Anda di halaman 1dari 21

EVALUASI PEMBELAJARAN

(EVALUASI KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK)

Arivia Mutiara Nurussyifa, Ismi Nurfadilah, Rachmiannur Suci Pertiwi, Rifani Sri
Sunari, Riska Nurindayana Rahman dan Yasyifa Nur Hanifah

Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)/ Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)


rifanisrisunari@gmail.com

Dr. Dharma Kesuma, M.Pd., Arie Rakhmat Riyadi, M.Pd., Ence Surahman, M.Pd.

A. Pendahuluan

Belajar merupakan suatu proses yang melibatkan kinerja kognisi, afeksi dan
psikomotor. Ketiga ranah tersebut memiliki kepentingan fungsi masing-masing. Siswa
dapat mengasah intelektualnya melalui ranah kognitif, sikapnya melalui ranah afektif
serta geraknya melalui psikomotorik. Untuk meningkatkan ketiga fungsi ranah tersebut,
pendidik harus mampu memberikan strategi yang cocok dalam pelaksanaan
pembelajaran.
Setelah proses pembelajaran berlangsung, pendidik harus mampu mengukur
ketercapaian tujuan belajar yang didapatkan oleh siswa. Ketercapaian ini dapat diukur
dengan proses evaluasi. Bagaimana fungsi kognisi, afeksi serta psikomotor siswa dapat
tercapai. Hal tersebut dapat diketahui melalui proses evaluasi.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengertian evaluasi, fungsi
serta tujuan evaluasi, dan bagaimana evaluasi yang harus dilakukan pada ranah kognitif,
afektif dan psikomotor.
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah ilmu
pengetahuan khususnya mengenai evaluasi pembelajaran yang baik pada ranah kognitif,
afektif dan psikomotor, serta dapat dijadikan referensi atau bahan dan menjadi
pedoman bagi calon guru untuk diimplementasikan dalam proses belajar mengajar di
Sekolah.

B. Pembahasan
Menurut Guilford (1983), pengukuran adalah proses penetapan angka terhadap
suatu gejala menurut aturan tertentu. Pengukuran dapat menggunakan non-tes maupun
tes. Pengukuran pendidikan dapat berupa kuantitatif yaitu berupa angka antara lain
dapat dinyatakan antara 0 sampai 100. Pengukuran kualitatif biasanya tidak dinyatakan
dengan angka, melainkan dengan kualitas antara lain sangat baik, baik, cukup, kurang,
dan sangat kurang. Pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan
dengan kegiatan penilaian. Penilaian adalah istilah umum yang mencakup semua
metode yang digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik. Dengan kata lain,
penilaian (assessment) adalah berarti mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran baik atau buruk. Penilaian merupakan kegiatan yang dirancang untuk
mengukur tingkat pencapaian siswa dalam belajar yang diperoleh melalui penerapan
program pengajaran tertentu dalam tempo yang relatif tingkat.
Sedangkan evaluasi (evaluation) mencakup pengertian ketiga istilah tersebut di
atas, yaitu suatu rangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur efektivitas sistem
pembelajaran secara keseluruhan.

1. Pengertian Evaluasi
Secara khusus, terdapat beberapa pengertian yang telah dikemukakan oleh para
pakar, sebagai berikut:

a. Edwin Wandt dan Ferald W. Brown (1997) mengemukakan: istilah evaluasi


menunjukkan pada suatu pengertian, yaitu suatu tindakan atau proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu.
b. Ten Brink dan Terry D (1994) mengemukakan: evaluasi adalah proses
mengumpulkan informasi dan menggunakannya sebagai bahan untuk
pertimbangan dan membuat keputusan.
c. Suharsimi Arikunto (2004) mengemukakan: evaluasi adalah kegiatan mencari
sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga
termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu
proram, produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian di atas bahwa evaluasi berarti menentukan
sampai seberapa jauh sesuatu itu berharga, bermutu atau bernilai.

2. Fungsi dan Tujuan Evaluasi


a. Fungsi Evaluasi Pembelajaran
Menurut Scriven (1967), fungsi evaluasi dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif dilaksanakan apabila hasil
yang diperoleh dari kegiatan evaluasi diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu atau
sebagian kurikulum yang sedang dikembangkan. Sedangkan fungsi sumatif
dihubungkan dengan penyimpulan mengenai kebaikan dari sistem secara keseluruhan,
dan fungsi ini baru dapat dilaksanakan apabila pengembangan suatu kurikulum telah
dianggap selesai.
Bila dilihat secara menyeluruh, fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:
1) Secara psikologis, peserta didik selalu ingin mengetahui sejauh mana kegiatan
yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dimana peserta
didik merupakan manusia yang belum dewasa, mereka mengacu pada norma-
norma yang berasal dari luar dirinya, sehingga membutuhkan pendapat dari
orang dewasa. Sehingga dalam pembelajaran, mereka perlu mengetahui prestasi
belajarnya agar mereka merasakan kepuasan dan ketenangan. Untuk itu, guru
perlu melakukan evaluasi pembelajaran.
2) Secara sosiologis, evaluasi berfungsi untuk mengatur apakah peserta didik sudah
cukup mampu untuk terjun di masyarakat. Hal ini penting, karena mampu-
tidaknya peserta didik terjun ke masyarakat akan memberikan ukuran tersendiri
terhadap institusi pendidikan yang bersangkutan. Implikasinya adalah bahwa
kurikulum dan pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3) Secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam
menempatkan peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan
dan kecakapannya masing-masing serta membantu guru dalam usaha
memperbaiki proses pembelajarannya.
4) Evaluasi berfungsi untuk mengetahui kedudukan peserta didik dalam kelompok.
Hal ini berhubungan dengan sikap dan tanggung jawab semua pihak yang
bersangkutan guna menentukan langkah-langkah selanjutnya.
5) Evaluasi berfungsi untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam
menempuh program pendidikannya.
6) Evaluasi membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik dalam
rangka menetukan jenis pendidikan, jurusan, maupun kenaikan kelas. Melalui
evaluasi kita dapat mengetahui potensi peserta didik sehingga kita pun dapat
memberikan bimbingan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
7) Secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang
kemajuan peserta didik kepada orangtua, pejabat pemerintah yang berwenang,
kepala sekolah, guru-guru, dan peserta didik itu sendiri. Hasil dari evaluasi dapat
memberikan gambaran secara umum tentang semua hasil usaha yang dilakukan
oleh institusi pendidikan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka fungsi evaluasi pembelajaran adalah:
Pertama, untuk perbaikan dan pengembangan sistem pembelajaran.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pembelajaran sebagai suatu sistem memiliki berbagai
komponen, seperti tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan, guru, dan
peserta didik. Dengan demikian perbaikan dan pengembangan pembelajaran bukan
hanya terhadap proses dan hasil belajar melainkan harus diarahkan pada semua
komponen belajar tersebut.
Kedua, untuk akreditasi. Dalam UU No. 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 Ayat 22
dijelaskan bahwa “Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam
satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan”. Salah satu komponen
akreditasi adalah pembelajaran. Artinya, fungsi akreditasi dapat dilaksanakan jika hasil
evaluasi pembelajaran digunakan sebagai dasar akreditasi lembaga pendidikan.
Dalam dunia pendidikam, khususnya pembelajaran, evaluasi memiliki makna yang
dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu sebagai berikut:
1) Makna bagi siswa
a) Dengan diadakannya evaluasi, maka dapat diketahui tingkat kesiapan siswa,
apakah ia sudah sanggup menduduki jenjang pendidikan tertentu atau belum;
b) Dengan evaluasi ini pula siswa dapat mengetahui sejauh mana hasil yang telah
dicapainya dalam mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Hasil
yang diperolehnya ini bisa memuaskan atau tidak memuaskan. Bila siswa
memperoleh hasil yang memuaskan, ia akan memiliki motivasi yang cukup
besar untuk belajar lebih giat agar bisa mencapai hasil yang lebih baik lagi.
Sebaliknya, bila hasilnya tidak memuaskan, ia tentunya akan berusaha agar lain
kali hal itu tidak terulang lagi.
2) Makna bagi guru
a) Dengan hasil evaluasi yang diperoleh, guru dapat mengetahui siswa-siswa mana
yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai
bahan maupun siswa-siswa yang belum berhasil menguasai bahan;
b) Guru dapat mengetahui apakah materi yang diajarkannya sudah tepat bagi siswa,
sehingga ia tidak perlu mengadakan perubahan terhadap pengajaran yang akan
datang; dan
c) Guru akan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum,
sehingga ia dapat mempersiapkan metode yang lebih mapan untuk proses
pengajaran selanjutnya.

3) Makna bagi sekolah


a) Hasil belajar evaluasi ini merupakan cermin dari kualitas suatu sekolah, dengan
mengetahui apakah kondisi belajar yang diciptakan oleh sekolah sudah sesuai
dengan harapan atau belum;
b) Informasi yang diperoleh dari guru berdasarkan hasil evaluasi mengenai tepat
atau tidaknya kurikulum untuk sekolah ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa yang akan datang; dan
c) Informasi hasil evaluasi ini juga dapat dijadikan sebagai pedoman bagi sekolah
mengenai aktifitas yang dilaksanakannya, apakah sudah memenuhi standar atau
belum.

b. Tujuan Evaluasi Pembelajaran


Dalam setiap kegiatan evaluasi, langkah pertama yang harus diperhatikan adalah
tujuan evaluasi. Penetuan tujuan evaluasi sangat bergantung pada jenis evaluasi yang
digunakan. Tujuan evaluasi ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Ada
dua cara yang dapat ditempuh guru untuk merumuskan tujuan evaluasi yang bersifat
khusus. Pertama, melakukan perincian ruang lingkup evaluasi. Kedua, melakukan
perincian proses mental yang akan dievaluasi.
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi
sistem pembelajaran, baik yang menyangkut tentang tujuan, materi, metode, media,
sumber belajar, lingkungan, maupun sistem penilaian itu sendiri. Tujuan khusus
evaluasi pembelajaran disesuaikan dengan jenis evaluasi pembelajaran itu sendiri
seperti evaluasi perencanaan dan pengembangan, evaluasi monitoring, evaluasi dampak,
evaluasi efisien-ekonomis, dan evaluasi program komprehensif.
Perlu diketahui bahwa evaluasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan,
seperti:
Dalam kegiatan bimbingan, tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi
secara menyeluruh mengenai karakteristik peserta didik, sehingga dapat diberikan
bimbingan dengan sebaik-baiknya.
Dalam kegiatan supervisi, tujuan evaluasi adalah untuk menentukan keadaan
suatu situasi pendidikan atau pembelajaran, sehingga dapat diusahakan langkah-langkah
perbaikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Dalam kegiatan seleksi, tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai peserta didik.
Adapun beberapa tujuan evaluasi menurut para ahli sebagai berikut :
1) Tylor mengemukakan bahwa tujuan evaluasi ialah untuk “Mengembangkan
suatu kebijakan yang bertanggung jawab mengenai pendidikan”.
2) Popham menyatakan bahwa tujuan evaluasi ialah untuk “Membuat keputusan
yang lebih baik”.
3) Mehrens dan Lehmann (2003) mengemukakan pendapatnya bahwa tujuan
evaluasi ialah untuk “Membantu kita membuat keputusan”.

3. Ranah Kognitif (cognitive domain)


Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak. Artinya, segala
upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk ke dalam ranah kognitif. Berikut
penjelasan dari masing-masing tingkatan ranah kognitif menurut Winkel (2004) dan
Mukhtar (2003).
a. Pengetahuan (knowledge)
Yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat atau mengenali kembali tentang
nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan sebagainya; mencakup ingatan akan
hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan yang meliputi fakta,
kaidah, prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam
ingatan ini akan digali pada saat diperlukan melalui bentuk mengingat (recall)
atau mengenal kembali (recognition). Dalam jenjang kemampuan ini, seseorang
dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya suatu konsep, fakta,
atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Misalnya, “Siswa
akan mampu menyebutkan nama semua sekretaris jenderal PBB, sejak saat PBB
mulai berdiri”.
Dilihat dari segi bentuknya, tes yang paling sering dipakai untuk mengungkapkan aspek
pengetahuan hafalan ini adalah tipe melengkapi, tipe isian, dan tipe benar salah.
b. Pemahaman (comprehension)
Yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah
sesuatu itu diketahui atau diingat; mencakup kemampuan untuk menangkap
makna dari arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan
isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk
tertentu ke bentuk yang lain. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk memahami atau
mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan
dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan untuk menghubungkannya dengan
hal-hal yang lain. Kemampuan ini dapat dijabarkan ke dalam tiga bentuk, yaitu
menerjemahkan (translation), menginterpretasi (interpretation), dan
mengekstrapolasi (extrapolation). Misalnya, “Siswa akan mampu menguraikan,
dalam kata-kata sendiri, garis-garis besar dalam naskah Bahasa Inggris”.
Secara teknis, sebagian item pemahaman dapat disajikan dalam gambar, denah,
diagram, atau grafik. Dalam tes objektif, tipe soal pilihan ganda dan tipe benar salah
juga dapat mengungkapkan aspek pemahaman.
c. Penerapan (application)
Yaitu kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide
umum, metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan
sebagainya dalam situasi yang baru dan konkret; mencakup kemampuan untuk
menerapkan suatu kaidah atau metode yang digunakan pada suatu kasus atau
problem yang konkret dan baru, yang dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus
pada persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada
pemecahan problem yang baru. Situasi yang digunakan haruslah baru, karena
apabila tidak demikian, maka kemampuan yang diukur bukan lagi penerapan,
melainkan ingatan semata-mata. Pengukuran kemampuan ini umumnya
menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem solving), dan melalui
pendekatan ini siswa dihadapkan pada suatu masalah yang perlu dipecahkan
dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Misalnya, “Siswa
akan mampu menghitung jumlah liter cat yang dibutuhkan untuk mencat semua
dinding di suatu ruang dan jumlah uang yang harus dikeluarkan. Data mengenai
ukuran-ukuran ruang, kuantitas cat yang diperlukan untuk setiap m³ dan harga
cat per kaleng @ 2 liter, disajikan”.
Secara teknis, Bloom membedakan delapan tipe aplikasi. Kedelapan tipe ini perlu
diperhatikan oleh penyusun tes ketika menyusun item tes aplikasi. Kedelapan tipe
aplikasi tersebut sebagai berikut.
1. Peserta didik dapat menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai untuk
situasi baru yang dihadapi. Dalam hal ini yang bersangkutan belum
diharapkan dapat memecahkan seluruh problem, tetapi sekadar dapat
menetapkan prinsip yang sesuai.
2. Peserta didik dapat menyusun kembali problemnya sehingga dapat
menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai.
3. Peserta didik dapat memberikan spesifikasi batas-batas relevansi suatu
prinsip atau generalisasi.
4. Peserta didik dapat mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari prinsip
dan generalisasi.
5. Peserta didik dapat menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan prinsip dan
generalisasi tertentu. Bentuk yang banyak dipakai adalah melihat hubungan
sebab akibat. Bentuk lain ialah dapat menanyakan tentang proses terjadinya
atau kondisi yang mungkin berperan bagi terjadinya gejala.
6. Peserta didik dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan
prinsip dan generalisasi tertentu. Dasar untuk membuat ramalan diharapkan
dapat ditunjukkan berdasarkan perubahan kualitatif, mungkin pula
berdasarkan perubahan kuantitatif.
7. Peserta didik dapat menentukan tindakan atau keputusan dalam menghadapi
situasi baru dengan menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan.
Kemampuan aplikasi tipe ini lebih banyak diperlukan oleh ahli-ahli ilmu
sosial dan para pembuat keputusan.
8. Peserta didik dapat menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan
generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.
d. Analisis (analysis)
Yaitu kemampuan seseorang untuk menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di
antaranya: mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami
dengan baik, yang dinyatakan dengan penganalisaan bagian-bagian pokok atau
komponen-komponen dasar dengan hubungan bagian-bagian itu. Kemampuan
analisis ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu analisis unsur,
analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Misanlya,
“Siswa akan mampu menempatkan suatu kumpulan bunga berjumlah 20 kuntum
dalam empat kategori menurut pilihannya sendiri”.
Untuk membuat item tes kecakapan analisis, penyusun tes perlu mengenal berbagai
kecakapan yang termasuk klasifikasi analisis, yaitu:
1. Mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase atau pertanyaan-pertanyaan
dengan menggunakan kriteria analitik tertentu;
2. Meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan secara jelas;
3. Meramalkan kualitas, asumsi atau kondisi yang implisit atau yang perlu ada
berdasarkan kriteria dan hubungan materinya;
4. Mengetengahkan pola, tata atau pengaturan materi dengan menggunakan
kriteria seperti relevansi, sebab akibat dan peruntutan;
5. Mengenal organisasi, prinsip-prinsip organisasi dan pola-pola materi yang
dihadapinya; dan
6. Meramalkan sudut pandangan, kerangka acuan dan tujuan materi yang
dihadapinya.
e. Sintesis (synthesis)
Yaitu kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari kemampuan analisis;
mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola yang baru,
yang dinyatakan dengan membuat suatu rencana, yang menuntut adanya kriteria
untuk menemukan pola dan struktur organisasi yang dimaksud. Misalnya,
“Siswa akan mampu memberikan uraian lisan tentang perlunya pelatihan
rencana bisnis, dengan berpegang pada suatu kerangka yang mengandung
pembukaan, inti, ringkasan pembahasan dan kesimpulan”.
Kecakapan sintesis dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe. Pertama, kemampuan
menemukan hubungan yang unik. Artinya, menemukan hubungan antara unit-unit yang
tidak berarti denagn menambahkan satu unsur tertentu, unit-unit tidak berharga menjadi
sangat berharga. Termasuk ke dalam kecakapan ini adalah kemampuan
mengomunikasikan gagasan, perasaan, dan pengalaman dalam bentuk tulisan, gambar,
simbol ilmiah dan yang lainnya. Kedua, kemampuan menyusun rencana atau langkah-
langkah operasi dari suatu tugas atau problem yang ditengahkan. Analisis adalah usaha
memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang tetap terpadu.
Misalnya, dalam rapat bermunculan berbagai hal. Seorang anggota rapat mengusulkan
langkah-langkah operasi dari suatu tugas atau tahap-tahap pembahasan dan
penyelesaiannya. Hal itu merupakan usaha sintesis tipe kedua. Ketiga, kemampuan
mengabstraksikan sejumlah besar gejala, data dan hasil observasi menjadi terarah,
proporsional, hipotesis, skema, model atau bentuk-bentuk lain.
f. Evaluasi (evaluation)
Yaitu jenjang berpikir yang paling tinggi dalam ranah kognitif ini, yang
merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu
situasi, nilai, atau ide; mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat
mengenai sesuatu atau beberapa hal dan mempertanggungjawabkan pendapat itu
berdasarkan kriteria tertentu, yang dinyatakan dengan kemampuan memberikan
penilaian terhadap suatu hal. Kriteria yang digunakan untuk mengadakan
evaluasi ini dapat bersifat intern dan ekstern. Kriteria intern adalah kriteria yang
berasal dari situasi atau keadaan yang dievaluasi itu sendiri, sedangkan kriteria
ekstern adalah kriteria yang berasal dari luar keadaan atau situasi yang
dievaluasi tersebut. Misalnya, “Mahasiswa FIP akan mampu mengadakan
evaluasi tertulis, terhadap contoh-contoh perumusan yang diberikan dalam (1)
sampai dengan (5) di atas, berdasarkan kriteria yang berlaku bagi perumusan
yang baik. Karangan berjumlah maksimal 2 halaman folio bergaris dan minimal
1 ½ halaman”.
Kecakapan evaluasi seseorang setidak-tidaknya dapat dikategorikan ke dalam enam
tipe, yaitu:
1. Dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya atau dokumen;
2. Dapat memberikan evaluasi antara asumsi, evidensi, dan kesimpulan, serta
keajegan logika dan organisasinya;
3. Dapat memahami nilai dan sudut pandang yang dipakai orang dalam
mengambil suatu keputusan;
4. Dapat mengevaluasi suatu karya dengan memperbandingkan dengan karya
lain yang relevan;
5. Dapat mengevaluasi suatu karya dengan menggunakan kriteria yang telah
ditetapkan; dan
6. Dapat memberikan evaluasi tentang suatu karya dengan menggunakan
sejumlah kriteria yang eksplisit.

Tujuan belajar kognitif dapat dinilai melalui tes lisan maupun tertulis. Tes tertulis bisa
berbentuk tes objektif (benar-salah, menjodohkan, pilihan berganda, dan jawaban
singkat) dan tes esai yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dalam mengukur, menghubungkan, mengintegrasikan, dan menilai suatu ide.

4. Ranah Afektif (affective domain)


Ranah afektif adalah ranah yang berkiatan dengan sikap dan nilai, dan sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila ia telah memiliki penguasaan
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam
akan meningkatkan kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran agama di sekolah.
a. Penerimaan (receiving); mencakup kepekaan akan adanya suatu rangsangan dan
kesediaan untuk memperhatikan rangsangan tersebut, yang dinyatakan dengan
memperhatikan sesuatu, walaupun perhatian itu masih bersifat pasif. Dipandang
dari segi pembelajaran, jenjang inin berhubungan dengan upaya menimbulkan,
mempertahankan, dan mengarahkan perhatian siswa. Misalnya, “Siswa akan rela
memandangi peta geografi tanah Indonesia yang dipamerkan di depan kelas”.
b. Partisipasi (responding); mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif
dan turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan, yang dinyatakan dengan
memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan. Misalnya, “Siswa
akan rela berpartisipasi dalam upacara kenaikan bendera, dengan berdiri tegak
dan menyanyikan lagu kebangsaan dengan volume suara penuh”.
c. Penilaian/penentuan sikap (valuing); mencakup kemampuan untuk memberikan
penilaian terhadap sesuatu dan memposisikan diri sesuai dengan penilaian itu.
Artinya, mulai terbentuk suatu sikap, yang dinyatakan dalam tingkah laku yang
sesuai dan konsisten dengan sikap batin, baik berupa perkataan maupun
tindakan. Misalnya, “Siswa akan menunjukkan sikap positif terhadap belajar
kelompok, dengan cara mempersiapkan sejumlah pertanyaan secara tertulis,
mendatangi pertemuan kelompok secara rutin dan berpartisipasi aktif dalam
kegiatan belajar ”.
d. Organisasi (organization); mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan, yang dinyatakan
dalam pengembangan suatu perangkat nilai. Jenjang ini berhubungan dengan
menyatukan nilai-nilai tersebut, serta mulai membentuk suatu sistem nilai yang
konsisten secara internal. Misalnya, “Mahasiswa akan mampu menguraikan
secara tertulis, bentuk keseimbangan yang wajar antara kewajiban pimpinan
sekolah untuk melaksanakan GBPP yang ditetapkan secara nasional.”
e. Pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex);
mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa,
sehingga dapat menginternalisasikannya dalam diri dan menjadikannya sebagai
pedoman yang nyata dan jelas dalam kehidupan. Kemampuan tersebut sulit
dituangkan, karena mengandung unsur kebiasaan yang baru dibentuk setelah
waktu yang cukup lama, misalnya kemampuan untuk menunjukkan kerajinan,
ketelitian, dan disiplin dalam kehidupan pribadi.
5. Ranah Psikomotorik (psychomotorik domain)
Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill)
atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Hasil belajar psikomotorik ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
afektif (kecenderungan untuk berperilaku).
a. Persepsi (perception); mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi
yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-
ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan, yang dinyatakan dengan
adanya suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan
(stimulation) dan oerbedaan antara rangsangan-rangsangan yang ada. Misalnya,
“Siswa akan mampu membedakan antara huruf d dan g atau antara bentuk angka
6 dan 9 yang ditulis di papan tulis.”
b. Kesiapan (set); mencakup kemampuan untuk menempatkan diri dalam keadaan
akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan, yang dinyatakan dalam
bentuk kesiapan jasmani dan mental. Misalnya, “Siswa akan mampu mengambil
posisi tubuh yang tepat, sebelum meninggalkan garis start dalam perlombaan lari
cepat.”
c. Gerakan terbimbing (guide response); mencakup kemampuan untuk melakukan
suatu rangkaian gerak-gerik, yang dinyatakan dengan menggerakkan anggota
tubuh menurut contoh yang telah diberikan. Misalnya, “Siswa akan mampu
membuat lingkaran di atas kertas secara tepat dengan menggunakan sebuah
jangka sesuai dengan contoh yang diberikan guru di papan tulis.”
d. Gerakan yang Terbiasa (mechanical response); mencakup kemampuan untuk
melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, tanpa memperhatikan
lagi contoh yang diberikan, karena ia sudah mendapat latihan yang cukup, yang
dinyatakan dengan menggerakkan anggota-anggota tubuh. Misalnya, “Siswa
akan mampu meloncat dan menitipkan bola volley dalam net selama 10 menit,
dengan membuat kesalahann minimal 5 kali.”
e. Gerakan yang Kompleks (complex response); mencakup kemampuan untuk
melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas berbagai komponen, dengan
lancar, tepat, dan efisien yang dinyatakan dalam beberapa sub keterampilan
menjadi suatu keseluruhan gerakan yang teratur. Misalnya, “Siswa akan mampu
membuat sebuah sekrup yang panjangnya 3cm dan tebalnya ¼ cm, dalam waktu
setengah jam dengan menggunakan mesin listrik di bengkel.”
f. Penyesuaian Pola Gerakan (adjustment); mencakup kemampuan untuk
mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan kondisi
seperempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah
mencapai kemahiran. Misalnya, seorang pemain yang menyesuaikan pola
permainannya dengan gaya bermain dari lawannya atau dengan kondisi
lapangan.
g. Kreativitas (creativity); mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola
gerak-gerik yang baru, yang dilakukan atas prakarsa atau inisiatif sendiri. Hanya
orang yang berketerampilan tinggi dan berani berpikir kreatif, akan mampu
mencapai tingkat kesempurnaan ini, seperti kadang-kadang dapat disaksikan
dalam pertunjukkan tarian di lapisan es dengan diiringi musik instrumental.

6. Domain dan Alat Penilaian Berbasis Kelas


Penilaian autentik perlu dilakukan terhadap keseluruhan kompetensi yang telah
dipelajari peserta didik melalui kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari dimensi
kompetensi yang ingin dicapai, domain yang perlu dinilai meliputi domain kognitif,
domain afektif, dan domain psikomotor.

a. Domain Kognitif
Domain kognitif meliputi hal-hal berikut:
1) Tingkatan hafalan, mencakup kemampuan menghafal verbal atau menghafal
paraphrase materi pembelajaran berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur.
2) Tingkatan pemahaman, meliputi kemampuan membandingkan
(menunjukkan persamaan dan perbedaan), mengidentifikasi karakteristik,
menggeneralisasi, dan menyimpulkan.
3) Tingkatan aplikasi, mencakup kemampuan menerapkan rumus, dalil, atau
prinsip terhadap kasus-kasus nyata yang terjadi di lapangan.
4) Tingkatan analisis, meliputi kemampuan mengklasifikasi, menggolongkan,
memerinci, mengurai suatu objek.
5) Tingkatan sintesis, meliputi kemampuan memadukan berbagai unsur atau
komponen, menyusun, membentuk bangunan, mengarang, melukis,
menggambar, dan sebagainya.
6) Tingkatan evaluasi/penilaian mencakup kemampuan menilai terhadap objek
studi dengan menggunakan kriteria tertentu.

Untuk mengukur penguasaan kognitif dapat digunakan tes lisan, tes tertulis, dan
portofolio. Portofolio merupakan kumpulan dari tugas-tugas peserta didik. Tujuannya
adalah untuk mengukur kemampuan membaca dan menulis yang lebih luas, peserta
didik menilai kemajuannya sendiri, dan menilai sejumlah karya peserta didik. Dengan
kata lain, semua tugas yang dikerjakan peserta didik dikumpulkan dan di akhir program
pembelajaran diberikan penilaian. Jadi, portofolio merupakan alat pengukuran dengan
melibatkan peserta didik untuk menilai kemajuannya berkaitan dengan mata pelajaran
tertentu.

b. Domain Afektif
Berkenaan dengan ranah afektif, ada dua hal yang harus dinilai. Pertama,
kompetensi afektif yang ingin dicapai dalam pembelajaran meliputi tingkatan
pemberian respons, apresiasi, penilaian, dan internalisasi. Kedua, sikap dan minat
peserta didik terhadap mata pelajaran dan proses pembelajaran. Sikap peserta didik
terhadap pembelajaran bisa positif, bisa negatif, atau netral. Hal ini tidak dapat
dikategorikan benar atau salah. Guru memiliki tugas untuk membangkitkan dan
meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran, serta mengubah sikap
peserta didik dari sikap negatif ke sikap positif.
Tingkat domain afektif yang dinilai adalah kemampuan peserta didik dalam:
1) Memberikan respons atau reaksi terhadap nilai-nilai yang dihadapkan
kepadanya.
2) Menikmati atau menerima nilai, norma, serta objek yang mempunyai nilai
etika dan estetika.
3) Menilai ditinjau dari segi baik-buruk, adil-tidak adil, indah-tidak indah
terhadap objek studi.
4) Menerapkan atau mempraktikkan nilai, norma, etika, dan estetika dalam
perilaku kehidupan sehari-hari.
c. Domain Psikomotor
Domain psikomotor meliputi hal-hal berikut:
1) Tingkatan penguasaan gerakan awal berisi kemampuan peserta didik dalam
menggerakkan sebagian anggota badan.
2) Tingkatan gerakan semi rutin meliputi kemampuan melakukan atau
menirukan gerakan yang melibatkan seluruh anggota badan.
3) Tingkatan gerakan rutin berisi kemampuan melakukan gerakan secara
menyeluruh dengan sempurna dan sampai pada tingkatan otomatis.

Penilaian perlu dilakukan terhadap daya tarik, minat, motivasi, ketekunan


belajar, dan sikap peserta didik terhadap mata pelajaran tertentu beserta proses
pembelajarannya. Dalam penilaian berbasis kelas, ketiga domain tersebut harus
diperhitungkan secara seimbang dan proporsional. Untuk itu, dalam pelaksanaan
penilaian berbasis kelas, guru harus memperhatikan hal-hal berikut:
1) Penilaian domain kognitif dilakukan setelah peserta didik mempelajari satu
kompetensi dasar yang harus dicapai, akhir dari semester, dan jenjang satuan
pendidikan.
2) Penilaian domain afektif dilakukan selama berlangsungnya kegiatan
pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas.
3) Penilaian domain psikomotor dilakukan selama berlangsungnya proses
kegiatan pembelajaran.

7. Cara Menyusun Tes Kognitif dan Teknik Pengskorannya

a. Bentuk Tes Kognitif


Ada beberapa tes kognitif yang biasa diterapkan dalam authentic assesment,
yaitu (1) tes lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian objektif, (4) uraian non-
objektif, (5) jawaban singkat, (6) menjodohkan, (7) unjuk kerja atau
performansi, dan (8) portofolio
1) Tes Lisan di Kelas
Pertanyaan lisan dapat digunakan untuk mengetahui taraf atau tingkat serap
peserta didik untuk masalah yang berkaitan dengan pengetahuan kognitif.
Pertanyaan lisan yang diajukan ke kelas harus jelas, dan semua peserta didik
harus diberi kesempatan yang sama. Beberapa prinsip yang harus
diperhatikan guru dalam melakukan pertanyaan di kelas adalah: mengajukan
pertanyaan dengan jelas, memberi waktu untuk berpikir peserta didik,
kemudian menunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan. Baik benar
atau salah jawaban peserta didik, awaban tersebut ditawarkan lagi ke kelas
untuk mengaktifkan kelas. Tingkat berpikir untuk pertanyaan lisan di kelas
cenderung rendah, seperti pengetahuan dan pemahaman.
2) Bentuk Pilihan Ganda
Pedoman utama dalam pembuatan butir soal bentuk pilihan ganda (Ebel,
1979) adalah sebagai berikut:
a. Pokok soal harus jelas
b. Pilihan jawaban homogen dalam arti isi
c. Panjang kalimat pilihan relatif sama
d. Tidak ada petunjuk jawaban benar
e. Hindari menggunakan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah
f. Pilihan jawaban angka diurutkan
g. Jangan menggunakan negatif ganda
h. Kalimat yang digunakan sesuai dengn tingkat perkembangan peserta tes
i. Bahasa yang digunakan baku
j. Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak
3) Bentuk Uraian Objektif
Bentuk soal uraian objektif sangat tepat digunakan untuk bidang Matematika
dan IPA, karena kunci jawabannya hanya satu. Pengerjaan soal ini melalui
suatu prosedur atau langkah-langkah tertentu. Setiap langkah ada skornya.
Objektif di sini dalam arti apabila diperiksa oleh beberapa guru dalam bidang
studi tersebut hasil penskorannya akan sama. Pertanyaan pada bentuk soal ini
diantaranya: hitunglah, tafsirkan, buat kesimpulan dan sebagainya.
4) Bentuk Uraian Non-objektif
Bentuk tes ini dikatakan non-objektif karena penilaian yang dilakukan
cenderung dipengaruhi subjektivitas dari penilai.bentuk tes ini memadukan
kemampuan peserta didik untuk menyampaikan, memilih, menyusun, dan
memadukan gagasan atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunakan
kata-katanya sendiri. Keunggulan bentuk tes ini dapat mengukur tingkat
berpikir dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu mulai dari hapalan sampai
dengan evaluasi. Namun demikian, sebaiknya hindarikan pertanyaan yang
mengungkapan seperti dengan pertanyaan yang dimulai dengan kata:apa, di
mana, siapa, dll. Bentuk ini relatif mudah membuatnya.
Kelemahan bentuk tes ini adalah: (1) penskoran sering dipengaruhi oleh subjektivitas
penilai, (2) memerlukan waktu yang lama untuk memeriksa lembar jawaban, (3)
cakupan materi yang diujikan sangat terbatas, (4) dan adanya efek bluffing.
Langkah-langkah membuat tes ini adalah:
a. Menulis soal berdasarkan kisi-kisi pada indikator
b. Mengedit pertanyaan
i. Apakah pertanyaan mudah dimengerti?
ii. Apakah data yang digunakan benar?
iii. Apakah tata letak keseluruhan baik?
iv. Apakah pemberian bobot skor sudah tepat?
v. Apakah kunci jawaban sudah benar?
vi. Apakah waktu untuk mengerjakan tes cukup?
Penskoran bentuk tes ini bisa dilakukan secara analitik atau global. Analitik berarti
penskoran dilakukan bertahap sesuai kunci jawaban kunci jawaban, sedang yang global
dibaca secara keseluruhan untuk mengetahui ide pokok dari jawaban soal kemudian
diberi skor.
5) Bentuk Jawaban Singkat
Bentuk jawaban singkat ditandai dengan adanya tempat kosong yang
disediakan bagi pengambil tes untuk menuliskan jawabannya sesuai dengan
petunjuk. Ada tiga jenis soal bentuk ini, yaitu: jenis pertanyaan, jenis
melengkapi atau isian, dan jenis identifikasi atau asosiasi. Kaidah-kaidah
utama penyususnan soal bentuk ini adalah sebagai berikut:
a. Soal harus sesuai dengan indikator
b. Jawaban yang benar hanya satu
c. Rumusan kalimat soal harus komunikatif
d. Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar
6) Bentuk Menjodohkan
Soal bentuk menjodohkan atau memasangkan terdiri dari suatu premis, suatu
daftar kemungkan jawaban, dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-
masing premis itu dengan suatu kemungkinan jawaban. Biasanya nama,
tanggal/tahun, istilah, frase, pernyataan, bagian dari siagram, dan yang
sejenisnya digunakan sebagai premis.
Hal-hal yang sama dapat pula digunakan sebagai alternatif jawaban. Kaidah-kaidah
penulisan soal sebagai berikut:
a) Soal harus sesuai indikator
b) Jumlah alternatif jawaban lebih banyak dari pada premis
c) Alternatif jawaban harus “nyambung” atau berhubungan secara logis dengan
premisnya
d) Rumusan kalimat soal harus komunikatif
e) Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar
7) Unjuk Kerja/Performance
Penilaian unjuk kerja sering disebut dengan penilaian autentik atau penilaian
alternatif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik
dalam menyelesaikan masalah-masalah di kehidupan nyata. Penilaian unjuk
kerja berdasarkan pada analisis pekerjaan (Nathan & Casio, 1986). Penilaian
ini menggunakan tes yang juga disebut dengan tes unjuk kerja. Hasil tes ini
digunakan untuk perbaikan proses pembelajaran sehingga kemampuan
peserta didik mencapai pada tingkat yang diinginkan. Tes unjuk kerja lebih
banyak digunakan pada mata pelajarann yang ada prakteknya.
Bentuk tes ini digunakan untuk mengukur status peserta didik berdasarkan hasil kerja
dari suatu tugas. Pertanyaan pada tes unjuk kerja berdasarkann pada tuntutan dan
masyarakat dan lembaga lain yang terkait dengan pengetahuan yang harus dimiliki
peserta didik.
8) Portofolio
Portofolioadalah kumpulan pekerjaan seseorang (Popham, 1999), dalam
bidang pendidikan berarti kumpulan dari tugas-tugas peserta didik.portofolio
merupakan salah satu bentuk dari penilaian autentik, yaitu yang menilai
keadaan sesungguhnya, dari peserta didik.
Penilaian portofolio pada dasarnya adalah menilai karya-karya individu untuk
suatu mata pelajaran tertentu. Jadi semua tugas yang dikerjakan peserta didik
dikumpulkan, dan di akhir satu unit program pembelajaran misalnya satu
semester. Kemudian dilakukan diskusi antara peserta didik da guru untuk
memnentukan skornya. Prinsp hasilnya di bahsa. Bentuk ujiannya cenderung
bentuk uraian, dan tugas-tugas rumah. karya yang dinilai meliputi hasil ujian,
tugas mengarang atau mengerjakan soal. Jadi portofolio adalah suatu metode
pengukuran dengan melibatkan peserta didik untuk menilai kemajuannya
dalam bidang studi tersebut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian portofolio adalah sebagai berikut:
a) Karya yang dikumpulkan adalah benar-benar karya yang bersangkutan
b) Menentukan contoh pekerjaan mana yang harus dikumpulkan
c) Mengumpulkan dan menyimpan sampel karya
d) Menentukan kriteria untuk menilai portofolio
e) Meminta peserta didik untuk menilai secara terus menerus hasil portofolio
f) Merencanakan pertemuan dengan peserta didik yang dinilai
g) Dapat melibatkan orang tua dalam menilai portofolionya.

b. Pedoman Penskoran Tes Kognitif


Pedoman penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian,
agar subjektivitas korektor dapat diperkecil. Pedoman penskoran ini
merupakan petunjuk yang menjelaskan tentang: batasan atau kata-kata kunci
untuk melakukan penskoran terhadap soal bentuk uraian, dan kriteria
jawaban yang digunakan untuk melakukan penskoran pada soal bentuk
uraian non-objektif.
1) Contoh Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda
Cara penskoran tes bentuk pilihan ada dua, yaitu: pertama tanpaada
koreksi terhadap jawaban tebakan, dan yang kedua adalah dengan
koreksi terhadap jawaban tebakan.
a) Penskoran tanpa koreksi terhadap jawaban tebakan adalah satu untuk
tiap butir jawaban yang benar, sehingga jumlah skor yang diperoleh
peserta didik adalah banyaknya butir yang dijawab benar.

B
Skor = x 100
N

B = banyaknya butir yang dijawab benar


N = banyaknya butir soal
b) Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan adalah sebagai
berikut:

S
Skor = [(B- )/N] x 100
P−1
B = banyaknya butir soal yang dijawab benar
S = banyaknya butir soal yang dijawab salah
P = banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N = banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0.
2) Contoh Pedoman Penskoran Soal Uraian Objektif
Indikator: peserta didik dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan
mengubah satuan ukurannya.
Pedoman penskoran uraian objektif

Langkah Kunci Jawaban Skor


1. Isi balok = panjang x lebar x tinggi 1
2. = 150 cm x 80cm x 75 cm 1
3. = 900.000 cm3 1
Isi bak mandi dalam liter:
4. 900.000 1
liter
1000
5. = 900 liter 1
Skor Maksimum 5

Butir soal: sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150
cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75 cm. Berapa liter-kah isi bak mandi
tersebut (untuk menjawabnya, tuliskan langkah-langkahnya)
3) Contoh Pedoman Penskoran Soal Uraian Non-objektif:
Indikator: peserta didik dapat mendeskripsikan alasan warga negara
Indonesia bangga menjadi bangsa Indonesia
Butir Soal: Tuliskan alasan-alasan yang membuat Anda berbangga
sebagai bangsa Indonesia!

Pedoman Penskoran
Jawaban boleh bermacam-macam namun pada pokok jawaban tadi dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

Kriteria Jawaban Rentang Skor


Kebanggaan yang berkaitan dengan 0-2
kekayaan alam Indonesia
Kebanggaan yang berkaitan dengan 0-2
keindahan tanah air Indonesia
(pemandangan alamnya, georafisnya, dll)
Kebanggaan yang berkaitan dengan 0-2
keanekaragaman budaya, suku, adat istiadat
tetapi tetap bersatu
Kebanggaan yang berkaitan dengan 0-2
keramahatamahan masyarakat Indonesia
Skor Maksimum 8
4) Pembobotan Soal Uraian
Pembobotan soal adalah pemberian bobot kepada suatu soal dengan cara
membandingkannya dengan soa lain dalam suatu perangkat tes yang
sama. Dengan demikian, pembobotan soal uraian hanya dapat dilakukan
dalam penyusunan perangkat tes. Apabila suatu soal uraian berdiri
sendiri maka tidak dapat dihitung atau ditetapkan bobotnya.
Bobot setiap soal ujian yang ada dalam suatu perangkat tes ditentukan
dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan materi
dan karakteristik soal itu sendiri. Selain faktor-faktor tersebut, hal yang
perlu pula dipertimbangkan dalam pembobotan soal uraian adalah skala
penskoran yang hendak digunakan. Misalnya skala 10 atau sjala 100.
Apabila digunakan skala 100 maka jika semua butir soal dijawab benar,
skornya 100; demikian pula jika skala yang digunakan 10. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan perhitungan skor.
Rumus yang dipakai untuk perhitungan skor:

a
SBS = xc
b
SBS = skor butir soal
a = skor mentah yang diperoleh peserta didik untuk butir soal
b = skor mentah maksimum soal
c = bobot soal

Setelah diperoleh skor butir soal (SBS) maka dapat dihitung total skor
butir soal berbagai skor total peserta didik (STP) untuk serangkaian soal
dalam tes yang bersangkutan dengan menggunakan rumus:
STP = ∑SBS
Ket:
STP = skor total peserta
SBS = skor butir soal

Contoh 1. Bobot soal sama, dengan skala 0 sampai dengan 100


No. Soal Skor Skor Bobot Skor Bobot
Mentah Mentah Soal Soal
Perolehan Maksimum
(a) (b) (c) (SBS)
(1) 30 60 20 10,00
(2) 20 40 30 15,00
(3) 10 20 30 15,00
(4) 20 20 20 20,00
Jumlah 80 140 100 60,00
(STP)

Gambar 2. Bila STP ≠ Total Bobot Soal dan Skala 100

No. Soal Skor Skor Bobot Skor Bobot


Mentah Mentah Soal Soal
Perolehan Maksimum
(a) (b) (c) (SBS)
(1) 30 60 20 10,00
(2) 40 40 30 30,00
(3) 30 20 30 30,00
(4) 10 20 20 10,00
Jumlah 100 140 100 10,00
(STP)

Pada dasarnya skor total peserta didik (STP) merupakan penjumlahan


skor tiap butir soal (SBS), bobot tiap soal sama semuanya. Contoh ini
berlaku untuk soal uraian objektif dan uraian non-objektif, asalkan bobot
semua butir soal sama.
5) Pembobotan Soal Bentuk Campuran
Pada beberapa situasi bisa digunakan soal bentuk campuran yaitu bentuk
pilihan berbentuk uraian. Pembobotan soal bagian soal bentuk pilihan
ganda dan bentuk uraian ditentukan oleh cakupan materi dan komplesitas
jawaban atau tingkat berpikir yang terlibat dalam mengerjakan soal. Pada
umumnya cakupan materi soal bentuk pilihan ganda lebih banyak,
sedang tingkat berpikir yang terlibat dalam mengerjakan soal berbentuk
uraian biasanya lebih banyak dan lebih tinggi.
Suatu ulangan terdiri dari N1 soal pilihan ganda dan N2 soaluraian.
Bobot untuk soal pilihanganda adalah w1 dan bobot untuk soal uraian
adalah w2. Jika seseorang pesertadidik menjawab benar n1 pilihan
ganda, dan n2 soal uraian, maka peserta didik itu mendapat skor:
n1 n2
W1X =[ x 100 ] + W2X [ x 100]
N1 N2

Misalnya suatu ulangan terdiri dari 20 bentuk pilihan ganda dengan 4


pilihan, dan 4 buah soalbentuk uraian. Soal pilihan ganda bisa dijawab
dengan benar 16 dan dijawab salah 4, sedang bentuk uraian bisa dijawab
benar 20 dari skor maksimum 40. Apabila bobot pilihan ganda adalah
0,40 dan bentuk uraian 0,60, maka skor yang diperoleh dapat dihitung
sebagai berikut.
a) Skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan: (16/20) x 100 = 80
b) Skor bentuk uraian adalah (20/40) x 100 = 50
c) Skor akhir adalah: 0,4 x (80) + 0,6 x (50) = 62
8. Cara Menyusun Instrumen Afektif dan Teknik Penskorannya
a. Penyususnan Instrumen Aktif
Komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar pesertadidik. Paling
tidak ada dua komponen afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan
minat terhadap suatu pelajaran. Sikap peserta didik terhadap pelajaran bisa
positif bisa negatif atau netra. Tentu diharapkan sikap peserta didik terhadap
sema mata pelajaran positifsehingga akan timbul minat untuk belajar atau
mempelajarinya. Peserta didik yang memiliki minat pada pelajaran tertentu
bisa diharapkan prestasi belajarnya akan meningkat secara optimal, bagi
yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh
karena itu, guru memiliki tugas untuk membangkitkan minat kemudian
meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran yang diampunya.
Dengan demikian akan terjadi usaha sinergi untuk meningkatkan kualitas
proses pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen afektif termasuk sikap dan minat adalah
sebagai berikut:
1) Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
2) Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran di kelas, banyak bertanya,
tepat waktu mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya.
Hal ini selanjutnya ditanyakan pada peserta didik.
3) Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: sangat
berminat, berminat, sama saja, kurang berminat, dan tidak berminat.
4) Telaah instrumen oleh sejawat.
5) Perbaiki instrumen.
6) Siapkan kuesioner atau inventori laporan diri.
7) Skor inventori.
8) Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.
b. Teknik Penskoran Pengukuran Afektif
Misalnya dari instrumen untuk mengukur minat peserta didik yang telah
berhasil dibuat ada 10 butir. Jika rentangan yang dipakai adalah 1 sampai 5,
maka skor terendah seorang peserta didik adalah 10, yakni 10 x 1 dan skor
tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan demikian, mediannya adalah
(10 + 50)/2 atau sebesar 30. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka skala 10-
20 termasuk tidak berminat, 21-30 kurang berminat, 31-40 berminat, dan
skala 41-50 sangat berminat.

9. Cara Menyusun Tes Psikomotor dan Teknik Penskorannya


a. Bentuk Tes Psikomotor
Tes untuk mengukur ranah psikomotor adalah tes untuk mengukur penampilan
atau kinerja (performance) yang telah dikuasai peserta didik. Tes tersebut
menurut Lunetta dkk. (1981) dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi,
tes simulasi, dan tes unjuk kerja.

1) Tes paper and pencil. Walaupun bentuknya seperti tes tertulis, tetapi
sasarannya adalah kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya,
misalnya berupa desain alat, desain grafis, dan sebagainya.
2) Tes identifikasi. Tes ini ditujukan untuk mengukur kemampuan peserta didik
dalam mengidentifikasi sesuatu. Misalnya, menemukan bagian yang rusak
atau tidak berfungsi dari suatu alat.
3) Tes simulasi. Tes ini dilakukan jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang
dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik. Dengan
demikian, melalui simulasi peserta didik tetap dapat dinilai, apakah dia
sudah menguasai keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau
memperagakan seolah-olah menggunakan alat tersebut.
4) Tes unjuk kerja (work sample). Tes ini dilakukan dengan alat yang
sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah peserta didik
sudah menguasai atau terampil menggunakan alat tersebut.
b. Penyusunan Butir Soal Bentuk Daftar Cek
Daftar cek berisi seperangkat butir soal yang mencerminkan rangkaian
tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta ujian, yang
merupakan indikator-indikator dari keterampilan yang akan diukur. Oleh
karena itu dalam menyusun daftar cek hendaknya: (1) mencari indikator-
indikator penguasaan keterampilan yang diujikan, (2) menyusun indikator-
indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya. Kemudian dilakukan
pengamatan terhadap subjek yang dinilai untuk melihat pemunculan
indikator-indikator yang dimaksud. Jika indikator tersebut muncul, maka
diberi tanda V atau tulis kata “ya” pada tempat yang telah disediakan.
Misalnya akan dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta
didik menggunakan termometer badan. Untuk itu dicari indikator-indikator
apa saja yang menunjukkan peserta didik terampil menggunakan termometer
tersebut, misal indikator-indikatornya sebagai berikut:
9) Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
10) Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
11) Cara memasang termometer pada tubuh orang yang
diukur suhunya.
12) Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang
yang diukur suhunya.
13) Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang
diukur suhunya.
14) Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler
termometer.
Peserta didik dinyatakan terampil dalam hal tersebut jika ia mampu
melakukan urutan kegiatan berikut dengan benar. Setelah diperoleh
indikator-indikatornya, kemudian disusun butir soalnya dalam bentuk
daftar cek sebagai berikut.
Contoh:
Beri tanda V untuk setiap penampilan yang benar dari setiap
tindakan yang dilakukan peserta didik seperti yang diuraikan di bawah
ini!
...1) Mengeluarkan termometer dari tempatnya dengan memegang
bagian ujung yang tak berisi air raksa.
...2) Menurunkan posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer
serendah-rendahnya.
...3) Memasang termometer pada tubuh pasien (di mulut, di ketiak atau
di dubur) sehingga bagian yang berisi air raksa kontak dengan
tubuh orang yang diukur suhunya.
...4) Menunggu beberapa menit termometer tinggal pada tubuh orang
yang diukur.
...5) Mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur dengan
memegang bagian ujung yang tidak berisi air raksa.
...6) Membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer dengan
posisi mata tegak lurus.
Jadi, karakteristik butir-butirnya mengandung uraian/pernyataan tentang ranah
perbuatan yang sudah pasti, tinggal perbuatan itu muncul atau tidak.
c. Penyusunan Butir Soal Bentuk Skala Penilaian
Pada prinsipnya penyusunan skala penilaian tidak berbeda dengan
penyusunan daftar cek, yaitu mencari indikator-indikator yang
mencerminkan keterampilan yang akan diukur, yang berbeda adalah cara
penyajiannya. Dalam skala penilaian, setelah diperoleh indikator-
indikator keterampilan, selanjutnya ditentukan skala penilaian untuk
setiap indikator. Misal, skala 5 jika suatu indikator dikerjakan dengan
sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat, 2 tidak tepat, dan 1 sangat
tidak tepat. Jadi, pada prinsipnya ada tingkat-tingkat penampilan untuk
setiap indikator keterampilan yang akan diukur.
Untuk mengukur keterampilan peserta didik menggunakan
termometer badan disusun skala penilaian sebagai berikut.

Lingkari angka 5 jika sangat tepat, angka 4 jika tepat, angka 3 jika
agak tepat, angka 2 jika tidak tepat dan angka 1 jika sangat tidak
tepat untuk setiap tindakan di bawah ini!
5 4 3 2 1 Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
5 4 3 2 1 Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
5 4 3 2 1 Cara memasang termometer pada tubuh orang yang
diukur suhunya.
5 4 3 2 1 Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang
yang diukur suhunya.
5 4 3 2 1 Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur
suhunya.
5 4 3 2 1 Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler
termometer.

Dalam hal ini, akan lebih akurat bila ada kriteria dari tiap butir yang direntang mulai
dari skala 1 sampai 5. Dengan demikian, penilai yang manapun akan dengan tepat dapat
menilai karena sudah ada kriteria bahwa seseorang diberi skala 1 untuk langkah yang
menyangkut cara mengeluarkan termometer dari tempatnya karena demikian, dan diberi
skala 2 karena demikian, dan seterusnya sampai kapan ia diberi skala 5. Kriteria tiap
skala untuk setiap butir/langkah juga harus sudah dihafal oleh penilai. Jadi jika
dilakukan penilaian oleh banyak ada keseragaman antar penilai.
d. Teknik Penskoran Tes Psikomotor
Dari contoh cara pengukuran suhu badan menggunakan skala penilaian,
ada 6 butir soal yang dipakai untuk mengukur kemampuan seorang
peserta didik jika untuk butir 1 peserta didik yang bersangkutan
memperoleh skor 5 berarti sempurna/benar, butir 2 memperoleh skor 4
berarti benar tetapi kurang sempurna, butir 3 memperoleh skor 4 berarti
juga benar tetapi kurang sempurna, butir 4 memperoleh skor 3 berarti
kurang benar, butir 5 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, dan butir 6
juga memperoleh skor 3 berarti kurang benar, maka total skor yang
dicapai peserta didik tersebut adalah (5 + 4 + 4 + 3 + 3 + 3) atau = 22.
Seorang peserta didik yang gagal akan memperoleh skor 6, dan yang
berhasil melakukan dengan sempurna memperoleh skor 30; maka median
skornya adalah (6 + 30)/2 = 18. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka
yang memperoleh skor 6-12 dinyatakan gagal, skor 13-18 berarti kurang
berhasil, skor 19-24 dinyatakan berhasil, dan skor 25-30 dinyatakan
sangat berhasil. Dengan demikian peserta didik dengan skor 21 dapat
dinyatakan sudah berhasil tetapi belum sempurna/belum sepenuhnya baik
jika sifat keterampilannya adalah absolut, maka setiap butir harus dicapai
dengan sempurna (skala 5). Dengan demikian hanya peserta didik yang
memperoleh skor total 30 yang dinyatakan berhasil dan dengan kategori
sempurna.

C. Penutup
Evaluasi dalam pembelajaran merupakan suatu penentuan sampai seberapa jauh
sesuatu itu berharga, bermutu atau bernilai. Fungsi evaluasi dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif dilaksanakan
apabila hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi diarahkan untuk memperbaiki
bagian tertentu atau sebagian kurikulum yang sedang dikembangkan. Sedangkan
fungsi sumatif dihubungkan dengan penyimpulan mengenai kebaikan dari sistem
secara keseluruhan, dan fungsi ini baru dapat dilaksanakan apabila pengembangan
suatu kurikulum telah dianggap selesai. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk
mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik yang menyangkut
tentang tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan, maupun sistem
penilaian itu sendiri
Di dalam evaluasi pembelajaran ini, terdapat tiga ranah yaitu ranah kognitif
merupakan ranah yang mencakup kegiatan otak; ranah afektif merupakan ranah yang
berkiatan dengan sikap dan nilai, dan sikap seseorang; dan ranah psikomotorik
merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Saran kepada mahasiswa, diharapkan dapat memahami dan mempraktekan
kajian tentang evaluasi pembelajaran ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik pada psoses kegiatan belajar mengajar. Untuk pendidik diharapkan
untuk lebih menguasai mengenai penerapan evaluasi dalam pembelajaran. Dan untuk
sekolah diharapkan pencapaian hasil belajar lebih baik.

Daftar Pustaka
Arifin, Zainal. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Cangelosi, J.S.. (1995). Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung: ITB
Bandung
Sudaryono. (2012). Dasar-dasarEvaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Muslich, Masnur. (2011). Authentic Assessment: Penilaian Berbasis Kelas dan
Kompetensi. Bandung: PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai