Anda di halaman 1dari 49

TUGAS KHUSUS

ANALISA KANDUNGAN DISPERSIBLE


POLYMER DAN METHYL CELLULOSE PADA
SEMEN INSTAN
DI PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.

Disusun Oleh :

Nadya Zahiroh (01211540000009)

Risca Juniar Berlianti Purnomo (01211540000022)

Ardita Elliyanti (01211540000026)

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS ILMU ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................2
DAFTAR GAMBAR...........................................................................4
DAFTAR TABEL...............................................................................5
BAB I PENDAHULUAN....................................................................6
1.1 Latar Belakang...........................................................................6
1.2 Tujuan........................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................9
2.1 Additif Pada Pembuatan Semen Instan....................................10
2.1.1 Dispersible Polymer..........................................................10
2.1.2 Methyl Cellulose...............................................................12
2.2 Pelarut......................................................................................13
2.2.1 Benzena.............................................................................13
2.2.2 Metanol.............................................................................14
2.2.3 Aquades............................................................................14
2.2.4 Asam Klorida (HCl)..........................................................14
2.3 Bahan Pada Pembuatan Semen Instan......................................15
2.3.1 Ordinary Portland Cement (OPC)....................................15
2.3.2 Pasir Silika........................................................................16
2.3.3 Batu Kapur (CaCO3).........................................................17
2.4 Metode Uji untuk Additive.......................................................18
2.4.1 Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC- ...................
MS)............................................................................................18
2.4.2 Liquid Chromatography-Mass Spectroscopy (LC-.................

2
MS)............................................................................................20
2.4.3 High Performance Liquid Chromatography ......................
(HPLC)......................................................................................21
2.5 Parameter Validasi Metode Analisis........................................23
BAB III METODOLOGI...................................................................25
3.1 Flow Chart Penelitian untuk Hasil % Massa dan .........................
Validasinya....................................................................................25
3.2 Diagram Alir............................................................................26
3.2.1 Preparasi Sampel A...........................................................26
3.2.2 Preparasi Sampel B...........................................................26
3.2.4 Pelarutan Sampel B*.........................................................29
3.3 Proses Preparasi Sampel..........................................................29
3.4 Alat dan Bahan.........................................................................30
3.5 Batasan Masalah......................................................................30
3.6 Jadwal Pelaksanaan..................................................................31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................33
4.1 Analisa Mengenai Penentuan Pelarut Additive Organik
Senyawa Methyl Cellulose dan Dispersible Polymer.....................33
4.2 Rekomendasi Metode dalam Pengukuran Additive ......................
Organik pada Semen Instan...........................................................35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................38
5.1 Kesimpulan..............................................................................38
5.2 Saran........................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA........................................................................40
LAMPIRAN A..................................................................................45

3
LAMPIRAN B...................................................................................47

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grafik karakteristik ekspansi termal zikron,


kromit dan pasir olivine dibandingkan dengan pasir silika ...
16 Gambar 2.2 Instrumen GC-
MS ............................................. 19

Gambar 2.3 LC-MS .............................................................. 20

Gambar 2.4 Instrumen HPLC ............................................... 22

Gambar 4.1 Hasil pelarutan sampel yang ditambahkan


Dispersible Polymer dengan pelarut (a) HCl (aq) : Akuades(l)
perbandingan (1:5) mL, (b) Metanol(aq) : Akuades(l)
perbandingan (1:3)mL, (c) Benzena 10 mL ..........................
33
Gambar 4.2 Hasil pelarutan sampel yang ditambahkan Methyl
Cellulose dengan HCl(aq) : Akuades(l) perbandingan (1:5) mL
.............................................................................................. 34
DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Komparasi Metode Instrumen HPLC, LC-MS, GC-


MS .........................................................................................
35
Tabel 4. 2 Hasil Survey Lapangan Pengujian HPLC ............
36

4
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin
bertambah, industri di bidang properti seperti perumahan,
pertokoan, gedung-gedung bertingkat, dan lain sebagainya
semakin meningkat. Perkembangan di bidang properti
tersebut, diiringi dengan semakin meningkatnya akan
kebutuhan material bahan bangunan. Dalam pembangunan
diperlukan kualitas material bahan bangunan seperti beton
atau batako, konblok dan batu bata yang baik pula. Salah satu
cara untuk meningkatkan kualitas material bahan bangunan
adalah dengan menambahkan bahan tambahan (additive).
Perkembangan yang terjadi di dunia konstruksi juga
berdampak pada bahan-bahan konstruksi itu sendiri, seperti
perkembangan yang terjadi pada mortar. Mortar didefinisikan
sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus,
semen, dan air dengan komposisi tertentu. Setiap konstruksi
bangunan yang menggunakan beton, selalu menggunakan
mortar, baik itu sebagai bahan perekat, plesteran, maupun
acian untuk pembangunan konstruksi tersebut.
Mortar adalah semen instan dengan bahan dasar pasir
silica, semen, filler dan aditif. Bahan ini diciptakan dengan
tujuan untuk mempermudah pekerjaan pasangan bata, baik
bata merah maupun bata ringan. Selain itu mortar juga
digunakan untuk plesteran, acian, pemasangan keramik serta
water proofing. Bahan untuk acian biasanya menggunakan

5
semen instan atau semen khusus. Semen ini berbahan dasar
pasir silika, semen, filler, dan zat aditif. Penggunaanya hanya
dicampur dengan air, tetapi dapat juga menggunakan bahan
seperti pemasangan batako. Mortar mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam suatu bangunan seperti pada pekerjaan
pasangan pondasi, pasangan batu bata dan pekerjaan dinding.
Mortar instan juga banyak digunakan untuk membuat adukan.
Sebagian merupakan formulasi bermerek dagang yang
mengandung campuran yang dimaksud untuk berkontribusi
pada daya kerja adukannya. Formulasi ini beragam dari satu
produsen ke produsen lainnya, tetapi semuanya harus
memenuhi spesifikasi ASTM C91. Mortar merupakan
komponen yang penting untuk konstruksi, maka dari itu
penggunaan bahan penyusun mortar sebaiknya memenuhi
syarat yang berlaku.
Additive yaitu bahan tambah yang bersifat mineral
ditambahkan saat pengadukan dilaksanakan. Bahan tambahan
aditif lebih banyak bersifat penyemenan jadi cocok digunakan
untuk memperbaiki kinerja kekuatannya. Dalam hal ini, bahan
yang dipakai sebagai bahan tambahan harus memenuhi
ketentuan yang diberikan oleh SNI 2493-2011. Untuk bahan
tambah yang merupakan bahan tambah kimia harus memenuhi
syarat yang diberikan dalam American standard for Testing
Material (ASTM) C.494 [1].
Methyl Cellulose dan Dispersible Polymer merupakan
salah satu contoh senyawa additive pada beton. Pada senyawa
Methyl Cellulose berfungsi sebagai campuran beton dalam
konstruksi bangunan, agen modifikasi viskositas air di industri
petrokimia untuk mengatasi minyak berat [2]. Penggunaan
methyl cellulose berfungsi untuk meningkatkan viskositas
yang akan meningkatkan kekentalannya. Kekentalan yang
berlebih menyebabkan sulitnya bercampur dalam pengocokan,

6
dan sulit untuk dituang. Komposisi yang baik memiliki
viskositas yang sedang serta tidak mengandung bahan
bergumpal. Sedangkan untuk senyawa Dispersible Polymer
mengandung polimer yang mempunyai daya rekat yang tinggi
[3]. Kemampuan polimer sebagai polimer perekat ini
merupakan dasar dari penggunaan polimer sebagai matriks
dalam beton yang dapat menggantikan fungsi semen, Hal ini
ditujukan untuk menghasilkan material beton yang lebih
kedap air, dimana rekatan sangat kuat. Selain itu penggunaan
polimer sebagai matriks juga ditujukan untuk mencari
material yang lebih tahan terhadap korosi, serta mempunyai
kuat tekan dan kuat tarik tinggi [4]. Untuk mengetahui
pengaruh tersebut diperlukan suatu percobaan untuk
mengetahui komposisi sebelum penambahan additive dan
sesudah penambahan additive agar dapat diaplikasikan di
berbagai keperluan di industri konstruksi.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui pelarut additive organik
senyawa
Dispersible Polymer dan Methyl Cellulose pada semen di
PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. yang paling efektif
dan efisien.
2. Merekomendasikan metode dalam pengukuran additive
organik pada semen instan di PT. Semen Indonesia
(Persero) Tbk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada pembuatan semen instan digunakan bahan seperti


Dispersible Polymer, Methyl Cellulose, dan Ordinary

7
Portland Cement (OPC). Menurut Dincer dan Bonner dapat
digunakan Benzena sebagai pelarut untuk melarutkan
Dispersible Polymer [5]. Menurut Sulistyoningsih dan Atmaja
dapat digunakan Metanol sebagai pelarut untuk melarutkan
Dispersible Polymer [6]. Digunakan bahan Dispersible
Polymer karena salah satu polimer aplikatif yang digunakan
sebagai perekat material poliuretan [7]. Digunakan bahan
Methyl Cellulose karena penggunaan bahan Methyl Cellulose
dapat digunakan dalam berbagai aplikasi untuk memberikan
tekstur dan dapat dipakai sebagai disintegran, bahan pengikat,
sebagai bahan penyalut, atau sebagai bahan marik hidrofilik
untuk sediaan lepas lambat [8]. Digunakan Ordinary Portland
Cement (OPC) sebagai bahan tambahan pada penelitian ini
karena pada Ordinary Portland Cement (OPC) merupakan
Semen Portland tipe I jenis yang paling banyak dibutuhkan
oleh masyarakat luas dan dapat digunakan untuk seluruh
aplikasi yang tidak mendapatkan persyaratan khusus.
Digunakan bahan Benzena dan Metanol karena pada
penelitian sebelumnya telah dilakukan modifikasi dengan
pelarut tersebut untuk melarutkan Dispersible Polymer [9,10].
Menurut Winefordner, dalam instrumentasi HPLC
berperan dalam metode pemisahan senyawa secara
kromatografi berdasasarkan interaksi antara sampel dengan
fase diam dan fase geraknya [11]. Menurut Prasetya dan
Ngadiwiyana berhasil melakukan penelitian isolasi senyawa
volatil minyak kayu manis, pemurnian sampel minyak dan
analisis dengan menggunakan GC-MS [12]. Sehingga pada
penelitian ini direkomendasikan instrumen GC-MS, LC-MS,
HPLC-MS.
Digunakan instrumen Gas Chromatography Mass
Spectrometry (GC-MS) karena instumen ini berfungsi sebagai
alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel

8
[13]. Digunakan instrumen Liquid Chromatography-Mass
Spectroscopy (LC-MS) karena untuk memisahkan beberapa
senyawa atau campuran senyawa berdasarkan kepolarannya.
Digunakan instrumen High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) karena untuk pemisahan sejumlah
senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis;
analisis ketidak murnian (impurities); analisis
senyawasenyawa tidak udah menguap (non-volatil);
pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit, dalam
jumlah banyak, dan dalam skala proses industry. Maka pada
penelitian ini disarankan untuk menggunakan instrumen
GCMS, LC-MS dan HPLC.

2.1 Additif Pada Pembuatan Semen Instan


2.1.1 Dispersible Polymer
Komposisi utama dispersible polymer adalah resin
polimer yaitu senyawa dengan inti dari partikel-partikel bubuk
karet, tetapi juga emulsi bubuk memiliki peran utama seperti
polivinil asetat. Polivinil Asetat adalah suatu polimer dari
karet sintesis. Polivinil asetat dibuat dari monomernya, vinil
asetat (vinil acetate monomer,VAM). Senyawa ini ditemukan
di Jerman oleh Dr. Flitz Klatte pada 1912. Vinil Asetat dapat
dipolimerisasi membentuk Polivinil Asetat (PVAc).
Sedangkan monomer yang lain membentuk kopolimer EVA
(Ethylene Vinyl Acetate) [14].
Polivinil Asetat merupakan zat semi-padat tidak
berwarna dan jernih, tidak berbau, tidak berasa. Memiliki
rumus molekul C4H6O2, berat molekul dapat bervariasi (86,09
AMU), berat jenis (air =1): 1,17–1,19, titik dekomposisi 220–
250˚C (428–482 F), titik lembek 35–50˚C (95–122 F), titik
lebur 60˚C, titik didih 72,5˚C, indeks bias 1,467. Kerapatan
1,191 g/cm3. Larut dalam pelarut aromatik dan pelarut

9
terklorinasi, keton, karbon tetraklorida. Tidak larut dalam
bensin, minyak, lemak, alkohol derivat tinggi, dan pelarut
alifatik [15].
Polivinil asetat digunakan sebagai bahan antistatik, bahan
pengikat, penstabil emulsi, pembentuk film [16]; sebagai
bahan perekat dan pengikat pada cat berbahan dasar air atau
emulsi, sebagai pengikat pada kertas, kayu, kaca, logam,
porselen, dan perekat pada resin [17]. Memiliki risiko utama
dan sasaran organ bahaya utama terhadap kesehatan. Dapat
menyebabkan iritasi kulit, mata, saluran napas, dan saluran
cerna [18]. Bahaya fisik: campuran debu/udara dapat terbakar
atau meledak [19].
Polivinil asetat (PVAc) adalah salah satu polimer
aplikatif yang digunakan sebagai perekat material poliuretan.
PVAc termasuk polimer yang dapat disintesis melalui proses
polimerisasi emulsi. Kinerja mekanik dari PVAc akan
menurun seiring meningkatnya suhu. Stabilitas ikatan PVAc
akan menurun pada suhu di atas 70°C [20].
Peneliti sebelumnya telah melakukan sintesis PVAc yang
dimodifikasi dengan pelarut metanol. Metanol berperan dalam
reaksi alkoholisis pada polimerisasi vinil asetat [21]. Polimer
ini terstabilkan oleh suatu surfaktan, yaitu suatu zat yang aktif
pada permukaan larutan aqueous. Molekul surfaktan bersifat
amfilik yaitu memiliki dua sifat yang bertolak belakang yakni
hidrofilik dan hidrofobik. Kedua sifat tersebut menyebabkan
surfaktan berperan mengadsorb kuat pada antarmuka airudara,
sehingga mengurangi energi permukaan pada substansi
larutannya [22]. Surfaktan memiliki peranan penting sebagai
tempat terjadinya reaksi polimerisasi, stabilisator
pertumbuhan partikel selama polimerisasi, dan sebagai agen
pengubah rantai [23]. Di sisi lain, aromatik seperti benzena,
klorobenzena, dan m-xilena memiliki parameter kelarutan

10
yang cukup mirip dengan kopolimer EVA (Ethylene Vinyl
Acetate). EVA (Ethylene Vinyl Acetate) merupakan monomer
dari polivinil asetat [24].

2.1.2 Methyl Cellulose


Methyl Cellulose adalah suatu bahan sintetik berupa etil
metil selulosa, tersedia dalam beberapa grade yaitu 20-4500.
Angka-angka tersebut menunjukkan viskositas dalam satuan
centipoise (cps) dari larutan 2 % b/v dalam air pada suhu 0C.
Bentuk dari Methyl Cellulose adalah berupa serbuk atau serat
menyerupai kapas, tidak berbau, tidak berasa, inert, dan stabil
pada larutan asam atau basa (pH 3-11) [25]. Methyl Cellulose
digunakan dalam berbagai aplikasi untuk memberikan tekstur.
Selulosa adalah polimer dari gugus hidroksil yang
mengandung glukosa (-OH) yang dapat disubstitusi dengan
gugus metoksida (-OCH3) untuk menghasilkan MC. Methyl
Cellulose (MC) adalah jenis serat flocculated organik, yang
dapat diproses oleh pengolahan kimia dan pengolahan
mekanik, yang tidak beracun, tidak berbau, bebas polusi dan
non-radioaktif. MC banyak digunakan dalam mortar beton
produk gipsum. Rumus molekul MC adalah
C6H7O2(OH)x(OCH3)y yang memiliki massa molekul relatif
awal sebesar 159 gram/mol [26].
Kelarutan Methyl Cellulose adalah larut dengan lambat
pada air dingin, membentuk larut koloidal yang viskos, praktis
tidak larut dalam air panas tetapi larut dalam pendinginan,
praktis tidak larut dalam alkohol, kloroform, dan eter. Namun
dalam sampel semen, bagian tak larut dari semen ditentukan
dengan mendigest contoh dalam HCL. Setelah penyaringan,
selanjutnya didigest dengan natrium hidroksida. Residu yang
diperoleh dipijarkan dan ditimbang (SNI).

11
Pada pembuatan tablet, Methyl Cellulose dapat dipakai
sebagai disintegran, bahan pengikat, sebagai bahan penyalut,
atau sebagai bahan marik hidrofilik untuk sediaan lepas
lambat. Untuk hal ini dapat dipakai Methyl Cellulose 400 cps
atau 4000 cps [8]. Konsentrasi yang digunakan sebagai bahan
pengikat adalah 1-5 % [5].

2.2 Pelarut
2.2.1 Benzena
Benzena merupakan senyawa aromatik tersederhana.
Cincin benzena dianggap sebagai induk sama seperti alkana
rantai lurus. Gugus alkil, halogen dan gugus nitro dinamai
dalam bentuk awalan pada benzena itu. Untuk pertama
kalinya benzena diisolasi pada tahun 1825 oleh Michael
Faraday dari residu minyak yang tertimbun dalam pipa induk
gas di London. Dewasa ini sumber utama benzena, adalah
benzena yang tersubstitusi dan senyawa aromatik lain adalah
petroleum. Sampai tahun 1940, batu bara merupakan sumber
utama. Pada saat ini, senyawa aromatik yang diperoleh dari
sumber ini adalah hidrokarbon, fenol dan senyawa
heterosiklik aromatik, benzena digunakan sebagai pelarut zat
organik [27].

2.2.2 Metanol
Metanol merupakan cairan tidak berwarna yang juga
sangat fluktuatif. Bau yang khas dan terbakar sebagai api
putih terang. Metanol banyak digunakan untuk membuat
bahan kimia lainnya seperti formalin. Ini juga merupakan
bahan bakar yang diinginkan untuk balapan dan aksi mobil
karena kurang mudah terbakar daripada bensin dan dapat
dipadamkan dengan air. Jumlah kecil yang digunakan untuk
memproduksi cairan alkohol dan juga dapat ditemukan

12
sebagai pelarut. Metanol larut dalam air, yang berarti bahwa
itu akan tercampur dengan adanya air [28]. Metanol memiliki
rumus molekul CH3OH, berat molekul 32,04 gram/mol, titik
didih 64,5˚C, titik leleh -97,8˚C, densitas uap 1,1 [29].

2.2.3 Aquades
Aquades adalah air yang dimurnikan dari destilasi. Satu
molekul air memiliki dua hidrogen atom kovalen terikat untuk
satu oksigen. Aquades merupakan cairan yang jernih, tidak
berwarna dan tidak berbau. Aquades juga memiliki berat
molekul sebesar 18,0 g/mol dan PH antara 5-7. Rumus kimia
dari aquades yaitu H2O. Aquades ini memiliki allotrop berupa
es dan uap. Senyawa ini tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak meiliki rasa. Aquades merupakan elektrolit lemah yang
dihasilkan dari pengoksidasian hidrogen dan banyak
digunakan sebagai bahan pelarut senyawa [30].

2.2.4 Asam Klorida (HCl)


HCl adalah asam kuat dan dibentuk oleh ikatan kovalen
antara ion hidrogen dan klorida. Asam klorida adalah larutan
akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). HCl merupakan asam
monoprotik, yang berarti dapat terdisosiasi (terionisasi)
melepaskan satu H+ (sebuah proton tunggal). Dalam larutan
asam klorida, H+ ini bergabung dengan molekul air
membentuk ion hidronium, H3O+ [31][32].
Ion lain yang terbentuk adalah ion klorida, Cl−. Asam
klorida dapat digunakan untuk membuat garam klorida,
seperti natrium klorida. Asam klorida adalah asam kuat karena
ia terdisosiasi penuh dalam air [31-32]. Asam klorida sering
digunakan dalam analisis kimia untuk melarutkan sampel-
sampel analisis. Asam klorida pekat melarutkan banyak jenis
logam dan menghasilkan logam klorida dan gas hidrogen. Ia

13
juga bereaksi dengan senyawa dasar semacam kalsium
karbonat dan tembaga(II) oksida, menghasilkan klorida
terlarut yang dapat dianalisis [31-32].

2.3 Bahan Pada Pembuatan Semen Instan


2.3.1 Ordinary Portland Cement (OPC)
Semen Portland tipe I merupakan jenis yang paling
banyak dibutuhkan oleh masyarakat luas dan dapat digunakan
untuk seluruh aplikasi yang tidak mendapatkan persyaratan
khusus. Contohnya, ketika pemilik rumah atau tukang batu
yang sedang mengerjakan proyek atau merenovasi rumah
tinggal. Standarisasi mutu OPC diatur dalam standar
Indonesia SNI 15-2049-2004 standar Amerika ASTM C
15004a dan standar Eropa EN 197-1:2000.
Ordinary Portland Cement adalah semen Portland yang
dipakai untuk segala macam konstruksi apabila tidak
diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan terhadap
sulfat, panas hidrasi, dan sebagainya. Penggunaan konstruksi
umum untuk semua mutu beton. Keunggulan OPC
diantaranya:
a. Cepat kering dengan workabilitas yang tinggi.
b. Dapat digunakan untuk semua mutu beton.
Dalam aplikasinya, penggunaan OPC dapat diterapkan di
dalam konstruksi bangunan seperti::Gedung, jembatan, jalan
raya, rumah pemukiman, landasan pacu pesawat terbang,
beton precast dan prestress, elemen bangunan : genteng,
hollow brick, batako, paving block, roster, pabrikan berbasis
semen (www.semenindonesia.com).

2.3.2 Pasir Silika


Pasir silika adalah bahan galian yang terdiri atas
kristalkristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor

14
yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir ini juga
dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan
batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa dan
feldspar. Pasir silika memiliki sejumlah kelemahan sebagai
cetakan atau coremaking material: memiliki tingkat ekspansi
termal yang tinggi (Gambar 2.1) yang dapat menyebabkan
ekspansi cacat coran.

Gambar 2. 1 Grafik karakteristik ekspansi termal zikron,


kromit dan pasir olivine dibandingkan dengan pas ir
silika

Cetakan pasir dan inti kebanyakan didasarkan pada pasir


silika karena biaya yang paling tersedia dan terendah
material. Komposisi kimia pasir cetak alam sebaiknya adalah
80% sampai 90% silika, 5% sampai 10% alumina atau bahan
pengikat (clay) dan sebagian kecil lime, magnesia dan elemen
lainnya. Pasir silika digunakan karena kemurnian kimia dan
sifat termal yang tinggi. Hal ini tahan terhadap baja cair dan
besi yang memiliki kekerasan tinggi dengan semua jenis
sistem perekat pengecoran [33].

2.3.3 Batu Kapur (CaCO3)


Batu kapur ialah jenis batuan sedimen yang mengandung
senyawa karbonat. Pada umumnya batu kapur yang banyak
terdapat adalah batu kapur yang mengandung kalsit. Batu

15
kapur memiliki warna putih, putih kekuningan, abu–abu
hingga hitam. Pembentukan warna ini tergantung dari
campuran yang ada dalam batu kapur tersebut, misalnya :
lempung, kwarts, oksida besi, mangan dan unsur organik.
Batu kapur terbentuk dari sisa–sisa kerang di laut maupun dari
proses presipitasi kimia. Berat jenis batu kapur berkisar 2,6 -
2,8 gr/cm3, dalam keadaan murni dengan bentuk kristal kalsit
(CaCO3), sedangkan berat volumenya berkisar 1,7 – 2,6
gr/cm3. Jenis batuan karbonat dapat dibagi menjadi 2 bagian
utama yaitu batu kapur (limestone) dan dolomit (dolostone)
[34].
Batu kapur merupakan salah satu bahan galian industri
yang potensinya sangat besar dengan cadangan di perkirakan
lebih dari 28 milyar ton yang tersebar di seluruh daerah di
Indonesia. Produksi batu kapur di Bali sebagian besar
dipergunakan untuk bahan bangunan, biasanya digunakan
untuk pondasi gedung maupun jalan raya. Batu kapur murni
digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan kaca,
kalsinasi dan beberapa kapur digunakan dalam pengolahan
dari campuran struktural semen. Batu kapur digunakan dalam
pembuatan dari bubuk pemucat dimana digunakan dalam
bidang tekstil dan kertas gulung. Kini batu kapur banyak
digunakan sebagai bahan baku semen Portland [35].

2.4 Metode Uji untuk Additive


2.4.1 Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-
MS)
Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS)
merupakan gabungan dua buah alat yaitu kromatografi gas
dan spektrometri massa. GC-MS digunakan untuk mendeteksi
massa antara 10 m/z hingga 700 m/z [27]. Kromatografi gas
berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran

16
dalam sampel [13]. Prinsip kerja dari kromatografi gas terkait
dengan titik didih senyawa yang dianalisis serta perbedaan
interaksi analit dengan fase diam dan fase gerak. Senyawa
dengan titik didih yang tinggi memiliki waktu retensi yang
lama. Senyawa yang lebih terikat dalam fase cair pada
permukaan fase diam juga memiliki waktu retensi yang lebih
lama [36]. Spektrometri massa berfungsi untuk mendeteksi
masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan
pada sistem kromatografi gas [13]. Prinsip kerja spektrometri
massa adalah menembak bahan yang sedang dianalisis dengan
berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya
sebagai suatu spektrum fragmen ion positif. Fragmen-fragmen
tersebut berkelompok sesuai dengan massanya [27].

Gambar 2. 2 Instrumen GC -MS

Kebanyakan analisis dengan GC-MS dapat dibagi dalam


dua kelompok, yaitu: kualitatif dan kuantitatif. Kedua analisis
tersebut menggunakan spektrometer massa sebagai detector
[37]. Berdasarkan analisis GC–MS diperoleh dua informasi

17
dasar, yaitu hasil analisis kromatografi gas yang ditampilkan
dalam bentuk kromatogram dan hasil analisis spektrometri
massa yang ditampilkan dalam bentuk spektrum massa.
Kromatogram memberikan informasi mengenai jumlah
komponen kimia yang terdapat dalam campuran yang
dianalisis (jika sampel berbentuk campuran) yang ditunjukkan
oleh jumlah puncak yang terbentuk pada kromatogram berikut
kuantitas masing-masing. Spektrum massa hasil analisis
sistem spektroskopi massa merupakan gambaran mengenai
jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu
komponen kimia (masing-masing puncak pada kromatogram).
Setiap fragmen yang terbentuk dari pemecahan suatu
komponen kimia memiliki berat molekul yang berbeda dan
ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z (m/e,
massa/muatan) pada sumbu X dan intensitas pada sumbu Y
yang disebut spektrum massa [13].

2.4.2 Liquid Chromatography-Mass Spectroscopy (LC-


MS)
Spektrokopi LC-MS merupakan dua alat yang
digabungkan menjadi satu, yang berfungsi untuk memisahkan
beberapa senyawa atau campuran senyawa berdasarkan
kepolarannya (Gambar 2). Setelah campuran senyawa tersebut
terpisah, maka senyawa yang terpisah akan diidentifikasi berat
molekulnya [38].

18
Gambar 2. 3 LC-MS

Sumber : Eichhorn and Knepper, 2001


Di dalam kolom terjadi pemisahan senyawa-senyawa
dalam kolom akan keluar atas dasar kepolaran yang berbeda,
sehingga akan mempengaruhi kekuatan interaksi antara
senyawa terhadap fase diam. Senyawa-senyawa yang kurang
kuat interaksinya dengan fase diam akan keluar terlebih
dahulu, dan sebaliknya senyawa yang berinteraksi kuat
dengan fase diam akan keluar lebih lama [39]. Sampel yang
telah terpisah dengan liquid chromatography diidentifikasi
berat molekulnya menggunakan mass spectroscopy. Hasil
spektrum mass spectroscopy berupa perbandingan antara
intensitas (%) terhadap massa (m/z). Intensitas (%) yang
paling tinggi sebagai base peak dan mass (m/z) yang paling
besar sebagai [M+H+] [19-20].

2.4.3 High Performance Liquid Chromatography


(HPLC)
High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
merupakan salah satu teknik pemisahan campuran secara
modern. Teknik HPLC ini merupakan salah satu teknik

19
kromatografi cair-cair, yang dapat digunakan baik untuk
keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis
kuantitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran
luas/area puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan
dengan luas/area standar. Kegunaan umum HPLC adalah
untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik,
maupun senyawa biologis; analisis ketidak murnian
(impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap
(non-volatil); pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah
sedikit, dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri.
HPLC merupakan metode yang dapat digunakan baik untuk
analisis kualitatif maupun kuantitatif. Penggunaan
kromatografi cair terhadap suatu masalah yang dihadapi
membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai
macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak,
suhu kolom, dan ukuran sampel [40].

Gambar 2. 4 Instrumen HPLC

Menurut Mulja dan Suharman (1995) [41], untuk


tercapainya maksud dan tujuan analisis dengan HPLC maka
diperlukan penatalaksanaan yang betul-betul sudah
dipersiapkan dan diperhitungkan, antara lain:

20
a. Dipilih pelarut campur yang sesuai untuk komponen
yang dipisahkan.
b. Berkaitan dengan pemilihan pelarut pengembang
(solvent) maka kolom yang dipakai juga harus
diperhatikan.
c. Detektor yang memadai.
d. Pengetahuan dasar HPLC yang baik serta pengalaman
dam keterampilan kerja yang baik.

Keuntungan metode HPLC antara lain :


a. Dapat dilaksanakan pada suhu kamar.
b. Pelarut pengembang yang dapat dipakai berulang kali,
demikian juga dengan kolomnya.
c. Detektror HPLC dapat divariasi.
d. Ketepatan dan ketelitiannya relatif tinggi dijajaran
teknik analisis fisiko-kimia.
2.5 Parameter Validasi Metode Analisis
Validasi merupakan suatu proses dokumentasi atau
membuktikan bahwa metode analisis menghasilkan data
analitik yang dapat diterima untuk tujuan penggunaannya.
Langkah awal dalam perkembangan suatu metode dan
validasinya adalah menentukan standar minimum yang
merupakan spesifikasi dari metode untuk tujuan yang ingin
dicapai [42].
Proses validasi biasanya meliputi pengujian
parameterparameter seperti: a. Selektivitas
b. Linearitas
c. Akurasi
d. Presisi
e. Sensitivitas
f. Rentang
g. Limit of detection (LOD)

21
h. Limit of quantification (LOQ)
Linearitas menunjukkan kemampuan suatu metode
analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai
dengan konsentrasi analit dalam contoh pada kisaran
konsentrasi tertentu. Berdasarkan Hukum Lambert-Beer,
absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi. Penentuan
konsentrasi sampel yang didasarkan pada Hukum
LambertBeer dapat dilakukan dengan menggunakan kurva
standard
[41].
Penetapan linearitas minimum menggunakan lima
konsentrasi yang berbeda. Persamaan garis yang digunakan
pada kurva kalibrasi diperoleh dari metode kuadrat terkecil,
yaitu y=bx+a. Persamaan ini akan menghasilkan koefisien
korelasi (r). Koefisien korelasi inilah yang digunakan untuk
mengetahui linearitas suatu metode analisis. Nilai a pada
regresi linear menunjukkan kepekaan analisis terutama
instrumen yang digunakan. Nilai kemiringan atau slope pada
kurva kalibrasi dapat digunakan untuk melihat sensitifitas
suatu metode analisis [40].
Data linearitas dievaluasi menggunakan metode statistik,
yang banyak digunakan yaitu persamaan garis regresi antara
respon detektor (sumbu-y) versus konsentrasi sampel (sumbu-
x) [43]. Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b=0 dan
r=+1 atau -1 tergantung pada arah garis. Nilai koefisien
korelasi yang memenuhi persyaratan diharapkan mendekati 1
atau diatas 0.995 [44]. Pada referensi yang terlampir pada
Lampiran B hanya digunakan parameter validasi linearitas
untuk pembuatan grafik deret standard dikarenakan adanya
keterbatasan waktu.

22
BAB III METODOLOGI

3.1 Flow Chart Penelitian untuk Hasil % Massa dan


Validasinya

*Diagram Alir di Sub Bab 3.2.a **Diagram Alir di Sub


Bab 3.2. (b) dan (c) ***Referensi Validasi Hasil Analisis
terdapat di Lampiran B

23
3.2 Diagram Alir
3.2.1 Preparasi Sampel A

3.2.2 Preparasi Sampel B

24
3.2.3 Pelarutan Sampel A*
Dengan Pelarut HCl:Air ( 1:5)

(*)
Komposisi A : 0,5 gram Dispersible Polymer : 29,5 gram
CaCO3(s) : 70 gram OPC) (**) Referensi perhitungan data
terdapat di Lampiran B Dengan Pelarut Metanol:Air
(1:3)

25
(*)
Komposisi A : 0,5 gram Dispersible Polymer : 29,5
gram CaCO3(s) : 70 gram OPC) (**)Referensi
perhitungan data terdapat di Lampiran B Dengan
Pelarut Benzena

(*)
Komposisi A : 0,5 gram Dispersible Polymer : 29,5
gram CaCO3(s) : 70 gram OPC) (**)Referensi
perhitungan data terdapat di Lampiran B

26
3.2.4 Pelarutan Sampel B*

(*)
Komposisi B : 0,1 gram Methyl Cellulose : 29,9 gram
CaCO3(s) : 70 gram OPC) (**)Referensi perhitungan data
terdapat di Lampiran B
3.3 Proses Preparasi Sampel
Prekursor (bahan dasar) pada tugas khusus ini seperti
Akuades, PC, CaCO3, Dispersible Polymer, HCl, dan Methyl
Cellulose diperoleh dari Pusat Penelitian Semen (PPS) dari
PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Saat pencampuran bahan
dilakukan di Laboratorium Aplikasi Semen menggunakan alat
mixing. Setelah tercampur, sampel kemudian dilarutkan
menggunakan larutan HCl : Akuades (1:5) di Laboratorium
Kimia dan Fisika PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,
sedangkan pelarut Benzena dan Metanol : Akuades (1:3)
dilakukan di Laboratorium Kimia ITS. Setelah mengetahui
pelarut yang baik, maka sampel bubuk yang belum dilarutkan
diujikan menggunakan HPLC. Maka, perlu kunjungan pada
beberapa laboratorium yang terdapat instrumen HPLC.

27
3.4 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam tugas khusus ini
adalah :
Alat : Bahan :
• Gelas Beaker  Semen OPC 140 gram
100 mL  Methyl Cellulose 1 gram
• Kaca Arloji  Dispersible Polymer 1 gram
• Neraca  CaCO3 60 gram
Analitik  50 mL akuades(l)
• Pengaduk  10 mL HCl(aq)
Kaca

3.5 Batasan Masalah


Batasan masalah dari Tugas Khusus ini adalah :
1. Tugas khusus ini dilakukan dalam jangka waktu 1
(satu) bulan selama 2 Juli 2018 s.d. 31 Juli 2018.
2. Tugas khusus ini dilakukan dengan menggunakan
Dispersible Polimer dan Methyl Cellulose sebagai
bahan additive pada pembuatan semen instan.
3. Bahan pembuatan semen instan yang digunakan
dalam tugas khusus ini adalah Ordinary Portland
Cement (OPC), Pasir Silika dan Kapur (CaCO₃).
4. Pelarut pembuatan semen instan yang digunakan
dalam tugas khusus ini adalah Benzena, Metanol,
Aquades, dan HCl.
5. Bahan additif yang digunakan pada tugas khusus
ini diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan

28
Pengembangan (Litbang) yang berada di PT.
Semen Indonesia (Persero) Tbk
6. Pada tugas khusus ini tidak dilakukan analisis
untuk kalibrasi dengan menggunakan Weight
Feeder di Pabrik
3.6 Jadwal Pelaksanaan

29
30
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Mengenai Penentuan Pelarut Additive Organik


Senyawa Methyl Cellulose dan Dispersible Polymer
1. Dispersible Polymer

(a) (b) (c)

Gambar 4. 1 Hasil pelarutan sampel yang ditambahkan Dispersible n pelarut (a)


HCl(aq) : Akuades(l) perbandingan (1:5)
Polymer denga mL, (b) Metanol (aq) : Akuades(l) perbandingan
(1:3)mL, (c) Benzena 10 mL

Sampel A yang ditambahkan additive Dispersible


Polymer ditimbang sebanyak 1 gram. Pada kasus ini
digunakan komparasi tiga pelarut yaitu: HCl (aq) : Akuades(l)
dengan perbandingan (1:5) mL, metanol (aq) : Akuades(l)
perbandingan (1:3), dan benzena 10 mL. Diaduk secara
merata sehingga menjadi larutan yang homogen. Didapatkan
hasil pada pelarut HCl(aq) : Akuades(l) dengan perbandingan
(1:5) mL yang paling sesuai karena terdapat satu fase dalam
campuran yang terdapat pada Gambar 4 (a), sedangkan untuk
metanol(aq) : Akuades(l) perbandingan (1:3) dan benzena tidak
bisa larut karena terdapat perubahan yaitu muncul adanya 2
fasa (heterogen) yang terdapat pada Gambar 4 (b). Dengan

32
munculnya 2 fasa ini, Dispersible Polymer yang ditambahkan
dengan pelarut metanol: akuades dan pelarut benzena tidak
dapat larut (Gambar 4 c). Kemudian larutan sampel tersebut
diambil 0,001mL yang akan diinjekkan ke instrumen HPLC.
Sehingga, pada analisa mengenai pelarut additive organik
senyawa Dispersible Polymer yang paling efisien dan efektif
adalah HCl : Akuades(l) dengan perbandingan 1 : 5. Hal ini
sesuai dengan SNI 15 2049 2004 mengenai kelarutan pada
semen Portland yang berhasil dilarutkan dalam larutan asam
kuat.

2. Methyl Cellulose

Gambar 4. 2 Hasil pelarutan sampel yang ditambahkan


Methyl Cellulose dengan HCl(aq) : Akuades(l) perbandingan
(1:5) mL

Sampel B yang ditambahkan additive Methyl Cellulose


ditimbang sebanyak 1 gram. Setelah itu
dicampurkan dengan H2O dan HCl(aq) dengan perbandingan (5:1)
mL. Diaduk secara merata sehingga menjadi larutan yang
homogen. Kemudian larutan sampel tersebut diambil 0,001mL

33
yang akan diinjekkan ke instrumen HPLC. Telah diuji dengan
pelarut tersebut menunjukkan sampel B larut dengan baik. Hal ini
sesuai dengan SNI 15-2049-2004 mengenai kelarutan pada semen
Portland yang berhasil dilarutkan dalam larutan asam kuat.

4.2 Rekomendasi Metode dalam Pengukuran Additive


Organik pada Semen Instan
Menurut Winefordner, dalam instrumentasi HPLC
berperan dalam metode pemisahan senyawa secara
kromatografi berdasasarkan interaksi antara sampel dengan
fase diam dan fase geraknya [11]. Menurut Prasetya dan
Ngadiwiyana berhasil melakukan penelitian isolasi senyawa
volatil minyak kayu manis, pemurnian sampel minyak dan
analisis dengan menggunakan GC-MS [12]. Sehingga pada
tugas khusus ini perlu dilakukan komparasi metode analisis
HPLC, LC-MS, dan GC-MS yang dapat disimpulkan pada
Tabel 4.1.
Tabel 4. 1 Komparasi Metode Instrumen HPLC, LC-MS, GC-MS

Berdasarkan hasil komparasi tersebut, dapat diambil


kesimpulan bahwa instrumen yang akan digunakan adalah
HPLC. Hal ini dikarenakan analisis dengan HPLC dapat
memisahkan campuran yang baik dalam waktu proses yang
relatif singkat [41]. HPLC juga merupakan pemisahan dengan

34
berdasarkan fase cair-cair dimana sampel semen yang akan
dianalisis dapat dilarutkan dengan pelarut HCl : Akuades
perbandingan (1:5)mL. Pada analisa sampel, digunakan
instrumen HPLC agar bisa memisahkan komponen organik
dan mengetahui komposisi dalam sampel. Pada laporan kali
ini telah dilakukan beberapa survey ke beberapa laboratorium
yang memiliki instrument HPLC di daerah Surabaya dan
Jakarta yang dirangkum dalam Tabel 4.2.
Tabel 4. 2 Hasil Survey Lapangan Pengujian HPLC

Dari hasil survey di beberapa laboratorium di kota


Surabaya dan Jakarta, kami tidak menemukan laboratorium
yang memiliki standar untuk menganalisa sampel kandungan
Methyl Cellulose dan Dispersible Polymer pada semen instan.

35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dalam tugas khusus ini, yang bertujuan untuk
mengetahui pelarut additive organik senyawa Methyl
Cellulose dan Dispersible Polymer pada semen di PT. Semen
Indonesia (Persero) Tbk. yang paling efektif dan efisien, serta
merekomendasikan metode dalam pengukuran additive
organik pada semen instan di PT. Semen Indonesia (Persero)
Tbk, penulis telah melakukan sesuai dengan metodologi pada
Sub Bab 3.1 hingga 3.4 dengan analisa maka dapat
disimpulkan:
a.Didapatkan pelarut yang efektif dan efisien
menggunakan HCl : Akuades perbandingan (1:5)
mL dari 1 gram massa sampel.
b. Pengujian sampel yang direkomendasikan
menggunakan instrumen HPLC.

5.2 Saran
Selama mengerjakan tugas khusus ini, kami mendapatkan
beberapa hambatan seperti,
a. Belum ditemukan pengujian HPLC yang
memenuhi standar sampel semen.
b. Belum dilakukan pembuatan larutan standar.
c. Belum dilakukan validasi dengan parameter selain
linearitas.
d. Belum dilakukan analisis untuk kalibrasi dengan
Weight Feeder di pabrik.

Maka, saran untuk praktek kerja lapangan atau


penelitian selanjutnya di PT. Semen Indonesia (Persero)
Tbk. yaitu:

36
a. Perlu dilakukan pengujian HPLC yang
memenuhi standar untuk sampel semen
(konstruksi).
b. Perlu dilakukan pembuatan variasi larutan
standar yang akan dilakukan penentuan deret
standard dalam pembuatan kurva kalibrasi yang
terdapat pada lampiran B.
c. Perlu dilakukan validasi dengan menggunakan
parameter-parameter yang lain agar data yang
diperoleh akurat.
d. Perlu dilakukan analisis untuk kalibrasi dengan
Weight Feeder di pabrik

DAFTAR PUSTAKA

[1] Mulyono, 2005, Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta.

[2] Tjokrodimuljo, K. 1996. Teknologi Beton. Yogyakarta:


Nafiri.

[3] Asroni, A., 2010. Struktur Beton I (Balok dan Plat Beton
Bertulang), Graha Ilmu, Yogyakarta.
[4] https://henggarrisa.wordpress.com/category/beton/
(diakses pada tanggal 17 Juli 2018 pukul 09.14 WIB).
[5] Prasetya, N.B.A., Ngadiwiyana. 2006. Identifikasi
Senyawa Penyusun Minyak Kulit Batang Kayu Manis

37
(Cinnamomum cassia) Menggunakan GC-MS. Jur. Kim.
Sains & Apl. Vol. IX. No.3.
[6] Atmaja, L., Sulistyoningsih, S.M. 2014. Sintesis Perekat
Polivinil Asetat Berbasis Pelarut Metanol yang
Terstabilkan oleh Disponil. Jurnal Sains dan Seni Pomits
Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5.
[7] http://fscimage.fishersci.com/msds/97152.html (diunduh
Juli 2018).
[8] Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1989. Teori
dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Ketiga, Jakarta : UI
Press, hal. 127-33.
[9] Atmaja, L., Sulistyoningsih, S.M. 2014. Sintesis Perekat
Polivinil Asetat Berbasis Pelarut Metanol yang
Terstabilkan oleh Disponil. Jurnal Sains dan Seni Pomits
Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5.
[10] Dincer, S. dan Bonner, C. 1977. Thermdynamic Analysis
of an Ethylene and Vinyl Acetate Copolymer with
Various Solvents by Gas Chromatography. Journal of
American Chemical Society.
[11] Winefordner, J.D. (2009). Liqud Chromatography Time
of Flight Mass Spectrometry. Wiley Inc Publication. New
Jersey.
[12] Prasetya, N.B.A., Ngadiwiyana. 2006. Identifikasi
Senyawa Penyusun Minyak Kulit Batang Kayu Manis
(Cinnamomum cassia) Menggunakan GC-MS. Jur. Kim.
Sains & Apl. Vol. IX. No.3.
[13] Agusta, A., 2000, Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika
Indonesia, 29–35, Penerbit ITB, Bandung.
[14] https://id.wikipedia.org/wiki/Vinil_asetat (diakses pada
tanggal 24 Juli 2018 pukul 10.03 WIB).
[15] OHS, MDL Information System, Inc., Doneison Pike,
Nashville, 1997.

38
[16] http://www.thegoodscentscompany.com/data/rw1276731
.html# (diunduh Juli 2018).
[17]http://toxnet.nlm.nih.gov/cgibin/sis/search/a?
dbs+hsdb:@term+@DOCNO+1250
(diakses pada tanggal 15 Juli 2018 pukul 11.19 WIB).
[18] http://fscimage.fishersci.com/msds/97152.html
(diunduh Juli 2018).
[19] OHS, MDL Information System, Inc., Donelson Pike,
Nashville, 1997.
[20] http://fscimage.fishersci.com/msds/97152.html
(diunduh Juli 2018).
[21] Olayemi J. Y. and Adeyeye A. A. (1982) Some
Properties of Polyvinyl Acetate Films Cast From
Methanol, Acetone, and Chloroform as Solvent.
Departement of Chemistry, Ahmadu Bello University 3,
25–35.
[22] Atmaja, L., Sulistyoningsih, S.M. 2014. Sintesis
Perekat
Polivinil Asetat Berbasis Pelarut Metanol yang
Terstabilkan oleh Disponil. Jurnal Sains dan Seni Pomits
Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5.
[23] Salager, J. 2002. Surfactants Types and Uses, version
2, FIRP Booklet E300-A: Teaching Aid in Surfactant
Science & Engineering in English. Merida-Venezuela:
Universidad De Los Andes.
[24] https://id.wikipedia.org/wiki/Vinil_asetat (diakses pada
tanggal 24 Juli 2018 pukul 10.03 WIB).
[25] Rowe, R. C., Sheskey, P. J., Weller, P.J., 2003.
Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fourth
Edition, London : The Pharmaceutical Press.
[26] Lachman, Leon, dkk. 2007. Teori dan Praktik Farmasi
Industri. Jakarta: UI Press.

39
[27] Fessenden, R. J. dan Fessenden J. S. 1982. Kimia
Organik. Edisi Ketiga, Jilid 2, 417-418, 454-455,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
[28] https://hisham.id/2015/07/perbedaan-etanol-
danmetanol.html (diakses pada tanggal 18 Juli 2018
pukul 10.50 WIB).
[29] http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927227
(diakses pada tanggal 24 Juli 2018 pukul 10.15 WIB).
[30] Basri, Sarjoni, 2003, ” Kamus Kimia ”, edisi ke 2, P.T.
Rineka Cipta, Jakarta.
[31] Lide, David (1980–1981). CRC Handbook of
Chemistry and Physics (edisi ke-61st). CRC Press.
[32] Perry, R (1984). Perry's Chemical Engineers'
Handbook (edisi ke-6th). McGraw-Hill Book
Company. ISBN 0-07-049479-7.
[33] Anderson, R. B. and P. T. Dawson, (1976),
“Experimental Methods in Catalytic Research.
Preparation and Examination of Practical Catalyst”,
Academic Press Inc., London.
[34] Boggs Jr, Sam., 1987, Principles of Sedimentology and
Stratigraphy 3rd Edition. Prentice Hall.
[35] Salain, I Putu Rumawan. 2009. Arsitektur sebagai
Sumber Kreativitas: Suatu Kajian Reflektif Budaya
Unggulan di Kota Denpasar. In Yasa, IGM Murjana.
2009. Denpasar Kota Kreatif Berbasis Budaya
Unggulan. Denpasar: Bappeda Kota Denpasar.
[36] Clark, J., 2007, Kromatografi Gas-Cair, (online),
(http://www.chem-is-try.org, diakses tanggal 25 Juli
2018).
[37] Munson, J.W., 1991, Analisis Farmasi Metode Modern,
diterjemahkan oleh Harjana dan Parwa, A., 2–43,
Airlangga University Press, Surabaya.

40
[38] Eichhorn, P and Knepper,T.P. 2001. Electrospray
ionization mass spectrometric studies on the amphoteric
surfactant cocamidopropylbetaine. J. Mass
Spectroscopy, 36: 677-684.
[39] Skoog, D.A., West, D.M., Holler, J.F. and Crouch, S.R.
2013. Fundamental of Analytical Chemistry. 9th
Edition. Nelson Education, Ltd.
[40] Gandjar, I.G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi
Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
[41] Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental,
Cetakan I, 26-32, Airlangga University Press,
Surabaya.
[42] Christian, G.D., 2004, Analytical Chemistry, John
Wiley and Sons, Inc., Danvers, pp. 126.
[43] Ermer, J. and Miller, H.M. 2005, Method Validation in
Pharmaceutical Analysis. A Guide To Best Practice, 1st
edition, WILEY-VCH Verlag GmBH & Co. KGaA,
Weinheim, pp 101-119.
[44] Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi
Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu
Kefarmasian, 117-135.

41
LAMPIRAN A
Analisis Pelarut mengenai Penentuan Pelarut Additive
Organik Senyawa Methyl Cellulose dan Dispersible
Polymer

(a) (b)

Gambar 1. Sampel
(a)

Penambahan dengan Methyl Cellulose,


(b) Penambahan dengan Dispersible Polymer

(a) (b)

42
Gambar 2. Penimbangan 1 gram sampel (a) Penambahan dengan
Methyl Cellulose, (b) Penambahan dengan Dispersible Polymer

Gambar 3. Hasil pelarutan sampel penambahan dengan


Methyl Cellulose dengan pelarut HCl: Akuades (1:5)

(a) (b) (c)

Gambar 4. Hasil pelarutan sampel yang ditambahkan


Dispersible Polymer dengan (a) HCl(aq) : H₂O(aq) perbandingan
(1:5) mL, (b) , metanol(aq) : H₂O(aq) perbandingan (1:3), dan
(c) benzene

43
LAMPIRAN B
Referensi Perhitungan % Massa

• Pembuatan
Larutan Induk
[Paracetamol]

[Kafein]
• Larutan Deret Standar Paracetamol
a. 1 mL Larutan Induk

b. 2 mL Larutan Induk

c. 3 mL Larutan Induk

d. 4 mL Larutan Induk

44
e. 5 mL Larutan Induk

• Larutan Deret Standar Kafein


a. 1 mL Larutan Induk

b. 2 mL Larutan Induk

c. 3 mL Larutan Induk

45
d. 4 mL Larutan Induk

e. 5 mL Larutan Induk

• Tabel Penimbangan 1 Tablet Obat Bodrex


No. Berat Setiap 1 Tablet Obat Bodrex (gram)
1. 0,8321
2. 0,8530
3. 0,8407
4. 0,8326
5. 0,8350
6. 0,8315
7. 0,8418
8. 0,8568
9. 0,8321
10. 0,8427
Rata-Rata 0,84016

46
• Sampel Obat
Diduga Zat yang Waktu Retensi Luas Area
Terkandung (menit)
Paracetamol 2,38 11705288
Kafein 3,62 2164128

• Deret Standar Paracetamol


Konsentrasi Luas Area Waktu Retensi
(ppm) (menit)
50 2252106 2,38
100 4239085 2,38
150 6208253 2,38
200 7979072 2,38
250 10093086 2,39
300 12261550 2,38

Berdasarkan data hasil percobaan, luas


area kandungan sampel yang diduga paracetamol (11705288),
berada pada rentang deret standar paracetamol

47
(1009308212261550). Sehingga kadar paracetamol dapat dihitung
menggunakan persamaan garis :

Sehingga,

Untuk menghitung kadar paracetamol pada obat Bodrex =

Sehingga, kadar Paracetamol dalam obat bodrex,

48
• Deret Standar Kafein
Konsentrasi Luas Area Waktu Retensi
(ppm) (menit)
25 2164416 3,64
50 4252400 3,62
75 6242196 3,6
100 7989484 3,58
125 10033548 3,59
150 12097707 3,56

Berdasarkan data hasil percobaan, luas area kandungan


sampel yang diduga paracetamol (2164128), berada diluar
rentang deret standar paracetamol (< 2164416). Sehingga
kadar paracetamol dalam sampel perlu dilakukan pengujian
ulang untuk mendapatkan deret standar kembali.

49

Anda mungkin juga menyukai