Sejarah Politik Etis
Sejarah Politik Etis
a. Desentralisasi
b. Perubahan-Perubahan pemerintahan
c. Perbaikan Kesehatan rakyat,emigrasi ( transmigrasi )
d. Perbaikan pertanian dan peternakan
e. Pembangunan irigasi dan lalu lintas.
Pada masa ini sekolah swasta mulai tumbuh dan berkembang dengan
pesat. Untuk meningkatkan pertanian, pemerintah membangun sistem
irigasi yang luas, seperti irigasi Brantas di Jawa Timur. Untuk
kepentingan petani dan rakyat kecil didirikan bank-bank kredit
pertanian, bank padi, bank simpanan dan rumah-rumah gadai. Koperasi
juga didirikan, tetapi kurang mendapat kemajuan. Meskipun usaha ini
tidak berhasil mendorong produksi pribumi, tetapi telah berhasil
mendidik rakyat mengenai penggunaan uang.
Selama masa 1900-1914 terdapat suasana baik bagi politik etis dan
tidak banya dengar kritik terhadapnya. Tetapi sejak 1914 masyarakat
mulai bergolak dan banyak dilancarkan kecaman-kecaman bahwa politik
etis telah gagal. Dalam kecaman itu juga diutarakan bahwa politik
paternalistis tidak memperhitungkan hasrat pada pribumi sendiri setelah
ada kesadaran pada mereka. Begitupun dengan munculnya Pergerakan
Nasional, maka politik asosiasi praktis kehilangan dasar existensinya.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan kecenderungan ke arah
radikalisasi baik pada pihak pribumi maupun pada pihak Eropa. Pada
pihak pribumi, lebih radikalnya pihak Pergerakan Nasional
disebabkan oposisi yang dilakukan ditandai oleh perbedaan ras,
sedangkan kebebasan dan kemerdekaan diberi prioritas lebih tinggi dan
pada kesejahteraan. Menghadapi keadaan baru yang tumbuh di kalangan
rakyat tersebut, di pihak kolonialis terdapat perbedaan pendapat. Ada
yang menganjurkan untuk menggantikan politik bevoogding (mengasuh
selaku wali) menjadi politik ontvoogding (mendewasakan), di mana
sikap keras dan mengecarn lambat-laun harus dikurangi. Golongan yang
menyokong Hindianisasi Indonesianisasi menganjurkan supaya
nasionalisme dihadapi dengan meluaskan lembaga-lembaga pengajaran,
aparat pemerintah dalam bidang sosial dan mencega penggunaan ukuran
Barat. Dengan demikian secara Iangsung dikehendaki agar nasionalisme
Indonesia diakui secara resmi. Pihak para penguasa, terutama Gubernur
Jenderal, sangat menguatirkan perkembangan itu, oleh karena dipandang
dapat mengancam kelangsungan hidup kolonialisme Belanda.
Tantangan serupa juga terdapat dikalangan Belanda yang konservatif,
baik pejabat pemerintah maupun pengusaha-pengusaha.
b. Pengairan:
Diselenggarakannya pengairan yang teratur baik tidak untuk
sawah-ladang kaum petani, melainkan untuk kepentingan perkebunan-
perkebunan tebu dan tembakau milik pengusaha asing. Jadi nasib kaum
petani Indonesia tidak berubah.
c. Pemindahan penduduk:
Pemindahan penduduk ke Iuar Jawa, tidak untuk memberikan
lapangan kerja baru yang menguntungkan melainkan untuk
menyediakan buruh yang murah bagi perusahaan-perusahaan asing.
Para pengusaha asing di luar Jawa, terutama yang mengusahakan
perkebunan, sangat sulit memperoleh tenaga dan penduduk setempat.
Padahal mereka sangat membutuhkan.