Anda di halaman 1dari 14

Geo-Resources J.G.S.M.Vol. 17 No. 3 Agustus 2016 hal.

139 - 152

Karakteristik dan Lingkungan Pengendapan Batubara Formasi Warukin


di Desa Kalumpang, Binuang, Kalimantan Selatan.

Depositional Environtment and Characteristic Coal of the Warukin


Formation in Kalumpang District, Binuang, South Kalimantan
Dian Novita dan Kusdji Darwin Kusumah
Pusat Survei Geologi, Jalan Diponegoro 57 Bandung 40122
E-mail: dn.diannovita@gmail.com

Naskah diterima : 21 Januari 2016, Revisi terakhir : 23 Mei 2016, Disetujui : 8 Juni 2016

Abstrak - Batubara masih menjadi salah satu sumber Abstract - Coal is still the main source of energy in
energi utama di Indonesia, utamanya sebagai pemasok Indonesia, especially as a supplier of energy power
energi pembangkit listrik. Formasi Warukin menjadi plants. Warukin Formation become one of the coal
salah satu formasi pembawa batubara dalam kuantitas bearing formations in the Barito Basin in large quantity.
besar di Cekungan Barito. Berdasarkan litostratigrafi dan Base on lithostratigraphy from vertical succession and
pengeplotan nilai TPI (Total Presevation Index) dengan plotting TPI (Total Presevation Index) and GI
GI (Gelification Index) dalam diagram fasies Diessel (Gelification Index) values in the facies diagram
menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan batubara Diessel, indicated that coal depositional environment at
Formasi Warukin merupakan daerah delta dan dataran Warukin Formation on Kalumpang village is in the
banjir yang masih kaya akan pasokan sedimen produk upper part of deltaic system and floodplain areas which
endapan crevarsse splay. Dari nilai reflektansi vitrinit still rich sediment supply products from crevarsse splay.
menunjukkan batubara berada pada peringkat lignite
Value the vitrinite reflectance indicates coal ranks
(0.29) hingga high volatile bituminous C (0.49).
lignite (0:29) to high volatile bituminous C (0.49).
Berdasarkan zona pembentukan hidrokarbon, peringkat
Based on the generation of hydrocarbon, coal rank with
batubara dengan nilai vitrinit reflektan 0.49 telah berada
a value of vitrinite reflectance 0:49 has been at the
pada zona awal pembentukan minyak. Dengan demikian
beginning of the formation of the oil zone. There is an
ada indikasi kematangan batuan sumber untuk
hidrokarbon dari Formasi Warukin indication of the maturity of the source rock for
hydrocarbons from the Warukin Formation.
Kata kunci - batubara, fasies pengendapan, analisis maseral,
potensi hidrokarbon Keywords - coal, depositional facies, maceral
analysis, hydrocarbon potential

Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral - Terakreditasi oleh LIPI No. 596/Akred/P2MI-LIPI//03/2015, sejak 15 April 2015 - 15 April 2018
140
J.G.S.M. Vol. 17 No. 3 Agustus 2016 hal. 139 - 152

Sumber : Olahan Penulis.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian. Berada di Kabupaten Tapin, Propinsi Kalimantan Selatan. Termasuk ke dalam Cekungan Barito.

PENDAHULUAN keprasan sekitar 1 kilometer dengan ketinggian 30 m.


Batubara masih menjadi salah satu sumber energi utama Tersusun atas perselingan batupasir-batulempung
di Indonesia, salah satu daerah penghasil batubara dengan sisipan batubara. Ketebalan batubara berkisar
terbesar di Indonesia adalah Kalimantan Selatan. antara 20 sentimeter-15 meter.
Cekungan Barito yang berkembang di wilayah tersebut Batubara yang berkembang pada lokasi penelitian
telah sejak lama dieksploitasi kandungan batubaranya. memiliki karakteristik yang agak berbeda dengan
Formasi pembawa batubara yang cukup terkenal di batubara Formasi Warukin pada umumnya. Tebal
Cekungan Barito adalah Formasi Warukin. Formasi ini batubara yang mencapai 15 meter menjadi topik yang
terbentuk sejak Mio-Pliosen, tersusun atas perselingan menarik untuk dikaji mengenai lingkungan pengendapan
batupasir kuarsa berbutir halus-kasar setempat terbentuknya batubara Formasi Warukin pada lokasi
konglomeratan dan batulempung dengan sisipan
penelitian dan potensinya sebagai kandidat batuan
batulempung pasiran dan batubara. Diendapkan dalam
sumber di Cekungan Barito. Studi ini difokuskan kepada
lingkungan paralik dengan total ketebalan 1250 m.
penentuan fasies pengendapan batubara berdasarkan
Lokasi penelitian terdapat di Desa Kelumpang, data pengukuran stratigrafi terukur dan analisa maseral
Kabupaten Tapin, Propinsi Kalimantan Selatan pada conto terpilih. Pengukuran stratigrafi
(Gambar 1). Pengambilan data dilakukan pada satu menggunakan skala 1:100. Pengambilan conto pada
area tambang yang sudah tidak aktif. Panjang tebing singkapan permukaan dengan memperhatikan posisinya
pada kolom stratigrafi terukur.
Karakteristik dan Lingkungan Pengendapan Batubara Formasi Warukin di Desa Kalumpang, Binuang, Kalimantan Selatan. (D. Novita, drr) 141

Dari penampang stratigrafi terukur yang dibuat di Kelompok Pitap terdiri atas Formasi Pudak, Formasi
lapangan, diambil conto batubara dari beberapa Keramaian, dan Formasi Manunggul yang saling
perlapisan yang dianggap mewakili perlapisan batubara menjemari. Kelompok Batuan Gunungapi Haruyan
di jalur tersebut. Pengambilan conto permukaan tersusun oleh Formasi Paau dan Formasi Pitanak.
menggunakan palu geologi dan pasak kemudian Kelompok Tersier memiliki hubungan tidak selaras
dibungkus dengan alumunium foil agar tidak hancur dan dengan kelompok Kapur Akhir. Formasi paling tua
terhindar dari kontaminasi dan oksidasi. Analisa adalah Formasi Tanjung berumur Eosen Tengah.
komposisi maseral dilakukan oleh BSI Lab di Serpong, Diatasnya, secara selaras terbentuk Formasi Berai
Tangerang Selatan. Pengamatan menggunakan metode berumur Oligo-Misoen. Formasi Warukin berumur
point counting sebanyak 500x dengan perbesaran 500. Mio-Pliosen menindih secara selaras Formasi Berai
Interval (x) dan interval (y) 3. Klasifikasi maseral yang kemudian ditindih secara tidak selaras oleh Formasi
digunakan dalam analisa ini adalah standar Australia Dahor berumur Plio-Plistosen.
2586 (1986) dan ASTM (2009).
Struktur Geologi Regional
Dari litostratigrafi dapat dijadikan dasar sebagai
penentu lingkungan pengendapan batuan. Dengan Arifullah (2004, dalam Heryanto 2010) menunjukkan
analisis maseral yang ada dapat dilakukan analisis bahwa Pulau Kalimantan terbentuk oleh elemen tektonik
fasies dengan metode pengeplotan nilai Tissue yang terdiri atas lempeng kontinen dan lempeng
Presercation Index (TPI) dan Gelification Index (GI) samudra (Gambar 2). Kegiatan tektonik dimulai sejak
pada diagram Diessel. Perhitungan TPI dan GI Jura yang menyebabkan bercampurnya batuan
menggunakan rumus yang telah dimodifikasi dari ultramafik dan malihan. Pada Kapur Awal atau
studi batubara peringkat rendah Formasi Tanjung sebelumnya terjadi penerobosan granit dan diorit yang
Enim di Sumatra dimana maseral maseral telovitrinit menerobos ultramafik dan batuan malihan (Sikumbang
diganti dengan humotelinit, detrovitrinit diganti oleh & Heryanto, 1994). Menurut Satyana (2007 dalam
humodetrinit, dan gelovitrinit digantikan oleh Heryanto, 2010) Paternosfer Plateform dari arah timur
humoculinit (Win, Chaw Thuzar et al, 2014). menunjam ke bawah Schwaner Continent yang
mengakibatkan slab ultramafik sebagai bagian orogenik
Meratus yang terjadi pada kolosi Kapur Awal-Kapur
Nilai TPI :
Tengah. Kelompok tersebut disebut sebagai Kelompok
humotelinite + teloinertinite
Stratigrafi Pra-Kapur Akhir yang tersesar naikkan sejak
humodetrinite + humocollinite + inertodetrinite + gelo-inertinite
Jura-Kapur Awal. Pegunungan Meratus terangkat sejak
Nilai GI :
Kapur Akhir yang mengakibatkan Kelompok Stratigrafi
huminite + gelo-inertinite Tersier menindih secara tidak selaras di atas Kelompok
inertinite (macrinite and secretinite) Stratigrafi Kapur Akhir.
Pensesaran normal sejak Paleogen Awal mengawali
terbentuknya Cekungan Barito yang menempati blok
GEOLOGI REGIONAL bagian turun, dan pensesaran normal terus berlanjut
hingga kala Miosen.
Stratigrafi Regional
Cekungan Barito yang secara fisiografi menempati sayap GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
barat dari Tinggian Meratus. Heryanto (2010)
Jalur pengukuran stratigrafi di Desa Kalumpang
memisahkan stratigrafi Cekungan Barito menjadi tiga
merupakan bagian dari Formasi Warukin yang tersusun
kelompok yaitu : Pra-Kapur, Kapur Akhir, dan Tersier.
oleh perlapisan batupasir-batulempung dengan sisipan
Kelompok Pra-Kapur tersusun oleh batuan ultramafik
batubara (Gambar 3). Berdasarkan penelitian terdahulu,
yang berbatasan dengan batuan berumur Kapur Akhir
umur dari Formasi Warukin adalah Miosen Tengah.
dengan batas satuan berupa sesar. Dari conto rijang
Pada kala Miosen Tengah-Akhir gejala tektonik inversi
radiolaria yang ditemukan bersamaan dengan batuan
terlihat pada Formasi Warukin yang mengalami
ultramafik menunjukkan umur Jura-Kapur. Batuan ini
perlipatan kuat yang mencapai puncak pada kala
diterobos oleh batuan beku gabro, diorite dan granit
Pliosen-Plistosen yang diakibatkan kolosi antara mikro
yang berumur Kapur Awal. Kelompok Kapur Akhir
kontinen Paternosfer dengan Lempeng kontinen
tersusun oleh batuan sedimen Kelompok Pitap dan
Kalimantan hingga memunculkan Tinggian Meratus.
Kelompok batuan Gunungapi Haruyan.
142
J.G.S.M. Vol. 17 No. 3 Agustus 2016 hal. 139 - 152

Sumber : Arifullah drr. 2004 dalam Heryanto, 2010

Gambar 2. Elemen Tektonik Kalimantan memperlihatkan bahwa elemen tersebut merupakan


sesar utama di kalimantan

Sumber : Kusuma, drr. 2014

Gambar 3. Peta geologi lembar Binuang dan pengeplotan lokasi pengukuran stratigrafi
Karakteristik dan Lingkungan Pengendapan Batubara Formasi Warukin di Desa Kalumpang, Binuang, Kalimantan Selatan. (D. Novita, drr) 143

FASIES BATUBARA, MASERAL, Diessel (1986) menggunakan dua parameter untuk


DAN KEMATANGAN menentukan fasies pengendapan yaitu TPI dan GI. TPI
(Total Preservation Index) merupakan perbandingan
Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuhan
struktur jaringan pada maseral yang terawetkan dan
pada lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi dari
struktur jaringan yang tidak terawetkan. Semakin tinggi
pengendapan syn-sedimentary atau post-sedimentary
nilai TPI menunjukkan semakin banyaknya vegetasi
akan menghasilkan perbedaan pada peringkat dan derajat
berkayu yang mengandung lignin yang lebih resisten. GI
pembatubaraan (Thomas, 2002). Bagian terkecil dari
(Gelification Index) menyatakan perbandingan antara
dari material organik pembentuk batubara yang dapat
maseral yang terbentuk karena proses gelifikasi dan
teramati oleh mikrospok disebut sebagai maseral.
preses oksidasi.
Stach(1975) menyebutkan berdasarkan bentuk,
morfologi, ukuran, relief, struktur (internal structure),
kesamaan komposisi kimia, warna pantulan, dan HASIL PENELITIAN
intensitas refleksi serta tingkat pembatubaraan (degree
of coalification), maseral dibedakan menjadi tiga Stratigrafi Terukur Formasi Warukin
kelompok utama, yaitu vitrinit, liptinit, dan intertinit. Jalur pengukuran stratigrafi terukur berada di Desa
Vitrinit merupakan hasil proses pembatubaraan materi Kalumpang, Binuang, Kalimantan Selatan. Koordinat
humic yang berasal dari selulosa dan lignin dinding sel titik awal pengukuran E 115°12'17.93” ; S 02°59'
tumbuhan yang mengandung serat kayu seperti akar, 56.97” dan berakhir pada koordinat E 115°13'7.5” ; S
batang, dan daun. Sebagian besar batubara di Indonesia 02°59' 54.4”. Ketebalan total sedimen pada jalur
tersusun oleh kelompok maseral ini. Liptinit Berasal dari tersebut 246 meter dengan kedudukan perlapisan
sisa tumbuhan tingkat rendah seperti spora, ganggang, N210°E/60°. Terbagi menjadi empat litofasies yaitu
getah tanaman dan serbuk sari. Intertinit Tersusun dari fasies konglomerat pasiran, batupasir, batulempung,
tumbuhan yang telah terbakar atau berasal dari maseral dan batubara (Gambar 4).
lain yang telah mengalami proses oksidasi yang
Konglomerat pasiran sebagai bagian terbawah dari
disebabkan oleh bakteri dan jamur. Analisa yang
pengukuran stratigrafi di jalur Kalumpang memiliki
dilakukan pada maseral pada studi kali ini berupa analisa
ketebalan sekitar 6 meter (Gambar 5a). Masif dan cukup
nilai reflektansi vitrinit dan penentuan fasies
kompak. Kemas terbuka, sortasi buruk, bentuk fragmen
pengendapan dengan pengeplotan nilai TPI (Tissue
Preservation Index) dan GI (Gelification Index) pada agak membundar-membundar baik. Diameter fragmen
diagram Diessel. berkisar 3 - 40 sentimeter. Fragmen berupa batupasir dan
batulempung, Matriks berukuran pasir sedang-kasar
Nilai reflektanis vitrinit merupakan besarnya intensitas dengan komposisi dominan plagioklas dan sedikit litik
sinar yang dipantulkan kembali oleh maseral vitrinit. dari batuan sedimen. Batupasir berwarna kecoklatan-
Pengukuran ini dilakukan di bawah medium minyak coklat muda. Struktur sedimen yang ditemui antara lain
imersi. Nilai reflektasi vitrinit meningkat seiring dengan graded bedding, wavy lamination,paralel lamination
peningkatan derajat pembatubaraan sehinggi dapat (Gambar 5b) dan silang siur. Pengamatan secara
digunakan sebagai parameter tingkat kematangan lapisan megaskopis menunjukkan secara umum sortasi batupasir
batubara. (Tabel 1) sedang, kemas tertutup, bentuk butir agak membundar.
Komposisi batupasir dominan plagioklas dengan sedikit
Tabel 1. Peringkat Batubara Berdasarkan Nilai Reflektansi
Vitrinit Menurut Klasifikasi ASTM 2009 (American kuarsa. Di beberapa tempat ketebalan batupasir
Society for Testing Material) mencapai 11 meter (Gambar 5c).
Nilai Reflektansi Vitrinit (%) Peringkat Batubara
Batulempung menjadi sisipan di antara batupasir.
< 0.37 Lignite
Bagian atas pengukuran stratigrafi pada batulempung
0.37-0.47 Subbituminus
banyak dijumpai konkresi siderit sehingga menjadikan
0.47-0.57 High volatile bituminous C
batulempung lebih pejal (Gambar 5d). Secara
0.57-0.71 High volatile bituminous B
megaskopis batulempung berwarna abu-abu
0.71-1.10 High volatile bituminous A
kehitaman, pada bagian yang mengandung siderit
1.10-1.50 Medium volatile bituminous
berwarna kemerahan. Struktur sedimen yang umum
1.50-2.05 Low volatile bituminous
dijumpai adalah laminasi paralel. Komposisi dominan
2.05-3.00 Semi anthracite
plagioklas dan mineral lempung yang tidak dapat
>3.00 Anthracite
dibedakan dengan pengamatan megaskopis.
144

Gambar 4. Kolom stratigrafi terukur Formasi Warukin, Lintasan Desa Kalumpang, Binuang, Kalimantan Selatan. Dari analisa fasies yang
upper delta plain flood plain crevarsse splaydilakukanterdapatperubahanfasiesdarimenjadidenganbeberapasisipanendapan.
flood plainKemunculankonkresisideritpadafasies mengindikasikan sedimen terbentuk di lingkungan reduktif dan kaya akan
material organik.
J.G.S.M. Vol. 17 No. 3 Agustus 2016 hal. 139 - 152
Karakteristik dan Lingkungan Pengendapan Batubara Formasi Warukin di Desa Kalumpang, Binuang, Kalimantan Selatan. (D. Novita, drr) 145

a b

c d

e f

Sumber : Dok Penulis

Gambar 5 (a) Konglomerat pasiran pada bagian awal pengukuran stratigrafi; (b) Laminasi sejajar pada batupasir; (c)
Tubuh batupasir masif; (d) Konkresi siderit pada batulempung; (e) Lapisan batubara dengan ketebalan
berkisar 10 sentimeter -15 meter formasi warukin Binuang Kalimantan Selatan; (f) Foto close up batubara
dengan kilat dull bended. Struktur daun yang berlapis masih sedikit teramati.

Batubara di jalur pengukuran memiliki ketebalan Analisis Maseral Batubara


antara 10 sentimeter hingga 15 meter (Gambar 5e).
Berwarna hitam kusam hingga agak mengkilap (dull- Analisis Komposisi Maseral
dull bended). Di beberapa perlapisan berupa batubara Pengamatan megaskopis conto batubara berwarna
masif yang cukup kompak, sedangkan ada batubara hitam dengan warna hitam. Memiliki kilap dull
yang rapuh dan memiliki intensitas cleat cukup tinggi hingga dull bended pada beberapa conto (14/IA/002A
(Gambar 5f). dan 14/IA/004A). Pengamatan mikroskopis (Foto 6)
menunjukkan maseral di dominasi oleh vitrinit
dengan persentase 87.5% (conto 14/IA/001F) - 94%
(conto (14/IA/004C). Hasil analisa maseral dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel Hasil analisa maseral2.
146

(HUMINIT)

Sumber : olahan Penulis


J.G.S.M. Vol. 17 No. 3 Agustus 2016 hal. 139 - 152
Karakteristik dan Lingkungan Pengendapan Batubara Formasi Warukin di Desa Kalumpang, Binuang, Kalimantan Selatan. (D. Novita, drr) 147

Kutinit
Oksida

Telokolinit

Te l o k o l i n i t

a b

Densinit

Pirit
korpogelinit
Telokolinit

c d
Sumber : Dok Penulis

Gambar 6 (a) Maseral batubara subkelas telokolinit dan kandungan mineral oksida pada conto 14/IA/001F; (b) Maseral batubara
subkelas telokolinit dan kutinit pada conto 14/IA/002B, (c) Maseral batubara subkelas telokolinit dan densinit serta mineral
pirit pada conto 14/IA/003A, (d) Maseral batubara subkelas korpogelinit pada conto 14/IA/004A

Melihat persentase maseral batubara dari urutan tua maseral yang terbentuk karena proses gelifikasi dengan
ke muda terdapat perbedaan nilai maseral yang maseral yang terbentuk karena proses oksidasi. Dari
terkadung dalam conto terpilih. Nilai vitrinit harga tersebut dapat digunakan untuk menginterpretasi
mengalami perubahan nilai yang fluktuatif, begitu tinggi muka air tanah terhadap permukaan gambut. Dari
pula nilai maseral yang lain. Pola tersebut relatif sama kombinasi pengeplotan nilai TPI dan GI dapat
dengan perubahan pola lingkungan pembentukan digunakan untuk memperkirakan derajat dekomposisi
batubara Formasi Warukin di jalur Kalumpang. dan kecepatan akumulasi tumbuhan.

Fasies Batubara Hasil perhitungan nilai TPI( Total Preservation


Index) dan GI (Gellification Index) di plotkan pada
Harga TPI ditentukan berdasarkan perbandingan diagram fasies Diessel (1986). Batubara Formasi
maseral yang terawetkan dengan maseral yang tidak Warukin di Desa Kalumpang, Binuang (Gambar 7)
terawetkan. Resistensi suatu maseral ditentukan oleh terendapkan dari lingkungan upper delta fan (conto
komposisi tumbuhan pembentuk batubara itu sendiri. 14/IA/001F), clastic marsh (conto 14/IA/002A,
Tanaman yang banyak mengandung lignin, contohnya I4/IA/002B, 14/IA/002D, 14/IA/003A, 14/IA/003C,
tumbuhan kayu, akan lebih resisten dibanding dengan 14/IA/004C, 14/1A/005E) dan lower delta plain
tanaman yang banyak mengandung selulosa. (14/IA/003D, 14/IA/004A, 14/IA/005B, 14/14/005C).
Dari harga TPI yang didapatkan dapat menunjukkan Conto 14/IA/001F diendapkan pada lingkungan
kelimpahan dari tanaman kayu atau tanaman perdu yang telmatik yang mengindikasikan bahwa batubara
membentuk batubara tersebut. Makin tinggi nilai TPI tersebut terbentuk secara insitu yang mana tanaman
tumbuh, mati, membusuk, dan mengalami proses
menunjukkan tanaman kayu lebih dominan sebagai
pembatubaraan di satu tempat yang sama.
pembentuk batubara. Nilai GI merupakan perbandingan
148
J.G.S.M. Vol. 17 No. 3 Agustus 2016 hal. 139 - 152

decrease % Tree Density increase


(lignified tissue)

LIMNO-TELMATIC TELMATIC

Lower delta plain


Li Clastic
Marsh

Upper delta plain


Index)

LIMNIC

Wet Forrest
Swarmp
Transgressive
GI (Gelificatio
n

V>I
Struc V > Deg. V

Regressive

Back Barrier Piedmont plain


Dry Forrest
Open Marsh Swarmp

TERRESTERIAL

TPI (Tissue Preservation Index)

Sumber : Diessel (1986)

Gambar 7. Pengeplotan nilai TPI dan GI pada diagram fasies Diessel.

Lingkungan purba pada saat batubara ini tersebut berlangsung pada kondisi subaquatic. Pada beberapa
diinterpretasikan sebagai hutan basah yang kaya akan lapisan terdapat struktur sedimen silang siur,
tanaman kayu. Kandungan maseral vitrinit lebih mengindikasikan ada pengaruh arus pasang surut di
tinggi dari maseral intertinit. lingkungan pembentukan batubara.
Tujuh conto hasil analisis yang memperlihatkan Analisis Reflektansi Vitrinit
lingkungan clastic marsh diendapkan pada kondisi
limnic fase transgresi. Batubara diendapkan dalam Nilai reflektansi vitrinit diperoleh dari dari rata-rata nilai
kondisi subaquatic dimana proses pembatubaraan selalu seluruh pengukuran reflektansi pada satu conto
tergenang oleh air dalam kurun waktu yang lama. batubara. Berdasarkan hasil pengukuran, peringkat
Beberapa lapisan batupasir masif cukup tebal batubara di Desa Kalumpang berada pada kisaran lignit
diinterpretasikan sebagai produk dari endapan creversse hingga high volatile bituminous C. Hasil perhitungan
splay yang memotong lapisan batubara. Lingkungan ini dan peringkat batubara tersaji pada tabel 3.
kaya akan material organik dan tanaman kayu sehingga
kandungan vitrinit pada batubara yang diendapkan pada DISKUSI
lingkungan ini sangat tinggi.
Hasil analisa dari data lapangan dan labratorium
Empat conto hasil analisis selanjutnya memperlihatkan diperoleh ada keselarasan antara perubahan fasies
lingkungan lower delta plain diendapkan pada kondisi litologi secara vertikal dengan komposisi maseral pada
limnic fase transgresi. Proses pembatubaraan batubara.
Karakteristik dan Lingkungan Pengendapan Batubara Formasi Warukin di Desa Kalumpang, Binuang, Kalimantan Selatan. (D. Novita, drr) 149
Tabel 3. Analisis Reflektansi Vitrinit dan Peringkat Batubara

No Kode Sampel Reflektansi Sandar Peringkat Batubara


Vitrinit Deviasi
1 14/IA/001F 0.29 0.03 Lignite
2 14/IA/002A 0.32 0.04 Lignite
3 14/IA/002B 0.34 0.04 Lignite
4 14/IA/002D 0.34 0.04 Lignite
5 14/IA/003A 0.40 0.07 Subbituminous
6 14/IA/003C 0.49 0.06 High volatile bituminous C
7 14/IA/003D 0.49 0.05 High volatile bituminous C
8 14/IA/004A 0.45 0.03 Subbituminous
9 14/IA/004C 0.42 0.05 Subbituminous
10 14/IA/005B 0.40 0.06 Subbituminous
11 14/IA/005C 0.39 0.06 Subbituminous
12 14/IA/005E 0.36 0.06 Lignite
Sumber : olahan Penulis

Secara keseluruhan, stratigrafi Formasi Warukin di mengindikasikan lingkungan tersebut berupa daerah
daerah penelitian diendapkan mulai dari lingkungan dataran banjir yang kaya akan tanaman sumber dari
upper delta plain. Litostratigrafi dialasi dengan material organik pembentuk batubara. Formasi
konglomerat dan batupasir yang masih dominan Warukin terbentuk sekitar Miosen Tengah dimana
dengan sisipan batubara. Dari kolom stratigrafi yang pada saat itu Indonesia terletak pada posisi
telah dibuat, dibagi menjadi beberapa fasies khatulistiwa. Kondisi iklim hampir mendekati saat
berdasarkan litofasiesnya (Gambar 4). Diawali sekarang. Dengan curah hujan minimal 2.5 m/tahun
dengan fasies upper delta plain berdasarkan atas kawasan Indonesia selalu beriklim basah sehingga
kehadiran konglomerat pasiran dan tubuh batupasir batubara dapat terbentuk dengan baik.
yang cukup tebal serta disisipi batubara. Heryanto dan Panggabean (2013) melakukan penelitan
Secara vertikal, fasies berubah menjadi flood plain mengenai lingkungan pengendapan batubara Formasi
dengan beberapa sisipan crevarsse splay. Ditandai Warukin di daerah Kandangan, Kalimantan Selatan yang
dengan meningkatnya ketebalan lapisan batubara. berjarak sekitar 30 km dari lokasi penelitian penulis.
Dibeberapa lapisan terdapat sisipan batupasir masif Hasil dari Heryanto & Panggabean (2013) menyebutkan
cukup tebal, diinterpretasikan sebagai produk dari bahwa lingkungan pengendapan Formasi Warukin di
endapan creversse splay yang menerobos hingga ke Kandangan berada di daerah deltaik dengan pengaruh
daerah dataran banjir. Fasies pengendapan kembali pasang surut yang berubah menjadi lingkungan fluviatil.
mengalami perubahan menjadi lingkungan lower delta Berdasarkan diagram fasies Diessel (1986) batubara
diindikasikan oleh semakin menipisnya lapisan batubara Formasi Warukin di daerah Kandangan terendapkan
dan batupasir yang semakin menebal. Struktur sedimen dalam wet forest swamp.
berupa laminasi mulai intensif berkembang. Pada
Perbedaan hasil analisis batubara di Binuang dan
beberapa lapisan terbentuk laminasi bergelombang dan
Kandangan dimungkinkan adanya perbedaan
silang siur berupa trough cross bed yang menunjukkan
lingkungan pengendapan pada saat batubara Formasi
adanya pengaruh arus pasang surut. Pada fasies flood
Warukin terbentuk. Posisi Binuang lebih di selatan
tidal konkresi-konkresi siderit berkembang pesat
dari Kandangan. Diduga pada saat batubara Formasi
mengindikasikan bahwa lingkungan pengendapan
Warukin terbentuk, area bagian utara telah mengarah
cenderung tertutup dan bersifat reduktif dan kaya akan
ke laut terbuka sedangkan bagian selatan berupa
material organik sehingga siderti dapat terbentuk. lingkungan terestrial sehingga fluvial lebih dominan.
Diperkuat dengan data pengeplotan nilai TPI dan GI Dibuktikan dengan lebih tingginya kandungan pirit di
dimana pada conto 14/IA/001F berada di daerah wet analisis batubara daerah Kandangan dimana
swamp mengarah ke upper delta plain. Lingkungan menunjukkan telah terdapat pengaruh lingkungan laut.
pembentukan batubara berubah ke arah clastic marsh Sementara di Binuang lingkungan fluvial lebih
dimana suplai sedimen masih intensif akan tetapi daerah dominan dengan ditemukannya fragmen resin yang
tersebut memiliki konten organik yang tinggi d a n t a n a menunjukkan vegetasi penyusun batubara berupa
manyangrapat.Kondisilimnic tumbuhan kayu.
150
J.G.S.M. Vol. 17 No. 3 Agustus 2016 hal. 139 - 152

Coal Vitri-
nite
Rank Zones of Hydrocarbon Generation and Destruction

peat

lignite

sub-
bitum
oil birth line
high vol bitumin
medium
peak oil generation
volatile
bitumin oil
low peak wet gas gen.
vol.bit wet gas
semi- peak dry gas
anthrac.
oil death line

anthra-
cite dry gas
wet gas floor
meta-
antrac

dry gas preservation limit

Sumber : modifikasi dari Dow, 1978

Gambar 8. Hubungan peringkat batubara dan zona kehadiran migas. Bulatan


merah merupakan hasil pengeplotan nilai reflektansi vitrinit dari
conto batubara dengan nilai 0.42-0.49. Masuk ke dalam kisaran
subbitumminous hingga high volatile bittuminous C. Menurut
diagram Dow (1977) nilai tersebut berada di kisaran zona
kelahiran minyak. Mengindikasikan adanya kematangan
hidrokarbon dari material organik di Formasi Warukin.

Terdapat sedikit kandungan pirit karena pengaruh penelitian merupakan sayap homoklin yang terbentuk
pasang surut arus laut pada saat muka air laut dari pensesaran dengan kemiringan batuan relatif tegak.
menggenangi cekungan pembentukan batubara. Bagian tengah mendapat tekanan yang lebih besar karena
proses kompresi. Hal tersebut menjadikan batubara pada
Dari analisa reflektansi vitrinit diperoleh peringkat
bagian tengah dari pengukuran stratigrafi tersebut
batubara di daerah penelitian berkisar antara lignit
memiliki nilai lebih tinggi dibanding batubara di bagian
hingga high volatile bituminous C (conto 14/IA/003C
bawah. Dari peringkat batubara yang diperoleh dari
dan 14/IA/003D). Kematangan batubara utamanya
analisis reflektansi vitrinit, batubara di daerah penelitian
disebabkan oleh pembebanan (overburden pressure).
berada pada kisaran lignit hingga high volatile
Pada kondisi normal semakin bawah posisi batubara
bituminous C. Dihubungkan dengan zonasi pembentukan
secara stratigrafi maka akan menghasilkan nilai
minyak dan gas dari Dow (1978), batubara dengan
kematangan yang semakin tinggi.
peringkat high volatile bituminous C berada pada garis
Berbeda dengan hasil di daerah penelitian yang kemunculan awal dari minyak (Gambar 8).
menunjukkan batubara di bagian tengah memiliki nilai
yang lebih tinggi dibanding batubara pada posisi bawah.
Heryanto (2014) melakukan penelitian pada batubara
Hal ini di pengaruhi oleh adanya struktur geologi yang
Formasi Tanjung sebagai batuan sumber hidrokarbon di
berkembang di sebelah tenggara daerah penelitian
Cekungan Barito. Dari diagram HI vs Tmax
berupa thrusting fault dengan dimensi yang cukup besar
menunjukkan kerogen percontohan batubara di tepi barat
(lihat peta geologi pada Gambar 3). Daerah
cekungan sebagian besar termasuk dalam kerogen
Karakteristik dan Lingkungan Pengendapan Batubara Formasi Warukin di Desa Kalumpang, Binuang, Kalimantan Selatan. (D. Novita, drr) 151

tipe II. Apabila kerogen ini telah matang akan Dari nilai reflektasnis vitrinit, batubara Formasi
menghasilkan minyak dan gas. Analisis petrografi Warukin pada jalur Desa Kalumpang berada pada
pada batubara Formasi Tanjung menunjukkan adanya peringkat lignit-high volatil bituminous C.
kandungan maseral eksinit atau liptinit yang apabila
Lingkungan pengendapan batubara Formasi Warukin
kerogennya matang akan menghasilkan minyak.
di Desa Kalumpang berada pada daerah upper delta
Hasil analisis maseral batubara dari Formasi Warukin hingga marsh yang kaya akan konten material organik
juga menunjukkan adanya kandungan maseral liptinit berupa tumbuhan berkayu. Dominan diendapkan pada
pada beberapa conto batubara. Analisis kerogen kondisi limnic dimana selalu tergenang oleh air
batubara Formasi Warukin juga dilakukan oleh permukaan.
Heryanto (2010) yang menunjukkan conto batubara
Dari korelasi zonasi pembentukan hidrokarbon oleh
yang termasuk dalam kerogen tipe II dan tipe III.
Dow, peringkat batubara di daerah penelitian telah
Dengan kemungkinan adanya kematangan pada
masuk ke zona kemunculan awal minyak sehingga
batubara Formasi Warukin dengan dasar pengeplotan
pada Diagram Dow (1977, dengan modifikasi) ada indikasi adanya batuan induk yang cukup matang
memungkinkan juga terbentuk hidrokarbon dengan sebagai sumber dari hidrokarbon.
sumber batubara dari Formasi Warukin di Cekungan
Barito. Terdapat batupasir yang cukup tebal yang
berpotensial menjadi batuan reservoar dan adanya
batu lempung yang bisa menjadi batuan tudung
sebagai cebakan Perlu dilakukan lebih lanjut untuk UCAPAN TERIMA KASIH
mendapat hasil yang lebih detail mengenai potensi Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Kepala
hidrokarbon di Formasi Warukin.
Pusat Survei Geologi yang telah memberikan
dukungan mulai dari penelitian lapangan hingga
KESIMPULAN penulisan makalah. Selain itu, ucapan terima kasih
Dari analisa data dan diskusi yang telah dijabarkan juga penulis sampaikan kepada rekan tim pemetaan
diatas, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut : geologi rinci skala 1:50000 lembar Binuang,
Kalimantan Selatan yang telah mendukung penelitian
Karakteristik maseral batubara di dominasi oleh
ini serta memberikan kritik, saran, dan diskusi selama
komposisi vitrinit dengan persentase 87.5% - 94.0%,
proses penulisan makalah.
diikuti dengan persentase liptinit dan intertinit
berkisar 0,7% - 3.9%. Kandungan mineral memiliki
persentase 2.5% - 5.5% dominan oleh mineral pirit.
152
J.G.S.M. Vol. 17 No. 3 Agustus 2016 hal. 139 - 152

ACUAN
Assosiation of Australia Standart, 1986, Coal Maceral Analysis, AS 2586-1986, Assosiation of Australia
Standart House
Diessel, C. F. K., 1986. On the correlation between coal facies and depositional environment. Advances in the Study
of the Sydney Basin. Proceedings 20th Symposium of Department Geology, University of New Castle
Dow, W.G, 1978, Petroleoum Source Beds on Continental Slopes and Rise: American Association of
Petroleoum Geologist Bulletin, v 62, p.1584-1606
Heryanto, R. ,2010, Geologi Cekungan Barito Kalimantan, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral, Bandung.
Heryanto, R., 2014, Batubara Formasi Tanjung Sebagai Batuan Sumber Hidrokarbon di Cekungan Barito;
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol 15 no 3 Agustus 2014; p 105-114
Heryanto,R & H.Panggabean, 2013, Lingkungan Pengendapan Formasi Pembawa Batubara Warukin di Daerah
Kandangan dan Sekitarnya, Kalimantan Selatan, Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol 23 no 2
Juni 2013; p 93-102
Kusumah, K.D., Jamal. & Maryanto,S., 2015, Peta Geologi Lembar Binuang Kalimantan Selata skala 1:50000,
Pusat Survei Geologi. Belum Dipublikasikan.
Sikumbang & Heryanto R., 1994. Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung
Stach, E., Mackowsky, M-Th., Teichmuller, M., Taylor, G.H., Chandra, D., & Teichmuller, R., 1975. Stach's
Textbook of Coal Petrology. Gebruder Borntraeger, berlin-Stuttgart
Thomas, L., 2002. Coal Geology. John Willey & Sons, Ltd. The Atrium Southern Gate, Chichester, England
Win, Chaw Thuzar, D.H.Amijaya, S.S. Surjono, S.Husein, K.Watanabe, 2014, A Comparasion of Maceral adn
Microlithotype Indices For Interpretation Coal in the Samarinda Area, Lower Kutai Basin, Indonesia,
Hindawi Publishing Corporation Vol 2014, Artikel ID 571895

Anda mungkin juga menyukai