Anda di halaman 1dari 26

PRA PROPOSAL

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE


KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE
TERBALIK UNTUK PENETAPAN KADAR FUROSEMID
DALAM SPIKED PLASMA

Oleh:

MUHAMMAD HIDAYATULLAH

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI............................................................................... i
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 3
1.3 Manfaat Penelitian ........................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 5
2.1 Furosemid ......................................................................... 5
2.2 Kaptopril ............................................................................ 6
2.3 Spektrofotometri ............................................................... 6
2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ........................... 7
2.5 Parameter Validasi Metode Analisis .................................. 9
2.6 Hipotesis ........................................................................... 12
BAB III. METODE ANALISIS ...................................................... 13
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................... 13
3.2 Variabel Penelitian .......................................................... 13
3.3 Bahan Penelitian ............................................................. 13
3.4 Alat Penelitian ................................................................. 14
3.5 Prosedur Penelitian ......................................................... 14
3.6 Validasi Metode ............................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 19


Rencana Biaya Penelitian ....................................................... 21

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Furosemid C12H11CIN2O5S 4-Chloro-2-(furan-2-ylmthylamino)-5-

sulfamoylbenzoic acid (Moffat et al, 2011). Furosemid merupakan golongan loop

diuretik yang sering digunakan sebagai antihipertensi, hiperkalemi, dan sindrom

kekurangan hormon antidiuretik (Well et al, 2009). Furosemid kerap dipakai

karena omset kerja obat yang cepat dan berdurasi pendek. Furosemid menghambat

reabsorbsi natrium dan klorida di tubulus proksimal (Neal, 2002).

Profil farmakokinetik furosemid bioavaibilitasnya sekitar 60% sampai 70%.

Waktu paruh furosemid pada keadaan normal berkisar 2 jam namun akan

berkepanjangan pada pasien yang memiliki gangguan ginjal dan hati (Sweetman

et al, 2009). Konsentrasi plasma pada rentang 1-400 mg/mL dan 91-99 % akan

terikat protein plasma. Kadar maksimal yang terkandung dalam darah berkisar

0,5-2 jam, setelah pemberian oral (Siswandono, 1995). Furosemid sebagian besar

dieksresikan melalui urin, yaitu sekitar 50% dari dosis oral dan 80% dari inful

akan dieksresikan dalam waktu 24 jam (Sweetman et al, 2009).

Furosemid memiliki beberapa efek samping, yaitu terjadinya

ketidakseimbangan elektrolit dengan kondisi hipokalemi dan dehidrasi. Selain itu

furosemid beinteraksi dengan beberapa obat, yakni berinteraksi dengan kaptopril

(ACE inhibitor) yang dapat menurunkan tekanan darah yang begitu tajam

1
terutama pada hipertensi dengan aktivitas renin yang tinggi. Furosemid juga

berinteraksi jika

2
2

diberikan bersama antibiotik golongan aminoglikosoda akan mengakibatkan

nefrotosisitas berat (Stockley, 2008).

10 macam produk tablet furosemide yang beredar di Indonesia memiliki

profil disolusi yang berfariasi (Syukri & Sukmawati, 2004). Disolusi merupakan

factor utama agar obat tersedia secara hayati sehingga menimbulkan efek secara

farmakodinamik. Sehingga perlu dilakukan studi tentang bagaimana ketersediaan

obat dalam tubuh karena banyaknya obat di dalam tubuh secara langsung akan

berdampak pada keberhasilan terapi.

Pengembangan validasi metode penetapan kadar obat dalam plasma

merupakan hal penting dalam bioavaibilitas dan bioekivalensi, studi bioavaibilitas

pada obat agar mencapai efek yang diinginkan.

Pada pengembangan suatu metode perlu beberapa pertimbangan antara lain,

waktu, biaya, dan tujuan (diaplikasi). Beberapa studi telah melakukan penelitian

tentang kadar furosemid dalam plasma diantaranya: KCKT-MS (Bragatto et al,

2011; Sora et al, 2010), RPLC/MS (Hamid, 2000), KCKT-UV (Taufiq, 2015).

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini akan dilakukan pengembangan

validasi metode KCKT fase terbalik dalam spiked plasma pada kolom Cosmosis

5C18-MS-II (250 x 4,6 mm i.d, 5 μm), menggunakan fase gerak bufer fosfat pH

3 : methanol (80:20) dan menggunakan laju alir 1,5 mL/menit dengan detektor

UV, yang diharapkan dapat mejadi metode analisis yang cepat, sederhana dan

sensitif sesuai dengan panduan bioanalisis yang ada di European Medicines

Agency (EMA, 2011).


3

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana pengembangan dan validasi metode analisis penetapan untuk kadar

furosemid dalam spiked plasma secara KCKT fase terbalik dengan

menggunakan kolom Cosmosis 5C18-MS-II (250 x 4,6 mm i.d, 5 μm) dan

dideteksi menggunakan detektor UV?

2. Apakah hasil validasi metode analisis secara KCKT fase terbalik pada

penetapan forosemid dalam spiked plasma memenuhi parameter validasi sesuai

EMA meliputi selektivitas, carry-over, LLOQ, akurasi, presisi, dan stabilitas?

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menhasilkan metode analisis untuk

penetapankadar furosemid dalam spiked plasma manusia dengan metode KCKT

fase terbalik yang memenuhi persyaratan parameter validasi menurut panduan

EMA meliputi selektivitas, carry-over, LLOQ, akurasi, presisi, dan stabilitas

sehingga dapat diaplikasikan untuk penetapan kadar furosemid pada uji

bioavabilitas dan bioekivalensi.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Mengembangkan metode analisis penetapan kadar furosemid dalam

spiked plasma secara KCKT fase terbalik dengan menggunakan kolom

Cosmosis 5C18-MS-II (250 x 4,6 mm i.d, 5 μm) dan detektor UV.


4

2. Melakukan validasi metode KCKT fase terbalik spiked plasma untuk

memenuhi parameter validasi meliputi selektivitas, carry-over, LLOQ,

akurasi, presisi, dan stabilitas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Furosemid

Furosemid atau 4-Chloro-2-(furan-2-ylmthylamino)-5-sulfamoylbenzoic

acid merupakan sulfomida yang berindikasi diuretic kuat dan bertitik kerja di

lengkungan henele (lingkaran pembuluih uriniferus yang menurun ke dalam

medulla ginjal dan dikelilingi oleh jalinan kapiler). Penggunaan furosemid efektif

pada keadaan edema di otak dan paru-paru (Tjay dan Rahardja, 2007). Furosemid

sedikit larut dalam air, larut dalam etanol (1:75), larut dalam aseton (1:15), larut

dalam eter (1:850), dan larut dalam dimthylformamide. PKa 3.9, Log p

(octanol/water) 2,0, (chlorobutane) 0 (Moffat et al, 2011).

Gambar 1. Struktur Kimia Furosemid (Moffat et al, 2011).

Furosemid termasuk golongan loop diuretic yang digunkan berbagai macam

indikasi, yakni: antihipertensi, asites, sindrom kekurangan hormone antidiuretic,

hiperkalemi, serta mengurangi odem perifer dan odem paru pada kompensasi

gagal jantung menengah sampai berat (Well et al., 2009). Mekanisme furosemid

sangat kuat sehingga menimbulkan beberapa efek samping, yaitu terjadinya

5
ketidakseimbangan elektrolit dengan kondisi hipokalemi dan dehidrasi yang

serius.

6
7

Selain itu furosemid dapat menginduksi anemia aplastis, menginduksi

gangguan kulit berupa pseudoporphyria (kulit rapuh, melepuh pada paparan

cahaya matahari), pankreatis akut (Sweetman, 2009).

2.2 Kaptopril

Kaptopril (C9H15NO3S) atau 1-(2S)3-Mercapto-2-methyl-1-oxopropyl-l-

proline merupakan senyawa aktif yang memiliki fungsi inhibitor angiotensin

converting enzyme (ACE) yang telah banyak digunakan untuk pengobatan gagal

jantung dan hipertensi, kaptopril banyak kerap digunakan karena efektif dan

toksisitasnya rendah. Kaptopril memiliki waktu paruh yang pendek yaitu 1-3 jam

serta memiliki absobrsi yang baik di lambung sehingga sesuai untuk dibuat

sediaan lepas lambat mucoadhesive (Asyarie et al, 2007). Namun kaptopril

berinteraksi dengan furosemide yang dapat menyebabkan penurunan tekanan

darah secara tajam pada hipertensi dengan aktivitas renin tinggi (Stockley, 2008).

Gambar 2. Struktur Kimia Kaptopril (Moffat et al, 2011).

2.3 Spektrofotometri

Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang 200-400 nm,

sementara sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm.

Spektrofotometri UV-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi

elektromagnetik (REM) dengan molekul. REM merupakan bentuk radiasi yang

mempunyai sifat gelombang dan partikel (foton). Parameter-parameter yang perlu


8

diketahui, antara lain panjang gelombang (λ), frekuensi (ʋ), bilangan gelombang

(v), dan serapan (A). Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk mengukur

bersarnya energi yang diabsorbsi atau diteruskan. Jika radiasi monokromatik

melewati larutan yang mengandung zat yang dapat menyerap, maka radiasi ini

akan dipantulkan, diabsorbsi oleh zatnya, dan sisanya akan ditransmisikan.

Semakin tinggi konsentrasi larutan, maka semakin tinggi pula absorbansinya

(Gandjar & Rohman, 2012).

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

a. Definisi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau sering di sebut dengan HPLC

(High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan untuk

analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel sejumlah bidang,

antara lain: farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industry-industri

makanan yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun analisis

kuantitatif (Rohman, 2009).

1. Wadah fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut

kosong ataupun labun laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase

gerak. Wadah seperti ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1

sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan

degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas

akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor

sehingga akan mengacaukan analisis (Skoog et al, 1998). Pada saat membuat
9

pelarut untuk fase gerak, maka sanggat dianjurkan untuk menggunakan

pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih

terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang akan digunakan untuk KCKT berderajat

KCKT (HPLC grade). Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan

gangguan pada sistem kromatografi (Gandjar & Rohman, 2008).

2. Fase gerak KCKT

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi.

Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut,

polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Gandjar &

Rohman, 2008).

3. Pompa pada KCKT

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang

mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus

inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum yang dipakai untuk pompa

adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, bdan batu nilam (Rohman, 2009).

4. Penyuntikan sampel pada KCKT

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam

fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan

alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup Teflon yang

dilengkapi dengan keluk sampel (sampel loop) internal atau ekternal

(Rohman, 2009).
10

5. Fase diam pada KCKT

Fase diam pada KCKT berupa lapisan film cair yang terikat pada basis

partikel silica. Tujuannya untuk mencegah terjadinya kobocoran fase diam

dari dalam kolom. Lapisan film cair ini akan terikat pada partikel silika

melalui ikatan kovalen (Rohman, 2009).

6. Detektor

Detektor harus memiliki karakteristik yang respon terhadap solute yang

cepat dan reprodusible; sensifitas tinggi; stabil; melalui volume seel yang

kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita; tidak peka terhadap

perubahan keepatan air fase gerak dan suhu; sinyak yang dihasilkan

berbanding lurus dengan konsentrasi solute (Rohman, 2009).

b. Instrumentasi

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas fase gerak, pompa, tempat

injeksi, kolom (fase diam), detektor, wadah pembuangan fase gerak, dan

interator atau perekam (Rohman, 2009).

2.5 Parameter Validasi Metode Analisis

Validasi merupakan proses dokumentasi bahwa analisis mengasilkan data

analit yang dapat diterima untuk suatu tujuan. Langkah awah untuk

mengembangkan suatu metode dan validasi yaitu menentukan standar minimum

yang merupakan spesifikasi untuk tujuan yang dikehendaki.

1. Selektivitas

Selektivitas merupakan kemampuannya mengukur zat tertentu secara cermat

dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Dalam
11

teknik kromatografi, selektivitas dibuktikan dengan pemisahan yang baik antara

analit dengan komponen lain. Selektivitas juga merupakan kemampuan untuk

mengukur secara tepat dan spesifik dengan adaya komponen-komponen lain

dengan matriks sampel seperti ketidak murnian produk degradasi dan komponen

matriks. Selektivitas dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of

bias) (EMA, 2011).

2. Linieritas

Linieritas merupakan suatu metode analisis untuk mendapatkan hasil

pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit yang terdapat pada sampel pada

kisaran konsentrasi tertentu. Linieritas dapat diukur dengan pengukuran tunggal

dengan konsentrasi yang berbeda. Data yang diperoleh kemudian diproses dengan

metode kuadrat terkecil sehingga dapat dihitung nilai kemiringan (slope), intersep,

dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2014)

3. Akurasi

Akurasi adalah ukuran yang menggambarkan derajat kedekatan hasil analisis

dengan kadar analit yang sesungguhnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen (%)

perolehan kembali (recovery) (Rohman, 2009).

Akurasi menunjukkan kesesuaian metode analisis antara nilai terukur dengan

nilai yang diterima baik nilai sebenarnya, nilai konvensi, atau nilai rujukan

(Gandjar dan Rohman, 2008). Terdapat tiga cara yang dapat digunakan

untuk menentukan akurasi suatu metode analisis yaitu:

a) Membandingkan hasil analisis dengan CRM (certified refrence material)

dari organisasi internasional.


12

b) Uji perolehan kembali atau perolehan kembali dengan memasukkan analit

ke dalam matriks blanko (spoked placebo).

c) Penambahan baku pada matriks sampel yang mengandung analit

(standard addition method) (Gandjar dan Rohman, 2009).

4. Presisi

Presisi merupakan ukuran kedekatan hasil analisis yang diperoleh dari

pengukuran ulangan dari ukuran yang sama. Hal ini menunjukkan keselahan acak

yang terjadi dalam sebuah metode (Rohman, 2009).

Presisi dapat dibagi menjadi tiga kategori yakni keterulangan (repeatability),

presisi antara (intermediate precision), dan ketertiruan (reproducibility).

(Yuwono dan Indrayanto, 2005).

5. Sensivitas

Selektifitas merupakan kemampuan metode untuk mendeteksi dan

menganalisa analit dalam sebuat matriks tanpa adanya gangguan dari komponen

lain yang ada dalam matriks tersebut (Ahuja & Dong, 2005).

6. Rentang (Range)

Rentang merupakan metode yang menyatakan batass terendah dan tertinggi

alalit yang ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat

diterima (Ahuja & Dong, 2005).

7. Limit of detection (LOD) dan Limit of quantitation (LOQ)

LOD didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah yang masih dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko.

Sedangkan LOQ merupakan jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat
13

ditentukan secara kuantitatif pada tingkat ketelitian dan ketepatan yang baik

(EMA, 2011).

2.6 Hipotesis

Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik

menggunakan fase diam kolom Cosmosis 5C18-MS-II (250 x 4,6 mm i.d, 5 μm)

dan fase gerak buffer fosfat : metanol (80 : 20) dengan kecepatan alir 1,5

mL/menit pada penetapan kadar furosemid dalam memenuhi parameter validasi :

selektivitas, carry-over, LLOQ, kurva kalibrasi, akurasi dan presisi, dan uji

stabilitas.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian non

eksperimental, karena tidak dilakukan perlakuan atau manipulasi pada subjek uji

yang digunakan dan rancangan deskriptif karena hanya menggambarkan data yang

diperoleh.

3.2 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penilitian ini yaitu sistem kromatografi caik kinerja

tinggi (KCKT) dengan fase diam kolom Cosmosis 5C 18-MS-II (250 x 4,6 mm

i.d, 5 μm) dan fase gerak buffer posfat : methanol (80 : 20).

2. Variable tergantung pada penelitian ini adalah parameter validalitas yang

digunakan.

3. Variable bebas dalam penelitian ini, yaitu:

a. pH pelarut dan fase gerak yang dikendalikan dengan menggunakan buffer.

b. Kemurnian pelarut, digunakan pelarut yang memiliki grade pro analysis.

3.3 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah furosemide, kaptopril, methanol, aquadibes,

KH2PO4, asam fosfat. Semua bahan kimia yang digunakan memiliki grade

pro analysis (p.a) kecuali dinyatakan lain.

14
15

3.4 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat alat KCKT yang terdiri dari;

pompa, detektor UV, kolom Cosmosis 5C18-MS-II (250 x 4,6 mm i.d, 5 μm), alat

degassing ultrasonic, membrane filter whatman, neraca analitik, mikropipet,

indicator pH, seperangkat alat gelas.

3.5 Prosedur Penelitian

a. Pembuatan Fase Gerak

1. Pembuatan buffer fosfat 0,1 M pH 3

Dilarutkan KH2PO4 sebanyak 6,804 g dalam labu ukur 500 mL dengan

aquabides, Kemudian pH diatur dengan penambahan asam fosfat hingga

mencapai pH 3. Buffer fosfat dengan pH 3 disaring dengan penyaring

whatman 0,45 μm dengan bantuan pompa vakum kemudian didegassing

selama 15 menit menggunakan uktrasonicator.

b. Pembuatan Larutan Furosemid

1. Pembuatan Larutan Stok Furosemid 1000 μg/mL

Ditimbang furosemid sebanyak 10 mg, kemudian dilarutkan dengan

aquabides dalam labu ukur 10 mL, sehingga didapatkan larutan stok dengan

konsentrasi 1000 μg/mL.

2. larutan standar furosemid 100 μg/mL

Dibuat larutan standar furosemid dengan konsentrasi 100 μg/mL, yaitu

diambil sebanyak 1 mL larutan stok furosemide, kemudian diencerkan

dengan metanol dalam labu ukur 10 mL.

c. Pembuatan Larutan Kaptopril


16

1. Pembuatan Larutan Stok Kaptopril 1000 μg/mL

Ditimbang kaptopril sebanyak 10 mg, kemudian dilarutkan dengan

aquabides dalam labu ukur 10 mL, sehingga didapatkan larutan stok dengan

konsentrasi 1000 μg/mL.

2. Pembuatan larutan standar 100 μg/mL

Dibuat larutan standar furosemid dengan konsentrasi 100 μg/mL, yaitu

diambil sebanyak 1 mL larutan stok furosemide, kemudian diencerkan

dengan metanol dalam labu ukur 10 mL.

d. Preparasi Sampel

Sebanyak 300 μL plasma dimasukkan dalam eppendrorf 1,5 mL, kemudian

ditambahkan furosemide sebanyak 100 μL (tanpa dan dengan kaptopril 100 μL)

serta acn 1000 μL disentrifugase dengan kecepatan 12000 rpm selama 15 menit

dengan suhu 25o C, sampai terbentuk endapan protein. Supernatant yang

didapatkan dimasukkan dalam vial, kemudian langkah tersebut diulang kembali,

supernatant yang didapatkan dimasukkan kembali dalam vial yang sama.

Supernatant diupakan sampai mendapatkan ekstrak plasma kering. Ekstrak plasma

kering ditambahkan pelarut KH2PO4 sebanyak 1 mL kemudian divortex selama 2

menit, dan disaring menggunakan whatman 0,45. Pada proses ekstraksi tersebut

dilakukan optimasi untuk menghasilkan kondisi ekstraksi yang optimum yang

menghasilkan plasma dengan respon area anlit paling besar.

e. Penyiapan Blanko Plasma

Sebanyak 300 μL plasma dimasukkan dalam eppendrorf 1,5 mL, kemudian

ditamnbah dengan acn 1000 μL disentrifugase dengan kecepatan 12000 rpm


17

selama 15 menit dengan suhu 25o C, sampai terbentuk endapan protein.

Supernatan yang didapatkan dimasukkan dalam vial, kemudian langkah tersebut

diulang kembali, supernatan yang didapatkan dimasukkan kembali dalam vial

yang sama. Supernatan diupakan sampai mendapatkan ekstrak plasma kering.

Ekstrak plasma kering ditambahkan pelarut KH2PO4 sebanyak 1 mL kemudian

divortex selama 2 menit, dan disaring menggunakan whatman 0,45.

f. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Diambil konsentrasi dari 50 μg/mL larutan seri baku furosemid dimasukkan

dalam kuvet dan ditentukan spektrum serapan maksimum menggunakan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang (λ) 200-400 nm. Spektrum

yang dihasilkan akan menunjukkan panjang gelombang maksimum yang akan

digunakan untuk deteksi pada sistem KCKT.

g. Uji Kesesuian Sistem

Larutan standar furosemide dan internal standar kaptopril dalam plasma

dipreparasi. Kemudian di injek dalam sistem KCKT sebanyak 20 μL sebanyak 6

kali pengulangan.

3.6 Validasi Metode

a. Selektivitas

Plasma ditambah furosemid 1,1 μg/mL dan internal standar 0,2 μg/mL

kemudian dipreparasi seperti pada butir “3.5 d”. Selektivitas pada metode ini

ditunjukkan melalui nilai resolusi. Dalam teknik pemisahan, daya pisah (resolusi)

antara analit yang dituju dengan pengganggu lainnya harus > 1,5 (Rohman, 2009).
18

b. Carry-over

Menyuntikkan sampel blanko setelah penyuntikan konsentrasi tinggi dan

dipreparasi seperti butir “3.5 d”. Carry-over pada blanko tidak boleh lebih dari

20% dari LLOQ dan 5% untuk baku dalam (EMA, 2011).

c. LLOQ

Konsentrasi analit yang terendah setelah dipreparasi seperti butir “3.5 d” dan

diinjek sebanyak 15 kali. Konsentrasi LLOQ yang memenuhi syarat adalah

konsnetrasi yang memberikan nilai % diff sebesar ± 20% (EMA, 2011).

d. Kurva Kalibrasi

Dibuat konsentrasi analit akhir dengan plasma yaitu pada konsentrasi 0,03

μg/mL, 0,06 μg/mL, 0,09 μg/mL, 0,2 μg/mL, 0,5 μg/mL, 0,8 μg/mL, 1,1 μg/mL

yang telah dipreparasi pada butir “d”, kemudian diinjek kesistem KCKT sebanyak

20 μL. Hasil data yang diperoleh akan dibuat regresi linear (y= bx+a). Nilai %

diff dari hasil konsentrasi pengukuran tidak boleh menyimpang dari ± 15%,

kecuali untuk LLOQ tidak menyimpang lebih dari ± 20%. Selama proses validasi

metode minimal harus didapatkan 3 kurva kalibrasi (EMA, 2011).

e. Akurasi dan presisi

Pada akurasi dan presisi digunakan 4 konsentrasi (konsentrasi LLOQ, 3 kali

dari LLOQ, 50% dari kurva kalibrasi, 75% dari konsentrasi tertinggi. Yaitu

berturut-turut 0,03, 0,09, 0,2, 0,8 dan dipreparasi seperti butir “3.5 d” dan

direplikasi sebanyak 5 kali. Akurasi dan presisi yang memenuhi persyaratan yaitu

nilai % diff dan KV tidak melampaui ± 15% untuk konsentrasi rendah, sedang,

dan tinggi; dan pada konsentrasi LLOQ tidak melampaui ± 20% (EMA, 2011).
19

f. Uji Stabilitas

Uji stabilitas menggunakan 2 konsentasi, yaitu konsentrasi rendah (QCL) dan

konsentrasi tinggi (QCH). Yaitu konsentrasi 0,09 dan 0,8.


DAFTAR PUSTAKA

Ahuja, S., and Dong, M.W., 2005. Handbook of Pharmaceutical Analysis bby
HPLC, Vol 6, Elsevier Inc, pp.49, 58-62, 138-385.

Asyarie, S., Rahmawati, H. dan Sinambela, P., 2007, Formulasi Tablet Kaptopril
Lepas Lambat dengan Matrix Pautan Silang Alginat, Majalah Farmasi
Indonesia,18 (1), 34-39.

Bragtto, M.S., santos, M.B.D., Pinto, A.M.P., Gomes, E., Anggonese, N.T.,
Viezzer, W.F.G., Donaduzzi, C.N and Monfio, J.L. 2011. Comparison
between Pharmacokinetic and Pharmacodynamic og Single-Doses of
Furosemide 40 mg Tablets, J. Bioequiv., 3(8):191-197.

EMA, 2011. Guideline on Bioanalytical Method Validation. European Medicaine


Agency, UK.

Gandjar, I.G., Rohman A. 2008. Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,


Jogyakarta. Hal 467.

Hamid, A. 2000. High Performance Liquid Chromatography-Mass Spetrometic


Analysis of Furosemide in Plasma and its Use in Pharmacokinetic Studies,
Il Pharmaco, 55:448-454.

Moffat, A.C, Osselton, M.D, and Widdop, B. 2011. Clarke’e Analysis of Drugs
and Poisons, Fourth Edition. Es. Pharmaceutical Press, London.

Neal MJ. 2002. Medical Pharmacology at a Glance, 4th edition, Blackwell


Science Ltd., United Kingdom, pp 34-35.

Rohman, A. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Jogyakarta, hal
217.

Skoog. D.A, West, D.M, and Holler, F.J. 1994. Pinciples of Instrumental
Analysis, 8th Edition, Thompson Brooks Cole, Canada, pp.818-819.

Sora, D.I., Udercu, S., Albu, F., David, V. and Medvedovixi, A. 2010. Analytical
issue in HPLC/MS/MS simultaneous assay of furosemide, spironolactone
and canrenone in human plasma samples, J. Pharm. Biomed. Anal., 52:734-
740.

Stockley, I. 2008. Drug nteractions, 8th edition, Pharmaceutical Press, London,


United Kingdom, pp 4, 38.

20
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference, 36th edition,
Pharmaceutical Press, London, United Kingdom.

21
22

Syukri, Y. and Sukmawati, U. 2004. Desintegrasi dan Disolosi Tablet Furosemid


dari Berbagai Produk Generik dan Produk Paten yang Beredar, Logika,
1(1):65-73.

Taufiq H. 2016. Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja


Tinggi Fase Terbalik Pada Analisis Furosemid dalam Plasma, Tesis. UGM.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271.

Yuwono M., G Indrayanto, 2005. Validation of chromatographic methods of


analysis, Profiles of Drug Substances, Excipients and Related Methodology
32, 243-259

Well. B.G., Dipiro, J.T., Schiwinghammer, T.L. dan Dipiro, C.V. 2009.
Pharmacoterapy Handkbook, 7th edition, McGraw-Hill Companies Icn.,
United States.
23

Rencana Sumber Biaya:

Rencana sumber biaya penelitian yang akan digunakan merupakan biaya

dari yayasan, dimana peneliti diberikan tugas studi dari yayasan yang juga

memberikan biaya penelitian.

Anda mungkin juga menyukai