Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Pembelajaran Matematika MI/SD
Dosen Pengampu: Dian Mustika Anggraini, M. Pd

Oleh:
1. Eka Miftakhussa’adah (1910310021)
2. Mega Ayodya Pratiwi (1910310027)
3. Lailatul Makrufah (1910310036)

PGMI-A/6

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN 2020/2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh
pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi merupakan sistem yang
sangat dibutuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan
seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dalam setiap pembelajaran,
pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang dia lakukan.
Pentingnya diketahui hasil ini karena dapat menjadi salah satu patokan bagi pendidik untuk
mengetahui sejauh mana proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dapat mengembangkan
potensi peserta didik. Dengan evaluasi, maka maju dan mundurnya kualitas pendidik dapat
diketahui, dengan evaluasi juga kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari
jalan keluar untuk berubah menjadi lebih baik ke depannya.

Dengan melaksanakan evaluasi, guru dapat mengukur tingkat keberhasilan proses


pembelajaran yang dilakukannya, pada tiap kali pertemuan, sertiap catur wulan, setiap
semester, setiap bulan, bahkan selama berada pada satuan pendidikan tertentu. Dengan
demikian setiap kali membahas proses pembelajaran maka kita juga membahas tentang
evaluasi pembelajaran.

Untuk dapat melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan baik dan benar, maka
seorang guru harus mengetahui berbagai dimensi yang terkait dengan evaluasi pembelajaran,
terutama yang berkaitan dengan pengertian evaluasi pembelajaran, prinsip-prinsip dalam
evaluasi pembelajaran, pengembangan instrumen tes, dan instrumen non tes didalam evaluasi
pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Evaluasi Pembelajaran?
2. Apa saja Prinsip-prinsip Evaluasi Pembelajaran?
3. Bagaimana Pengembangan Instrumen Tes Pembelajaran?
4. Bagaimana Pengembangan Instrumen Non Tes Pembelajaran?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Evaluasi Pembelajaran.
2. Untuk mengetahui Prinsip-prinsip Evaluasi Pembelajaran.
3. Untuk mengetahui Pengembangan Instrumen Tes Pembelajaran.
5. Untuk mengetahui Pengembangan Instrumen Non Tes Pembelajaran

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Evaluasi Pembelajaran


Evaluasi merupakan sebuah tahapan yang dibarengi dengan pegambilan keputusan.
Dalam dunia pendidikan sering kita jumpai suatu keputusan yang begitu kontroversial. Hal
tersebut bisa kita hindari ketika terdapat sebuahh acuan serta ukuran-ukuran dalam
pengambilan sebuah keputusan yang jelas dan gamblang sehingga dapat dimengerti semua
pihak. Maka evaluasi sangat penting sebagai tahapan akhir dari serangkaian proses yang
diawali dengan tahapan pembelajaran, metode, media, bahkan sampai kurikulum dapat
dievaluasi.1
Menurut istilah evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan
suatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur
untuk memperoleh kesimpulan. Menurut Mujib (2006:211) evaluasi adalaha suatu proses
penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk
tujuan pendidikan. Mas’ud dan Darto juga berpendapat bahwa evaluasi berasal dari bahasa
Inggris “evalution” yang berarti penilaian atau penaksiran. Hal-hal yang dievaluasi adalah
karakteristik dari siswa dengan menggunakan suatu tolak ukur tertentu. Karakteristik-
karakteristik tersebut adalah:
a. Tampilan siswa dalam bidang kognitif (pengetahuan, intelektual, dan akal)
b. Afektif (sikap, minat, motivasi, dan emosional)
c. Psikomotor (keterampilan, gerak, dan tindakan)

Menurut Mas’ud dan Darto (2012:9) menjelaskan bahwa evaluasi mempunyai beberapa
fungsi seperti berikut:

a. Sebagai alat seleksi, evaluasi dapat digunakan untuk melakukan seleksi dalam
penerimaan siswa baru dari suatu sekolah, evaluasi dapat ditentukan sejumlah siswa
tertentu yang memenuhi syarat sebagai calon siswa yang akan diterima.
b. Sebagai alat pengukur keberhasilan, evaluasi dapat digunakan untuk mengukur
seberapa jauh tujuan dapat dicapai setelah kegiatan belajar mengajar dilaksanakan.
Selain itu juga dapat dilihat pula sejauh pula sampai sejauh mana seorang guru telah

1
Indra Perdana,dkk, Evaluasi Pembelajaran, ( Bogor: Guepedia,2021),8.

4
berhasil dalam menerapkan metode dan pendekatan, penguasaan materi, serta
kebaikan dan kelemahan kurikulum yang dipakai.
c. Sebagai alat penempatan, evaluasi dapat digunakan untuk mengetahui dengan baik
termasuk kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan. Sekelompok siswa
yang mempunyai hasil evaluasi yang sama ditempatkan pada kelompok yang sama
pula.
d. Sebagai alat diagnosis, evaluasi dapat digunakan untuk mendiagnosa kesulitan
belajar siswa, yaitu mengetahui kelemahan dan kebaikan siswa dalam penguasaan
setiap konsep matematika yang telah diajarkan.2
2. Prinsip-prinsip Evaluasi Pembelajaran
Djuwita menyebutkan bahwa untuk memaksimalkan pelaksanaan prosedur dan
hasil evaluasi, beberapa prinsip, beberapa prinsip umum sebagai pijakan, diantaranya:
1) Kontinuitas
Pembelajaran merupakan sebuah proses yang kontinu, maka evaluasipun harus
dilakukan secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu harus
senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya. Sehingga dapat
diperoleh gambaran jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik.
2) Komprehensif
Dalam evaluasi terdapat sebuah objek, misalnya pendidik ingin mengevaluasi
peserta didik. Maka tidak hanya mengevaluasi suatu aspek saja tetapi seluruh aspek
kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif,
afektif, maupun psikomotor.
3) Objektif
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran maka semua peserta didik harus
diperlakukan sama tanpa pandang bulu. Selain itu, pendidik juga hendaknya
bertindak secara objektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya, bukan
hasil memanipulasi dan rekayasa. Terdapat beberapa prinsip dalam menilai hasil
belajar peserta didik, yaitu sebagai berikut:
a) Sahih
b) Adil

2
Rora Rizki Wandini, Pembelajaran Matematika Untuk Calon Guru MI/SD, (Medan: CV Widya Puspita,
2019),107-109.

5
c) Terpadu
d) Terbuka
e) Menyeluruh dan berkesinambungan
f) Sistematis
g) Beracuan kriteria penilaian
h) Akuntabel.3
4) Kooperatif
Pendidik hendaknya bekerja sama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta
didik, sesama pendidik, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendir.
Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi dam
merasa dihargai.
5) Praktis
Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik oleh pendidik yang menyusun alat
evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat evaluasi tersebu. Untuk
itu, harus diperhatikan bahasa dan perunjuk mengerjakan soal-soal.4

3. Pengembangan Instrumen Tes Pembelajaran


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tes adalah ujian tertulis, lisan, wawancara
untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan, bakat, dan kepribadian seseorang;
percobaan untuk menguji kelayakan jalan suatu kendaraan bermotor; uji. Sementara
menurut Bimo Walgito mengemukakan bahwa tes adalah suatu metode atau alat untuk
mengadakan penyelidikan yang menggunakan soal-soal, pertanyaan atau tugas-tugas
yang lain yang mana persoalan-persoalan atau pertanyaan-pertanyaan itu telah dipilih
dengan seksama dan telah distandardisasikan (Bimo Walgito, 1987: 87). Wayan
Nurkancana dan Sunarta juga menjelaskan bahwa tes pembelajaran adalah suatu cara
untuk mangadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang
harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai
tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai
standar yang diterapkan.5

3
Rina Febriana, Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta Timur: PT Bumi Aksara,2019),16-17.
4
Muhammad Ilyas Ismail, Evaluasi Pembelajaran: Konsep Dasar, Prinsip, Teknik, dan Prosedur,(Depok: PT
Rajagrafindo Persada, 2020),12-13.
5
Muhammad Ilyas Ismail, Evaluasi Pembelajaran: Konsep Dasar, Prinsip, Teknik, dan Prosedur, (Depok: PT
RajaGrafindo Persada, 2020), 15

6
Bentuk tes yang digunakan di lembaga pendidikan dilihat dari sistem
penskorannya dapat golongkan menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes subjektif.
1. Tes objektif, memberi pengertian bahwa siapa saja yang memeriksa lembar
jawaban tes akan menghasilkan skor yang sama. Skor tes ditentukan oleh jawaban
yang diberikan oleh peserta tes. Tes objektif disebut pula “short answer” atau
“new type” yang mana terdiri dari item-item yang dapat dijawab dengan jalan
memilih salah satu alternatif yang benar dari sejumlah alternatif yang tersedia,
atau dengan mengisi jawaban yang benar dengan beberapa perkataan atau simbol.
Tes objektif terdiri atas beberapa bentuk, yaitu benar-salah, menjodohkan, dan
pilihan ganda.
Kelebihan dari tes objektif meliputi:
a. Lebih representatif mewakili isi dan luas bahan.
b. Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena menggunakan kunci
jawaban.
c. Pemeriksaannya dapat diserahkkan kepada orang lain.
d. Dalam pemeriksaan maupun penskoran, tidak ada unsur subjektif yang
memengaruhi, baik segi guru maupun siswa.
Kelemahan tes objektif meliputi:
a. Membutuhkan persiapan yang lebih sulit daripada tes karena butir soal atau
item tesnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-
kelemahan yang lain.
b. Butir-butir soal cenderung hanya mengungkapkan ingatan dan pengenalan
kembali saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang tinggi
seperti sintesi maupun kreativitas.
c. Banyak kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau untung-untungan
dalam jawaban soal tes.
d. Kerja sama antara siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
2. Tes Subjektif, dikenal dengan istilah tes essai merupakan salah satu jenis tes hasil
belajar yang jawabannya menuntut tester mengingat dan mengorganisasikan
gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan dan
mengekspreiskan gagasan dalam bentuk uraian tertulis. Adapun contoh tes
subjektif berupa tes uraian bebas dan tipe uraian terbatas (tipe jawaban
melengkapi, tipe jawaban singkat)
Kelebihan tes subjektif meliputi:

7
a. Bentuk tes ini sangat cocok untuk mengukur atau menilai hasil dari suatu
proses belajar yang kompleks, yang sukar di ukur dengan menggunakan
tes objektif.
b. Penggunaan tes essai memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk
menyusun jawaban sesuai dengan jalan pikirannya sendiri. Hal ini sangat
penting melatih murid agar jalan pikirannya bisa teratur.
Kelemahan tes subjektif meliputi:
a. Pemberian skor terhadap jawaban tes essai kurang reliabel. Dalam tes
tidak hanya satu jawaban tes saja yang diterima. Dan tingkat kebenaran
dari jawaban-jawaban tersebut sangat bervariasi. Oleh karena itu, skor
yang diberikan oleh seorang korektor sering berbeda dengan variasi skor
yang diberikan oleh korektor lain.
b. Tes essai menghendaki jawaban-jawaban yang relatif panjang. Oleh
karena itu, waktu yang diperlukan untuk menulis jawaban terhadap satu
item juga cukup lama. Karenanya dalam satu periode tes hanya dapat
diberikan beberapa dapat diberikan beberapa buah item saja.
c. Mengoreksi tes esai memerlukan waktu yang cukup lama, serta
menghabiskan energi yang lebih banyak, sebab setiap jawaban harus
dibaca satu per satu secara teliti. 6
Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa suatu tes dapat dikatakan baik apabila
memenuhi lima persyaratan, yaitu validitas, reliabilitas, objektivitas, dan ekonomis.
1. Validitas
Alat ukur dikatakan valid apabila alat ukur itu dapat dengan tepat mengukur apa
yang hendak diukur. Dengan kata lain, validitas berkaitan dengan “ketepatan”
dengan alat ukur. Tes sebagai salah satu alat ukur hasil belajar dapat dikatakan
valid apabila tes itu dapat mengukur hasil belajar yang hendak diukur. Dengan
tes yang valid akan menghasilkan belajar yang valid pula. Contohnya ketika ingin
mengukur tingkat partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, dapat diukur
melalui skor nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat
melalui:kehadiran, terpusatnya perhatian pada pembelajaran, ketepatan

6
Muhammad Ilyas Ismail, Evaluasi Pembelajaran: Konsep Dasar, Prinsip, Teknik, dan Prosedur, (Depok: PT
RajaGrafindo Persada, 2020), 17-28

8
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru dalam arti relevan pada
permasalahannya.
2. Reliabilitas
Reliabilitas artinya memiliki sifat dapat dipercaya. Suatu alat ukur dikatakan
memiliki reliabilitas apabila dipergunakan berkali-kali oleh guru/dosen yang
sama atau guru/dosen yang lain dan ternyata tetap memberikan hasil yang relatif
sama. Jadi, reabilitas mengandung makna stabilitas, (tidak berubah-ubah),
konsisten, dan dapat diandalkan.
3. Objektivitas
Objektivitas tidak adanya unsur pribadi yang memengaruhinya. Lawan dari
objektivitas adalah subjektif, artinya terdapat unsur-unsur pribadi yang masuk
memengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam
melaksankan tes tidak ada faktor subjektif yang memengaruhi, terutama dalam
sistem skoring.
4. Ekonomis
Maksud dari ekonomis di sini adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut
membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.7
Untuk mengetahui hasil pembelajaran diperlukan tagihan kepada siswa, salah
satu teknik penilaiannya adalah dengan tes. Berikut langkah-langkah untuk
mengembangkan instrumen tes, diantaranya:
1) Menetapkan tujuan tes
Langkah awal dalam mengembangkan instrumen tes adalah menetapkan
tujuannya. Tujuan ini penting ditetapkan sebelum tes dikembangkan karena
seperti apa dan bagaimana tes yang akan dikembangkan sangat bergantung
untuk tujuan apa tes tersebut digunakan. Ditinjua dari tujuannya, ada empat
macam tes yang banyak digunakan di lembaga pendidikan, yaitu : (a) tes
penempatan, (b) tes diagnostik, (c) tes formatif, dan (d) tes sumatif.
2) Melakukan analisis kurikulum
Analisis kurikulum dilakukan dengan cara melihat dan menelaah kembali
kurikulum yang ada berkaitan dengan tujuan tes yang telah ditetapkan.
Langkah ini dimaksudkan agar dalam proses pengembangan instrumen tes

7
Muhammad Ilyas Ismail, Evaluasi Pembelajaran: Konsep Dasar, Prinsip, Teknik, dan Prosedur, (Depok: PT
RajaGrafindo Persada, 2020), 31-34

9
selalu mengacu pada kurikulum (KI-KD) yang sedang digunakan. Instrumen
yang dikembangkan seharusnya sesuai dengan indikator pencapaian suatu KD
yang terdapat dalam Standar Isi (SI).
3) Membuat kisi-kisi
Kisi-kis merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal (meliputi KI-
KD, materi, indikator, dan bentuk soal) yang akan dibuat. Dalam membuat
kisi-kis ini, kita juga harus menentukan bentuk tes yang akan kita berikan.
Beberapa bentuk tes yang ada antara lain: pilihan ganda, jawaban singkat,
menjodohkan, tes benar-salah, uraian obyektif, atau tes uraian non obyektif.
Adapaun kisi-kisi yang baik menurut BSNP (2010) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a) Kisi-kisi harus dapat mewakili silabus atau materi yang telah
dikerjakan secara tepat dan proporsional.
b) Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah
dipahami.
c) Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.
Sementara itu, langkah-langkah dalam menyusun kisi-kisi antara
lain:
a) Mengidentifikasi pokok-pokok materi yang akan diujikan dengan
memberi imbangan bobot untuk masing-masing bahasan.
b) Mengidentifikasi tingkat ranah kognitif yang termuat dalam rumusan
indikator dan memberikan imbangan bobot untuk masing-masing
tingkat ranah.
c) Memasukkan ranah dan pokok materi yang telah teridentifikasi ke
dalam tabel spesifikasi.
d) Merinci banyaknya butir soal dalam setiap pokok materi dan ranah
yang akan dicapai.
Perumusan indikator pada kisi-kisi soal harus menggunakan kata
kerja operasional (perilaku khusus) yang tepat. Penulisan indikator
yang lengkap mencakup peserta didik (audience), perilaku yang
ditampilkan (behavior), kondisi yang diberikan (condition), serta
tingkat yang diharapkan (degree).8

8
Kadek Ayu Astiti, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2017), 51-52

10
4) Menulis soal
Pada kegiatan menuliskan butir soal ini, setiap butir soal yang anda tulis harus
berdasarkan pada indikator yang telah dituliskan pada kisi-kis dan dituangkan
dalam spesifikasi butir soal. Bentuk butir soal mengacu pada deskripsi umum
dan deskripsi khusus yang sudah dirancang dalam spesifikasi butir soal.
Adapun untuk soal bentuk uraian perlu dilengkapi dengan pedoman
penyekoran. Beberapa hal yang perlu diperhatiakn dalam menyusun tes
adalah:
a. Soal harus sesuai dengan indikator.
b. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan pengukuran serta
jenjang dan jenis sekolah.
c. Gunakan bahasa yang sederhana, komunikatif, dan mudah dipahami
sehingga apa yang menjadi pertanyaan jelas dan tidak mudah membuat
penafsiran ganda.
d. Ada petunjuk yang jelas untuk pengerjaan tes. Petunjuk pengerjaan tes
penting disertakan untuk mempermudah siswa dalam mengerjakan tes
yang diberikan.
e. Menyertakan waktu pengerjaan soal.9
5) Melakukan telaah instrumen secara teoritis
Telaah instrumen tes secara teoritis atau kualitatif dilakukan untuk melihat
kebenaran instrumen dari segi materi, konstruksi, dan bahasa. Telaah
instrumen secara teoritis dapat dilakukan dengan cara meminta bantuan
ahli/pakar, teman sejawat, maupun dapat dilakukan telaah sendiri. Setelah
melakukan telaah ini kemudian dapat diketahui apakah secara teoritis
instrumennya layak atau tidak.
6) Melakukan uji coba dan analisis hasil ujicoba tes
Sebelum tes digunakan perlu dilakukan terlebih dahulu uji coba tes. Langkah
ini diperlukan untuk memperoleh data empiris terhadap kualitas tes yang telah
disusun. Ujicoba ini dapat dilakukan ke sebagian siswa, sehingga dari hasil
ujicoba ini diperoleh data yang digunakan sebagai dasar analisis tentang

9
Kadek Ayu Astiti, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2017), 53

11
reliabilitas, validitas, tingkat kesukaran, pola jawaban, efektivitas pengecoh,
daya beda dan lain-lain. Jika perangkat tes yang disusun belum memenuhi
kualitas yang diharapkan, berdasarkan hasil ujicoba tersebut maka kemudian
dilakukan revisi instrumen tes.
7) Merevisi soal
Berdasarkan hasil analisis butir soal hasil ujicoba kemudia dilakukan
perbaikan. Berbagai bagian tes yang masih kurang memenuhi standar kualitas
yang diharapkan perlu diperbaiki sehingga diperoleh perangkat tes yang lebih
baik. Untuk soal yang sudah baik tidak perlu lagi dibenahi, tetapi soal yang
masuk kategori tidak bagus harus dibuang karena tidak memenuhi standar
kualitas. 10
Setelah tersusun butir soal yang bagus, kemudian butir soal tersebut
disusun kembali untuk menjadi perangkat instrumen tes sehingga tes siap
digunakan. Perangkat tes yang telah digunakan dapat dimasukkan ke dalam
bank soal sehingga suatu saat nanti bisa digunakan lagi.

4. Instrumen Non Tes dalam Pembelajaran


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V, instrument adalah
alat yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu; sarana penelitian (berupa seperangkat
tes dan sebagainya) untuk mengumpulkan data sebagai bahan pengolahan.
Pengertian instrumen non tes dapat diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data
dengan tidak menggunakan bentuk tes, melainkan bentuk skala bertingkat (rating
scale), kuesioner (quetioner), daftar cocok (check list), wawancara (interview),
pengamatan (observation), dan riwayat hidup. Kelebihan non-tes ialah sifatnya lebih
komprehensif. Artinya, non-tes dapat digunakan untuk menilai berbagai aspekdari
peserta didik sehingga tidak hanya untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga aspek
afektif dan psikomotoris.
Menurut Arikunto, instrumen yang tergolong non tes adalah skala bertingkat
(rating scale), kuesioner (quetioner), daftar cocok (check list), wawancara
(interview), pengamatan (observation), dan riwayat hidup.11 Berikut ini penjelasan
jenis-jenis instrumen non tes dalam penelitian pendidkan:

10
Yuniawatika, dkk, Penyusunan Instrumen Tes dan Pembuatan Online Quiz bagi Guru, (Madiun: CV. Bayfa
Cendekia Indonesia, 2021), 13-15
11
Arikunto, S, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)..15.

12
1. Skala bertingkat (rating scale)
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu
hasil pertimbangan. Biasanya angka-angka yang digunakan diterapkan pada skala
dengan jarak yang sama, secara bertingkat dari yang rendah ke tinggi. Oleh karena
itu, skala demikian disebut skala bertingkat. Skala ini dapat digunakan untuk
melakukan pencatatan secara objektif menilai penampilan atau penggambaran
kepribadian seseorang.
Skala bertingkat ini menggambarkan suatu nilai tentang suatu objek penelitian
berdasarkan pertimbangan (judement). Skala ini dapat berupa skala angka atau
grafik. Skala angka digunakan apabila skor yang diberikan seseorang tentang
keadaan objek penelitian dapat dilambangkan dengan angka, seperti kehadiran
peserta didik di sekolah:
a. Tidak pernah
b. Jarang
c. Kadang-kadang
d. Sering sekali
e. Selalu hadir
Sementara itu, skala bertingkat dalam bentuk garfik banyak digunakan karena
dapat mengurangi kesalahan-kesalahan atau ‘bias’ dalam mengisinya. Skala bentuk
ini dapat digambarkan dalam suatu garis dengan jarak yang sama dari yang rendah
ke tinggi.
Contoh: Skala Kehadiran siswa di sekolah
1 2 3 4 5

Selalu Beberapa Sering


Hadir kali absen kali absen
2. Kuesioner (quetioner)
Kuesioner berasal dari bahasa Latin, yaitu Questionaire yang berarti suatu
rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan objek yang dinilai, dengan maksud
untuk mendapatkan informasi/data. Melalui kuesioner ini dapat diperoleh suatu
informasi yang relevan dengan tujuan penelitan dan informasi yang valid serta
reliabel. Sehubungan dengan itu, instrumen yang disusun hendaklah fokus pada

13
tujuan penelitian. Setiap instrumen yang disusun merupakan sampel dari sub-sub
variable yang diinginkan.
Kuesioner juga sering disebut sebagai angket. Kuesioner adalah daftar
pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Pada
kuesioner ini, data diri/keadaan, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapat, dan
hal lainnya dapat diketahui. Kuesioner atau angket adalah alat pengumpul data dalam
bentuk daftar pertanyaan yang harus diisi atau oleh responden.
Sementara itu, Yusuf (2015: 104) mengungkapkan bahwa jenis-jenis
kuesioner dilihat dari berbagai segi, yaitu:
a. Kuesioner dari segi isi dapat dibedakan atas:
1) Pertanyaan fakta
Pertanyaan fakta adalah pertanyaan yang menanyakan tentang fakta, antara lain
jumlah sekolah, jumlah jam belajar, jumlah murid, tinggi dan berat peserta
didik.
2) Pertanyaan perilaku
Pertanyaan perilaku adalah pertanyaan yang digunakan apabila peneliti
menginginkan informasi tentang tingkah laku responden dalam proses
pendidikan.
Contoh bentuk pertanyaan perilaku: Apakah Anda sering pergi ke perpustakaan
untuk mendapatkan informasi dan bahan tentang sesuatu yang diajarkan
pendidik?
3) Pertanyaan informasi
Pertanyaan informasi adalah pertanyaan yang digunakan apabila melalui
instrumen itu peneliti ingin mengungkapkan berbagai informasi atau
menggunakan fakta.
4) Pertanyaan pendapat dan sikap
Pertanyaan ini berkaitan dengan perasaan, kepercayaan prepredisposisi dan
nilai-nilai yang berhubungan dengan objek yang dinilai.
Contoh: Apakah Anda kecewa kalau pendidik memberikan angka lima dalam
rapormu?

14
b. Kuesioner dari segi jenisnya dapat dibedakan atas:
1) Kuesioner tertutup Pada kuesioner tertutup, alternatif jawaban sudah ditentukan
terlebih dahulu. Responden hanya memilih di antara alternatif yang telah
disediakan.
Contoh: Apakah Anda puas dengan yang Anda capai pada semester lalu?
a. Puas
b. Tidak puas Individu yang menjawab kuesioner memberi tanda silang pada
huruf a atau b, atau melingkari huruf itu sesuai dengan petunjuk.
Ada beberapa kebaikan bentuk dari kuesioner tertutup, yaitu:
a. Alternatif jawaban instruktur sama antara satu dan yang lain.
b. Mudah diproses.
c. Jawaban dapat dibandingkan antara satu responden karena dibantu oleh
alternatif jawaban yang disediakan.
d. Responden lebih mudah menjawabnya.
e. Mudah dilaksanakan.
f. Mudah diberi kode.
Selain kelebihan, kuesioner bentuk tertutup ini juga mempunyai beberapa
kelemahan, antara lain:
a) Membatasi diri individu untuk menyatakan pendapat dan kadangkadang
terkesan dipaksa untuk memilih jawaban yang tidak sesuai dengan
dirinya.
b) Mudah diterka.
c) Banyak membutuhkan waktu dan fasilitas.
d) Perbedaan interpretasi tentang pertanyaan tidak dapat tiketahui.
Perbedaan jawaban dari responden menjadi hilang dengan menciptakan
situasi artifisial dan respons yang terbatas.

2) Kuesioner terbuka
Bentuk ini memberi kesempatan pada responden untuk mengemukakan
pendapatnya tentang sesuatu yang ditanyakan, sesuai dengan pandangan dan
kemampuannya. Alternatif tidak disediakan. Mereka menciptakan sendiri
jawabannya dan menyusun kalimat dalam bahasa sendiri.
Contoh: Menurut pendapat Anda, faktor-faktor apakah yang menyebabkan
orang tua kurang membantu anaknya dalam belajar di rumah?

15
Ada beberapa kebaikan kuesioner bentuk terbuka, yaitu:
a. Sebagai persiapan untuk pertanyaan-pertanyaan tertutup.
b. Individu dapat menjawab menurut keadaan dan kemampuan yang
sebenarnya.
c. Memberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
penalaran dan kreativitas dari responden.
d. Sangat bermanfaat untuk mengantisipasi respon yang luas dan kompleks.
Ada beberapa kelemahan pada kuesioner ini, yaitu:
a. Sulit diberi kode karena jawaban yang diberikan sangat bervariasi
terhadap pertanyaan yang sama.
b. Sukar dianalisis
c. Banyak jawaban-jawaban yang kurang relevan.
d. Data tidak seragam dan tidak standar.
e. Membutuhkan keterampilan menulis dan melahirkan pendapat.
f. Waktu yang dibutuhkan lebih lama dari kuesioner tertutup dalam aspek
dan materi yang sama.

3) Kuesioner terbuka dan tertutup


Kuesioner bentuk ini merupakan gabungan dari kedua bentuk yang telah
diuraikan sebelumnya. Pada kuesioner bentuk ini berarti di samping telah
disediakan alternatif, diberi juga kesempatan pada pengisi untuk
mengemukakan alternatif jawabannya sendiri, apabila alternatif yang
disediakan tidak sesuai dengan keadaan yang
bersangkutan.
Contoh: Berapa lamakah Anda belajar dalam sehari (dalam jam)?
a. ≤1,0
b. 1,1 – 2,0
c. 2,1 – 3,0
d. 3,1 – 4,0
e. …………. (tuliskan)
c. Kuesioner ditinjau dari segi yang menjawab dapat dibedakan menjadi:
1. Kuesioner langsung
Kuesioner langsung adalah kuesioner yang langsung dijawab atau diisi oleh
individu yang akan dimintai keterangannya.

16
2. Kuesioner tidak langsung
Kuesioner tidak langsung adalah kuesioner yang diisi oleh orang lain, yaitu
orang yang tidaka dikenai informasi yang dibutuhkan. Kuesioner tidak
langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang bawahan,
saudara, tetangga, atau sebagainya. Contoh: Pendidik membutuhkan informasi
tentang bagaimana cara seorang anak belajar di rumah. Kuesioner ini diisi oleh
orang tuanya.

d. Kuesioner yang ditinjau dari sisi bagaimana kuesioner itu didemonstrasikan pada
responden, dapat dibedakan menjadi:
1) Kuesioner yang dikirimkan (Mail Quistonaire).
2) Kuesioner yang dibagikan langsung pada responden.
3) Daftar cocok (check list)
Daftar cocok (check list) adalah deretan pernyataan (biasanya berupa kalimat
singkat), di mana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok
karena dalam skala bertingkat. Selain itu, responden juga diminta untuk
memberikan tanda cocok pada pilihan yang tepat. Hal tersebut sejalan bahwa check
list dan skala bertingkat mempunyai tipe yang sama.

Contoh: Berilah tanda (v) pada kolomn yang sesuai dengan pendapat Anda

Pernyataan Sangat Baik Kurang Tidak


baik baik baik
Penguasaan materi v
pelajaran oleh pendidik.
Penempatan instrument V
pelajaran
Cara menyajikan bahan V
pelajaran
Komunikasi pendidik dan V
peserta didik

4) .Wawancara (interview)
Wawancara adalah proses interaksi antara pewawancara dan yang diwawancarai
secara langsung atau bisa juga dikatakan sebagai proses percakapan tatap muka

17
antara pewawancara dengan yang diwawancarai. Di mana pewawancara bertanya
tentang suatu aspek yang dinilai dan telah dirancang sebelumnya. Wawancara
merupakan metode untuk mendapatkan jawaban responden dengan tanya jawab
sepihak. Dikatakan sepihak karena responden tidak diberikan kesempatan sama
sekali untuk mengajukan pertanyaan.
Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam wawancara, yaitu:
a. Pewawancara hendaklah memiliki:
1) Kemampuan dan keterampilan dalam berkomunikasi.
2) Kemmapuan dalam memahami dan menarima pernyataan dan ide orang
lain.
3) Rasa aman dan percaya diri.
b. Yang diwawancarai hendaklah memiliki:
1) Kemampuan memahami dan menangkap pertanyaan.
2) Kemampuan dalam menyatakan pendapat.
3) Rasa aman dan percaya diri.
c. Isi atau materi wawancara:
1) Tingkat kesukaran.
2) Kesensitifan materi pertanyaan.
3) Luasnya materi wawancara.
d. Situasi wawancara:
1) Waktu pelaksanaan.
2) Tempat pelaksanaan.
3) Situasi lingkungan.
Wawancara suatu kegiatan yang melibatkan orang yang diwawancarai. Namun,
jika dilihat dari bentuk pertanyaan yang diajukan, maka wawancara dapat dibedakan
atas:
a. Wawancara terencana-terstruktur
Wawancara terencana-terstruktur adalah bentuk wawancara, di mana
pewawancara menyusun terlebih dahulu secara rinci pertanyaan yang akan
diajukan menurut pola tertentu dengan menggunakan format yang standar.
Pedoman itu akan mengarahkan, menuntut, dan membimbing pewawancara
dalam mencapai tujuan wawancara.

18
b. Wawancara terencana tidak terstruktur
Wawancara terencana tidak terstruktur adalah suatu bentuk wawncara, dimana
pewawancara menyusun rencana dan menyiapkan materi, tetapi tidak terinci
menurut format tertentu.
c. Wawancara bebas
Wawancara bebas merupakan suatu bentuk wawancara, di mana pewawancara
tidak terikat atau diatur suatu pedoman tertentu dan individu yang diwawancarai
mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya.

5. Pengamatan (observation)
Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan. Pengamatan itu dilakukan secara teliti serta pencatatan
secara sistematis. Sehubungan dengan itu, melalui observasi ini, seorang peneliti
lainnya dapat mengetahui tingkah laku nonverbal responden atau kegiatan program
pendidikan lainnya. Pengamatan atau observasi dapat dibedakan atas dua bentuk,
yaitu:
a. Observasi partisipan, yaitu secara teratur pengamat terlibat langsung dalam
program atau kegiatan yang diamati. Dengan cara demikian, pengamat
benar-benar memahami dan menghayati kejadian tersebut. Pada observasi
ini, objek penelitian tidak mengetahui bahwa pengamat sedang melakukan
penelitian. Contoh: Untuk mengetahui kebiasaan peserta didik dalam
belajar di rumah, maka pengamat tinggal bersama dengan peserta didik di
rumahnya.
b. Observasi non partisipan, yaitu pengamat tidak terlibat langsung atau tidak
ikut serta dalam kegiatan yang diamati. Selain itu, jika ditinjau dari sisi
terkontrol atau tidaknya observasi, maka observasi dapat dibedakan atas
dua tipe, yaitu: pengamatan terstruktur dan tidak terstruktur. Pada
pengamatan struktur, pengamat menentukan dengan jelas apa yang akan
diobservasi, bagaimana cara cara mengamatinya, dan kapan diamati.
Sementara itu, pada observasi yang tidak terstruktur, fleksibilitas yang lebih
besar diberikan kepada pengamat. Hal ini dapat dilihat dalam pengaturan
waktu atau keadaan/objek yang akan diobservasi. Pencatatan terhadap apa
yang diamati hendaklah dilakukan secepat mungkin sesudah observasi
dilakukan.

19
6. Riwayat hidup
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa
kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek peneliti dapat
menarik suatu kesimpulan. Kesimpulan tersebut tentang kepribadian, kebiasaan,
dan sikap dari responden yang dinilai.12

Seperti halnya pengembangan instrumen tes, pengembangan instrumen nontes juga


memiliki langkah- langkah yang harus diikuti, diantaranya:
1. Spesifikasi Instrumen
Spesifikasi intrumen terdiri atas tujuan, dan kisi-kisi instrumen. Tujuan pengembangan
instrumen nontes sangat tergantung pada data yang akan dihimpun. Instrumen nontes
mencakup afektif dan psikomotorik. Ditinjau dari tujuannya, instrumen ranah afektif
dibedakan menjadi lima, yaitu instrumen sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan ketika menyusun spesifikasi instrumen, yaitu:
tujuan pengukuran, kisi-kisi instrumen, bentuk dan format instrumen, dan panjang
instrumen. Instrumen
2. Menulis Instrumen
Instrumen disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Instrumen dapat berbentuk
pernyataan atau pertanyaan. Kaidah yang perlu diperhatikan ketika menulis butir
instrumen adalah:
1) Hindari kalimat yang mengandung banyak interpretasi
2) Rumusan pernyataan/pertanyaan singkat
3) Satu pernyataan hanya mengandung satu pikiran yang lengkap
4) Pernyataan dirumuskan dengan kalimat sederhana
5) Hindari penggunaan kata-kata selalu, semua, tidak pernah, dan sejenisnya
6) Hindari pernyataan tentang fakta, atau yang dapat diinterpretasikan sebagai
fakta.
Hal yang perlu diingat ketika menyusun instrumen afektif adalah penentuan kalimat
pernyataan.

12
Arikunto, S, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010). hlm. 18-21

20
3. Menentukan Skala Instrumrn
Ada dua macam pernyataan, favorable dan unfavorable. Kedua pernyataan ini
berhubungan dengan penetapan skala. Skala untuk penrnyataan favorable berlawanan
dengan unfavorable. Jika salah dalam menentukan skala, maka kesimpulan yang
dihasilkan juga akan salah.
1) Menentukan skala instrumen Ada beberapa skala yang biasa digunakan dalam
mengukur ranah afektif, di antaranya adalah skala Likert, Thrustone, dan Beda
Semantik. Langkah-langkah pengembangan skala:
2) Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya
3) Menyusun kisi-kisi instrumen (skala sikap)
4) Menulis butir pernyataan
5) Melengkapi butir pernyataan dengan skala sikap (bisa genap, 4 atau 6, dan bisa
ganjil 5 atau 7)
4. Sistem Penskoran
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala yang digunakan. Misalnya,
apabila digunakan skala Thrustone, maka skor tertinggi tiap butir adalah 7 dan terendah
1. Selanjutnya dilakukan analisis untuk tingkat siswa dan tingkat kelas, yaitu dengan
mencari rerata dan simpangan baku skor. Hasil analisiss digunakan untuk menafsirkan
ranah afektif dari setiap siswa dan kelas terhadap suatu objek. Hasil tafsiran perlu
ditindak lanjuti oleh guru dengan melakukan perbaikan-perbaikan, seperti perbaikan
metode pembelajaran, penggunaan alat peraga, dll.
5. Telaah Instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah meneliti tentang: (a) kesesuaian antara butir
pertanyaan/pernyataan dengan indikator, (b) kekomunikatifan bahasa yang digunakan,
(c) kebenaran dari tata bahasa yang digunakan, (d) ada tidaknya bias pada
pertanyaan/pernyataan, (e) kemenarikan format instrumen, (f) kecukupan butir
instrumen, sehingga tidak membosankan. Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang
yang diukur dan akan lebih baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan
oleh teman sejawat. Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan. Lama
pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Pertanyaan/pernyataan yang
diajukan jangan sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban responsen pada arah tertentu,
positif atau negatif. Contoh pernyataan bias: Sebagian besar responden setuju bahwa
masyarakat berhak menerima layanan kesehatan Apakah Anda setuju bila semua
masyarakat menerima layanan kesehatan? Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk

21
memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu
kalimat yang digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara
pengisisan, dll.
6. Merakit Instrumen
Setelah instrumen diperbaiki, selanjutnya dirakit dengan memperhatikan format, tata
letak, urutan pernyataan dan pertanyaan. Format harus menarik. Urutan pernyataan
sesuai dengan aspek yang akan diukur.
7. Ujicoba Instrumen
Setelah dirakit, instrumen diujicobakan. Sampel ujicoba dipilih yang karakteristiknya
mewakili popoulasi yang ingin dinilai. Ukuran sampel minimal 30 orang, bisa berasal
dari satu sekolah atau lebih. Pada saat ujicoba, yang perlu dicatat adalah saransaran dari
responden atas kejelasan pedoman pengisisan instrumen, kejelasan kalimat, waktu yang
digunakan, dll.
8. Analisis Hasil Ujicoba
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/pernyataan.
Apabila skala instrumen 1 sampai 5, maka bila jawaban bervariasi dari 1 sampai 5
berarti instrumen tersebut baik. Namun apabila jawaban semua responden sama,
misalnya 3 semua, maka instrumen tergolong tidak baik.Indikator yang digunakan
adalah besarnya daya beda atau korelasi antara skor butir dengan skor total. Bila daya
beda butir lebih dari 0,3 maka instrumen tegolong baik. Indikator lain yang diperhatikan
adalah indeks kehandalan atau reliabilitas. Besarnya indeks reliabilitas sebaiknya
minimal 0,7.
9. Perbaikan Instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik.
Perbaikan berdasarkan hasil ujicoba dan saran masukan dari responden.
10. Pelaksanaan Pengukuran
Pelaksanaan pengukuran sebaiknya dilakukan pada saat responden tidak lelah. Ruang
untuk pelaksanaan pengukuran harus representatif, baik kondisi ruang, tempat duduk,
ataupun yang lain. Diusahakan responden tidak saling bertanya ketika pengukuran
dilaksanakan. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tujuan pengisian,
manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.
11. Penafsiran Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Menafsirkan hasil pengukuran disebut
dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria.

22
Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir yang digunakan. Hasil
pengukuran sikap atau minat, dapat dikategorikan ke dalam beberapa kategori. Misaln
akan dikategorikan dalam 4 kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan sangat
rendah.13

13
Ani Rusilowati, Pengembangan Instrumen Nontes, Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan, 2013, 7-11,
https://conf.unnes.ac.id

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu obyek
dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk
memperoleh kesimpulan.
Beberapa prinsip yang berkenaan dalam memaksimalkan evaluasi pembelajaran
menurut Djuwita meliputi: kontinuitas, komprehensif, objektif, kooperatif, dan praktis.
Dalam pengembangan instrumen tes, menurut KBBI tes adalah ujian tertulis, lisan,
wawancara untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan, bakat, dan kepribadian
seseorang; percobaan untuk menguji kelayakan jalan suatu kendaraan bermotor; uji.
Bentuk instrumen tes terbagi menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes subjektif. Selain itu,
terdapat juga karakteristik pengembangan instrumen tes menurut Suharsimi Arikunto
mencakup validitas, reliabilitas, objektivitas, dan ekonomis. Adapun langkah-langkah
untuk mengembangkan instrumen tes, diantaranya: menetapkan tujuan tes, melakukan
analisis kurikulum, membuat kisi-kisi, menulis soal, melakukan telaah instrumen secara
teoritis, melakukan uji coba dan analisis hasil ujicoba tes, dan merevisi soal.
Dalam pengembangan instrumen non tes, menurut KBBI Edisi V instrument adalah
alat yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu; sarana penelitian (berupa seperangkat tes
dan sebagainya) untuk mengumpulkan data sebagai bahan pengolahan. Pengertian
instrumen non tes dapat diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data dengan tidak
menggunakan bentuk tes, melainkan bentuk skala bertingkat (rating scale), kuesioner
(quetioner), daftar cocok (check list), wawancara (interview), pengamatan (observation),
dan riwayat hidup. Adapun langkah-langkah pengembangan instrumen non-tes dalam
pembelajaran meliputi: menentukan spesifikasi instrumen, menulis instrumen,
menentukan skala instrumen, menentukan sistem penskoran, menelaah instrumen, merakit
instrumen, melakukan ujicoba, menganalisis hasil ujicoba, memperbaiki instrumen,
melaksanakan pengukuran, dan menafsirkan hasil pengukuran.

24
B. Saran
Demikianlah makalah tentang “Evaluasi Pembelajaran Matematika” yang dapat
penulis buat. Penulis berharap semoga pembahasan dalam makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Selain itu, penulis menyadari banyak kekurangan mulai dari penyusunan atau
dari materi yang kurang mamadahi. Untuk itu, kritik dan saran dari pembaca penulis
harapkan untuk kesempurnaan tugas makalah selanjutnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Perdana, Indra, dkk. 2021. Evaluasi Pembelajaran. Bogor: Guepedia.

Wandini, Rora Rizki. 2019. Pembelajaran Matematika Untuk Calon Guru MI/SD. Medan:
CV Widya Puspita.

Febriana, Rina. 2019. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta Timur: PT Bumi Aksara.

Ismail, Muhammad Ilyas. 2020. Evaluasi Pembelajaran: Konsep Dasar, Prinsip, Teknik, dan
Prosedur. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Astiti, Kadek Ayu. 2017. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: CV. Andi Offset

Yuniawatika, dkk. 2021. Penyusunan Instrumen Tes dan Pembuatan Online Quiz bagi Guru,
Madiun: CV. Bayfa Cendekia Indonesia.

Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Rusilowati, Ani. 2013. Pengembangan Instrumen Nontes. Seminar Nasional Evaluasi


Pendidikan, https://conf.unnes.ac.id.

26

Anda mungkin juga menyukai