Anda di halaman 1dari 7

III.

MODEL-MODEL INTI
Sub-pokok Bahasan Meliputi:
• Model Tetes Cairan
• Model Kulit

3.1 MODEL TETES CAIRAN

TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS:


Setelah mempelajari Sub-pokok Bahasan Model Tetes Cairan, mahasiswa diharapkan
dapat:
• Menjelaskan konsep model tetes cairan dan persamaan semi empiris model ini
• Menjelaskan koreksi-koreksi terhadap persamaan semi empiris

3.1.1 Konsep Model Tetes Cairan


Saat ini tidak ada teori dasar yang dapat menjelaskan sifat-sifat inti yang teramati.
Sebagai pengganti teori, beberapa model telah dikembangkan, namun hanya beberapa yang
dapat menjelaskan sifat inti.
C. V. Wieszacker pada tahun 1935 mendapati bahwa sifat-sifat inti berhubungan
dengan ukuran, masa dan energi ikat. Hal ini mirip dengan yang dijumpai pada tetes cairan.
Kerapatan cairan adalah konstan, ukurannya sebanding dengan jumlah partikel atau
molekul di dalam cairan, dan penguapannya (energi ikatnya) berbanding lurus dengan
massa atau jumlah partikel yang membentuk tetesan.
Model tetes cairan membawa pada persamaan semi empiris. Massa defek inti
dirumuskan:
m = Zm p + ( A − Z )mn − b1 A + b2 A 2 / 3 + b3 Z 2 A −1 / 3 + b4 ( A − 2Z )2 A −1 + b5 A −3 / 4 (3.1)

Konstanta dalam persamaan (3.1) ditentukan dari eksperimen, yang nilainya:


b1 = 14,0 MeV b3 = 0,58 MeV
b2 = 13,0 MeV b4 = 19,3 MeV
Sedangkan b5 nilanya ditentukan dengan skema berikut:
A Z b5
Genap Genap -33,5 MeV
Genap Ganjil +33,5 MeV
Ganjil - 0

22
3.1.2 Koreksi Persamaan Semi Empiris
Persamaan (3.1) diperoleh dari berbagai koreksi yang dilakukan berurutan. Dengan
energi ikat yang diabaikan, estimasi pertama adalah untuk massa inti yang tersusun dari
proton Z dan neutron N = A-Z adalah Zm p + ( A − Z ) m n

Selanjutnya, estimasi massa ini dikoreksi untuk menghitung energi ikat inti. Lantaran
gaya inti adalah tarik menarik, energi ikatnya menjadi positif, sehingga massa inti menjadi
lebih kecil dibanding massa nukleon yang terpisah-pisah. Dari model tetes cairan,
penguapan panas (energi ikat) berbanding lurus dengan jumlah nukleon A. Sehingga
menghasilkan koreksi sebesar (–b1 A).
Asumsi pada koreksi pertama, yaitu b1 pernukleon, tentu tidak terlalu tepat. Sebab,
hal itu hanya berlaku untuk inti di bagian dalam yang dikelilingi inti yang lain. Sedangkan
inti pada bagian permukaan, pasti terikat lebih lemah. Makanya diperlukan koreksi
permukaan yang besarnya seluas permukaan inti, yaitu (b2 A2/3).
Selanjutnya adalah koreksi dari adanya Energi Coulomb (Ec) antar proton yang tolak-
menolak. Adanya gaya tolak-menolak ini, energi ikat (besanya massa defek) akan lebih
kecil.
Z2 Z2 Z2
Ec ∝ = ∝ (3.2)
R (r0 A1 / 3 ) A1 / 3
Yang memberikan koreksi sebesar (b3 Z2 A-1/3).
Sampai disini bentuk ekspresi massa inti telah didapatkan dari analogi dengan tetesan
cairan bermuatan. Selain itu, muncul koreksi dari mekanika kuantum. Menurut prinsip
pengecualian Pauli, jika terdapat kelebihan netron ketimbang proton atau kebalikannya di
dalam inti, maka energinya (massanya) akan mengalami kenaikan. Akhirnya muncul
koreksi
b4 ( N − Z ) 2 A −1 = b4 ( A − 2Z )2 A −1
Nukleon-nukleon di dalam inti juga cenderung berpasangan. Netron-netron atau
proton-proton akan berkelompok bersama dalam spin-spin yang berbeda. Akibat efek ini
menimbulkan pasangan energi hadir bervariasi sebesar A-3/4 dan bertambah sebesar jumlah
nukleon-nukleon tidak berpasangan.
Rata-rata energi ikat per nukleon diperoleh dari persamaan diatas:

BE / A =
[Zm p + ( A − Z )mn − m c 2 ]
A (3.3)
−1 / 3
BE / A = b1 − b2 A − b3 Z 2 A − 4 / 3 − b4 ( A − 2Z ) 2 − b5 A −7 / 4

23
Dari persamaan diatas jika digambarkan akan tampak seperti gambar 3.1.

Energi ikat per nukleon (MeV)


56
Fe
10

40 80 100 140 200 240


Nomor Mass A

Gambar 3.1 Energi ikat per nukleon


Pendekaan tersebut nampak cukup sesuai dengan hasil eksperimen, meskipun tidak
tepat sama.

3.2 Model Kulit

TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS:


Setelah mempelajari Sub-pokok Bahasan Model Kulit, mahasiswa diharapkan dapat:
• Menjelaskan konsep model kulit inti
• Menjelaskan tingkat-tingkat energi inti

3.2.1 KonsepModel Kulit


Pada model tetesan cairan, nukleon-nukleon tidak diperlakukan secara individu,
tetapi dipandang secara kolektif (rata-ratanya). Model ini berhasil menjelaskan beberapa
sifat inti, seperti rata-rata energi ikat per nukleon. Namun, sifat inti lainya, seperti energi-
energi keadaan eksitasi dan momen magnetik inti, membutuhkan pemakaian model
mikroskopik dalam perhitungan perilaku nukleon-nukleon secara individu.
Menurut data eksperimenl, terbukti bahwa sifat-sifat inti mengalami perubahan pada
N atau Z sebesar 2, 8, 20, 28, 50, 82, atau 126 yang dikenal sebagai “bilangan ajaib”

24
(Gambar cari di buku Krane). Pada bilangan ajaib ini didapatkan bahwa inti berada dalam
keadaan stabil dan berjumlah banyak.
Selain itu, energi-energi keadaan tereksitasi pertama pada “bilangan ajaib”, ternyata
lebih besar dibandingkan dengan inti-inti di luar “bilangan ajaib”. Sebagai contoh perak,
dengan bilangan ajaib Z = 50 memiliki 10 isotop stabil, sehingga energi yang dibutuhkan
untuk melepaskan proton sekitar 11 MeV dan keadaan tereksitasi pertama untuk isoto-
isotop genap-genap (N dan Z bernilai genap) adalah sekitar 1,2 MeV di atas keadaan dasar.
Sebaliknya untuk isotop-isotop terulium (Z = 52) energi yang dibutuhkan untuk
melepas proton 7 MeV dan untuk isotop-isotop genap, keadaan tereksitasi pertama
memiliki energi sebesar 0,6 MeV.
Tampak sekali ada semacam pola sebagaimana pada atom yang elektron-elektronnya
mengisi kulit atom dengan pola tertentu. Kesamaan dalam perilaku ini mengisyaratkan
adanya kemungkinan bahwa beberapa sifat inti dapat dijelaskan dengan model kulit inti.

3.2.3 Tingkat Energi Model Kulit


Struktur kulit atom didapatkan dari suatu deret pendekatan yang berurutan. Pertama
kita asumsikan bahwa tingkat-tingkat energi untuk suatu inti bermuatan Ze telah terisi
penuh oleh elektron-elektron Z dan seolah-olah tidak terjadi interaksi satu dengan yang
lain. Kemudian dibuat koreksi untuk menghitung efek-efek interaksi yang terjadi. Efek
utama, yang menghasilkan pendekatan pertama terhadap tingkat-tingkat kulit,
memunculkan suatu keadaan bahwa secara rata-rata elektron bergerak independen di dalam
medan Coulomb inti.
Jika pendekatan yang sama digunakan untuk mengembangkan gambaran kulit inti,
potensial yang berbeda harus digunakan untuk merepresentasikan gaya-gaya inti. Salah
satu pendekatannya adalah dengan megasumsikan bahwa nukleon-nukleon bergerak di
dalam suatu rata-rata potensial osilator harmonik.
1 2 1
V = kR = mω 2 R 2 (3.4)
2 2
Setelah dihitung dengan mekanika kuantum, maka tingkat-tingkat energinya
diberikan oleh:
3
E = ( Ν + ) =ω (3.5)
2

25
Dengan N = 2( n − 1) + l . Besaran l adalah bilangan kuantum momentum orbital dan
nilainya adalah 0, 1, 2, 3... serta berhubungan dengan vektor momentum anguler orbital
dalam bentuk biasa I = l (l + 1)= . Besaran n adalah bilangan bulat yang nilainya adalah

1, 2 ,3... namun, berbeda dengan solusi atom hidrogen, nilai l inti tidak dibatasi oleh n.
Keadaan momentum anguler orbital nukleon ditunjukkan dalam notasi
spektroskopik:
Nilai l 0 1 2 3 4 5 ...
Simbol huruf s p d f g h ...

Bila nilai n di depan simbol huruf, akan menunjukkan orde (terhadap kenaikan
energi) dari suatu keadaan l tertentu. Dengan demikian 2d adalah keadaan l = 2 setelah
keadaan yang paling rendah.
Untuk menghitung bilangan ajaib yang teramati, Mayer dan Jensen pada tahun 1949
secara independen memperlihatkan keberadaan interaksi spin-orbit (l.s) selain potensial
osilator harmonis. Karena nukleon memiliki nilai s = ½ yang tunggal untuk bilangan
kuantum spinnya, efek spin orbit akan menyebabkan setiap keadaan momentum anguler
orbital dengan l > 0 terbagi menjadi dua orbit, mengikuti apakah total bilangan kuantum
momentum anguler j adalah j = l + s atau j = l – s. Energi relatif untuk melakukan
pembagian diperoleh melalui pengevaluasian l.s:

l.s =
1
[ j ( j + 1) − l (l + 1) − s( s + 1)]= 2
2
⎧1 2
⎪ = j = l + 1/ 2 (3.6)
l.s = ⎨ 2
l +1 2
⎪− = j = l − 1/ 2
⎩ 2
Pengurangan kedua ekspresi ini memperlihatkan bahwa pemisahan energi antar
kedua orbit sebanding dengan 2l +1 dan menjadi besar seiring dengan bertambahnya l.
Selanjutnya lambang 1d3/2 merupakan kombinasi bilangan-bilangan kuantum n = 1, l
= 2, j = l-s = 3/2.
Untuk inti, prinsip Pengecualian Pauli dinyatakan: tidak ada dua nukleon dapat
memiliki kumpulan bilangan kuantum yang sama (n, l, j, mj). Ini berarti setiap orbit dapat
memuat maksimum 2j + 1 nukleon.

26
Bilangan ajaib
Jumlah proton
& netron
Notasi
126
1i13/2 14
1h9/2 10
2f5/2 6
3p1/2 2
3p3/2 4
2f7/2 8
82
1h11/2 12
1g7/2 8
2d3/2 4
3s1/2 2
2d5/2 6
50
1g9/2 10
1f5/2 6
2p1/2 2
2p3/2 4
28
1f7/2
20
1d3/2 4
2s1/2 2
1d5/2 6
8
1p1/2 2
1p3/2 4
2
1s1/2 2

Gambar 3.2 Tingkat Energi Inti

27
Soal-soal:
1. Buktikanlah bahwa isobar yang paling stabil untuk A ganjil denagn model tetesan
A
cairan adalah Z =
0,015 A 2 / 3 + 2
2. Untuk A = 25, carilah inti yang paling stabil
3. Carilah momentum anguler keadaan dasar 158O dan 39
19 K

4. Tunjukkan bahwa orbit dari j tertentu mungkin berada pada nukleon-nukleon 2j + 1.


Tunjukkan bahwa kedaan p (l = 1), hasil ini konsisten dengan prinsip Pauli
memperbolehkan 2 (2l + 1) = 6 nukleon.
32
5. Berapakh nilai-nilai momentum anguler keadaan dasar yang mungkin untuk 15 P

Biografi Singkat

JENSEN
Johannes Hans Daniel Jensen adalah ahli fisika penemu teori struktur kulit inti atom dan
peraih Hadiah Nobel.
Ia lahir di Hamburg, Jerman, pada 25 Juni 1907. Ia bekerja di Universitas Hamburg, lalu
pindah ke Institut Hannover dan akhirnya bekerja di Universitas Heidelberg.
Menurut Jensen, inti atom mempunyai struktur seperti kulit elektron yang berlapis-lapis
dengan garis tengah yang berbeda-beda. Lapisan kulit itu ditempati proton dan netron dengan
susunan menurut sifat-sifat proton dan netron.
Pada tahun yang sama (1949) di tempat yang berlainan Mayer, ahli fisika AS,
menemukan teori yang sama di Universitas Chicago. Padahal mereka bekerja sendiri-sendiri.
Pada tahun itu juga Jensen bersama Wigner mengajukan model kulit inti. Pada tahun 1955
Jensen, Mayer dan Wigner mendapat Nobel untuk fisika karena dapat menerangkan sifat-sifat
inti atom secara terperinci.

28

Anda mungkin juga menyukai