Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PENANGANAN KORBAN MASAL

DI LAPAGAN
(Dosen :Agus Haryanto , S.Kep, Ns)

Oleh:
1. Maulida AsslamiA f (201804001)
2. Indah Fauziah (201804005)
3. Ega Galuh Sindu P. (201804010)
4. Alif Triyuningsi (201804014)
5. Heni Rachmawati (201804023)
6. Khusnul Khotimah (201804027)
7. Khofifah Indah P. (201804032)
8. Firdha Irnadhani (201804036)
9. Sintya Clarinda (201804055)
10. Novia Harum Salsabilla (201804019)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN – 2A


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2019/2020
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahnya.
Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan nabi kita Muhammad
SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok yang berjudul : “MAKALAH
PENANGANAN KOBAN MASAL DI LAPANGAN”ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas ini bertujuan untk mengetahui dan mempelajari pokok permasalahan yang
berkaitan dengan Mata Kuliah Kegawatdaruratan Bencana.
Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung terciptanya makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik. Meskipun masih terdapat banyak kekurangan di
dalamnya. Kritik dan saran penulis harapkan dari pembaca demi tersusunnya makalah lebih
baik lagi dan yang terakhir yaitu semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat
mengambil manfaatnya khususnya bagi pembaca, Amin..

Mojokerto, 20 Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.......................................................................... 1
B. TUJUAN...............................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Definisi...................................................................................................3
B. Penata laksanaan di lapangan.................................................................3
1. Penilaian Awal...............................................................................3
2. Identifikasi Awal Lokasi Bencana............................................... 4
3. Tindakan ....................................................................................... 5
4. Langkah Pengamanan ...................................................................6
5. Pos komando................................................................................. 6
6. Pencarian dan Penyelamatan .........................................................7
C. Perawatan di lapangan ...........................................................................8
1. Triase..............................................................................................8
2. Pertolongan pertama / first aid.................................................... 10
3. Lifting and Moving......................................................................11
4. Mekanika Tubuh saat Evakuasi...................................................12
5. Kondisi dilakukan Pemindahan Pasien........................................13
6. Jenis Pemindahan Darurat........................................................... 14
7. Petugas Ambulans dan Peralatannya...........................................16
BAB III
A. Kesimpulan......................................................................................... 18
B. Penutup................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, baik bencana
alam maupun karena ulah manusia. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
bencana ini adalah kondisi geografis, iklim, geologis dan faktor-faktor lain seperti
keragaman sosial budaya dan politik. Wilayah Indonesia dapat digambarkan
sebagai berikut:
1. Secara geografis merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan
empat lempeng tektonik yaitu lempeng benua Asia dan benua Australia serta
lempeng samudera Hindia dan samudera Pasifik.
2. Terdapat 130 gunung api aktif di Indonesia yang terbagi dalam Tipe A, Tipe
B, dan Tipe C. Gunung api yang pernah meletus sekurang-kurangnya satu
kali sesudah tahun 1600 dan masih aktif digolongkan sebagai gunung api tipe
A, tipe B adalah gunung api yang masih aktif tetapi belum pernah meletus
dan tipe C adalah gunung api yang masih di indikasikan sebagai gunung api
aktif.
3. Terdapat lebih dari 5.000 sungai besar dan kecil yang 30% di antaranya
melewati kawasan padat penduduk dan berpotensi terjadinya banjir, banjir
bandang dan tanah longsor pada saat musim penghujan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas kuliah Keperawatan Gawat Darurat mengenai
penanganan korban masal di lapangan.
2. Tujuan khusus
a. Pembaca dapat memahami proses penatalaksanaan korban di lapangan
b. Pembaca dapat memahami cara perawatan pertama pada korban
c. Pembaca dapat menerapkan intervensi korban di Rumah Sakit
d. Pembaca dapat memahami pelayanan kesehatan di pengungsian
e. Pembaca dapat memahami tentang perawatan kesehatan jiwa di
pengungsian

1
f. Dan pembaca dapat memahami pelayanan logistik apa saja yang di
butuhkan, dan upaya untuk pembekalan kesehatan korban

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Penanganan korban masal merupakan penanganan medis untuk korban cedera
dalam jumlah besar diperlukan segera setelah terjadinya gempa bumi, kecelakaan
transportasi atau industri yang besar, dan bencana lainnya.
Kebutuhan terbesar untuk pertolongan pertama dan pelayanan kedaruratan
muncul dalam beberapa jam pertama. Banyak jiwa tidak tertolong karena
sumbersumber daya lokal, termasuk transportasi tidak dimobilisasi segera. Oleh
karena itu sumber daya lokal sangat menentukan dalam penanganan korban di fase
darurat.

B. Penata Laksanaan di Lapangan


Penatalaksanaan di Lapangan ini meliputi prosedur-prosedur yang digunakan untuk
mengeleloa daerabh bencana dengan tujuan memfasilitasi penatalaksanaan korban,
yang terdiri dari :
1. Proses Penyiagaan
Merupakan aktivitas yang memiliki tujuan untuk memobilisasi dan
memanfaatkan sumber daya yang dengan efisien. Proses penyiagaan ini
berfungsi untuk memastikan tanda bahaya, mengevaluasi masalah dan
memastikan bahwa sumber daya yang ada dapat memperoleh informasi dan
mobilisasi yang efektif, yang mencakup peringatan awal, penilaian situasi dan
penyebaran pesan siaga.
a.Penilaian Awal
Aktivitas ini dilakukan untuk mencari tahu masalah yang sedang
terjadi dan menganalisa kemungkinan yang dapat terjadi dan
memobilisasi sumber daya yang adekuat sehingga penatalaksanaan
lapangan dapat diorganisasi secara benar. .Di dalam penilaian awal
dilakukan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk mengidentifikasi:
1) Lokasi kejadian secara tepat
2) Waktu terjadinya
3) Tipe bencana yang terjadi
4) Perkiraan jumlah korban

3
5) Risiko potensial tambahan
6) Populasi yang terpapar oleh bencana.

b. Pelaporan ke Tingkat Pusat


Penilaian awal yang dilakukan harus segera dilaporkan ke pusat
komunikasi sebelum melakukan aktivitas lain di lokasi kecelakaan.
Keterlambatan akan timbul dalam mobilisasi sumber daya ke lokasi
bencana jika tim melakukan aktivitas lanjutan sebelum melakukan
pelaporan penilaian awal, atau informasi yang dibutuhkan dapat hilang
jika kemudian tim tersebut juga terlibat dalam kecelakaan.

c. Penyebaran Informasi Pesan Siaga


Segera setelah pesan diterima, pusat komunikasi akan mengeluarkan
pesan siaga, memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan dan
menyebarkan informasi kepada tim atau institusi dengan keahlian khusus
dalam penanggulangan bencana massal. Pesan siaga selanjutnya harus
dapat disebarkan secara cepat dengan menggunakan tata cara
yang telah ditetapkan sebelumnya (lihat bagian Pengelolaan data dan
informasi penanganan krisis).

2. Identifikasi Awal Lokasi Bencana


Hal ini mencakup tugas untuk mengidentifikasi lokasi penanggulangan bencana
sebagai berikut :
a. Daerah pusat bencana
b. Lokasi pos komando
c. Lokasi pos pelayanan medis lanjutan
d. Lokasi evakuasi
e. Lokasi VIP dan media massa
f. Akses jalan ke lokasi.

Identifikasi awal lokasi-lokasi di atas akan memungkinkan masing-masing


tim bantuan untuk mencapai lokasi yang merupakan daerah kerja mereka
secara cepat dan efisien. Salah satu cara terbaik untuk proses pra-identifikasi
ini adalah dengan membuat suatu peta sederhana lokasi bencana yang

4
mencantumkan topografi utama daerah tersebut seperti jalan raya, batas-batas
wilayah alami dan artifisial, sumber air, sungai, bangunan, dan lain-lain.
Dengan peta ini dapat dilakukan identifikasi daerah-daerah risiko
potensial, lokalisasi korban, jalan untuk mencapai lokasi, juga untuk
menetapkan perbatasan area larangan. Dalam peta tersebut juga harus
dicantumkan kompas dan petunjuk arah mata angin.

3. Tindakan Penyelamatan
Hal ini bertujuan untuk memberi perlindungan kepada korban, tim
penolong dan masyarakat yang terekspos dari segala risiko yang mungkin
terjadi dan dari risiko potensial yang diperki-rakan dapat terjadi (perluasan
bencana, kemacetan lalu lintas, material berbahaya, dan lain-lain).
Langkah-langkah penyelamatan yang dilakukan, antara lain:
a. Aksi langsung yang dilakukan untuk mengurangi risiko seperti dengan
memadamkan kebakaran, isolasi material berbahaya, penggunaan
pakaian pelindung, dan evakuasi masyarakat yang terpapar oleh bencana.
b. Aksi pencegahan yang mencakup penetapan area larangan berupa:
1) Daerah pusat bencana—terbatas hanya untuk tim penolong
profesional yang dilengkapi dengan peralatan memadai.
2) Area sekunder—hanya diperuntukkan bagi petugas yang ditugaskan
untuk operasi penyelamatan korban, perawatan, komando dan
kontrol, komunikasi, keamanan/keselamatan, pos komando, pos
medis lanjutan, pusat evakuasi dan tempat parkir bagi kendaraan
yang dipergunakan untuk evakuasi dan keperluan teknis.
3) Area tersier—media massa diijinkan untuk berada di area ini, area
juga berfungsi sebagai “penahan” untuk mencegah masyarakat
memasuki daerah berbahaya. Luas dan bentuk area larangan ini
bergantung pada jenis bencana yang terjadi (gas beracun, material
berbahaya, kebakaran, kemungkinan terjadinya ledakan), arah angin
dan topografi.
4) Tenaga Pelaksana
Langkah penyelamatan akan diterapkan oleh Tim Rescue
dengan bantuan dari Dinas Pemadam Kebakaran dan unitunit khusus
(seperti ahli bahan peledak, ahli material berbahaya, dan lain-lain)

5
dalam menghadapi masalah khusus. Area larangan ditetapkan oleh
Dinas Pemadam Kebakaran dan jika diperlukan dapat dilaku-kan
koordinasi dengan petugas khusus seperti kepala bandar udara,
kepala keamanan di pabrik bahan kimia, dan lain-lain.

4. Langkah Pengamanan
Langkah dilaksanakan oleh Kepolisian, unit khusus (Angkatan
Bersenjata), petugas keamanan sipil, petugas keamanan bandar udara, petugas
keamanan Rumah Sakit, dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk mencegah
campur tangan pihak luar dengan tim penolong dalam melakukan upaya
penyelamatan korban. Akses ke setiap area penyelamatan dibatasi dengan
melakukan kontrol lalu lintas dan keramaian.
Langkah penyelamatan ini memengaruhi penyelamatan dengan cara:
a. Melindungi tim penolong dari campur tangan pihak luar.
b. Mencegah terjadinya kemacetan dalam alur evakuasi korban dan
mobilisasi sumber daya.
c. Melindungi masyarakat dari kemungkinan risiko terpapar oleh kecelakaan
yang terjadi.

5. Pos Komando
Pos Komando adalah unit kontrol multisektoral yang terwujud jika Pos
Komando tersebut mempunyai jaringan komunikasi radio yang baik. Hal ini
dibentuk dengan tujuan:
1) Mengawasi penatalaksanaan korban.
2) Mengoordinasikan berbagai sektor yang terlibat dalam penatalaksanaan di
lapangan.
3) Menciptakan hubungan dengan sistem pendukung dalam proses
penyediaan informasi dan mobilasi sumber daya yang diperlukan.

Efisiensi aktivitas pra-rumah sakit ini bergantung pada tercipta-nya


koordinasi yang baik antara sektor-sektor tersebut. Untuk memenuhi
kebutuhan koordinasi ini Pos komando harus dibentuk pada awal operasi
pertolongan bencana massal.

6
1) Tenaga Pelaksana
Tenaga pelaksana dalam Pos Komando berasal dari petugas-
petugas dengan pangkat tertinggi dari Kepolisian, Dinas Pemadam
Kebakaran, petugas kesehatan dan Angkatan Bersenjata. Tenaga inti ini
dapat dibantu oleh tenaga sukarela dari berbagai organisasi yang terlibat,
dan jika diperlukan dapat dibantu oleh tenaga khusus seperti Kepala
Bandar Udara dalam kasus kecelakaan pesawat terbang, Kepala Penjara
dalam kasus kecelakaan massal di penjara. Yang disesuaikan antara jenis
dan kecelakaan kecelakaan yang terjadi pada sektornya masing-masing.

2) Metode
Pos Komando merupakan pusat komunikasi/koordinasi bagi
penatalaksanaan pra Rumah Sakit. Pos Komando ini secara terus menerus
akan melakukan penilaian ulang terhadap situasi yang dihadapi,
identifikasi adanya kebutuhan untuk menambah atau mengurangi sumber
daya di lokasi bencana untuk:
a. Membebastugaskan anggota tim penolong segera setelah mereka
tidak dibutuhkan di lapangan. Dengan ini, Pos Komando turut
berperan dalam mengembalikan kegiatan rutin di Rumah Sakit.
b. Secara teratur mengatur rotasi tim penolong yang bekerja di bawah
situasi yang berbahaya dengan tim pendukung.
c. Memastikan suplai peralatan dan sumber daya manusia yang
adekuat.
d. Memastikan tercukupinya kebutuhan tim penolong (makanan dan
minuman).
e. Menyediakan informasi bagi tim pendukung dan petugas lainnya,
serta media massa (melalui Humas).
f. Menentukan saat untuk mengakhiri operasi lapangan.

6. Pencarian dan Penyelamatan


Kegiatan pencarian dan penyelamatan terutama dilakukan oleh Tim Rescue
(Basarnas, Basarda) dan dapat berasal dari tenaga suka rela bila dibutuhkan.
Tim ini akan:

7
a. Melokalisasi korban.
b. Memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat
pengumpulan/penampungan jika diperlukan.
c. Memeriksa status kesehatan korban (triase di tempat kejadian).
d. Memberi pertolongan pertama jika diperlukan.
e. Memindahkan korban ke pos medis lanjutan jika diperlukan.

C. Perawatan di Lapangan

Jika di daerah dimana terjadi bencana tidak tersedia fasilitas kesehatan yang
cukup untuk menampung dan merawat korban bencana massal (misalnya hanya
tersedia satu Rumah Sakit tipe C/ tipe B), memindahkan seluruh korban ke sarana
tersebut hanya akan menimbulkan hambatan bagi perawatan yang harus segera
diberikan kepada korban dengan cedera serius. Perawatan yang di terapkan yakni :

1. Triase

Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang


membutuhkan stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi
korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-
savingsurgery). Dalam aktivitasnya, digunakan kartu merah, hijau dan hitam
sebagai kode identifikasi korban, seperti berikut

a. Merah,
Merah sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan
korban yang mengalami:

1) ▪ Syok oleh berbagai kausa


2) ▪ Gangguan pernapasan
3) ▪ Trauma kepala dengan pupil anisokor
4) ▪ Perdarahan eksternal massif

Pemberian perawatan lapangan intensif ditujukan bagi korban yang


mempunyai kemungkinan hidup lebih besar, sehingga setelah perawatan di
lapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses pemindahan ke
Rumah Sakit,

8
b. Kuning,

Kuning sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat,


tetapi perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini:

1) Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma


abdomen)
2) Fraktur multipel
3) Fraktur femur / pelvis
4) Luka bakar luas
5) Gangguan kesadaran / trauma kepala
6) Korban dengan status yang tidak jelas

Orang dalam tanda ini harus segera dilakukan infus dan harus di awasi
karena resiko terjadi komplikasi

c. Hijau

Hijau sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan


pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban
yang mengalami:

1) Fraktur minor
2) Luka minor, luka bakar minor
3) Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau
pemasangan bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
4) Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi
lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.

d. Hitam
Hitam sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia.
Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi:
1) Triase di tempat (triase satu)
Triase di tempat dilakukan di “tempat korban ditemukan”atau pada
tempat penampungan yang dilakukan oleh tim Pertolongan Pertama
atau Tenaga Medis Gawat Darurat.

9
2) Triase medik (triase dua)
Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh
tenaga medis yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang
bekerja di Unit Gawat Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir
oleh dokter bedah).

3) Triase evakuasi (triase tiga)

Triase ini ditujukan pada korban yang dapat dipindahkan ke Rumah


Sakit yang telah siap menerima korban bencana massal.

2. Pertolongan pertama / first aid


Pertolongan pertama adalah bantuan pertama dan segera yang diberikan
kepada setiap orang yang menderita penyakit ringan atau serius atau cedera,
dengan perawatan yang diberikan untuk menjaga kehidupan, mencegah
kondisinya memburuk, atau mempromosikan pemulihan. Ini termasuk intervensi
awal dalam kondisi serius sebelum bantuan medis profesional tersedia, seperti
melakukan resusitasi kardiopulmoner (CPR) sambil menunggu ambulans, serta
perawatan lengkap kondisi kecil, seperti menerapkan plester pada luka.
Pertolongan pertama umumnya dilakukan oleh seseorang dengan
pelatihan medis dasar. Pertolongan pertama kesehatan mental adalah
perpanjangan dari konsep pertolongan pertama untuk menutupi kesehatan mental,
sementara pertolongan pertama psikologis digunakan sebagai pengobatan dini
orang-orang yang berisiko mengembangkan PTSD. Konflik Pertolongan Pertama,
yang difokuskan pada pelestarian dan pemulihan kesejahteraan sosial atau
hubungan individu, sedang diujicobakan di Kanada.
Ada banyak situasi yang mungkin memerlukan pertolongan pertama, dan
banyak negara memiliki undang-undang, peraturan, atau panduan yang
menentukan tingkat minimum penyediaan pertolongan pertama dalam keadaan
tertentu. Ini dapat mencakup pelatihan atau peralatan khusus yang akan tersedia
di tempat kerja (seperti defibrillator eksternal otomatis), penyediaan perlindungan
pertolongan pertama spesialis di pertemuan umum, atau pelatihan pertolongan
pertama wajib di sekolah. Namun, pertolongan pertama tidak selalu
membutuhkan peralatan khusus atau pengetahuan sebelumnya, dan dapat

10
melibatkan improvisasi dengan bahan yang tersedia pada saat itu, seringkali oleh
orang yang tidak terlatih. Pertolongan pertama dapat dilakukan pada hampir
semua hewan, seperti pertolongan pertama untuk hewan peliharaan, meskipun
artikel ini berkaitan dengan perawatan pasien manusia.

3. Lifting and Moving


a. Pemindahan darurat / Emergency Move
Adalah Suatu cara pemindahan penderita ketika dalam keadaan yang
membahayakan baik dari lingkungan maupun penderita itu sendiri dengan
mengabaikan kondisi yang dialami penderita.

b. Prinsip pengangkatan penderita


Ada banyak prinsip yang dapat dijadikan panduan dalam perawatan
pra rumah sakit, namun aspek yang utama adalah “DO NOT FURTHER
HARM” atau “JANGAN MEMBUAT CEDERA SEMAKIN PARAH”
dicetuskan oleh Hypocrates dan dijadikan panduan mulai dari penyakit
sampai ke ruang operasi (ruang perawatan) hingga pasien pulang.
Syarat utama dalam mengangkat penderita tentulah fisik yang prima,
yang juga terlatih dan dijaga dengan baik. Jika anda melakukan
pengangkatan dan pemindhan dengan tidak benar, maka ini dapat
mengakibatkan cedera pada penolong.
1) Apabila anda melakukan cara pengangkatan yang tidak benar ini setiap
hari, mungkin akan timbul penyakit yang menetap. Penyakit yang umum
adalah nyeri pinggang bagian bawah ( low back pain), dan ini dapat
timbul pada usia yang lebih lanjut.
2) Posisi tulang punggung lurus / tetap tegak
Bayangkan bahwa tubuh anda adalah sebuah menara, tentu saja dengan
dasar yang lebih lebar daripada bagian atas. Semakin miring menara itu,
semakin mudah runtuh. Karena itu berusahalah untuk senatiasa dalam
posisi tegak, jangan membungkuk ataupun miring.
3) Gunakan otot paha untuk mengangkat, bukan punggung
Untuk memindahkan sebuah benda yang berat, gunakan otot dari
tungkai, pinggul dan bokong, serta ditambah dengan kontraksi otot dari
perut karena beban tambahan pada otot-otot ini adalah lebih aman. Jadi

11
saat mengangkat jangan dalak keadaan membungkuk. Punggun harus
lurus.
4) Gunakan Otot fleksor ( otot untuk menekuk, bukan otot untuk
meluruskan )
Otot Fleksor lengan maupun tungkai lebih kuat daripada otot Ekstensor.
Karena itu saat mengangkat dengan lengan, usahakan telapak tangan
menghadap kearah depan.
5) Jarak antara kedua lengan dan tungkai selebar bahu
Saat berdiri sebaiknya kedua kaki agak terpisah, selebar bahu.
Apabila cara berdiri kedua kaki jaraknya terlalu lebar akan mengurangi
tenaga, apabila terlalu rapat akan mengurangi stabilitas. Jarak kedua
tangan dalam memegang saat mengangkat (misalnya saat mengangkat
tandu ), adalah juga selebar bahu. Jarak kedua tangan yang terlalu rapat
akan mengurangi stabilitas benda yang akan diangkat, jarak terlalu lebar
akan mengurangi tenaga mengangkat.
6) Dekatkan Beban dengan Badan
Usakan sedapat mungkin agar titik berat beban sedekat mungkin
dengan tubuh anda. Cedera punggung mungkin terjadi ketika anda
menggapai dengan jarak jaun untuk mengangkat sebuah benda.

4. Mekanika Tubuh saat Evakuasi


Penggunaan tubuh dengan baik untuk melakukan pengangkatan dan
pemindahan korban untuk mencegah cedera pada penolong. Cara yang salah
dapat menimbulkan cedera. Saat mengangkat ada beberapa hal yang harus
diperhatikan :
a. Pertimbangkan berat penderita, bagaimana kekuatan fisik Anda? Kuat
sendiri atau membutuhkan bantuan orang lain
b. Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat dan komunikasikan dengan
rekan Anda Gunakan tungkai/kaki Anda jangan punggung
c. Upayakan untuk memindahkan beban serapat mungkin dengan tubuh
Anda
d. Lakukan gerakan secara menyeluruh dan upayakan agar bagian tubuh
saling menopang
e. Bila dapat kurangi jarak atau ketinggian yang harus dilalui korban

12
f. Perbaiki posisi dan angkatlah secara bertahap

Hal-hal tersebut di atas harus selalu dilakukan bila akan memindahkan


atau mengangkat korban. Kunci yang paling utama adalah menjaga kelurusan
tulang belakang.
Upayakan kerja berkelompok, terus berkomunikasi dan lakukan
koordinasi. Mekanika tubuh yang baik tidak akan membantu mereka yang
tidak siap secara fisik. Jika Anda terpaksa memindahkan korban, perhatikan
hal-hal berikut :
a. Apabila korban dicurigai menderita cedera tulang
b. Tangani korban dengan hati-hati untuk menghindari cedera lebih parah.
c. Pegang korban erat-erat tapi lembut.
d. Perhatikan bagian kepala, leher dan tulang belakang terutama jika korban
pingsan.

5. Kondisi dilakukan Pemindahan Pasien


Pada kondisi-kondisi tertentu dimana penderita harus dipindah segera
dari lokasi kejadian untuk menghindari bahaya selanjutnya. Dalam kondisi
seperti ini penolong tidak lagi memperthatikan kondisi/masalah penderita,
sepeti misalnya patah tulang, luka atau gangguan jalan nafas sekalipun.
Kondisi-kondisi yang mengharuskan untuk segera memindahkan penderita
adalah sebagai berikut :
a. Kebakaran atau ancaman dari kebakaran. Kebakaran akan dapat
merupakan sebuah ancaman berat, bukan hanya pada pederita tetapi juga
pada penolong.
b. Ledakan atau ancaman ledakan
c. Ketidakmampuan untuk melindungi penderita dari bahaya lain di tempat
kejadian.
Contoh dari bahaya ini :
1) Bangunan yang tidak stabil
2) Mobil terguling, bensin tumpah
3) Adanya bahan berbahaya ( hazardous Material – Hazmat )
4) Orang sekitar yang berprilaku yang mengancam
5) Kondisi cuaca buruk

13
d. Terpaksa memindahkan satu penderita agar dapat mencapai penderita
lain, misalnya dala kecelakaan bis.
e. Ketika perawatan gawat darurat tidak dapat diberikan karena lokasi atau
posisi penderita. Misalnya pada seorang yang terkena henti jantung-
nafas, RJP hanya dapat dilakukan pada posisi tidur diatas dasat yang
keras.
Bahaya terbesar pada saat memindahkan penderita cedera ( trauma 0
dalam keadaan darurat adalah kemungkinan memburuknya suatu
cedera tulang belakang. Pilihlah cara memindahkan penderita yang
seaman mungkin, dengan tetap memperhatikan kesegarisan tulang
belakang dengan kepala penderita.

6. Jenis-jenis Pemindahan darurat :


a. Tarikan lengan dan bahu ( Shoulder drag )
Cara melakukan tarikan lengan adalah anda berdiri pada sisi
kepala penderita. Kemudian masukan lengan anda dibawah ketiak
penderita dan pegang lengan bawah penderita. Silangkan kedua lengan
openderita didepan dada, lalu tariklah penderita ke belakang. Dalam
melakukan tindakan ini seringkali menghadapi kesulitan karena kai
penderita tersangkut, poleh karena itu pemindahan ini dilakukan hanya
kalau terpaksa saja.

b. Tarikan baju
Dalam melakukan penarikan baju sebelumnya kedua pergelangan
tangan penderita diikat dengan pakaian atai kain kasa agar tidak
tersangkut saat dilakukan penarikan. Kemudian cengkeram baju dibagian
bahu penderita kemudian lakukan penarikan keartah penolong. Dlam
melakukan hal ini hati-hati agar penderita tidak tercekik. Penarikan baju
ini sebaiknya dilakukan dengan baju menarik pada ketiak penderita.,
bukan pada bagian leher. Tarikan baju hanya dapat dilakukan pada baju
yang agak kaku.

c. Tarikan selimut

14
Bila penderita sudah tertidur diatas selimut atau Mantelnya
lipatlah bagian selimut yang berda di kepala penderita, lalu tariklah
penderita kebelakang. Janganlupa untuk menyimpulselimut pada bagian
kaki, agar penderita tidak tergeser ke bawah.

d. Tarikan Pemadam kebakaran ( fire fighter’ carry)


Memindahkan dalam keadaan darurat lainya termasuk
menggendong penderita di belakang punggung dengan satu penolong
seperti membawa tas punggung ( ransel ), dengan menopang penderita
dari sisinya sambil berjalan oleh satu penolong, membopong penderita
oleh satu penolong seperti membawa anak kecil, dan dengan cara
mengangkat lalu membopongnya seperti cara pemadam kebakaran.
Hal ini dimulai dari Cara memasukan pasien ;jangan datang dari
belakang, kepala penolong harus menunduk, Bila pasien diambil dari atas,
brankar digantung.

e. Ambulans Gawat Darurat


Merupakan sarana angkutan roda 4 yang digunakan untuk
memindahkan/evakuasi penderita yang mengalami gawat darurat ke center
gawat darurat yang lebih lengkap. Spesifikasi kendaraan:
a. Roda 4 / lebih
b. Suspensi lunak.
c. Warna mudah dilihat
d. Suspensi lunak.
e. Memiliki tanda pengenal.
f. Ruang penderita. cukup luas,
g. Dapat memuat stretcher + 2 tandu lipat
h. Tempat duduk petugas, dapat dilipat.
i. Mempunyai sabuk pengaman.
j. Dapat membawa inkubator transport.
k. Ruangan cukup tinggi
l. Petugas dapat berdiri menunduk
m. Gantungan infus min. 90 cm. serta Penerangan yang cukup
n. Lampu halogen yang. dapat dilipat

15
o. Air bersih 20 L & penampungan Limbah.
p. Meja lipat. Dan Mempunyai lemari untuk obat dan alat
q. mempunyai refrigator portable. Dan Dilengkapi A.C. /fan.
r. Mempunyai buku petunjuk / pemeliharaan semua alat dlm bahasa
Indonesia.
s. Mempunyai radio komudikasi / HP
t. Mempunyai sirene 1 nada.
u. Mempunyai lampu rotator warna merah, ditempatkan ditengah atas.
v. Lampu sorot dibelakang atas, u/ penerangan keluar-masuk pasien.
w. Selain itu hal yang perlu di perlukan adalah Syarat teknis Peralatan
Medis
x. Tabung Oksigen + alat u/ 2 org. Peralatan resusitasi lengkap u/
dewasa , anak & bayi.
y. Suction pump manual & listrik 12 volt. Alat monitoring / diagnostik
untuk dewasa , anak & bayi. Defibrilator unt dewasa, anak & bayi
Minor surgery set.
z. Obat-obat gawat darurat dan cairan infus.

7. Petugas Ambulans dan apa saja yang terdapat pada ambulans dalam evakuasi
bencana adalah :
a. 1 Sopir yg mampu PPGD & komunikasi.
b. 2 Perawat PPGD. 1 Dokter PPGD.(bila perlu) Tata Tertib Ambulans
c. Saat jemput penderita menggunakan sirene & lampu rotator.
d. Saat bawa pasien hanya menggunakan lampu rotator.
e. Kecepatan max 40 km/j, dijalan Tol 80km/jam
f. Mematuhi peraturan lalu lintas.
g. Mengisi “Dispatch form “ Persiapan merujuk Penderita :Pastikan tempat
tersedia di Rumah Sakit yang dituju
h. Catat instruksi dokter ttg hal2 yang harus diperhatikan / diberikan kepada
pasien selama diperjalanan.
i. Catatan obat & alat yang harus dibawa pasien
j. Catatan nama semua petugas yang berangkat.
k. Catatan keadaan pasien sebelum berangkat.

16
l. Catatan semua perubahan pasien / obat yg diberikan selama
perjalanan.dan Catatan keadaan. pasien saat tiba di RS tujuan
m. Pasien & catatan diperjalanan diserah terimakan kepada yang menerima &
di tanda tangani dan melaporkan setelah semua selesai.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penanganan korban masal merupakan penanganan medis untuk korban
cedera dalam jumlah besar diperlukan segera setelah terjadinya gempa bumi,
kecelakaan transportasi atau industri yang besar, dan bencana lainnya.
Pertolongan pertama adalah bantuan pertama dan segera yang
diberikan kepada setiap orang yang menderita penyakit ringan atau serius
atau cedera, dengan perawatan yang diberikan untuk menjaga kehidupan,
mencegah kondisinya memburuk, atau mempromosikan pemulihan. Ini
termasuk intervensi awal dalam kondisi serius sebelum bantuan medis
profesional tersedia, seperti melakukan resusitasi kardiopulmoner (CPR)
sambil menunggu ambulans, serta perawatan lengkap kondisi kecil, seperti
menerapkan plester pada luka.
Kebutuhan terbesar untuk pertolongan pertama dan pelayanan
kedaruratan muncul dalam beberapa jam pertama. Banyak jiwa tidak
tertolong karena sumbersumber daya lokal, termasuk transportasi tidak
dimobilisasi segera. Oleh karena itu sumber daya lokal sangat menentukan
dalam penanganan korban di fase darurat.

B. Saran
Semoga makalah yang saya susun ini dapat sangat bermanfaat bagi
para pembaca, dan dapat memberikan pengetahuan mengenai penanganan
korban masal di lapangan.
mengetahui bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan baik dari segi penulisannya, bahasa dan lain
sebagainya.untuk itu saran dari para pembaca yang bersifat membangun
sangat saya harapkan agar dapat tercipta makalah yang baik dan dapat
memberi pengetahuan yang benar kepada pembaca. dan jadikanlah membaca
sebagai kebiasaan anda, karena melalui membaca akan membuka lebih
banyak gerbang ilmu untuk anda.

18
DAFTAR PUSTAKA

UN - ISDR, 2004. Living with Risk “A Hundred Positive Examples of How People are
Making The World Safer”, United Nation Publication, Geneva, Switzerland.

BNPB (2010). Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di


Indonesia, BNPB, Jakarta.

Kemenkes R.I (2011). Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat


Bencana, Jakarta: Salemba Medika

Tyas, Mariah Diah C., 2016, KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN &


MANAJEMEN BENCANA. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan Kemenkes RI

19

Anda mungkin juga menyukai