PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai
kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat
modern. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan
dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai
tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu
diperhatikan.
Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi
kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri
terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang
menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga
bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul
dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional maupun taraf internasional.
Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam
hal itu tidak sama. Ketinggalan hukum, dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada
masalah-masalah baru, misalnya, disebabkan perkembangan teknologi.
Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar
pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika
bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan
pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung
jawab di Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat
oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor
lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara
lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor
tersebut merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika
dengan berbagai cara.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka kami mendapatkan batasan dan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana prinsip-prinsip dari etika bisnis?
2. Bagaimana tujuan dari etika bisnis?
3. Bagaimana peran etika bisnis?
4. Faktor-faktor apa saja yang membuat pebisinis melakukan pelanggaran etika bisnis?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika'
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan,
sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang
oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul
kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat kebiasaan (K.Bertens, 2000). Untuk menganalisis arti-arti etika, dibedakan menjadi dua
jenis etika (Bertens, 2000):
1. Etika sebagai Praktis
a. Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan
walaupun seharusnya dipraktekkan.
b. Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral.
2. Etika sebagai Refleksi
a. Pemikiran moral à berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b. Berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai objeknya.
c. Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang.
d. Dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah.
2. Pengertian Bisnis
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau
bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris
“business”, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas,
ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang
mendatangkan keuntungan. Di dalam melakukan bisnis, kita wajib untuk memperhatikan
etika agar di pandang sebagai bisnis yang baik. Bisnis beretika adalah bisnis yang
mengindahkan serangkaian nilai-nilai luhur yang bersumber dari hati nurani, empati, dan
norma. Bisnis bisa disebut etis apabila dalam mengelola bisnisnya pengusaha selalu
menggunakan nuraninya.
Berikut ini ada beberapa pengertian bisnis menurut para ahli :
v Allan afuah (2004)
Bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dana
menjual barang ataupun jasa agar mendapatkan keuntungan dalam pemenuhan kebutuhan
masyarakat dan ada di dalam industry
v T. chwee (1990)
Bisnis merupaka suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan
kebutuhan masyarakat.
v Grifin dan ebert
Bisnis adalah suatu organisasi yang menyediakan barang atau jasa yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan.
v Ronald J. Ebert dan Ricky M. Griffin (2000:80), etika bisnis adalah istilah yang sering
digunakan untuk menunjukkan perilaku dari etika seseorang manajer atau karyawan suatu
organisasi.
v K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogjakarta: Penerbit Kanisius, 2000, Hal. 5), Etika Bisnis
adalah pemikiran refleksi kritis tentang moralitas dalam kegiatan ekonomi dan bisnis
v Velasquez, 2005, Etika Bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar
dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis
v Hill dan Jones, 1998, Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan
benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika
mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah
moral yang kompleks.
v Steade et al (1984: 701) dalam bukunya ”Business, Its Natura and Environment An
Introduction”).Etika bisnis adalah standar etika yang berkaitan dengan tujuan dan cara
membuat keputusan bisnis.
v Business & Society - Ethics and Stakeholder Management, Caroll&Buchholtz, Etika bisnis
adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat
v Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Journal (1988),
memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
1) Utilitarian Approach: setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena
itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan
biaya serendah-rendahnya.
2) Individual Rights Approach: setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak
dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari
apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
3) Justice Approach: para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan
bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan
ataupun secara kelompok.
10. Cara Mengatasi Perusahaan Yang Tidak Menerapkan Etika didalam Bisnisnya
Dalam etika bisnis apabila perilaku mencegah pihak lain menderita kerugian dipandang
sebagai perilaku yang etis, maka perusahaan yang menarik kembali produknya yang memiliki
cacat produksi dan dapat membahayakan keselamatan konsumen, dapat dipandang sebagai
perusahaan yang melakukan perilaku etis dan bermoral.
Pada dasarnya kegiatan bisnis tidaklah hanya bertujun untuk memperoleh keuntungan
sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara melainkan perlu adanya perilaku etis
yang diterapkan oleh semua perusahaan. Etika yang diterapkan oleh sebuah perusahaan
bukanlah salah satu penghambat perusahaan untuk dapat berkompetisi dengan para
pesaingnya melainkan untuk dipandang oleh masyarakat bahwa perusahaan yang menerapkan
etika didalam perusahaan bisnis adalah sebagai perusahaan yang memiliki perilaku etis dan
bermoral. Setidaknya terdapat tujuh alasan yang mendorong perusahaan untuk menjalankan
bisnisnya secara etis yang akan dirangkum sebagai berikut:
1) Meningkatnya harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis.
Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami
sorotan, kritik, bahkan hukuman. Sebagai contoh, Kongres Amerika Serikat memberlakukan
Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act, atau yang dikenal dengan
Sarbane-Oxley (Baron, 2006), setelah Kongres menemukan berbagai kelemahan tata kelola
perusahaan yang terjadi di Enron dan Worldcom. Manipulasi keuangan yang dilakukan oleh
Enron, tidak terlepas dari peran oknum-oknum Arthur Andersen yang bersama-sama dengan
CEO Perusahaan Enron secara sengaja menyembunyikan fakta-fakta keuangan. Belajar dari
kasus ini, kongres menerapkan Sarbanes Oxley Act di mana undang-undang baru ini
menutupi berbagai celah hukum, misalnya dengan melarang akuntan publik yang sedang
mengaudit perusahaan melaksanakan kegiatan konsultasi bagi perusahaan yang sama.
Undang-undang juga menetapkan berdirinya sebuah lembaga independen yang diberi nama
Public Company Accounting Oversight Board yang mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan akuntan.
2) Penerapan etika bisnis mencegah agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang
membahayakan stakeholders lainnya. Sebagai contoh, Pengelolaan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) sampah secara tidak profesional yang dilakukan oleh PD Kebersihan Kota
Bandung di wilayah Leuwi Gajah Kabupaten Bandung telah mengakibatkan bencana
longsornya sampah dengan volume sekitar 20juta meter kubik yang menimpa perumahan
penduduk di sekitarnya sehingga 112 orang meninggal dunia dan kerugian material
masyarakat sekitar tempat pembuangan sampah diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
3) Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sebagai
contoh, sebuah studi yang dilakukan DePaul University menunjukkan bahwa “terdapat
hubungan statistik yang signifikan antara pengendalian perusahaan yang menekankan pada
penerapan etika dan perilaku bertanggung jawab di satu sisi dengan kinerja keuangan yang
baik di sisi lain”. Dalam kasus lain, penerapan etika bisnis di perusahaan terhadap para
manajer dan karyawan perusahaan berupa larangan minum alkohol bagi para pegawai, telah
menurunkan biaya kesehatan dan meningkatkan produktivitas kerja.
4) Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat
meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melakukan hubungan bisnis.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan di antara pihak-pihak yang terlibat
hubungan bisnis terhadap pihak lainnya. Sebaliknya apabila salah satu pihak tidak dapat
dipercaya, maka pihak yang tidak dapat dipercaya ini akan diabaikan oleh mitra bisnisnya
bahkan oleh komunitas bisnis secara umum.
5) Penerapan etika bisnis agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan
karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis. Sebagai contoh, kejahatan pencurian
uang perusahaan yang dilakukan pemilik dan pimpinan perusahaan merupakan faktor
penyebab utama kebangkrutan perusahaan dibanding faktor-faktor lainnya. Demikian pula
kegiatan damping yang dilakukan pesaing luar negeri merupakan perilaku tidak etis yang
dapat merugikan perusahaan domestik.
6) Penerapan etika bisnis perusahaan secara baik di dalam suatu perusahaan dapat
menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja. Contohnya,
perusahaan dianggap bertindak tidak etis apabila di dalam perusahaan terjadi diskriminasi
besaran gaji yang diakibatkan oleh diskriminasi rasial. Perusahaan juga dianggap berlaku
tidak etis apabila perusahaan tidak memberikan kesempatan kemajuan karier yang sama
kepada tenaga kerja yang ada di perusahaan hanya karena terdapat perbedaan ras antara
pekerja yang satu dengan pekerja lainnya.
7) Perusahaan perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya, untuk mencegah
agar perusahaan (yang diwakili para pimpinannya) tidak memperoleh sanksi hukum karena
telah menjalankan bisnis secara tidak etis.
Beberapa alasan diatas dapat mewakilkan banyak perusahaan yang masih menerapkan etika
didalam perusahaan bisnisnya karena selain menjadikan perusahaan tersebut menjadi
perusahaan yang etis dan bermoral alasan lainnya adalah agar perusahaan tidak menelan
kerugian dan mendapatkan pelanggaran-pelanggaran karena tidak menjalankan bisnis secara
etis dan melanggar hak-hak pekerja oleh pemberi pekerja. Sehingga alasan-alasan tersebut
dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada perusahaan-perusahaan bisnis lainnya
yang belum menerapkan etika didalam perusahaan bisnisnya.
11. Sanksi Pelanggaran Yang Akan Diterima Jika Perusahaan Tidak Menerapkan Etika
Didalam Bisnisnya
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih
keuntungan, yang sebagaimana terdapat dalam Pasal 22 yang berbunyi “Pelaku usaha
dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang
tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”. Pasal ini
menjelaskan tentang Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu
pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau untuk menyediakan jasa. Dan unsur dari
bersekongkol itu sendiri adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih, secara terang-terangan
maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya,
membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan, menciptakan persaingan semu,
menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan, tidak menolak melakukan
suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut
dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu, pemberian
kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung maupun
tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum.
Hal diatas adalah pelanggaran yang akan diterima kepada perusahaan yang tidak menerapkan
etika didalam bisnisnya karena memiliki unsur kecurangan. Hal lain yang menjadikan
pelanggaran terhadap perusahaan yang tidak menerapkan etika didalam bisnisnya adalah
pegawai perusahaan yang melakukan pelanggaran Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja
(Code of Conduct) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengenaan sanksi atas bentuk-
bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Komisaris dan Direksi, berpedoman pada anggaran
dasar perusahaan dan keputusan RUPS. Sedangkan pengenaan sanksi terhadap pegawai
perusahaan dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam Peraturan Disiplin Pegawai (PDP)
maupun aturan kepegawaian yang berlaku. Pelaporan adanya dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh pegawai tanpa disertai dengan bukti-bukti pelanggaran dapat dikenakan sanksi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dari contoh pelanggaran diatas kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa yang menjadikan perusahaan untuk menerapkan etika di dalam bisnisnya
bukanlah dari perusahaan itu sendiri melainkan adanya kejujuran dari para pegawai yang
bekerja di perusahaan tersebut sehingga dapat menciptakan suasana kerja yang damai serta
menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang menerapkan etika didalam
bisnisnya.
BAB III
A. Kesimpulan
Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah
harga mati, yang tidak dapat ditawar lagi. Dalam zaman keterbukaan dan luasnya informasi
saat ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan luas.
Memposisikan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis
dan jujur adalah satu-satunya cara supaya dapat bertahan di dalam dunia bisnis saat ini.
Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan beberapa pelaku bisnisnya kurang memperhatikan
etika dalam bisnis.
Etika bisnis mempengaruhi tingkat kepercayaan atau trust dari masing-masing elemen
dalam lingkaran bisnis. Pemasok (supplier),perusahaan, dan konsumen, adalah elemen yang
saling mempengaruhi. Masing-masing elemen tersebut harus menjaga etika, sehingga
kepercayaan yang menjadi prinsip kerja dapat terjaga dengan baik.
Etika berbisnis ini bisa dilakukan dalam segala aspek. Saling menjaga kepercayaan dalam
kerjasama akan berpengaruh besar terhadap reputasi perusahaan tersebut, baik dalam lingkup
mikro maupun makro. Tentunya ini tidak akan memberikan keuntungan segera, namun ini
adalah wujud investasi jangka panjang bagi seluruh elemen dalam lingkaran bisnis. Oleh
karena itu, etika dalam berbisnis sangatlah penting.
B. Saran
Perlu adanya sadar diri didalam hati para pegawai didalam perusahaan yang ingin
menerapkan etika didalam bisnis agar tidak adanya kecurangan atau kebohongan yang terjadi
pada perusahaan itu nantinya dan perlu diterapkannya sanksi atau hukuman yang berat
apabila ada salah satu pegawai yang melanggarnya, sehingga etika di dalam bisnis pun dapat
berjalan dengan baik dan lancer di perusahaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Makalah Etika Bisnis. http://erikatzain. files.wordpress. com/ 2013/ 04
/makalah-etika-bisnis.pdf. diakses pada tanggal 26 November 2014.
Anonim. 2011. Makalah Etika Bisnis, http://antilicious.wordpress.com/ 2011/11/24/ makalah-
etika-bisnis/. Diakses pada tanggal 26 November 2014.
Anonim. 2013. Etika dalam Bisnis.http://rizkiafandi.blogspot.com/2013/10/etika-dalam-
bisnis-tugas-1.html. diakses pada tanggal 26 November 2014.
Anonim. 2012. Tanggung Jawab Sosial. http://yohanesanez. wordpress.com /2012/10/
15/tanggung-jawab-sosial-tugas-2/. Diakses pada tanggal 26 November 2014.
Anonim.2012. Pelanggaran Etika Bisnis. http://anikmugirahayu. blogspot.com /
2012/06/pelanggaran-etika-bisnis.html. diakses pada tanggal 26 November 2014.
Anonim.2011. Pandangan Etika Terhadap Praktek Bisnis. http://henritapangestuti.
blogspot.com/2011/12/pandangan-etika-terhadap-praktek bisnis.html. diakses pada tanggal
26 November 2014.
http://dewity.blogspot.com/2012/10/peran-etika-bisnis-dalam-perusahaan.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/01/peranan-etika-dalam-bisnis
http://arieedwi.blogspot.com/2012/05/etika-dalam-bisnis.html
http://ilerning.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2729:etika-bisnis-
berpengaruh-dalam-berwirausaha-edit-mar&catid=44:dasar-dasar-kewirausahaan&Itemid=69
PERANAN ETIKA DALAM BISNIS
Tiga hal pokok yang dibutuhkan perusahaan untuk mencapai kesuksesan dalam suatu bisnis
menurut Richard De George, yaitu : 1. Produk yang baik 2. Manajemen yang mulus 3. Etika
Selama perusahaan memiliki produk yang bermutu serta berguna bagi masyarakat dan di
samping itu dikelola dengan manajemen yang tepat di bidang produksi, finansial, sumber
daya manusia, dan lain-lain, tetapi tidak mempunyai etika, maka cepat atau lambat akan
hancur dengan sendirinya. Beberapa dekade terakhir ini, etika dalam bisnis dianggap sangat
penting. Dibandingkan dengan usaha dan program yang diadakan untuk meningkatkan
kemampuan manajemen dalam bisnis, perhatian bagi etika dalam bisnis masih terbatas.
Namun akhir-akhir ini peranan etika mulai diakui dan diperhatikan. menggunakan pandangan
ideal, bisnis tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan melainkan untuk
memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Jika dalam bisnis tidak memperhatikan etika, maka
bisnis itu akan mengorbankan hidup banyak orang, bahkan hidup orang bisnis itu sendiri.
1. Bisnis dalam konteks moral Bisnis
Merupakan suatu unsur penting dalam masyarakat. Hampir semua orang terlibat di dalamnya.
Kita membeli barang atau jasa untuk bisa bertahan hidup ataupun setidaknya kita bisa hidup
dengan lebih nyaman. Kita terlibat dalam produksi barang atau jasa yang dibutuhkan oleh
orang lain. Bisnis merupakan suatu unsur mutlak yang diperlukan dalam masyarakat modern.
Bisnis tidak bisa dilepaskan dari aturan-aturan main yang harus diterima dalam pergaulan
sosial, termasuk juga aturan-aturan moral. Tetapi kadang-kadang kehadiran etika bisnis masih
diragukan.
2) Kontrak sosial
Pandangan ini melihat perilaku manusia dalam perspektif sosial. Setiap kegiatan yang kita
lakukan bersama-sama dalam masyarakat, menuntut adanya norma-norma dan nilai-nilai
moral yang kita sepakati bersama. Hidup dalam masyarakat berarti mengikat diri untuk
berpegang pada norma-norma dan nilainilai tersebut. Kalau tidak, hidup bersama dalam
masyarakat menjadi kacau tak karuan. Hidup sosial menjadi tidak mungkin lagi, jika tidak
ada moralitas yang disetujui bersama.
Oleh karena itu beberapa filsuf modern menganggap kontrak sosial sebagai dasar moralitas.
Umat manusia seolah-olah pernah mengadakan kontrak yang mewajibkan setiap anggotanya
untuk berpegang pada normanorma moral. Kontrak ini mengikat kita sebagai manusia,
sehingga tidak ada seorang pun yang bisa melepaskan diri darinya.
De George menegaskan : “morality is the oil as well as the glue of society, and, therefore, of
business”. Moral diibaratkan minyak pelumas, karena moralitas memperlancar kegiatan
bisnis dan semua kegiatan lain dalam masyarakat. ibarat lem, karena moralitas mengikat dan
mempersatukan orangorang bisnis, seperti juga semua anggota masyarakat lainnya. Moralitas
merupakan syarat mutlak yang harus diakui semua orang, jika kita ingin terjun dalam
kegiatan bisnis.
3) Keutamaan
Menurut Plato dan Aristoteles, manusia harus melakukan yang baik, justru karena hal itu
baik. Yang baik mempunyai nilai intrinsik, artinya yang baik adalah baik karena dirinya
sendiri. Keutamaan sebagai disposisi tetap untuk melakukan yang baik, adalah
penyempurnaan tertinggi dari kodrat manusia. Manusia yang berlaku etis adalah baik begitu
saja, baik secara menyeluruh, bukan menurut aspek tertentu saja.
Pikiran tersebut bisa diterapkan dalam situasi bisnis. Orang bisnis juga harus melakukan yang
baik, karena hal itu baik. Atau dirumuskan dengan terminologi modern, orang bisnis juga
harus mempunyai integritas. Dalam pekerjaannya, si pebisnis memang mencari untung.
Perusahaan memang perusahaan for profit. Tetapi pebisnis atau perusahaan tidak mempunyai
integritas, kalau mereka mengumpulkan kekayaan tanpa pertimbangan moral. Selama
pebisnis itu seorang manusia, maka ia tidak bisa dipisahkan dari moralitas.
Patrick Murphy menggunakan istilah ethics statements dan membedakannya menjadi tiga
macam. Pertama, terdapat values statements atau pernyataan nilai. Misi sebuah perusahaan
seringkali menjadi nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh pendiri perusahaan. Kedua, corporate
credo atau kredo perusahaan, yang biasanya merumuskan tanggungjawab perusahaan
terhadap para stakeholder, khususnya konsumen karyawan, pemilik saham, masyarakat
umum, dan lingkungan hidup. Ketiga, kode etik (dalam arti sempit) yang disebut juga code of
conduct atau code of ethical conduct. Kode etik ini menyangkut kebijakan etis perusahaan
berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul (dan mungkin di masa lalu pernah timbul),
seperti konflik kepentingan, hubungan dengan pesaing dan pemasok, menerima hadiah, dll.
Pembuatan kode etik perusahaan adalah cara ampuh untuk melembagakan etika dalam
struktur dan kegiatan perusahaan. Jika perusahaan memiliki kode etik sendiri, ia mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki kode etik. Manfaat
kode etik perusahaan dapat dilukiskan sebagai berikut :
2. Dapat membantu dalam menghilangkan grey area atau kawasan kelabu di bidang
etika. Beberapa ambiguitas moral yang sering merongrong kinerja perusahaan dapat
dihindarkan.
4. Kode etik menyediakan bagi perusahaan-perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya
kemungkinan untuk mengatur dirinya sendiri (self regulation). Dengan demikian, Negara
tidak perlu campur tangan.
Namun dalam kenyataan konkret sering menimbulkan harapan terlalu besar dengan adanya
kode etik perusahaan. Membuat sebuah kode etik ternyata tidak merupakan solusi yang
cukup untuk memecahkan semua kesulitan moral bagi perusahaan. Karena itu tidak
mengherankan bila kode etik perusahaan menemui kritik juga, antara lain :
3. Kritik yang paling berat adalah bahwa jarang sekali tersedia enforcement untuk kode
etik perusahaan. Jarang sekali ada sanksi untuk pelanggaran.
Meskipun kode etik masih menuai kritikan, akan tetapi kode etik perusahaan masih
digunakan untuk merumuskan standar etis yang jelas dan tegas untuk semua karyawan dan
tanggungjawab sosial perusahaan. Supaya kode etik bisa berhasil, berikut ada beberapa faktor
yang bisa membantu:
4. Paling penting adalah bahwa kode etik perusahaan ditegakkan secara konsekuen
dengan menerapkan sanksi. Tetapi tentu saja hal itu harus dilakukan secara adil.
Ethical auditing
Untuk menilai kinerja finansial sebuah perusahaan sudah lama ada standar-standar
accounting yang diterima secara nasional dalam suatu negara dan malah secara internasional.
Jika perusahaan memiliki sebuah kode etik, ethical auditing itu secara khusus terfokuskan
pada kode etik tersebut. Hal itu bisa mudah dimengerti, sehingga dengan demikian metode
tersebut bisa digunakan untuk menegakkan kode etik perusahaan secara sadar dan konsekuen.
Kode etik tidak lagi sebatas perhiasan saja. Pemeriksaan atas kinerja etis dan sosial itu tidak
saja dilakukan terhadap perusahaan, tapi juga terhadap atau tidak.
Setiap dua tahun The Body Shop membiarkan dirinya diaudit dari segi sosial dan etis. Audit
pertama itu dilakukan oleh Institute of Social and Ethical Accountability dan diterbitkan
dengan judul The Values Report 1995 (1996). Dalam audit ini antara lain diperiksa
pelaksanaan dua dokumen etik yang dimiliki perusahaan ini yaitu, The Body Shop Mission
Statement dan The Body Shop Trading Charter.
Bahkan telah ditunjukkan secara empiris bahwa perusahaan yang mempunyai standar etis
tinggi tergolong juga perusahaan yang sukses. Kendatipun tidak ada jaminan mutlak, pada
umumnya perusahaan yang etis adalah perusahaan yang mencapai sukses juga. Good ethics,
good business. Keyakinan ini sekarang terbentuk cukup umum. Namun demikian, hal itu
tidak berarti bahwa harapan akan sukses boleh menjadi satu-satunya motivasi atau justru
menjadi motivasi utama untuk berperilaku etis. Yang baik harus dilakukan karena hal itu baik,
bukan karena membuka jalan menuju sukses, walaupun motivasi itu tidak senantiasa perlu
dihayati secara eksplisit. Sudah sejak Aristoteles, hal itu disebut bertingkah laku “menurut
keutamaan”.
ETIKA DALAM BISNIS INTERNASIONAL
Sejak dahulu kala bisnis – atau pada waktu itu masih terbatas pada “perdagangan” – menjadi
sarana penting untuk mendekatkan negara-negara dan bahkan kebudayaan-kebudayaan yang
berlain-lainan. Kalau dilihat dari perspektif sejarah, perdagangan merupakan faktor penting
dalam pergaulan antara bangsa-bangsa. Bertentangan dengan ekspansi politik yang terus-
menerus membawakan peperangan dan penderitaan bagi negara-negara bersangkutan, maka
perdagangan justru sempat menyebarkan perdamaian dan persaudaraan. Sejarawan besar dari
Skotlandia, William Robertson (1721-1793), menegaskan bahwa “perdagangan memperlunak
dan memperhalus cara pergaulan manusia”.
Hubungan perdagangan dengan pengertian “asing” rupanya masih membekas dalam bahasa
Indonesia, karena salah satu arti “dagang” adalah “orang dari negeri asing”. Dengan saran
transportasi dan komunikasi yang kita miliki sekarang, bisnis internasional bertambah
penting lagi. Berulang kali dapat kita kita dengar bahwa kini kita hidup dalam era globalisasi
ekonomi: kegiatan ekonomi mencakup seluruh dunia, sehingga hampir semua negara
tercantum dalam “pasar” sebagaimana dimengerti sekarang dan merasakan akibat pasang
surutnya pasar ekonomi. Gejala globalisasi ekonomi ini berakibat positif maupun negatif.
Internasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga aspek etis
yang baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diberi perhatian
khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional.
Menyesuaikan diri
Norma-norma moral yang penting berlaku di seluruh dunia. Sedangkan norma-norma non-
moral untuk perilaku manusia bisa berbeda di berbagai tempat. Itulah kebenaran yang
terkandung dalam pandangan ini. Misalnya, norma-norma sopan santun dan bahkan norma-
norma hukum di semua tempat tidak sama. Yang di satu tempat dituntut karena kesopanan,
bisa saja di tempat lain dianggap sangat tidak sopan.
Regorisme moral
Pandangan kedua memilih arah terbalik. Pandangan ini dapat disebut “rigorisme moral”,
karena mau mempertahankan kemurnian etika yang sama seperti di negerinya sendiri.
Mereka mengatakan bahwa perusahaan di luar negeri hanya boleh melakukan apa yang boleh
dilakukan di negaranya sendiri dan justru tidak boleh menyesuaikan diri dengan norma etis
yang berbeda di tempat lain. Mereka berpendapat bahwa apa yang dianggap baik di negerinya
sendiri, tidak mungkin menjadi kurang baik di tempat lain.
Kebenaran yang dapat ditemukan dalam pandangan regorisme moral ini adalah bahwa kita
harus konsisten dalam perilaku moral kita. Norma-norma etis memang bersifat umum. Yang
buruk di satu tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji di tempat di tempat lain. Namun
para penganut rigorisme moral kurang memperhatikan bahwa situasi yang berbeda turut
mempengaruhi keputusan etis.
Imoralisme naif
Menurut pandangan ini dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang pada norma-
norma etika. Kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum (dan itupun hanya sejauh
ketentuan itu ditegakkan di negara bersangkutan), tetapi selain itu, kita tidak terikat norma-
norma moral.
Di bawah ini akan dibahas usulan De George tentang norma-norma etis yang terpenting bagi
KMN.
8. Negara yang memiliki mayoritas sham sebuah perusahaan harus memikul tanggung
jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut.
Norma 8 ini mengatakan bahwa tanggung jawab moral harus dipikul oleh pemilik mayoritas
saham.
9. Jika suatu korporasi multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia wajib
menjaga supaya pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman.
Yang membangun pabrik- pabrik berisiko tinggi harus juga merundingka prosedur- prosedur
keamanan bagi mereka yang menjalankan pabrik tersebut. KMN bertanggung jawab untuk
membangun pabrik yang aman dan melatih serta membina secara sebaik mungkin mereka
yang akan mengoperasikan pabrik itu.
10. Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang, korporasi
multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian rupa, sehingga dapat
dipakai dengan aman dalam negara yang belum berpengalaman.
Menurut norma ini prioritas harus diberikan kepada keamanan. Kalau mungkin, teknologi
harus dirancang sesuai dengan kebudayaan dan kondisi stempat, sehingga terjamin keamanan
optimal.
Sepuluh norma tersebut bisa bermanfaat untuk menciptakan suatu kerangka moral bagi
kegiatan- kegiatan KMN
Alasan pertama dan paling penting adalah bahwa praktek suap itu melanggar etika pasar.
Denagan adanya praktek suap,daya – daya pasar dilumpuhkan dan para pesaing yang sedikit
pun dapat mempengaruhi proses penjualan.
Alasan kedua mengapa praktek itu tidak etis adalah bahwa orang yang tidak berhak,
mendapat imbalan juga.
Alasan ketiga, banyak kasus lain di mana uang suap diberikan dalam keadaan kelangkaan.
Pembagian barang langka dengan menempuh praktek suap mengakibatkan bahwa barang itu
diterima oleh orang yng tidak berhak menerimanya, sedangkan orang lain yang berhak tidak
kebagian.
Alasan keempat adalah bahwa praktek suap mengundang untuk melakukan perbuatan tidak
etis dan ilegal lainnya. Baik perusahaan yang memberi uang suap maupun orang atau instansi
yang menerimanya tidak bisa membukukkan uang suap itu seperti mestinya.