Oleh :
Diajukan Kepada:
Oleh:
Wahyu Kelvin Sihite Kelas X IPA 2
Caesar Marco Alexsander Kelas X IPA 2
Frenklyn Tantyo Kelas X IPA 1
i
HALAMAN PENGSAHAN
Mengetahui,
Kepala SMA Katolik W.R Soepratman 020
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Frenklyn Tantyo
NISN. 0043119107
iii
ABSTRAK
Wahyu Kelvin Sihite, Caesar Marco Alexsander, dan Frenklyn Tantyo. 2019. Peran
Generasi Muda dalam Reklamasi Lahan Eks- Pertambangan Batubara. Dibawah
bimbingan Ibu Yovita Dini Ariani, M.Pd
iv
ABSTRACT
Wahyu Kelvin Sihite, Caesar Marco Alexsander, and Frenklyn Tantyo. 2019. The
Role of Young Generation in Reclamation of Coal Mining Land. Under the
guidance of Ms. Yovita Dini Ariani, M.Pd
Coal as a mining material is mostly managed in the area of East Borneo including
Samarinda and beyond. In addition to providing benefits to the region, coal mining
also causes environmental damage, among others in the aspects of chemical
geophysics, health, and economy, social culture, so that reclamation activities are
absolutely necessary. Reclamation needs to be carried out sustainably by
implementing activities in accordance with the source of the problems that occur,
involving the government and the younger generation in Samarinda and
surrounding areas.
Keywords: Young generation, Environmental Reclamation, Coal Mining
v
KATA PENGANTAR
Tim Penulis
vi
BIODATA DIRI
Biodata Peserta :
1. Nama : Wahyu Kelvin Sihite
NISN : 0043656110
Kelas : X IPA 2
Tempat, Tanggal Lahir : Taman Sidoarjo, 05 Mei 2004
Alamat : Jln. Manunggal 1 gg.Karet Blok: E RT.29 Loa
Janan
Asal Sekolah : SMA Katolik W.R Soepratman 020 Samarinda
Nomer Hp : 0819-9814-1657
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Hobi : Bernyanyi
vii
Nomer Hp : 0813-4754-1207
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Hobi :Berenang, Memasak
Biodata Pembimbing :
Nama : Yovita Dini Ariani, M.Pd
Jabatan : Guru Biologi
Tempat, Tanggal Lahir : Gunung Intan, 20 Mei 1995
Alamat : JL. Wiraguna Gg. Langgar RT.08 No.60
Nomer Hp : 0813-4486-5810
Jenis Kelamin : Perempuan
viii
DAFTAR ISI
ix
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 23
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................. 23
3.3.1 Populasi ................................................................................... 23
3.3.2 Sampel ..................................................................................... 23
3.4. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 23
3.5. Teknik Analisis Data .............................................................. 23
3.6. Desain Penelitian .................................................................... 24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 25
4.1. Hasil ........................................................................................ 25
4.1.1 Kegiatan penambangan batubara yang menimbulkan dampak
bagi lingkungan ....................................................................... 25
4.1.2 Kerusakan lingkungan akibat pertambangan batubara
disekitar samarinda .................................................................. 29
4.2. Pembahasan ............................................................................. 22
4.2.1. Peran Generasi Muda dalam Reklamasi Lingkungan
Pasca Pertambangan Batubara .................................................. 31
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 37
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 37
5.2. Saran ................................ ....................................................... 37
Daftar Pustaka ......................................................................................... 38
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ......................................................................................................... 8
Tabel 2 ....................................................................................................... 10
Tabel 3 ....................................................................................................... 12
Tabel 4 ....................................................................................................... 12
Tabel 5 ........................................................................................................ 13
Tabel 6 ........................................................................................................ 15
Tabel 7 ........................................................................................................ 22
xi
BAB I
PENDAHULUAN
xii
Eksploitasi batubara di Kalimantan Timu tersebar di beberapa daerah
tingkat dua, antara lain di Kutai Barat, Kutai Timu termasuk juga di daerah
Kutai Kertanegara, dan Kota Samarinda. Banyak pengusaha baik dari dalam
maupun luar negeri melakukan eksploitasi batubara di Kalimantan Timur.
Ha ini memberikan keuntungan bagi daerah Kalimantan Timur, antara lain
dapat menambah penghasilan daerah, menyerap tenaga kerja, dan
keuntungan lain bagi penduduk biasa dapat menambah pendapatan di
bidang ekonomi.
Pertambangan batubara di daerah sekitar Samarinda di beberapa
desa yang berada di dua wilayah administratif, yaitu pemerintah Kota
Samarinda dan pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara, ada yang
letaknya di pinggiran daerah aliran sungai Mahakam dan ada pula di dekat
pemukiman warga. Sistem penambangan yang diterapkan adalah sistem
tambang terbuka, dengan cara pengupasan bahan penutup yang ditimbunkan
pada areal pengisian kembali atau areal timbunan di luar tambang,
pengambilan dan pengangkutan batubara, gudang menjadi barang siap jual,
penjualan dan pengapalan batubara, serta reklamasi lahan bekas tambang.
Setiap kegiatan penambangan, selalu ada daerah yang terganggu
ekosistemnya, baik di areal operasional tambang, areal pengisian kembali
areal penimbunan di luar tambang, dan daerah pendukung produksi lokasi
perkantoran dan perumahan karyawan, lokasi penumpukan dan kereta api
batubara sampai pada lingkungan di luar areal pertambangan.
Permukiman umum keberadaan lokasi lingkungan di daerah
Samarinda Kalimantan Timur pada lokasi setelah kegiatan penambangan
batubara saat ini sanga memprihatinkan, karena batas kemampuan daya
dukung dan daya tampung lingkungan sudah tidak seimbang. Hal tersebut
secara langsung maupun tidak langsung terhadap berdampak menurunnya
kualitas lingkungan hidup. Permasalahan lain yang memberi dampak besar
terhadap lingkungan oleh kegiatan penambangan batubara adalah limbah
cair/air limbah yang mudah terkontaminasi dan larut terbawa aliran air
permukaan yang selanjutnya menuju ke badan sungai. Lokasi penimbunan
2
batubara yang letaknya berada di sungai sungai Mahakam dan tempat
pencucian batubara, dimana air limbah yang dihasilkan kurang dikelola
dengan baik akibatnya pada pencemaran lingkungan (Arif, 2007). Upaya
reklamasi sangat perlu dilakukan di daerah bekas tambang batubara di
sekitar Samarinda Kalimantan Timur. Menyadari bahwa masalah kerusakan
lingkungan hidup yang demikian kompleks, diperlukan strategi dan
peningkatan penanganan terpadu dengan melibatkan pemangku
kepentingan dan instansi terkait, bersama-sama dengan perguruan tinggi di
daerah Kalimantan Timur untuk mencegah, menanggulangi dan
memulihkan kerusakan lingkungan yang terjadi.
3
1.6 Definisi Istilah
Generasi Muda
Generasi muda dalam pengertian umum adalah golongan manusia yang
berusia 0 –35 tahun. Secara sosiologis dan praktis, anggota atau pribadi-
pribadi yang masuk dalam kelompok itu memiliki pengalaman yang sama,
khususnya peristiwa besar yang dialami secara serentak oleh seluruh
masyarakat,misalnya generasi pembangunan.
1.7 Hipotesis
Reklamasi lahan eks tambang sebenarnya merupakan kewajiban perusahaan
penambang, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun pelaksanaanya
berjalan sangat lambat. Menurut Ditjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi
(2006) baru sekitar sepertiga dari luas lahan yang dibuka untuk tambang
yang telah direklamasi, sehingga percepatan reklamasi sangat diperlukan.
Kelambatan reklamasi lahan eks tambang disebabkan oleh berbagai kendala
teknis dan non teknis. Kendala-kendala tersebut perlu dikenali terlebih
dahulu, kemudian dicarikan solusi yang terbaik dan mudah dilaksanakan
(practicable), agar lahan-lahan tersebut selanjutnya dapat dimanfaatkan
bagi kesejahteraan masyarakat, dan bila memungkinkan dapat digunakan
untuk peningkatan produksi bahan pangan nasional.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
5
sangat penting bagi perkembangan dan kelangsungan hidup tanaman.
Aktivitasnya tidak saja terbatas pada penyediaan unsur hara, tetapi juga aktif
dalam dekomposisi serasah dan bahkan dapat memperbaiki struktur tanah
(Soewandita, 2010).
Secara umum, tanah bekas tambang mengalami kerusakan fisik,
kimia dan biologi. Secara fisik, akibat proses pengerukan, penimbunan, dan
pemadatan yang menggunakan alat berat maka tekstur tanah menjadi rusak,
sistem tata air, dan aerasinya terganggu, laju penyerapan air melambat dan
berpotensi meningkatkan laju erosi. Secara kimia, tanah bekas tambang
kehilangan bahan organik sehingga tingkat kesuburannya rendah, pH
rendah, sedangkan kelarutan logam berat meningkat. Secara biologi tanah
bekas tambang mengalami penurunan populasi dan aktivitas mikroba serta
fauna tanah yang secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan tanaman
dan berperan dalam dekomposisi serasah (Pattimahu, 2004; Ernawati, 2008;
dan Tan 1993 cit Widyati, 2008).
6
198,75 ha yang secara aktual dinyatakan tidak sesuai untuk pertanian
sebagian besar merupakan kolong, hamparan tailing pasir, lumpur, dan
tanah berpirit yang dihasilkan dari aktivitas penambangan.
7
2.2.1 Permasalahan
Perusahaan penambangan dituntut untuk mampu mengembalikan lahan
bekas tambang kekondisi yang sesuai dengan persyaratan tata guna lahan
berdasarkan tata ruang daerah (Mulyanto, 2008; Soelarso, 2008). Artinya,
setelah penambangan selesai, harus terjadi transformasi manfaat atau
mengembalikan lahan yang ditambang ke kondisi awal, sehingga selaras
dengan azas manfaat dan bersifat berkelanjutan. Namun, kedua hal tersebut
sulit dicapai, karena umumnya perencanaan penutupan tambang (termasuk
reklamasinya) tidak terintegrasi dengan operasi pertambangan sejak awal
sampai penutupan, sehingga pasca penambangan timbul berbagai
permasalahan.
Limbah tailing
Limbah tailing dari prosesing bijih tambang dapat menutupi lansekap baik
di dalam maupun di luar lokasi penambangan. Limbah ini mempunyai daya
dukung yang sangat rendah untuk kehidupan flora maupun fauna, misalnya
limbah tambang dari Timah di Bangka-Belitung dimana tekstur tanah
didominasi pasir kuarsa(>90%), dengan C-organik <1%, sehingga
kemampuan memegang hara dan air sangat rendah. Selain itu, kandungan
hara, kapasitas tukat kation (KTK), dan kejenuhan basa (KB), tidak
mendukung persyaratan tumbuh tanaman (Tabel 2).
8
Tabel 2. Hasil analisis tailing timah dari Bangka Belitung
Bahan
Ph Hcl 25% P NH4Oae 1 N, Ph 7 Kej-
Jenis Pasir Organik
H2O Bray Al
Tailing C N P2O6 K2O Ca Mg K Na KTK KB
% ... % ... ..Mg/100g Ppm ................Emol(+)/Kg................. .........%....
Tailling
94 4,9 0,07 0,01 1 3 3,8 0,18 0,06 0,03 0,0135 1,12 29 3
Putih
Tailing
91 4,4 0,73 0,07 5 3 - 0,23 0,06 0,03 0,05 2,80 13 56
Coklat
Tailing
98 4,5 0,24 0,02 7 9 1,5 0,28 0,17 0,03 0,14 3,11 20 18
Putih
Tailing
89 4,6 0,59 0,05 5 4 - 0,23 0,08 0,03 0,06 3,57 11 56
Kelabuan
Tailing
94 4,8 0,09 0,01 1 6 6,2 0,09 0,12 0,03 0,05 1,78 16 10
Campuran
Sumber : PT Benua dan PT Timah (2009)
10
Tercampurnya tanah pucuk dengan overburden (bahan galian)
Setiap tahun sekitar 1,2 milyar m3 tumpukan bahan galian (overburden)
dihasilkan dari proses penambangan batu bara, sedangkan dari penambangan
bahan mineral dan logam diperkirakan sekitar 0,3 milyar m3. Jika mengikuti
tata cara penambangan yang benar, bagian tanah yang paling atas (tanah
pucuk), seharusnya dipisahkan dari bahan galian dibawahnya untuk
kepentingan reklamasi, namun kenyataannya sebagian besar tanah pucuk
tercampur dengan overburden (Tabel 3), sehingga daya dukung lahan menjadi
sangat terbatas. Faktor pembatas overburden Sampur jika digunakan sebagai
media tanam adalah kandungan bahan organik tanah dan unsur hara tanah
lainnya yang sangat rendah. Faktor pembatas yang terdapat pada overburden
Jurung berbeda dengan overburden Sampur, meskipun kandungan bahan
organik tanah >5%, namun pH-nya tergolong sangat masam (pH<3). Hal ini
merupakan indikasi bahwa overburden tersebut berasal dari tanah sulfat
masam, yang terjadi karena terangkatnya lapisan yang mengandung pirit, dan
kemudian bercampur dengan bagian tanah lainnya. Tumpukan overburden
yang sangat masam tersebut juga merupakan sumber pencemaran air dan
tanah. Pada areal bekas pertambangan batu bara, sifat fisik merupakan faktor
pembatas jika overburden batu bara digunakan sebagai media tanam. Hasil
analisis bahan galian yang diambil di beberapa lokasi tambang batubara di
Tanjung Enim (Sumatera Selatan) menunjukkan tanah menjadi padat karena
rata-rata BD tanah bahan galian batu bara tergolong tinggi (Tabel 4), yang
berarti tanah menjadi padat. Kendala sifat kimia tanah ditentukan oleh asal
bahan galian. Bahan galian yang berasal dari tanah sulfat masam, pH nya <3
atau sangat masam (Tabel 4). Permasalahan lain adalah kandungan garam-
garam sulfat yang tinggi seperti MgSO4, CaSO4, AlSO4, yang dapat
meracuni tanaman. Pada musim kemarau garam-garam tersebut muncul ke
permukaan tanah berbentuk kerak putih (Tala’ohu ,1995; Yustika dan
Tala’ohu, 2007). Kondisi fisik tanah yang buruk ditemui pula pada areal
bekas tambang batubara di Kalimantan (Tabel 5), meskipun telah direklamasi
selama 1-3 tahun (PT Kitadin, 2009).
10
Tabel 3. Hasil analisis tanah (campuran overburden dan tanah pucuk) dari
kegiatan penambangan timah di Bangka- Belitung
Parameter yang dianalisis Lokasi pengambilan sampel
(Satuan) Sampur Jurung
Tekstur Lempung berpasir Lempung berdebu
Pasir (%) 73 15,0
Debu (%) 15 71,1
Liat (%) 12 25,5
pH Masam Sangat Masam
H2O 4,8 2,7
KCl 4,3 2,6
C-organik (%) 1,17 5,7
N- Total (%) 0,08 0,18
P2O5 HCl 25% (mg/100g) 7,7 8
K2O HCl 25% (mg/100g) 2,0 11
Ca (cmol(+)/100g) 0,35 2,86
Mg (cmol(+)/100g) 0,07 1,41
K (cmol(+)/100g) 0,03 0,04
KTK (cmol(+)/100g) 2,72 17,42
KB (+) 17,33 25,00
Sumber : Puslittanak, 1995
Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik dan kimia overburden dari lokasi
penambangan batu bara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Lokasi
Parameter
Klawas Timur Mahayung Suban Udongang
BD (g/cm3) 1,35 1,28 1,12 1,21
pH (H2O) 2,90 4,65 4,70 4,90
pH (KCl) 2,75 4,15 3,60 4,55
11
Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik dan kimia overburden dari lokasi
penambangan batu bara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan
(Lanjutan..)
C-organik (%) 5,12 1,75 0,35 1,50
Ca (me/100g) 7,12 7,40 3,04 8,87
Mg (me/100g 9,42 11,61 7,16 13,79
K (me/100g) 0,10 0,41 0,38 0,56
Na (me/100g) 0,15 0,59 0,39 2,25
KTK 11,70 20,6 18,40 23,8
KB 91,0 95,5 60,50 98,0
Al3+ 5,43 1,18 6,26 1,01
DHL 2,58 0,91 0,73 1,39
Sumber : Tala’ohu (1995), diolah kembali
Tabel 5. Sifat fisik tanah pada areal bekas tambang batu bara di Kutai
Kartanegara, Kalimantan
Lokasi Kedalaman Kelas tekstur Permeabilitas
Cm cm/jam
KTD-02 = area 0-20 Lempeng berliat 1,3 9 (agak
reklamasi dengan 20-60 Lempeng berliat lambat)
Acasia sp. umur 1
tahun
KTD-03 = area 0-20 Liat 0,17 (lambat)
reklamasi dengan
20-60 Liat
Acasia sp.
Berumur 3 tahun
KTD-04 = area 0-20 Liat 0,45 (lambat)
ladang penduduk
Desa Bangun 2 0-60 Liat
Rejo
KTD-05 = area 0-20 Lempeng liat 1,20 (agak
disposal Seam 19 berpasir lambat)
20-60 Lempeng liat
berpasir
KTD-06 = area 0-20 Liat 0,72 (agak
stockpile batubara 20-60 Liat lambat)
Sumber : PT Kitadin (2009)
Sutton dan Dick dalam Yustika dan Tala’ohu (2007) menyatakan bahwa erosi
dari areal pertambangan 100 kali lebih besar dibanding saat lahan asih
bervegetasi hutan. Erosi pada areal bekas pertambangan batubara pada lereng
12
15-25% di Kutai Kertanegara juga tergolong sangat berat. Pada areal yang
landai, erosi masih tergolong berat, jika penutupan tajuk tanaman masih
rendah (PT Kitadin, 2009).
Aspek sosial-ekonomi
Penutupan tambang dapat menimbulkan dampak yang menakutkan apabila
perekonomian masyarakat hanya bergantung pada usaha pertambangan, dan
tidak ada penggerak ekonomi lainnya sebagai pengganti. Ketidaksiapan
masyarakat sekitar tambang untuk beralih usaha dapat menjadi kendala
pemanfaatan lahan bekas tambang termasuk pemanfaatan untuk budidaya
pertanian. Lebih jauh, kegiatan usaha penambangan yang telah berjalan lama
banyak mempengaruhi aspek budaya, dan juga melemahkan kemampuan
(skill) masyarakat untuk melakukan usaha baru.
Land tenure
Pemanfaatan areal bekas tambang seringkali terbentur pada permasalahan
status lahan. Sebagian besar aktivitas penambangan di Indonesia berada
dalam kawasan hutan (Tabel 6). Tabel 6 menunjukkan luas izin penambangan
yang tumpang tindih dengan kawasan hutan, yang berjumlah sekitar 5 juta ha.
Sekitar 620.000 ha diantaranya merupakan kawasan lindung, yang
seharusnya tidak digunakan untuk pemanfaatan lain. Izin penambangan yang
berada dalam kawasan hutan produksi dan penggunaan lain, mempunyai
peluang dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya, jika memenuhi persyaratan
kesesuaian lahan. Namun demikian kepastian hukum dari lahan yang akan
13
digunakan harus ditetapkan terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi konflik
antara masyarakat dengan pemerintah, atau pihak lainnya di kemudian hari.
Peraturan perundang-undangan
Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan
agar proses reklamasi pasca penambangan dapat berjalan dengan baik. Dalam
UU No. 4 tahun 2009 tentang penambangan bahan mineral dan batubara
dinyatakan bahwa pemegang izin usaha penambangan harus melaksanakan
reklamasi pasca penambangan. Khusus untuk aktivitas penambangan dalam
kawasan hutan, maka pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang juga harus
mengacu pada UU no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
Kontrak Karya
1. Hutan 256.418,92 455.162,
32.073,715 1.410,188 165.259,186
Lindung 5 014
2. Hutan 160.478,
90.711,041 10.243,625 12.049,439 47.474,265
Produksi 370
3. Hutan
193.073,78 334.767,
Produksi 25.795,199 1.746,003 114.152,649
8 639
Terbatas
14
Tabel 6. Luas izin penambangan yang bertumpang tindih dengan
kawasan hutan (Lanjutan..)
4. Hutan
87.045,8
Produksi 13.534,937 15.871,871 288,341 57.350,658
07
Dikonversi
5. Hutan 39.604,3
30.382,291 775,738 - 8.446,283
Konservasi 12
6. Areal
1.250.094, 1.836.60
Penggunaan 458.844,852 33.275,029 94.388,960
018 2,859
Lain
1.834.215, 2.913.66
Luas 543.605,000 48.769,000 487.072,001
000 1,001
Sumber : Direktorat Teknik Lingkungan Mineral, Batubara, dan Panas Bumi
(2009)
15
mengandung unsur atau senyawa beracun, seperti pirit, dengan tanah pucuk, dengan
cara mengenali sifat-sifat lapisan tanah sebelum penggalian dilakukan, (b)
menggali tanah pucuk sampai lapisan yang memenuhi persyaratan untuk tumbuh
tanaman, (c) menempatkan galian tanah pucuk pada areal yang aman dari erosi dan
penimbunan bahan galian lainnya, (d) menanam legum yang cepat tumbuh pada
tumpukan tanah pucuk untuk mencegah erosi dan menjaga kesuburan tanah.
Penataan lahan
Penataan lahan dilakukan untuk memperbaiki kondisi bentang alam, antara lain
dengan cara: (a) menutup lubang galian (kolong) dengan menggunakan limbah
tailing (overburden). Lubang kolong yang sangat dalam dibiarkan terbuka, untuk
penampung air; (b) membuat saluran drainase untuk mengendalikan kelebihan air,
(c) menata lahan agar revegetasi lebih mudah dan erosi terkendali, diantaranya
dilakukan dengan cara meratakan permukaan tanah, jika tanah sangat
bergelombang penataan lahan dilakukan bersamaan dengan penerapan suatu teknik
konservasi, misalnya dengan penterasan, (d) menempatkan tanah pucuk agar dapat
digunakan secara lebih efisien. Karena umumnya jumlah tanah pucuk terbatas,
maka tanah pucuk diletakan pada areal atau jalur tanaman. Tanah pucuk dapat pula
diletakkan pada lubang tanam.
16
penutup tanah sangat menentukan keberhasilan reklamasi lahan pasca
penambangan. Karakteristik cover crop yang dibutuhkan, sebagai berikut: mudah
ditanam, cepat tumbuh dan rapat, bersimbiosis dengan bakteri atau fungi yang
menguntungkan (rhizobium, frankia, azospirilum, dan mikoriza), menghasilkan
biomassa yang melimpah dan mudah terdekomposisi, tidak berkompetisi dengan
tanaman pokok dan tidak melilit. Pada areal bekas tambang nikel PT Inco (Ambodo,
2008) menggunakan dua jenis rumput (Echinocloa sp. dan Cynodon dactylon) serta
dua jenis legum (Macroptilium bracteatum dan Chamaecrista sp.) sebagai cover
crop. Selain itu juga dicampurkan tanaman legum lokal seperti Clotalaria sp.,
Theprosia sp., Calindra sp., dan Sesbania rostata. Dengan campuran jenis tersebut
dalam waktu dua bulan setelah penanaman didapatkan penutupan lebih dari 80%.
Kemampuan tanaman penutup untuk mendukung pemulihan kualitas tanah sangat
tergantung pada tingkat kerusakan tanah Santoso et al. (2008) menyatakan bahwa
sebaiknya cover crop ditanam pada tahun pertama dan kedua proses reklamasi.
17
pioner sebaiknya dilakukan pada tahun ke 3-5, setelah penanaman tanaman penutup
tanah.
18
2.2.5 Peluang pemanfaatan lahan ex-tambang untuk pertanian
Ditinjau dari aspek teknis, areal bekas tambang dapat digunakan untuk budidaya
pertanian jika telah dilakukan perbaikan kondisi lahan, dan selanjutnya dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan produktif seperti untuk pertanian. Dari aspek
kualitas tanah, kendala utama rehabilitasi lahan adalah rendahnya kandungan unsur
hara dan bahan organik, toksisitas unsur tertentu, kemampuan tanah dalam
menjerap hara dan air, pH tanah, dan sifat fisik tanah yang sangat buruk. Untuk
mempercepat pemulihan kualitas tanah (fisik, kimia dan biologi), juga dapat
digunakan bahan pembenah tanah atau amelioran, seperti bahan organik; kapur,
tanah liat, dan abu terbang. Senyawa humat dapat digunakan sebagai pengganti
bahan organik (Iskandar, 2008). Zeolit merupakan bahan pembenah mineral yang
dapat meningkatkan KTK (kapasitas tukar kation) tanah. Pupuk hayati dapat
digunakan untuk memperbaiki sifat biologi tanah, misalnya pemanfaatan fungi
mikoriza sebagai pemicu pertumbuhan tanaman (Santoso dkk., 2008; Sitorus dkk.,
2008). Pemanfaatan lahan bekas tambang seyogianya mengarah kepada
keberlanjutan perekonomian daerah dan masyarakat, tanpa mengabaikan fungsi
lingkungan, diantaranya berupa polikultur perkebunan dengan kehutanan. Sebagai
contoh, PT Inco (Ambodo, 2008) telah membuat plot contoh polikultur coklat dan
tanaman kehutanan lokal yang bernilai ekonomi tinggi. Dalam percobaan ini, 1 ha
cover crop cukup untuk memberi pakan 10 ekor sapi pedaging dari jenis Brahman.
Dalam jangka pendek, dihasilkan daging sapi potong, dan kotoran sapi digunakan
untuk pupuk tanaman coklat. Dalam jangka menengah (3-4 tahun) hasil tanaman
coklat sudah dapat dipetik, dan dalam jangka panjang dapat dipanen kayu-kayu
yang bernilai ekonomi tinggi, yang ditanam di sela-sela tanaman coklat Selain
untuk tanaman perkebunan, lahan ex tambang berpeluang dimanfaatkan untuk
budidaya tanaman semusim termasuk padi sawah. Salah satu tantangan untuk
mencetak sawah pada areal bekas tambang adalah dalam pembentukan lapisan
tapak bajak, yang merupakan komponen penting dalam sistem pengelolaan air pada
lahan sawah. Keberhasilan akan sulit diperoleh, apabila hanya dilakukan pelapisan
permukaan tanah dengan tanah pucuk. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai
manipulasi untuk mempercepat pembentukan lapisan kedap, terutama jika tekstur
19
tanah didominasi pasir. Usaha yang dapat dilakukan adalah pemadatan tanah pada
lapisan di bawah lapisan olah, perlu juga dicoba untuk menggunakan bahan perekat
seperti semen, atau senyawa organik untuk mempercepat pembentukan lapisan
kedap, namun sebelum teknologi ini diterapkan secara luas, diperlukan terlebih
dahulu pengkajian lebih mendalam, baik aspek teknis maupun aspek perhitungan
ekonominya. Setelah dilakukan penataan lahan untuk sawah, lahan tidak dapat
langsung digunakan untuk tanaman padi, perlu direhabilitasi dulu dengan
menggunakan tanaman penutup tanah dari jenis kacang-kacangan (legume),
sehingga perbaikan status bahan organik akan berjalan secara insitu. Perbaikan
iklim mikro dan kondisi biologi tanah juga sudah berjalan, saat penanaman padi
dilakukan. Kandungan logam berat dalam tanah maupun air irigasi juga harus
diidentifikasi terlebih dahulu, untuk menghindari pencemaran produk pangan yang
dihasilkan. Hasil analis jaringan tanaman padi yang dihasilkan pada areal bekas
tambang timah di Babel menunjukkan kandungan besi dalam seluruh jaringan
tanaman (akar, batang/daun dan beras) melebihi batas yang ditoleransikan.
Kandungan Pb dalam akar juga berada di atas ambang batas (Tabel 7). Oleh karena
itu untuk mengurangi kadar logam berat dalam tanah penting untuk dilakukan
penanaman penutup tanah dalam jangka waktu tertentu tergantung kandungan
logam beratnya dan pemberian sumber bahan organik lainnya.
20
diperlukan perencanaan penutupan tambang yang terintegrasi dengan kondisi
lingkungan. Sebagai upaya berkelanjutan, rencana rehabilitasi lahan pasca tambang
juga harus mengacu kepada undang-undang yang mengatur peruntukan lahan dalam
areal konsesi dan kerangka rencana penutupan lahan pasca tambang, yaitu: (1)
Restorasi dan konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity) baik flora maupun
fauna pada kawasan hutan lindung, (2) evaluasi atau studi alternatif pemanfaatan
lahan yang berbasis kehutanan untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat di
masa mendatang pada areal APL (areal penggunaan lain) dan hutan produksi
(Ambodo, 2008), dan (3) evaluasi atau studi alternatif pemanfaatan lahan yang
berbasis pertanian pada areal non kehutanan atau pada areal APL atau hutan
produksi yang secara peraturan perundangundangan dan kesesuaian lahan
memungkinkan untuk dikonversi.
Tabel 7. Kadar logam berat dalam tanaman dan kadar yang dapat ditoleransikan
Unsur Kandungan dalam
Akar Batang dan Beras Kadar yang
daun ditolenrasikan*
Ppm
Fe 26.471,67 2,784,67 232,33 1.500
Mn 55,67 245,00 106,00 2.000
Cu 1,67 1,33 1,00 100
Pb 17,33 3,67 0,00 10
Sumber : Maekert (1994) dalam Sitorus dkk. (2008)
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri tertentu
yang akan diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah lahan eks-tambang yang
ada di Palaran.
22
3.6 Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran generasi muda dalam
reklamasi lahan eks-tambang.
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
24
batubara, pengangkutan batubara dan suara mesin crushing pada saat pengolahan
batubara.
Kualitas udara yang mengalami penurunan adalah berupa peningkatan
kadar debu atau TSP (Total suspended Particulate) oleh karena itu tolok dampaknya
adalah tingginya kandungan TSP dalam udara ambien yang melebihi tingkat Baku
Mutu Lingkungan menurut Pp No. 41 Tahun 1999 yaitu kurang dari 0,26 ug/m3
Sedang tolok ukur kebisingan adalah daerah pemukiman yang tidak lebih dari dBA
dan untuk areal tambang serta pengolahan batubara adalah 70 dBA berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep48/MENLH/11/1996.
Harfani (2007) menyatakan bahwa parameter lingkungan yang dipantau adalah
parameter kualitas debu udara ambien (TSP) mengacu pada Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran udara.
Untuk parameter H2s dan NH3 mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No Kep-50/MENLH/11/1996 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan. Sedangkan untuk parameter kebisingan yang dipantau adalah tingkat
kebisingan tidak melebihi baku mutu menurut Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. Kep. 48/MENLH/11/1996, untuk baku mutu nilai kebisingan.
(3) Fisiografi, sumber dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan
penambangan batubara, merupakan sumber dampak perubahan bentuk fisiografi
lahan yang berasal dari kegiatan pengupasan tanah penutup hingga penggalian
batubara. Perubahan bentuk lahan adalah kelerengan < 15 dan panjang lereng > 50
meter untuk keperluan jalan, sementara pada lahan cukung dalam mengakibatkan
terjadinya genangan air akibat kegiatan penambangan, oleh karena itu tolok
ukurnya adalah kelerengannya < 25 % dan panjang lereng disesuaikan ketinggian
topografi. Parameter lingkungan yang dipantau adalah perbedaan ketinggian
topografi sebelum/sesudah penggalian pada areal wilayah penambangan, tumpukan
tumpukan tanah longsoran disekitar areal penimbunan kurangnya estetika
lingkungan.
(4) Erosi/Longsor, sumber dampak semua aktifitas pembukaan lahan
akan berdampak pada terjadinya erosi dan longsor. Pada tahap persiapan kegiatan
yang diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap peningkatan laju
25
erosil/longsor pada tubuh/badan sungai adalah kegiatan pembukaan lahan dan
pembuatan jalan. Tolok ukur nilai ambang batas dari laju erosi yang diukur dengan
pengukuran secara langsung atau pengukuran tidak langsung dan adanya erosi
adalah parameter TSS pada air run-off berdasarkan SK Gub. Kaltim No. 339 tahun
1988. Parameter lingkungan yang dipantau adalah peningkatan laju pertumbuhan
erosi tanah yang diukur dengan metode USLE, dimana faktor-faktor penentu yang
harus dipelajari adalah besamya. curah hujan bulanan, sifat sifat tanah, lereng serta
penggunaan lahan dan penerapan tindakan konservasi tanah.
(5) Kualitas Tanah, sumber dampak terjadinya penurunan kualitas tanah
yang terjadi pada persiapan, operasi dan pasca operasi adalah berupa penurunan
tingkat kesuburan. Data sifat-sitaf kimia tanah hasil analisa tanah terdiri dari
kandungan bahan organik tanah P dan K tersedia sera pH. Tolok ukur kualitas tanah
adalah pada sifat fisik tanah dan ketebalan tanah top dan sub soil (solum tanah) dan
untuk menentukan tingkat kesuburan tanah adalah didasarkan atas kriteria
kesuburan tanah oleh PPT Bogor (1983). Parameter lingkungan yang dipantau
adalah tingkat kesuburan dan daya dukung tanah atas kriteria kesuburan tanah oleh
PPT Bogor (1983).
(6) Drainase, sumber dampak pada tahap persiapan kegiatan yang
diperkirakan menimbulkan damapk negati adalah pembersihan lahan dan
pembangunan jalan. Tolok ukur dari parameter drainase tidak selalu banjir dan
kekeringan baik pada lokasi bekas kegiatan tambang mapun pasca tambang, selain
itu sebagai tempat mengalir air sungai setempat. Parameter lingkungan yang
dipantau adalah tidak terjadinya banjir maupun kekeringan baik pada lokasi bekas
kegiatan tambang mapun pasca tambang, seiain itu sebagai tempat mengalir air
sungai lokal.
(7) Sedimentasi, sumber dampak yang diperkirakan timbul pada tahap
operas penambangan adalah berassal dari kegiatan penambangan yaitu pengupasan
lahan, penggalian batubara, stockpile, pengolahan, stockpile loading. Tolok ukur
dampak adalah terjadinya tidak pengendapan atau pendangkalan pada badan-badan
sungai atau parit. Potensi sedimentasi dapat tergambarkan muatan padatan
tersuspensi pada air yang berasal dari daerah tambang. Parameter lingkungan yang
26
dipantau adalah tingkat beban sedimentasi (TSS) berupa pengendapan atau
pendangkalan pada sungai atau parit. Potensi sedimentasi dapat tergambarkan dari
muatan padatan tersuspensi pada air yang mengalir dari daerah tambang.
(8) Kualitas Air, penurunan kualitas udara diakibatkan oleh adanya
kegiatan- kegiatan pembuatan jalan, penggalian tanah penutup dan batubara,
penumpukan tanah penutup dan batubara. Kegiatan pengupasan tanah pucuk,
penambangan batubara, pembukaan lahan untuk areal waste dump dan penimbunan
tanah penutup (tanah npucuk dan tanah penutup), pengelolaan dan penimbunan
batubara serta proses pencucian batubara merupakan sumber dampaknya
penurunan kualitas air. Meningkatnya erosi dan adanya aliran air asam tambang
yang masuk ke sungai akan mengakibatkan kandungan padatan tersuspensi dan
kekeruhan air permukaan meningkat serta sifat keasaman air akan meningkat.
Selain itu ada sarana penunjang seperti generator dan perbengkelan akan
menghasilkan limbah yang bias menghasilkan oli yang tercecer ke badan sungai.
Tolok ukur dampaknya adalah tingginya tingkat kandungan TSS dalam air, DO,
pH, H2S pada air yang mengalir keluar areal penambangan batubara yang melebihi
tingkat baku mutu lingkungan menurut SK Gub Kaltim No. 339 Tahun 1988. Untuk
kualitas air limbah menggunakan SK Gub No. 26 Tahun 2002. Parameter yang
dipantau adalah kualitas air (TSS, pH, DO, H2S) di sungai dan daerah pelabuhan
yang mengacu kepada SK Gub, Kaltim No. 339 Tahun 1988 dan SK Gub, No. 26
Tahun 2002 tentang baku mutu limbah cair industri pertambangan (Suprapto,
2006).
(9) Vegetasi, sumber dampak negatif yang terjadi yang diperkirakan pada
tahap persiapan adalah kegiatan pembersihan lahan (land cleanng). Tolok ukurnya
adalah jenis alam dan tingkatnya, jenis introduksi dan pertumbuhannya. Parameter
yang dipantau adalah parameter jumlah populasi, potensi vegetasi keanekaragaman
hayati dan penutupan tajuk, keutuhan dan keamanan kawasan berhutan di daerah
operasi penambangan dan dengan kondisi rona awal
(10) Satwa Liar, sumber dampak negatif yang terjadi pada tahap persiapan
adalah kegiatan pembersihan lahan (land clearing). Tolok ukumya adalah
kehadiran satwa (binatang liar, unggas, mamalia dan lainnya) di lokasi tambang dan
27
sekitamya. Parameter yang dipantau adalah, jenis kelimpahan dan kondisi habitat
satwa liar di kawasan penambangan.
28
pendangkalan sungai dan menurunnya kesuburan tanah karena badan top soil yang
berada di permukaan tanah akan ikut terkikis bersama-sama air yang mengalir, serta
dampak lanjutan seperti terganggunya kehidupan biota perairan (plankton, benthos,
nekton) karena kekeruhan yang terjadi. e) Dampak Air Asam Tambang, Acid Rock
Drainase (ARD) atau air asam batuan di areal yang berasal dari tempat pembuangan
batuan yang tidak terencana dengan baik akan menyebabkan air asam tambang. Hal
ini terjadi karena adanya oksidasi mineral-mineral sulfida dalam batuan yang
dipercepat oleh bakteri, cuaca panas dan curah hujan yang tinggi. ARD dan
limpasan sedimen merupakan faktor utama yang dapat memunculkan kualitas udara
(Suprapto, 2006).
(2) Aspek Kesehatan, tanah di lokasi pertambangan umumnya
menunjukkan reaksi tanah sangan masam sampai netral, baik tanah lapisan atas (0-
20 cm) dengan pH air berkisar 2,70 6,60 maupuan tanah lapisan bawah (20-60 cm)
dengan pH air berkisar 3.70-7.00 dan kandungan bahan organik tanah yang tersebar
terdapat di lokasi areal lahan reklamasi, km yaitu 2.68%. Air asam yang keluar dari
kegiatan penambangan yang tidak dikelola dengan baik akan berakibat terhadap
menurunnya kesuburan tanah karena air asam dapat melarutkan unsur hara yang
ada di tanah juga bisa melarutkan logam-logam berat yang tersimpan di tanah besar
apabila logam-logam berat ini ke lingkungan seperti Hg, Mn dan Fe serta ogam
berat lainnya.
Dampak kesehatan dalam jangka panjang apabula termakan oleh manusia
maupun mahkluk hidup lainnya menyebabkan berbagai penyakit seperti
menurunnya lQ pada anak, idiot, serta dapat menyebabkan penyakit kanker.
Dampak kesehatan dalam jangka pendek adalah timbulnya penyakit ISPA akibat
dari debu yang dihasilkan dari kegiatan penambangan. Penyakit Infeksi saluran
Pernapasan akut (ISPA) merebak di daerah/lokasi sekitar pertambangan batubara.
Pada tahun 2007 dinas kesehatan mencatat ada 19.375 kasus. Angka ini meningkat
dari tahun sebelumnya sebelumnya 17.373 penderita. Tahun 2009, 2.233 bayi dan
5.071 anak-anak menderita ISPA (Koran Tempo 23 Juli 2010).
(3) Aspek Ekonomi sosial Budaya, selain kerusakan lingkungan, esploitasi
batubara juga menyebabkan berkurangnya lahan pertanian penduduk. Di daerah
29
Kutai Kertanegara khususnya Tenggarong seberang, sebagai wilayah sentra
produksi pertanian, peran Tenggarong Seberang cukup di dalam menyuplai pangan
dan hortikultura untuk Kalimantan Timur, karena produksi komoditas petani
Tenggarong Seberang selama ini dipasarkan ke Samarinda, Balikpapan, Bontang
sampai dengan Sengatta. Namun, di samping kondisi yang cukup menggembirakan,
di sisi lain ada kendala yang butuh perhatian, keseriusan dan komitmen semua
pemangku kepentingan yang peduli pada bidang pertanian untuk mengatasinya.
Maraknya eksploitasi batubara menjadi kekhawatiran akan menyempitnya luasan
areal pertanian (Kaltim Post 24 Juni 2009).
Limbah yang menimbulkan akibat pertambangan sangat mengganggu
produktivitas lahan, bahkan terdapat lebih dari 100 hektare lahan produktif di desa
Bangun Rejo yang kini tidak dapat ditanami komoditas apapun karena selalu
terendam air. Genangan air terseb disebabkan oleh limbah yang mengakibatkan
pendangkalan sungai sehingga luapan air hujan maupun air pasang dari sungai
Mahakam tertahan dan tidak dapat tersalur kembali ke sungai Mahakam.
Dampak lain dari industri ini adalah merebaknya korupsi di tingkat
kabupaten/kota (Koran Tempo 23 Juli 2010).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Peran Generasi Muda dalam Reklamasi Lingkungan Pasca Pertambangan
Batubara
Pembangunan industri pada sektor usaha bidang pertambangan adalah suatu
upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara dan bila ditinjau dari segi
pola kehidupan masyarakat sangat berhubungan langsung dengan peningkatan
kebutuhan barang dan jasa, pemakaian sumber-sumber energi, dan sumber daya
alam. Penggunaan sumber daya alam secara besar-besaran tanpa suasana
lingkungan dapat mengakibatkan berbagai segi negatif yang terasa dalam jangka
pendek maupun dalam jangka panjang. Pembangunan berkelanjutan merupakan
suatu upaya dan pendekatan dalam pemanfaatan sumber daya alam yaitu suatu
pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
30
Balittanah (2010) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan secara
implisit mengandung arti penting untuk memaksimalkan hasil pembangunan
dengan tetap menjaga kualitas sumber daya alam. Pengelolaan lingkungan bagi
industri di bidang usaha tambang batubara merupakan hal penting dari suatu
kegiatan usaha yang harus dilakukan agar industri tetap berjalan dan berkelanjutan.
Pembangunan industri yang berkelanjutan mencakup tiga aspek yaitu lingkungan,
ekonomi dan sosial/kesempatan yang sama bagi semua orang. Aspek lingkungan
tidak berdiri sendiri namun sangat terkait dengan dua aspek lainnya. Dalam
kegiatan internal industri, peluang untuk memadukan aspek lingkungan dan
ekonomi sangat besar, tergantung cara membangun lingkungan dengan bijak dan
menguntungkan.
Faktor sosial yang sebagian besar terkait dengan masyarakat atau di luar
industri juga sangat terkait dalam lingkungan lingkungan. Kaitan aspek lingkungan
dengan ekonomi dan sosial dalam kegiatan industri tambang batubara merupakan
hal yang penting dalam menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan dan
keselamatan masyarakat sekitar, untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan
meningkatkan kualitas hidup, dengan daya pemakaian sumber daya alam dan
bahan-bahan beracun, timbunan timbunan limbah dan pencemar selama daur hidup
produk sehingga tidak mengorbankan generasi mendatang dalam memenuhi
kebutuhannya (Suprapto, 2001).
Salah satu upaya program pemerintah untuk melakukan pengawasan bagi
pelaku usaha pertambangan terhadap masalah pencemaran dan kerusakan
lingkungan adalah dengan mengikutsertakan melalui kegiatan PROPER (Program
Penilaian Peringkat Kinerja) terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Untuk
mewujudkan hal ini pemerintah telah berupaya mengelola lingkungan untuk
mencegah dan mengurangi laju penurunan kualitas lingkungan, namun
kenyataannya belum mampu mengimbangi laju penurunan kualitas lingkungan ,
Pemerintah memperhatikan kondisi perubahan alam yang mengkhawatirkan hal ini
sehingga mengeluarkan kebijakan Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan hidup. Sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang
No. 23 Tahun 1997 tersebut, pengelolaan lingkungan hidup adaiah upaya terpadu
31
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, perawatan, pemulihan, pengawasan dan
pengendalian lingkungan hidup, dengan sasaran tercapainya keselarasan hubungan
antara manusia lingkungan hidup; terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara
bijaksana; dan terwujudnya manusia sebagai insan lingkungan (Harfani, 2007).
Upaya reklamasi daerah bekas tambang batubara perlu dilakukan antar pihak
bukan hanya pemerintah daerah, stakeholders, dan masyarakat akan tetapi perlu
melibatkan perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi yang berada di daerah
Kalimantan Timur. Perlunya melibatkan perguruan tinggi yang ada di daerah
Samarinda dan sekitarnya, antara lain dengan memanfaatkan tenaga ahli dan
sumber daya yang ada diperguruan tinggi untuk pengelolaan lingkungan sebelum
dan setelah kegiatan pertambangan dilakukan, serta melakukan penelitian-
penelitian yang ada dengan pengelolaan dan reklamasi.
Generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang dapat diandalkan untuk
menjaga dan melestarikan kekayaan alam yang ada. Tugas pokok generasi muda
adalah ikut menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam yang sangat
penting dalam membantu pemerintah daerah untuk menanggulangi berbagai
masalah yang ada di daerah di mana generasi muda tersebut berada, termasuk
masalah mengatasi permasalahan lingkungan nang terjadi di daerah akibat kegiatan
pertambangan batubara seperti didaerah sekitar Samarinda Kalimantan Timur.
Pelaksanaan reklamasi lahan bekas pertambangan batubara di daerah sekitar
Samarinda Kalimantan Timur, meliputi (1) pengisian kembali bekas galian, dimana
perubahan bentuk fisiologi lahan bekas galian batubara perlu ditutup dan ulangi
untuk mengurangi akibat buruk seperti erosi dan longsor, genangan air asam akibat
pertambangan, serta mengembalikan nilai estetika lingkungan. Perguruan tinggi
dapat dilibatkan dalam kegiatan ini antara lain dalam proses penelitian awal
sebelum lahan dikelola, misalnya dengan melakukan analisis lingkungan di lokasi
yang akan dijadikan daerah pertambangan, (2) revegetasi dengan memilih tanaman
yang mudah tumbuh, revegetasi ditujukan untuk tanaman yang hilang, jenis yang
ditanam antara lain: Sengon (Albaziz faltacaria), Akasia (Accasia mangium),
Angsana (Pterocarpus indicus), Lamtoro (Laucaena glauca), dan tanaman lain
32
yang cepat tumbuh. kegiatan revegetasi ini dapat memanfaatkan sumberdaya yang
ada di perguruan tinggi, antara lain melibatkan mahasiswa dalam kegiatan
penanaman di areal yang akan direvegetasi, dan memanfaatkan hasil penelitian
yang cocok untuk ditumbuhkan di areal bekas pertambangan, mengenai tanaman
termasuk pertambangan batubara.
(3) Pengurangan Berbagi debu, dengan melakukan penyiraman jalan lintas
produksi dari lokasi tambang daerah yang berdekatan dengan pemukiman
penduduk, dilakukan secara periodik pada musim kemarau. Perguruan tinggi dapat
dilibatkan dalam kegiatan ini, misalnya dengan melibatkan staf pengajar/dosen
untuk mengadakan penyuluhan pada masyarakat di sekitar daerah pertambangan,
penyuluhan kepada karyawan dan pengelola pertambangan, bahkan dapat
melibatkan mahasiswa dalam aksi simpatik dalam perusahaan pengelola
pertambangan.
Penyiraman jalan dapat dilakukan dengan water truck dengan water sprayer,
yang memanfaatkan air yang berasal dari sungai yang ada di sekitar tambang
memperlambat laju kendaraan pada saat melewati jalur yang dekat dengan
pemukiman penduduk, yaitu dengan kecepatan maksimal 15 km/jam, melakukan
revegetasi baik di kiri-kanan jalan tambang dan jalan angkut, maupun di areal
rencana penambangan yang berfungsi sebagai biofilter terhadap debu-debu yang
beterbangan, selain itu dilakukan juga penanaman pohon cepat tumbuh di sebelah
kiri-kanan ruas jalan akses dengan sistem posisi tanam zig zag, melakukan
pengerasan jalan dengan menghamparkan material slit stone/tanah merah,
membatasi tinggi penimbunan 4-6 m, mengatur jalan pengangkutan dengan
membuat rambu-rambu dan polisi tidur, melakukan pengujian/pengukuran emisi
udara dan debu (Tain dan Suhandi, 2001).
(4) Pengelolaan lingkungan untuk mengurongi tingkat kebisingan, dengan
membuat daerah buffer zone selebar 50 m dan melakukan penanaman dengan
tingkat kerapatan yang cukup sebagai penahan angin, karyawan diberi ear plug dan
bagi operator mesin dibagikan ear muff, merawatan dan kontrol peralatan yang
diberikan mesin pengujian/pengukuran kebisingan, penyediaan sarana kesehatan
dan tenaga medis (Harfani, 2007). Peran perguruan tinggi dapat dilakukan dengan
33
mengadakan penelitian yang ada dengan cara-cara untuk mengurangi kebisingan di
daerah sekitar pertambangan.
(5) Pengelolaan lingkungan untuk mengurangi pencemaran limbah cair,
dengan membuat oil trap dan untuk oli-oli bekas di dalam drum, membuat tempat
untuk penumpukan sementara limbah B3 untuk menampung drum-drum yang berisi
limbah B3 berupa, oli bekas, dan filter bekas, menylurkan limbah disimpan pada
tempat penampungan sementara dengan pihak pembeli yang telah memiliki ijin
KLH dan sesuai dengan peraturan daerah (Harfani, 2007). Selain melakukan
penelitian, pemanfaatan sumberdaya yang ada di perguruan tinggi untuk
mengurangi pencemaran limbah merupakan peran yang dapat disumbangkan bagi
pengelolaan lingkungan daerah, pengelolaan lingkungan daerah pertambangan.
(6) Pengelolaan lingkungan untuk mengurangi penurunan kualitas tanah,
kesuburan, dan erosi, dengan melakukan penataan lahan, mengamankan top soil
dan dipishkan dengan sob soil melakukan penanaman dengan tanaman penutup
(cover crops), membuat, menata dan merawat saluran drainase. Perguruan tinggi
dapat membantu dalam hal penelitian yang sesuai dengan masalah yang ditemui,
mengadakan penyuluhan baik pada karyawan perusahaan, dan masyarakat sekitar
daerah pertambangan.
(7) Pengelolaan lingkungan untuk mengurangi dampak pencemaran dan
kerusakan lahan penduduk, dengan melaksanakan ganti rugi/kompensasi pada
pembebasan lahan dengan harga sesuai kesepakatan dan dimusyawarahkan,
memberikan bantuan berupa dana dan bahan melalui program pembinaan
community development, melakukan revegetasi jenis tanaman yang ekonomis,
ekologis dan estetis, mengaktifkan kegiatan penyiraman jalan di sekitarnya
penduduk sesekali periodik (Harfani, 2007). Perguruan tinggi dapat bekerjasama
dengan pemerintah daerah dan masyarakat di sekitar areal pertambangan, misalnya
sebagai penengah di antara masyarakat dan pengelola pertambangan, atau dengan
mengadakan penyuluhan pada masyarakat.
(8) Perlunya rencana tata nuang dan regulasi yang jelas untuk usaha
pertanian masyarakat, kegiatan pertambangan diharapkan dapat memberi
keuntungan juga bagi masyarakat sekitar, perlu pemikiran yang matang agar
34
kegiatan pertambangan batubara tidak mengganggu usaha pertanian yang menjadi
sumber penghidupan masyarakat di sekitar, pemerintah perlu merencanakan tata
ruang dan regulasi yang jelas-jelas untuk kegiatan pertambangan sekaligus upaya
konservasi usaha masyarakat, peraturan perundang-undangan perlu ditetapkan
untuk kepentingan mencegah dampak yang negatif pasca kegiatan pertambangan.
Tenaga ahli yang ada di perguruan tinggi dapat dimanfaatkan dalam membantu
terselenggaranya kegiatan seperti ini.
35
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Batubara sebagai bahan tambang banyak dikelola di daerah Kalimantan
Timur termasuk Samarinda dan sekitarnya. Selain memberi keuntungan bagi
daerah, pertambangan batubara juga menimbulkan kerusakan lingkungan, antara
lain pada aspek geofisika kimia, kesehatan, dan ekonomi sosial budaya, sehingga
kegiatan reklamasi mutlak untuk dilakukan.
Reklamasi daerah pertambangan batubara di sekitar Samarinda Kalimantan
Timur perlu dilakukan secara sewata dengan kegiatan-kegiatan reklamasi sesuai
dengan sumber masalah yang ada di daerah bekas pertambangan tersebut.
Pemerintah daerah perlu menetapkan peraturan peraturan perundang- undangan
daerah mengenai pertambangan batubara yang dilakukan di sekitar Samarinda
Kalimantan Timur untuk mencegah dampak negatif setelah pertambangan selesai.
Kegiatan reklamasi daerah pertambangan batubara perlu dilakukan juga melibatkan
generasi muda di daerah Samarinda dan sekitamya.
5.2 Saran
Perlunya kerjasama pemerintah, pengusaha batubara dengan generasi muda
untuk kegiatan reklamasi pasca tambang batubara di daerah Samarinda dan
sekitamya.
36
DAFTAR PUSTAKA
37