
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah
ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
B. Etiologi
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.
Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis
otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
a. Arteritis (radang pada arteri)
b. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah
otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya
emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk
gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk
perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak
sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
C. Faktor Pencetus
1. Faktor tidak dapat diubah
a. Usia
Hal ini berhubungan dengan proses degenerasi (penuuaan)
dengan bertambahnya usia pembuluh darah akan menjadi kaku
dan berkurang keelastisannya, dengan adanya plak akan semikin
memperburuk keadaan pembuluh darah dan beresiko stroke dari
pada usia muda.
b. Herediter
Terkain riwayat stroke di keluarga, orang dengan riwayat stroke
pada keluarga akan memiliki resiko lebih tinggi
2. Faktor dapat diubah
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab terbesar terjadinya stroke,
dalam hipertensi akan terjadi gangguan pembuluh darah yang
mengecil, sehingga aliran darah yang menuju otak akan
berkurang, dengan berkurangnya aliran darah ke otak, pada otak
akan terjadi kematian jaringan otak atau pecahnya pembuluh
darah karena tekanan darah yang cukup tinggi
b. Penyakit jantung
Penyakit jantung coroner dan infark miocard (kematian otot
otak). Pusat aliran darah adalah jantung, dengan adanya
kematian pusat aliran darah, suplay darah dan oksigen ke otak
juga akan terganggu, sehingga terjadi kematian jaringan otak
secara perlahan ataupun cepat
c. Diabetes Milletus
Pembuluh darah pada penderita diabetes akan mengalami
kekauan. Aliran darah yang menuju otak dengan peningkatan
atau penurunan kadar gukosa dalam darah akan memperngruhi
kerja otak
d. Hiperkolessterolemia
Kadar hkolesterol tinggi akan menyebabkan terbentuknya plak
dalam pembuluh darah, yang akan menghambat aliran darah ke
otak sehinggaa terjadi kematian jarigan otak.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan dengan kadar kolesterol dan lemak
daalam darah yang tinggi, sehingga terbentuknya plak dalam
pembuluh darah juga semikin tinggi.
f. Merokok
Merokok menyebabkan peningkatan kadar fibrinogen dalam
darah, sehingga mempermudah terjadinya penebalan pada
dinding pembuluh darah yang akan membuat pembuluh darah
menjadi sempit, aliran darah ke otak akan terganggu, sehingga
terjadi kematian jaringan otak.
D. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah
ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal
(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
dan edema dan kongesti disekitar area. Areaedema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan.
Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh  embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik
infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi
abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat
luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan
penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih
berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan
lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada
perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila
terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah
5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach,
1999 cit Muttaqin 2008)
Herniasi falk
serebri dan ke
foramen magrum

E. Pathway
Faktor-faktor risiko stroke

Aterosklerosis, hiperkoagulasi,
Katup jantung Aneurisma,
artetisrusak, miokard infark, endokarditis, fibrilasimalformasi, arteriovenous

Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara

Defisit neurologis

Infark serebral Risiko peningkatan TIK


Kehilangan kontrol volunter
Kerusakan lobus frontal kapasitas,me Disfungsi
mori/fungsi intelektual
bahasa, kortikal
dan komunikasi

1. Perubahan Hemiplegi
perfusi jaringan dan
Disartria,
serebral hemiparesis afasia,
apraksia
Kompresi
2. kerusakan batang otak
mobilitas fisik
3. Kerusakan
4. Defisit komunikasi
Kehilangan
perawatan tonus otot verbal
Depresi sarafdiri
kardiovaskuler dan pernapasan

koma

e nutrisi tidak adekuat


Kelemahan fisik umum
Kegagalan kardiovaskuler dan pernapasan

Penurunan tingkat kesadaran

5.
han pemenuhan nutrisi kematian
Penekanan jaringan setempat

6. Resiko kerusakan
integritas kulit
F. Manifestasi Klinis
Stroke Hemoragik
Gejala Klinis Stroke Non Hemoragik
PIS PSA
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
Permulaan (onset) Menit/ jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi di
batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Bisa
sebentar
Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
Hemiparasis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal
Gangguan bicara Sering Jarang Sering

Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi


lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan
meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
6. Disartria (bicara pelo atau cadel)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental
9. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak
oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan
kemudian berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah
itu sendiri.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalksanaan hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di IGD dan tindakan resusitasi
serebro kardio pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak
tidak meluas.
a. Pemberian oksigen dan cairan kristaloid/ koloid, hindari cairan
dektrosa atau salin dalam H2O.
b. Lakukan pemeriksaan CT scan otak, EKG, foto thorak dan
pemeriksaan lain, jika hipoksia lakukan pmeriksaan analisa gas
darah
c. Tindakan lain di IGD memberikan dukunngan mental kepada
pasien dan memberikan penjelasan kepada keluarga agar tetap
tenang
2. Penalaksanaan akut
Dilakukan penanganan factor-faktor etiologic maupun penyulit,
juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara, psikologi dan
telaah social untuk membantu pemulihan pasien. Edukasi kepada
keluarga mengenai dampak stroke dan perawatanya.
a. Stroke iskemik
1) Terapi umum: letakkan posisi pasien 30º, kepala dan dada
pada satu bidang, ubah posisi 2 jam sekali, mobilisasi
bertahap bila hemodinamik stabil. Bbebaskan jalan nafas
dengan pemberian oksigen, jika erlu dilakukan intubasi
2) Apabila demam dilakukan kompres dan pemberian
antipiretik, bila kandung kemih penuh lakukan pemasangan
kateter
3) Pemberian nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid atau
koloid hindari cairan glukosa atau salin isotonic
4) Pemberian nutrisi peroral diberikan jika fungsi meneln baik,
bila mengalami gangguan menelan atau penurunan
kesadaran diberikan melaalui NGT
5) Nyeri, mual diatasi dengan obat-obatan yang sesuai
6) Tekanan darah tidaak perlu segera diturunkan, kecuali
tekanan sistolik ≥220 mmhg distolik ≥120 mmhg, MAP
≥130 mmhg (dalam 2 kali ppengukuran selang waktu 30
menit atau didapatkan infrk miocard akut, gagal ginjal atau
gagal jantung kongesi.Penurunan tekanan darah maksimal
20 % dan bat direkomendasikan: natrium nitropuid,
penyekat reseptor alfa beta, penyekat ACE, atau angiotensin
natrium
7) Jika hipotensi, sistolik ≤ 90 mmhg, diastolic ≤70 mmhg
berikan NaCl 0,9% 250 ml selama 1 jam dilanjutkan 500 ml
jam dan 500 ml sampai hipotensi teratsi. Jika belum
terkoreksi berikan dopamine 2-20µ/kg/ menit sampai tekana
darah sistolik ≥110 mmhg
8) Jika kejang berikan diaazepaam 5-29 mg iv pelan-pelan
selama 3 menit, maksimal 100 mg/hari dialnjut pemberian
antikonvulsan peroral
9) Jika terjadi peningkatan TIK berikan manitol bolus intravena
0,25-1g/kgBB/30 menit, jika kondisi memburuk dilanjut
0,25g/kgBB/30 mnt setiap 6 jam selama 3-5 hari
Terapi khusus: ditujukan untuk reperfusi dengan
pemberian antiplatelet seperti aspirin dan antikoagulan atau
antitrombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen
Activator) dan diberikna agen neuroproteksi yaitu citicolin
atau piracetam (jika didapat afaksia)
b. Stroke hemoragik
Terapi umum: pasien stroke di rawat di ICU jika volume
hematoma >30 ml, perdarahan intravaskuler dengan
hidrosefalus dan kedaan klinis memburuk Tekanan darah harus
diturunkan sampai tekanan darah premoid atau 15-20% bila
tekanan darah sistolik >180 mmhg, diatolik >120 mmhg dan
MAP 130 mmhg dan vol hematoma bertambah, bila gagal
jantung teknan drah harus segera diturunkan dengan labetalol iv
10 mg (pemberian 2 menit) sampai 20 mg (pemberian 10 menit)
maksimal 300 mg. enalapril 0,625-1,25 mg/ 6 jam, kaptopril 3x
6,25-25 mg per oral. Bila didapat peningkatakn TIK, diposisikan
30º, pee,berian manitol dan hiperventilasi (Pco 20-35 mmhg)
Penatalksaan umum sama dengan stroke iskemik.
Terapi khusus: Neuroprotektor dapat diberikan kecuali
bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia
dan letak perdarahan serebelum >3 cm, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intravertikal atau serebelum, dilakukan VP-shuting
dan perdarahan lobar >60 ml dengan peningktan TIK dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid digunakan
antagonis kalsium (nimodipin) dan tindakan bedah (ligase,
embolasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformasi, (AVM)
c. Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi wicara, kognitif, perilaku,
bladder training. Dilakukan pemulihan.
Manfaat Pemberian Manitol :
Pada gangguan neurologis, diuretic osmotic (Manitol)
merupakan jenis deuretik yang paling sering digunakan untuk
terapi oedema otak dan adanya peningkatan tekanan intracranial
(TIK). Manitol adalah suatu hiperosmotik agent yang digunakan
dengan segera untuk meningkatkan aliran darah ke otak dan
menghantarkan oksigen.

III. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan bagian dari setiap aktifitas yang

dilakukan oleh perawat dengan dan untuk pasien (Atkinson &


Leslie, 2008). Pengkajian merupakan suatu pengumpulan,

pengaturan, validasi dan dokumentasi data (informasi) yang

sistematis dan bersinambungan (Kozier, 2011).

Pada tahapan ini, perawat wajib melakukan pengkajian

berdasarkan permasalahan yang ada, yaitu tahapan di mana

seorang perawat harus menggali informasi secara komprehensif

dari pasien maupun anggota keluarga yang dibina (Murwani,

Setyowati, & Riwidikdo, 2014). Dalam proses pengkajian

dibutuhkan pendekatan agar pasien dan keluarga dapat terbuka

saat memberikan data-data yang dibutuhkan. Pendekatan yang

digunakan dapat disesuzikan dengan kondisi pasien dan sosial

budaya nya. Selain itu, diperlukan metode yang tepat bagi

perawat untuk mendapatkan data pengkajian yang akurat dan

sesuai dengan keadaan pasien (Bakri, 2016).

Selain itu menurut (Muttaqin, 2008a) pengkajian asuhan

keperawatan pada pasien stroke non hemoragik adalah sebagai

berikut :

a. Identitas pasien

Pada identitas pasien ini meliputin nama, umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, suku, bangsa,agama,

tanggal, jam MRS, nomor register, dan diagnose medis.

b. Keluhan utama

Keluhan utama ini yang sering menjadi alasan pasien


untuk menerima pertolongan kesehatan seperti keluarga pasien

mengeluh bahwa pasien mengalami kelemahan anggota gerak

sebelah, bicara pelo, tidak mampu berkomunikasi, dan

mengalami penurunan tingkat kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Ini merupakan informasi mengenai keadaan dan keluhan

pasien saat timbul serangan Stroke Non Hemoragik yang

menyebabkan defisit perawatan diri sehingga pasien tidak

mampu melakukan ADL secara mandiri.

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus,

serangan stroke sebelumnya, anemia, penyakit jantung, riwayat

trauma kepala, kontrasepsi oral yang terlalu lama, penggunaan

obat-obatan anti koagulan, vasodilator, aspirin, obat-obat

adiktif, dan kegemukan dapat mendukung pengkajian dari

riwayat terdahulu untuk mengkaji lebih mendalam guna untuk

memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya terdapat riwayat keluarga yang menderita

hipertensi, diabetes melitus atau adanya riwayat stroke dari

generasi terdahulu.

f. Pengkajian Indeks Katz

Perubahan penuaan dan masalah kesehatan sering


menunjukkan penurunan status fungsional pada lansia. Salah

satu cara yang terbaik untuk mengevaluasi status kesehatan

pada lansia adalah melalui penilaian fungsional yang

menyediakan data objektif yang dapat menunjukkan penurunan

masa depan atau peningkatan status kesehatan (Wallace &

Shelkey, 2008).
Pengkajian Katz di kegiatan sehari-hari, sering disebut

sebagai Katz ADL, adalah instrumen yang paling tepat untuk

menilai status fungsional sebagai pengukuran kemampuan

klien untuk melakukan kegiatan seharihari hidup secara

mandiri. Indeks Katz adalah alat yang secara luas digunakan

untuk menentukan hasil-hasil tindakan dan prognosis pada

lansia dan penyakit kronis. Indeks Katz pada aktivitas sehari-

hari berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau tergantung

dari klien dalam mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah,

kontinensia, dan makan. Instrumen ini paling efektif digunakan

lansia saat perawatan. Saat pengukuran awal, diambil ketika

klien dalam kondisi baik. Tiga puluh lima tahun sejak

instrumen dikembangkan, instrumen telah dimodifikasi dan

disederhanakan dan pendekatan yang berbeda untuk penilaian

telah dilakukan. Meskipun tidak ada laporan reliabilitas dan

validitas resmi dapat ditemukan dalam literatur, alat ini

digunakan secara luas untuk mengukur kemampuan fungsional

lansia di lingkungan klinis dan rumah (Wallace & Shelkey,

2008).

Indeks Katz terdiri dari 7 tingkatan sebagai hasil penilaian

terhadap perihal melakukan kegiatan sehari-hari, yaitu :

1) Nilai A Kemandirian dalam hal makan, kontinen

(BAB/BAK), berpindah, ke kamar kecil, dan berpakaian.


2) Nilai B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari
fungsi tersebut.

3) Nilai C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan

satu fungsi tambahan.

4) Nilai D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,

berpakaian, dan satu fungsi tambahan.

5) Nilai E Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,

berpakaian, pergi ke toilet, dan satu fungsi tambahan.

6) Nilai F Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,

berpakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan satu fungsi

tambahan.

7) Nilai G Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut.

Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah kepada

keluhan-keluhan pasien, selain itu pemeriksaan fisik juga

sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-

B6) namun lebih fokus pada pemeriksaan fisik bagian B3

(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan

dari pasien.

Keadaan Umum

Pada umumnya pasien mengalami penurunan kesadaran,

terkadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti,

kadang tidak bisa bicara dan pada tanda- tanda vital terdapat
peningkatan tekanan darah, denyut nadi bervariasi.

B1 (Breathing)

Saat dilakukan inspeksi pasien tanpak batuk, peningkatan

produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,

dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi adanya

bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada pasien dan terjadi

peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang

menurun yang sering terjadi pada pasien stroke dengan

penurunan tingkat kesadaran koma.

B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terdapat renjatan

(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada pasien stroke.

Terjadi peningkatan tekanan darah dan dapat terjadi pada

pasien hipertensi massif (tekanan darah >200 mmHg).

B3 (Brain)

Stroke dapat menyebabkan berbagai macam defisit

neurologis, tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah bagian

mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak

adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).

Lesi pada otak yang sudah rusak tidak dapat membaik secara

utuh. Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih

lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada system yang

lainnya.
B4 (Bladder)

Setelah mengalami stroke kemungkinan pasien akan

mengalami inkontinensia urine sementara akibat terjadinya

konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan

ketidakmampuan dalam mengontrol kandung kemih akibat

kerusakan kontrol motoric dan postural. Terkadang kontrol

spingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode

ini, dilakukannya kateterisasi intermiten dengan tehnik yang

steril. Inkontinensia urine yang berlanjut akan menunjukan

kerusakan neurologis luas.

B5 (Bowel)

Pada pasien stroke didapatkan keluhan sulit menelan, nafsu

makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai

muntuh disebabkan akibat peningkatan produksi asam lambung

sehingga menimbulkan masalah pemenuhan pola nutrisi.

Akibat penurunan gerak peristaltic usus dapat menyebabkan

konstipasi pada pasien stroke.

B6 (Bone)

Stroke merupakan penyakit UMN yang mengakibatkan

kehilangan control volunter terhadap gerakan motoric. Akibat

dari neuron motor atas yang menyilang, maka mengakibatkan

gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh

dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada


sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling

umum yaitu hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) akibat

lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau

kelemahan pada salah satu sisi anggota tubuh merupakan tanda

yang lain. Pada bagian kulit, jika pasien mengalami

kekurangan oksigen kulit akan tampak pucat dan apabila

terjadi kekurangan cairan maka turgor kulit akan memburuk.

Selain itu, perlu dikaji adanya tanda-tanda dekubitus terutama

pada bagian yang menonjol akibat pasien stroke yang

mengalami gangguan mobilitas fisik atau tirah baring.

Adanya kesulitan untuk melakukan aktivitas karena

kelemahan, kehilangan sensoria tau hemiplegi, serta mudah

lelah dapat menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan

istirahat (Muttaqin, 2008a).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d O2 otak menurun
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular,
kerusakan sentral bicara
C. Intervensi Keperawatan
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
Keperawata
n
1 Gangguan Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC) 1. Peningkatan tekanan
Gangguan perfusi 1. Pantau TTV darah sistemik yang
perfusi
jaringan dapat tiap jam dan diikuti dengan
jaringan tercapai secara catat hasilnya penurunantekanan
optimal Kriteria darah diastolik
serebral b.d 2. Kaji respon
hasil : merupakan tanda
O2 otak a) Mampu motorik peningkatan TIK.
terhadap Napas tidak teratur
menurun mempertahanka perintah menunjukkan adanya
n tingkat sederhana peningkatan TIK
kesadaran 3. Pantau status 2. Mampu mengetahui
b) Fungsi sensori neurologis tingkat respon
dan motorik secara teratur motorik pasien
membaik 4. Dorong latihan 3. Mencegah/m
kaki aktif/ enurunkan
pasif atelektasis
5. Kolaborasi 4. Menurunkan statis
pemberian vena
obat sesuai 5. Menurunkan resiko
indikasi terjadinya komplikasi
2 Ketidakseimb Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) : 1. Motivasi klien
angan nutrisi : 1. Status gizi 1. Pengelolaan mempengaruhi dalam
kurang dari 2. Asupan makanan gangguan perubahan nutrisi
kebutuhan 3. Cairan dan zat gizi makanan
tubuh b.d Kritria evaluasi: 2. Pengelulaan 2. Makanan kesukaan
Ketidakmamp a) Menjelaskan nutrisi klien untuk
uan untuk komponen 3. Bantuan mempermudah
mengabsorpsi kedekatan diet menaikkan BB pemberian nutrisi
nutrien b) Nilai Aktivitas 3. Merujuk kedokter
laboratorium keperawatan : untuk mengetahui
c) (mis,trnsferin, 1. Tentukan perubahan klien serta
albumin,dan motivasi klien untuk proses
eletrolit) untuk penyembuhan
d) Melaporkan mengubah 4. Membantu makan
keadekuatan kebiasaan untuk mengetahui
tingkat gizi makan perubahan nutrisi serta
e) Nilai 2. Ketahui untuk pengkajian
laboratorium makanan 5. Menciptakan
(mis : trasferin, kesukaan klien lingkungan untuk
albomen 3. Rujuk kedokter kenyamanan istirahat
dan eletrolit untuk
f) Toleransi menentukan klien serta untuk
terhadap gizi penyebab ketenangan dalam
yang dianjurkan perubahan ruangan/kamar.
nutrisi
4. Bantu makan
sesuai dengan
kebutuhan klien
5. Ciptakan
lingkungan
yang
menyenangkan
untuk makan
3 Hambatan Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :
mobilitas fisik Klien diminta 1. Terapi aktivitas, 1. Mengajarkan klien
b.d penurunan menunjukkan ambulasi tentang dan pantau
kekuatan otot tingkat mobilitas, 2. Terapi penggunaan alat bantu
ditandai dengan aktivitas, mobilitas klien lebih
indikator berikut mobilitas sendi. mudah.
(sebutkan nilainya 1 3. Perubahan 2. Membantu klien dalam
–5) : ketergantungan posisi proses perpindahan akan
(tidak Aktivitas membantu klien latihan
berpartisipasi) Keperawatan : dengan cara tersebut.
membutuhkan 1. Ajarkan klien 3. Pemberian penguatan
bantuan orang lain tentang dan positif selama aktivitas
atau alat pantau akan mem-bantu klien
membutuhkan penggunaan alat semangat dalam latihan.
bantuan orang lain, 2. Bantu mobilitas 4. Mempercepat klien
mandiri 3. Ajarkan dan dalam mobilisasi dan
dengan bantu klien mengkendorkan otot-otot
pertolongan alat dalam proses 5. Mengetahui
bantu atau mandiri perpindahan. perkembngan mobilisasi
penuh). 4. Berikan klien sesudah latihan
Kriteria Evaluasi : penguatan ROM
positif selama 6. Kolaborasi dengan tim
a) Menunjukkan beraktivitas. medis dapat membatu
penggunaan alat 5. Dukung teknik peningkatkan mobilitas
bantu secara latihan ROM pasien seperti kolaborasi
benar dengan 6. Kolaborasi dengan fisioterapis
pengawasan. dengan tim
b) Meminta bantuan medis tentang
untuk mobilitas klien
beraktivitas
mobilisasi jika
diperlukan.
c) Menyangga BAB
d) Menggunakan
kursi roda secara
efektif.
4 Risiko Tujuan (NOC) : 1. Anjurkan pasien 1. Kulit bisa lembap dan
Tissue Integrity : untuk mungkin merasa tidak
kerusakan
Skin and Mucous menggunakan dapat beristirahat atau
integritas Membranes pakaian yang perlu untuk bergerak
Kriteria Hasil : longgar 2. Menurunkan terjadinya
kulit b.d
a) Integritas kulit 2. Hindari kerutan risiko infeksi pada
factor risiko : yang baik bisa pada tempat bagian kulit
dipertahankan tidur 3. Cara pertama untuk
lembap
(sensasi, 3. Jaga kebersihan mencegah terjadinya
elastisitas,tempe kulit agar tetap infeksi
ratur, hidrasi, bersih dan 4. Mencegah terjadinya
pigmentasi) kering komplikasi selanjutnya
4. Mobilisasi
b) Tidak ada pasien (ubah 5. Mengetahui
luka/lesi pada posisi pasien) perkembangan terhadap
kulit setiap dua jam terjadinya infeksi kulit
c) Menunjukkan sekali 6. Menurunkan
pemahaman 5. Monitor kulit pemajanan terhadap
dalam proses akan adanya kuman infeksi pada
perbaikan kulit kemerahan kulit
dan mencegah 6. Oleskan lotion 7. Menurunkan risiko
terjadinya atau terjadinya infeksi
sedera berulang minyak/baby oil
d) Mampu pada derah yang
melindungi tertekan
kulit dan 7. Kolaborasi
mempertahanka pemberian
n kelembaban antibiotic sesuai
kulit dan indikasi
perawatan alami
5 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) : 1. Mencek komunikasi
komunikasi Komunikasi dapat 1. Lakukan klien apakah benar-
komunikasi benar tidak bisa
b.d.kerusakan berjalan dengan dengan wajar, melakukan
baik bahasa jelas, komunikasi
neuromuscula Kriteria hasil : sederhana dan 2. Mengetahui
r,kerusakan a) Klien bila perlu diulang bagaimana
mengekspresikan 2. Dengarkan kemampuan
sentral bicara perasaan dengan tekun komunikasi klien tsb
b) Memahami jika pasien mulai 3. Mengetahui derajat
maksud dan berbicara /tingkatan
pembicaraan 3. Berdiri di dalam kemampuan
orang lain lapang pandang berkomunikasi klien
c) Pembicaraan pasien pada saat 4. Menurunkan
pasien dapat bicara terjadinya komplikasi
dipahami 4. Latih otot bicara lanjutan
secara optimal 5. Keluarga mengetahui
5. Libatkan & mampu
keluarga dalam mendemonstrasikan
melatih cara melatih
komunikasi komunikasi verbal pd
verbal pada klien tanpa bantuan
pasien perawat
6. Kolaborasi 6. Mengetahui
dengan ahli perkembangan
terapi wicara komunikasi verbal
klien

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan

untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini

perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan

antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan,

penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan

komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan

klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta

mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana

mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan

dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan

tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan

untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan


mengukur hasil dari proses keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai