Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL BIOFARMASETIKA

“FORMULASI SEDIAAN LEPAS LAMBAT TABLET ACARBOSE DENGAN


MATRIKS HPMC DAN XANTHAN GUM
DENGAN SISTEM MENGAPUNG”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 12
KELAS A

1. MAUDY NAMIRAH R.W. (050218A120)


2. MAULANA FIKRI (050218A121)
3. MAULIDA HAYATI (050218A122)
4. MAULIDA YULIA RAHMI (050218A123)
5. MAULIDATHUL JANNAH (050218A124)
6. MAWARTI (050218A125)
7. MEGA AYU PUSPITA DEWI (050218A126)
8. MEGA SARI (050218A127)
9. MELIZA SULISTI (050218A128)
10. METRI TIKA FIANTI (050218A129)
11. MIFTA PRADIFTA (050218A130)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2018
DAFTAR ISI

Daftar Isi........................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
I. Latar Belakang..................................................................................... 1
II. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
III. Tujuan............................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
I. Acarbose.............................................................................................. 3
II. HPMC ............................................................................................... 3
III. Xanthan Gum ................................................................................... 4
IV. Natrium Bikarbonat.......................................................................... 5
V. PVP (Polyvinylpyrolidone)................................................................ 5
VI. Magnesium Stearat........................................................................... 6
VII. Sustained Release............................................................................ 6
VIII. Floating System.............................................................................. 6
IX. Granulasi Basah................................................................................ 7
BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 9
I. Alat...................................................................................................... 9
II. Bahan.................................................................................................. 9
III. Prosedur Kerja.................................................................................. 9
Daftar Pustaka................................................................................................ 11

i
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan ekonomi yang terus meningkat, berubah pula
perilaku dan gaya hidup yang dijalani oleh masyarakat. Saat pendapatan tinggi,
orang cenderung mengonsumsi makanan secara berlebihan, aktivitas fisik yang
kurang, sehingga dapat menyebabkan kegemukan. Keadaan yang demikian dapat
merubah gaya hidup masyarakat menjadi tidak sehat. Gaya hidup yang tidak
sehat dapat menimbulkan berbagai penyakit yang berbahaya bagi kelangsungan
hidup. Salah satu fenomena yang mengiringi kemajuan masyarakat dengan pola
hidup tidak sehat adalah munculnya penyakit degeneratif seperti diabetes
mellitus yang diperkirakan setiap tahun jumlah penderita diabetes mellitus akan
terus meningkat.
Jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia, menurut IDF
(International Diabetes Federation) diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6
juta dan pada tahun 2020 nanti akan ada 178 juta penduduk yang berusia di atas
20 tahun dan dengan asumsi prevalensi diabetes mellitus sebesar 4,6% akan
didapatkan 8,2 juta pasien diabetes mellitus (Soegondo, Soewondo & Subekti,
2009). Tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat
jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat,
India, dan Cina (Suyono, 2006).
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang ditandai oleh tingginya kadar
gula dalam darah. Pada dasarnya hal ini terjadi karena tubuh “kekurangan”
hormon insulin – zat yang di produksi oleh kelenjar pankreas. Kekurangan disini
bisa berupa jumlah insulin yang kurang, atau jumlahnya cukup tetapi kerjanya
kurang baik (Kariadi, 2009). Hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat
menyembuhkan diabetes. Namun dengan menurunkan berat badan yang berlebih,
diet yang baik, berolahraga secara teratur, menjaga ketenangan pikiran, dan
mengendalikan stress gula darah dapat kembali normal. Hal ini tidak berarti
penderita telah sembuh total dari diabetes. Bila penderita kembali gemuk, diet
buruk, serta tidak berolahraga, gula darah akan meningkat kembali (Gunawan,
2012).
Diabetes tidak dapat sembuh, tapi gula darah dapat dikontrol dalam batas
normal (Gunawan, 2012). Terkontrolnya kadar gula darah tergantung pada
penderita itu sendiri. Mematuhi serangkaian pengobatan yang rutin bukan suatu
hal yang mudah untuk dilakukan. Mematuhi serangkaian pengobatan bagi
penderita diabetes mellitus merupakan tantangan yang besar agar tidak terjadi

1
komplikasi. Pengobatan yang dijalankan penderita akan berlangsung seumur
hidup dan kejenuhan dapat muncul kapan saja. Salah satunya yaitu pengobatan
diabetes mellitus yang dilakukan seumur hidup dengan frekuensi penggunaan
yang sering menyebabkan pasien mengalami kejenuhan dalam pengobatan.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada pengobatan
penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah. Bila kepatuhan dalam
menjalani proses pengobatan pada penderita diabetes mellitus rendah maka akan
menyebabkan kadar gula darah menurun/meningkat melebihi batas normal yang
akan menyebabkan komplikasi.
Alternatif menghilangkan kejenuhan pasien dalam pengobatan maka
digunakan sistem sediaan lepas lambat (sustained release) merupakan bentuk
sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-
lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat.
Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian
satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah
pemakaiannya, secara tepat menghasillkan efek terapeutik yang diinginkan secara
berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk
mempelihara tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang,
biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel dkk, 2005). Berdasarkan latar belakang di atas
maka peneliti tertarik untuk membuat formulasi sediaan lepas lambat tablet
acarbose dengan matriks HPMC dan xanthan gum dengan sistem mengapung.
II. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah :
1. Bagaimanakah pengaruh kombinasi HPMC dan xathan gum sebagai matriks
dalam sediaan lepas lambat terhadap sifat fisik tablet acarbose pada profil
pelepasan obatnya.
III. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh kombinasi HPMC dan xanthan gum sebagai matriks
dalam sediaan lepas lambat terhadap sifat fisik tablet acarbose pada profil
pelepasan acarbosenya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Acarbose

Gambar 1. Struktur Kimia Acarbose

Acarbose bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,


sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Obat golongan ini diindikasikan pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang
hiperglikemianya tidak dapat terkontrol dengan diet dan latihan jasmani.
Acarbose dapat digunakan secara tunggal atau dapat dikombinasikan dengan
insulin, metformin, atau sulfonilurea (PERKENI, 2006; Lehne, 2007).
Efek samping yang paling sering ditimbulkan obat ini adalah kembung
dan flatulen. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia
(PERKENI, 2006).
II. HPMC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose)

Gambar 2. Struktur Kimia HPMC

HPMC (Hidroksi Propil Metil Selulosa) disebut juga MHPC, Methocel,


Hypromellosum, Metolose, Pharmacoat, Benecel MHPC, Tylopur, Tylose MO.
Merupakan polimer glukosa yang tersubstitusi dengan hidroksi propil dan metal
pada gugus hidroksinya. HPMC berupa serbuk putih hingga kekuningan, larut
dalam air, tidak berasa dan berbau, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol
dan eter (Rowe dkk., 2009).
Pada sediaan gel, HPMC digunakan sebagai gelling agent dan dapat
mencegah etanol terpisah dari gel ketika terjadi peningkatan water ability. Basis
ini dapat menghasilkan gel yang netral, tidak berwarna dan tidak berasa, jernih,
stabil pada pH 3 hingga 11 dan punya resistensi yang baik terhadap serangan
mikroba serta memberikan kekuatan film yang baik bila mengering pada kulit
(Rowe dkk., 2009).

3
HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri
serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam
eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera
menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga
secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi
lainnya (Rowe dkk., 2006). HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen
pensuspensi, dan sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan
salep, sebagai koloid pelindung yaitu dapat mencegah tetesan air dan partikel
dari penggabungan atau aglomerasi, sehingga menghambat pembentukan
sedimen (Rowe dkk., 2006).
III. Xanthan Gum (XG)

Gambar 3. Struktur Kimia Xanthan gum

Xanthan gum merupakan polimer polisakarida yang berbobot molekul


tinggi mempunyai rumus molekul (C35H49O29)n, tersusun dari D-mannosa,
Dglukosa, dan D-glucoronic acid. Xanthan gum sering digunakan pada formulasi
farmasetika, kosmetik, dan produk makanan sebagai agen pensuspensi dan
penstabil. Selain itu juga digunakan sebagai pengental dan pengemulsi. Xanthan
gum dapat berwujud krim atau serbuk yang berwarna putih, tidak berbau, mudah
mengalir, serta gelnya bertipe aliran pseudoplastik. Meskipun XG kebanyakan
digunakan sebagai agen pensuspensi tetapi dapat digunakan juga sebagai matriks
pada tablet lepas lambat (Shah dan Singh., 2009).
Xanthan gum adalah suatu gum yang dihasilkan melalui fermentasi
karbohidrat dengan Xanthomonas comprestris. Mengandung garam natrium,
kalium dan kalsium dengan suatu polisakarida BM tinggi yang terdiri dari
Dglukosa, D-mannosa, dan D-asam glukoronat, serta tidak kurang dari 1,5 %
asam piruvat. Serbuk berwarna putih atau putih kekuningan, free flowing, larut
dalam air panas dan dingin , praktis tidak larut dalam pelarut organik (Parfitt,
1999).
Xanthan gum sangat potensial digunakan sebagai bahan pembawa obat
karena bersifat inert dan biocompatibility. Xanthan gum sangat efektif untuk

4
sediaan tablet lepas lambat. Kecepatan pelepasan diperlambat dengan penurunan
ukuran partikel gum atau dengan peningkatan konsentrasi gum. Pelepasan obat
yang larut (soluble drug) utamanya melalui difusi, sedangkan untuk obat yang
kurang larut atau tidak larut melalui erosi. Pelepasan obat dari matriks xanthan
gum lebih cepat dalam media asam karena permukaan erosi awal lebih cepat
terbentuk. Setelah hidrasi gum maka pelepasan obat tidak tergantung pH
(Bhardwaj et al, 2000).
IV. Natrium Bicarbonat

Gambar 4. Strukur Kimia Natrium Bikarbonat

Natrium bikarbonat (NaHCO3) merupakan serbuk kristal berwarna putih


yang memiliki rasa asin dan mampu menghasilkan karbondioksida. Natrium
bikarbonat sering disebut juga dengan soda kue atau baking powder. Baking
powder merupakan campuran antara sejumlah soda dan pati yang
memisahkannya sehingga mencegah reaksi selama penyimpanan. Soda akan
terlarut dalam larutan dingin dan asam secara cepat dan segera melepaskan CO2
dari soda (Pulungan dkk, 2004).
Menurut Herschdoefer di dalam Wijayanti (1999), Sebagai zat aditif
yang dapat meningkatkan tekstur dan cita rasa produk menyebabkan natrium
bikarbonat banyak digunakan dalam proses pembuatan produk pangan. Bahan
pangan yang telah mengalami penambahan natrium bikarbonat akan mempunyai
tekstur yang lebih baik. Proses yang terjadi di dalam bahan pangan setelah
dilakukan penambahan natrium bikarbonat adalah terbentuknya karbondioksida
(CO2).
V. PVP (Polyvinylpyrrolidone)

Gambar 5. Struktur Kimia Polyvinylpyrrolidone

PVP merupakan polimerasi dari 1-vinilpirolidon-2-on. Bentuknya berupa


serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau dan

5
higroskopis. PVP mudah larut dalam air, etanol (95%) dan dalam kloroform.
Kelarutan tergantung dari bobot rata-rata dan larut dalam eter P (Anonim, 1979).
PVP merupakan bahan pengikat yang paling efektif untuk tablet effervescent
(Mohre, 1980).
Pada penelitian sebelumnya diperoleh kadar PVP sebagai bahan pengikat
yang baik yaitu 1,5% pada tablet ekstrak daun dewa (Purwani, 2006). Menurut
Febriliani (2005), tablet ekstrak buah mahkota dewa dengan bahan pengikat PVP
memiliki kualitas fisik yang baik dan memenuhi persyaratan Farmakope.
Penggunaan PVP pada konsentrasi 0,5-2% pada pembuatan tablet ekstrak
tanaman dapat menghasilkan tablet yang mempunyai kekerasan yang cukup,
kerapuhan yang rendah dan waktu hancur yang lama (Setyarini, 2004).
VI. Mg Stearat
Magnesium stearat mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih
dari 8,5% MgO, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian berupa
serbuk halus, putih, licin dan mudah melekat pada kulit, bau lemah khas.
Kelarutannya praktis tidak larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam eter
P (Anonim, 1995).
VII.Sustained Release
Sustained release dirancang untuk melepaskan suatu dosis terapi awal
obat (loading dose) secara tepat yang diikuti pelepasan obat yang lebih lambat
dan konstan Kecepatan pelepasan obat dirancang sedemikian rupa agar jumlah
obat yang hilang dari tubuh karena eliminasi diganti secara konstan.
Keunggulannya adalah dihasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa
perlu mengulangi pemberian dosis (Shargel, dkk., 2005). Penggunaan acarbose
dengan frekuensi 3x sehari menyebabkan penurunan kepatuhan pasien dalam
terapi, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan berobat pasien,
diantaranya adalah faktor pengetahuan dan lama berobat (Rahman, 2007).
VIII. Floating System
Sistem mengapung merupakan suatu system dengan densitas yang kecil,
memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam
lambung (Sulaiman, 2007). Sistem mengapung (floating drug delivery system)
pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan lahan dari sediaan yang
memiliki densitas yang rendah (Ansel, 2005). Penambahan matriks
hidroksipropil metilselulosa K15M diharapkan dapat membentuk suatu lapisan
gel yang kental pada tablet yang dapat memperlambat penetrasi air dan bertindak
sebagai penghalang untuk melepaskan obat. Lapisan hidrogel tersebut yang dapat
merintangi lepasnya obat dalam sedian tablet floating acarbose, yang akan

6
mengakibatkan pelepasan zat aktif dalam sediaan dapat dikendalikan sesuai
dengan yang dikehendaki. Adanya komponen natrium bikarbonat dan asam sitrat
bersifat melepaskan gas yang akan membuat tablet mengapung. Maka setelah
tablet berinteraksi dengan cairan yang ada di dalam lambung, akan timbul gas
CO. Gas tersebut terperangkap dalam 2 struktur gel yang terbentuk oleh matrik
hidroksipropil metilselulosa K15M, sehingga akan membantu tablet untuk lebih
mudah dan cepat mengapung (Wikarsa, 2011).
IX. Granulasi Basah
Granulasi Basah yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan
eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat
dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi.
Granulasi basah digunakan untuk zat aktif yang tahan terhadap lembab dan
panas. Prinsip dari metode ini adalah membasahi massa atau campuran zat aktif
dan eksipien dengan larutan pengikat tertentu sampai diperoleh tingkat
kebasahan tertentu pula.
Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan suatu
perekat sebagai pengganti pengompakan, tehnik ini membutuhkan larutan,
suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke
campuran serbuk atau dapat juga bahan tersebut dimasukan kering  ke dalam
campuran serbuk dan cairan dimasukan terpisah. Cairan yang ditambahkan
memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di
antara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat bila jumlah cairan yang
ditambahkan meningkat, gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling
penting pada awal pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan
pencampuran dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan semua bahan
pengikat sudah bekerja, jika sudah diperoleh massa basah atau lembab maka 
massa dilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan dengan alat penggiling atau
oscillating granulator tujuannya agar terbentuk granul sehingga luas permukaan
meningkat dan proses pengeringan menjadi lebih cepat, setelah pengeringan
granul diayak kembali ukuran ayakan tergantung pada alat penghancur yang
dugunakan dan ukuran tablet yang akan dibuat.
Keuntungan dari metode granulasi basah, yaitu: memperoleh aliran yang
baik, meningkatkan kompresibilitas, mengontrol pelepasan, mencegah pemisahan
komponen campuran selama proses, distribusi keseragaman kandungan, dan
meningkatkan kecepatan disolusi.
Kerugian dari metode granulasi basah, yaitu: banyak tahap dalam proses
produksi yang harus divalidasi, biaya cukup tinggi, zat aktif yang tidak tahan

7
lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan cara ini. Untuk zat termolabil
dapat menggunakan pelarut non air.

8
BAB III
METODE PENELITIAN
I. Alat
Spektrofotometer UV-Vis, timbangan elektrik, waterbath, pH meter, labu
disolusi, friabilator, mesin tablet single punch, hardness tester, mortar, oven,
ayakan mesh No. 16 dan 18, labu takar, pipet volume.
II. Bahan
Acarbose, hidroksipropil metilselulosa K15M, natrium bikarbonat, asam
sitrat, magnesium stearat, polivinilpirolidon, talcum, larutan HCl 0,1 N dan
aquadest.
III. Prosedur Kerja
1. Pembuatan tablet floating acarbose
Tablet floating acarbose dibuat dengan metode granulasi basah yaitu
bahan-bahan yang telah ditimbang dicampur dengan acarbose dan
hidroksipropil metilselulosa K15M dalam wadah, lalu ditambah dengan
polivinilpirolidon sedikit demi sedikit sampai terbentuk massa yang dapat
dikepal. Massa yang terbentuk digranulasi dengan pengayak nomer 16 dan
granul basah yang diperoleh ditimbang. Granul dikeringkan dalam lemari
pengering granul sampai diperoleh kandungan air yang sangat rendah. Granul
kering yang diperoleh diayak dengan ayakan nomer 18, lalu dievaluasi sifat-
sifat granulnya kemudian ditambah natrium bikarbonat, asam sitrat,
magnesium stearat, dan talkum, diaduk hingga homogen.
2. Uji waktu alir granul
Uji waktu alir granul dilakukan dengan cara memasukkan 100 gram
granul kepada corong pengukur lalu catat waktu yang dibutuhkan oleh granul
tersebut untuk mengalir melewati corong pengukur tersebut (Voight, 1984).
3. Uji keseragaman bobot tablet
Uji keseragaman bobot tablet dilakukan dengan menimbang secara
seksama 20 tablet, menghitung bobot rata-rata tiap tablet dan dibandingkan
dengan persyaratan dalam farmakope.
4. Uji kekerasan tablet
Sebuah tablet diletakkan di antara dua landasan dengan posisi tegak
lurus pada alat hardness tester, landasan kemudian ditekan dan kekuatan yang
menghancurkan tablet dibaca pada skala (Parrot, 1971).
5. Uji kerapuhan tablet
20 tablet yang sudah dibersihkan dari debu ditimbang, kemudian
dimasukkan dalam alat friabitator tester dan diputar selama 4 menit dengan

9
kecepatan 25 rpm. Tablet diambil, dibersihkan debunya kemudian ditimbang.
Dihitung persen kerapuhan tablet dengan cara menghitung selisih bobot
penimbangan antara sebelum dan setelah perlakuan dibagi dengan bobot
tablet sebelum perlakuan (Sulaiman, 2007).
6. Uji floating time tablet
Uji sifat pengapungan dilakukan dengan memasukan tablet kedalam
gelas piala 100 ml yang berisi medium cairan lambung buatan tanpa enzim.
Waktu pengapungan diukur, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh tablet untuk
mengapung setelah dimasukkan kedalam wadah.
7. Uji disolusi
Uji disolusi dilakukan terhadap tablet dengan pengaduk keranjang.
Media cairan lambung buatan tanpa enzim sebanyak 900 dengan suhu 37oC.
Satu biji tablet dimasukan kedalam keranjang yang terdapat pada pengaduk,
lalu pengaduk dijalankan dengan kecepatan 75 putaran per menit. Pada menit
ke-5, ke-10, ke-15, ke-30, ke-45, ke-60, ke-90, ke-120, ke-180, ke-240, ke-
270, ke-300, dan ke-360 cuplikan cairan diambil melalui milipore sebanyak
10 ml. Pada setiap pengambilan sampel, segera ditambahkan kembali
medium yang baru dengan volume dan suhu yang sama ke dalam labu
disolusi. Sampel dipipet lalu dimasukan kedalam labu ukur dan volumenya
dicukupkan hingga tanda, lalu diukur serapannya dengan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.
IV. Formulasi
R/ Acarbose 50 mg
HPMC K15M 280 mg
Xanthan gum 47 mg
Na. Bicarbonat 40 mg
PVP K-30 30 mg
Mg. Stearat 3 mg
Total 450 mg

10
DAFTAR PUSTAKA
Ansel HC, Allen LV, Popovich NG, 2005, Pharmaceutical Dosage Forms and Drug
Delivery Systems. Ed ke-8. Philadelphia-Baltimare-New York-London-Buenos
Aires Hongkong-Sydne Tokyo: Lippincott Williams & Wilkins a wotters
Kluver Company. hlm 229-243.
Aziz, E. S., 2013, Optimasi Xanthan Gum dan Carbopol Sebagai Sistem Floating-
Effervencent Mucoadhesive Tablet Metformin Hidroklorida, Skripsi, Fakultas
Farmasi Universitas Jember
Bharadwaj, A. S., 2000, A Resource-Based Perspective on Information Technology
Capability and Firm Performance:An Empirical Investigation, MIS Quarterly,
Vol. 24 No. 1, pp. 169-196.
Iriawan, B. A., dkk., 2013, Optimasi Kombinasi Matriks Hydroxypropyl
Methylcellulose dan Xanthan Gum Untuk Formula Tablet Kaptopril Lepas
Lambat Dengan Sistem Floating, Skripsi, Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta
Kariadi S.K.H.S., 2009, Diabetes? Siapa Takut, Bandung
Lehne, R. A., 2007, Pharmacology for nursing care (6 th.ed.). Philadelphia, PA:
Saunders Company.
Parfitt, K., 1999, Martindale The Complete Drug Refference, 32th Edition,
Pharmaceutical Press, Taunton, Massachusett, USA (168-217).
PERKENI, 2006, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia.
Purnamasari, N. A. D., dan Untari, M. K., 2015, Optimasi Sediaan Floating Tablet
Kaptopril Sistem Effervescent dengan Metode D-Optimal Design, Jurnal
Biomedika, Vol. 8 No. 2
Purwani, E., dan Muwakhidah, 2006, Efek Berbagai Pengawet Alami sebagai
Pengganti Formalin terhadap Sifat Organoleptik dan Masa Simpan Daging
dan Ikan . Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Rowe, R. C., Paul, J. S., dan Marian, 2006, Handbook Of Pharmaceutical Science 5th
Edition, New York
Rowe, R. C., Paul, J. S., dan Marian, 2009, Handbook Of Pharmaceutical Science 6th
Edition, New York
Shah, HC. dan Singh, KK., 2009, Xanthan Gum In: Rowe, R.C., Sheskey, P.J. dan
Weller P.J. (eds.) Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition,
Minneapolis, Pharmaceutical Press.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya. 167 – 187.

11
Soegondo S., 2009, Buku Ajar Penyakit Dalam: Insulin : Farmakoterapi pada
Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2, Jilid III, Edisi 4, FK UI,
Jakarta
Sulaiman, T.N.S., 2007, Teknologi & Formulasi Sediaan Tablet, Laboratorium
Teknologi Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suyono, S., 2006, Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV
ed., Pusat penerbitan Ilmu Penyakit dalam FK UI, Jakarta
Wikarsa, S., dan Valentina, L.M., 2011, Formulasi tablet lepas lambat dipiridamol
dengan sistem mengapung. Makara kesehatan 15:15-20.

12

Anda mungkin juga menyukai