Etika biasa disebut sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang biasa dilakukan.
pendeknya etika adalah ilmu yang secara khusus menyoroti perilaku manusia dari segi moral
bukan dari fisik, etnis dan sebagainya. Definisi etika sangat beraneka ragam tetapi memiliki
satu pengertian yang sama yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan
pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal
baik secara ekonomi / sosial. Selain itu etika juga merupakan salah satu disiplin pokok dalam
filsafat, ia merefleksikan bagaimana manusia harus hidup agar berhasil menjadi sebagai
manusia. (Franz Magnis-Suseno :1999)
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek
yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu
perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam
membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham,
masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-
kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen
dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan
dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
2. Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki
hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus
dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang
lain.
3. Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan
bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara
perseorangan ataupun secara kelompok.
Etika bisnis yang harus dipahami dan dilakukan para profesional, antara lain:
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang
muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya
dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan
yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup
pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur
organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul
seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan
tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
1. Transaksi bisnis
Hal inilah yang membuat komunitas pebisnis terus tumbuh dan interaksi bisnis tetap
berjalan. Namun sayangnya pelanggaran etika dalam berbisnis juga banyak disumbang
oleh aspek yang satu ini. Penipuan dam transaksi bisnis ditambah transaksi bisnis yang
tak transparan membuat etika yang seharusnya dihormati menjadi tercoreng. Hal ini tentu
akan membuat hubungan bisnis menjadi kurang sehat dan bahkan ada pihak yang
dirugikan. Jika hal tersebut sampai terjadi maka bisnis tersebut sudah mengarah ke
kriminalitas yang bisa merugikan.
D. Pelanggaran Etika Bisnis
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas
bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan
Tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat
(AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment
(kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen,
yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business
and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
Pada saat etika bisnis menjadi fenomena global inilah etika bisnis tidak terbatas lagi pada
dunia barat. Pembenaran tentang konsep etika bisnis yang dikemukakan oleh Richard de
George yang menyebutkan bahwa etika bisnis bersifat nasional, internasional dan global
seperti bisnis itu sendiri kemudian menjadi kenyataan. Etika bisnis pada saat itu juga
memasuki wilayah asia, terutama pada negara yang ekonomi paling kuat di luar negara barat
yaitu Jepang. Menyusul etika bisnis di India, prakteknya dilakukan oleh management center
for human values di Kalkuta tahun 1992.
1. Etika Teologis
Pada perkembangan generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari
sistem ajaran agama.Semua agama mempunyai ajaran-ajarannya sendiri-sendiri
tentang nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup
bagi para penganutnya.Karena itu, ajaran etika menyangkut pesan-pesan utama misi
keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib, monk,
dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu.Semua rumah ibadah diisi
dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan masing-masing.
Bagi agama-agama yang mempunyai kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci
itu juga adalah soal-soal yang berkaitan dengan etika.Karena itu, perbincangan
mengenai etika seringkali memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama.
Bahkan dalam Islam dikatakan oleh nabi Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku
diutus menjadi Rasul kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi
utama kenabian Muhammad saw.
2. Etika Ontologis
Dalam perkembangan kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para
filosof dan agamawan sebagai objek kajian ilmiah. Karena filsafat manusia sangat
berkembang pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia
ini.Karena itu, pada tingkat perkembangan pengertian yang kedua, etika itu dapat
dikatakan dilihat sebagai objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah yang saya
namakan sebagai tahap perkembangan yang bersifat ontologis. Etika yang semula
hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi ‘ethics’
dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.
3. Etika Positivist
Dalam perkembangan selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20,
orang mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan
dikhutbahkan secara abstrak dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara
konkrit dan bersifat operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam
suatu bentuk kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang
pernah dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun Al-
Rasyid atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada abad
ke 18 yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam perkembangan generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode
etika di pelbagai bidang organisasi profesi dan organisasi-organisasi publik. Bahkan
sejak lama sudah banyak di antara organisasi-organisasi kemasyarakatan ataupun
organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan Dokter Indonesia,
dan lain-lain yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode Etik Profesi. Dewasa
ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik kepengurusan dan
keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika PNS.Inilah taraf
perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan publik.Namun, hampir
semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat proforma.Adanya dan
tiadanya tidak ada bedanya.Karena itu, sekarang tiba saatnya berkembang kesadaran
baru bahwa kode etika-kode etika yang sudah ada itu harus dijalankan dan ditegakkan
sebagaimana mestinya.
Itu juga sebabnya maka di Eropa, di Amerika, dan negara-negara lain di seluruh
penjuru dunia mengembangkan sistem kode etik dan komisi penegak kode etik itu.
Tidak terkecuali kita di Indonesia juga mengadopsi ide itu dengan membentuk
Komisi Yudisial yang dirumuskan dalam Pasal 24B UUD 1945 dalam rangka
Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Bersamaan dengan itu, kita juga
membentuk Badan Kehormatan DPR, dan Badan Kehormatan DPD, dan lain-lain
untuk maksud membangun sistem etika bernegara. Pada tahun 2001, MPR-RI juga
mengesahkan Ketetapan MPR No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa.
Etika dalam dunia bisnis diperlukan untuk menjaga hubungan baik dan fairness dalam
dunia bisnis. Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas
sendiri, pertama kali timbul di amerika srikat pada tahun 1970-an. Untuk memahami
perkembangan etika bisnis De George membedakannya kepada lima periode.
Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis untuk
menjalankan good business dan tidak melakukan monkey business atau dirty
business. Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen
bisnis yang baik (etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang
mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau
citra buruk dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat.
Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis, dan oleh karenanya membawa serta
tanggungjawab etis bagi pelakunya.
Etika Bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk
mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks. (Weis) .
Etika Bisnis merupakan studi mengenai bagaimana norma moral personal
diaplikasikan ke dalam aktivitas dan tujuan perusahaan (Laura Nash).
Setelah melihat penting dan relevansi etika bisnis ada baiknya jika kita tinjau lebih lanjut apa
saja sasaran dan lingkup etika bisnis itu. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika
bisnis di sini, yaitu:
1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah
yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis
pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan
bisnis secara baik dan etis.
3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis
tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro, yang
karena itu barang kali lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro
semacam ini, etika bisnis berbicara mengenai monopoli, oligopoli, kolusi, dan
praktek-praktek semacamnya yang akan sangatmempengaruhi tidak saja sehat
tidaknya suatu ekonomi melainkan juga baik tidaknya praktek bisnis dalam sebuah
negara.
1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah. Banyak di antara
pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala
cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti
memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan
memanipulasi laporan keuangan.
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil. Hal ini diperkeruh oleh banyaknya
sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi
membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak
yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi
ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan
peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik
bisnis dan manajemen. Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di
bawahnya belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik
bisnis dan manajemen. Di Amerika Serikat terdapat sebuah badan independen yang
berfungsi sebagai badan register akreditasi perusahaan, yaitu American Society for
Quality Control (ASQC)
Perkembangan Etika Bisnis di Indonesia yang dapat kita sebut Etika Bisnis Pancasila
mengacu
pada setiap sila. Menurut Bung Karno, pada pidato kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Pancasila
dapat diperas menjadi Sila Tunggal, yaitu Gotong Royong, atau Tri Sila sebagai berikut:
1. Socio-nasionalisme(Kebangsaan dan Peri Kemanusiaan)
2. Socio-demokrasi (Demokrasi/ Kerakyatan, dan Kesejahteraan Sosial); dan
3. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Syarat mutlak dapat diwujudkannya Etika Bisnis Pancasila adalah mengakui terlebih dahulu
Pancasila sebagai ideologi bangsa, sehingga asas-asasnya dapat menjadi pedoman perilaku
setiap individu dalam kehidupan ekonomi dan bisnis sehari-hari. Baru sesudah asas-asas
Pancasila benar-benar dijadikan pedoman etika bisnis, maka praktek-praktek bisnis dapat
dinilai sejalan atau tidak dengan pedoman moral sistem Ekonomi Pancasila.
Etika bisnis dalam tinjauan di indonesia bisa kita refleksikan pada kondisi krisis ekonomi
sekarang ini. Semakin berlarutnya penanganan krisis membuktikan bahwa etika bisnis di
indonesia masih buruk baik itu di kalangan swasta dalam hal ini pengusaha, pemerintah baik
dari pusat maupun daerah di segala tingkatan. Adanya krisis ekonomi diindonesia disebabkan
oleh kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak transparan, akuntabel, tidak memperdulikan
kepentingan rakyat dan yang lebih utama adalah maraknya praktek KKN (korupsi, kolusi,
nepotisme). Kinerja pemerintah bisa kita lihat pada gambaran menyeluruh dari kondisi bangsa
kita sekarang ini. Kebijakan ekonomi pada waktu itu bila ditinjau dalam prespektif etika
bisnis banyak yang tidak objektif (masuk akal). Hal itu bisa dilihat pada angka-angka sebagai
indikator ekonominya.
Dengan demikian, etika dan moral cenderung dipandang sebagai variabel bebas yang sama
sekali tidak tergantung pada kondisi kualitas sistem kemasyarakat secara menyeluruh.
Kecenderungan seperti itu antara lain tampak pada kecenderungan untuk menyamakan
keberadaan etika dan moral seseorang atau sekelompok orang dengan keberadaan mutiara.
Sumber:
https://www.google.co.id/amp/s/reniashellyana.wordpress.com/2015/12/23/perkembangan-
etika-bisnis-profesi-pada-abad-21/amp/
https://www.google.co.id/amp/s/robiatuladawiyah995.wordpress.com/2015/12/28/perkemban
gan-etika-bisnis-pada-abad-21/amp/