Anda di halaman 1dari 16

Anastesi regional pada penderita BPH

BAB I PENDAHULUAN

I. DEFINISI
Kelenjar prostate adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami
pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan
m e n y e b a b k a n terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli, sehingga dapat
disimpulkan bahwa  BPH  (Benign  Prostate  Hypertrophy)  adalah  hyperplasia
kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostate yang asli ke perifer dan
menjadi simpai bedah. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada
orangdewasa ± 20 gram.

II. PENYEBAB
Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, kemungkinan karena faktor umur dan hormone
androgen. Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang BPH, diantaranya :
1. Teori Dehidrotestosteron
2. Teori Hormon, ketidakseimbangan antara estrogen-tetosteron
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
4. Berkurangnya  kematian sel prostat

III. PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostate menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika d a n m e n g h a m b a t
aliran urine.  Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikan.  Untuk dapat menegluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu.  Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan  anatomic  buli-buli  berupa  hipertropi  otot  detrusor,  trabekulasi,terbentuknya
selula, sakula dan divertikel buli-buli.  Perubahan struktur pada buli-buli tersebut,
oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kencing sebelah bawah atau
lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.Tekanan
intravesikal  yang  tinggi  keseluruh  bagian  buli-buli  tidak terkecuali pada kedua muara
ureter.  Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine
dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter.  Keadaan ini jika berlangsung
terus menerus akan mengakibatkan hidroureter,hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke
dalam gagal ginjal.

IV. GAMBARAN KLINIK


Obstruksi prostate  dapat  menimbulkan  keluhan  pada saluran kemih maupun di luar
saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah.Biasanya gejala-gejala dari pembesaran
prostate jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptomps (LUTS) dibedakan menjadi
gejala obstruktif.
1. Gejala iritatif : Sering miksie (frekuensi), nokturia, urgensi, disuria
2. Gejala obstruktif : Pancaran melemah, rasa tidak lampias
sehabis miksie,  hesisteny,  straining,  intermittency,  waktu  miksi  memanjang
akhirnya retensi urine dan inkontinen karena overflow.
Tabel I.1. Skor Madsen – Inversen dalam Bahasa Indonesia

Dikutip  dari  Raharjo,  D.  Prostat,  Kelainan-kelainan  Jinak,  Diagnosa


&Penanganannya.Jakarta : Bag. Urologi FKUI, 1999.
Gejala dan tanda pada pasien yang telah lanjut penyakitnya, misalnya gagal ginjal
dapat ditemukan uremia, kenaikan TF, RR, nadi, foetor uremik, ujung kuku yang
pucat, tanda-tanda penurunan mental serta neurografi perifer.
Pemeriksaan penis dan uretra penting untuk mencari etiologi dan
menyingkirkan diagnosis banding seperti strikur, karsinoma, stenosis meatus atau
fimosis. Pemeriksaan lain yang sangat penting adalah colok dubur.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
gejala  obstruksi  antara  lain  nyeri  pinggang,,  benjolan  di  pinggang  (yang merupakan
tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda darti infeksi atau
urosepsis.
3 . G e j a l a d i l u a r s a l u r a n k e m i h
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya
herniainguinalis atau hemoroid.  Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejanpada
saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intrabdominal.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisa urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting
untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, infeksi. Pemeriksaan
laboratorium seperti  elektrolit,  ureum,  creatinin,  merupakan  informasi  dasar
untuk mengetahui fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan PSA (ProstateSpesifik
Antigen) sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau deteksi dinikeganasan. Nilai PSA < 4
ng/ml berarti tidak perlu biopsi, nilai PSA 4-10 ng/ml perlu dihitung PSAD (Prostate
Spesific Antigen Density). Bila PSAD> 0.15 atau nilai PSA > 10 ng/ml biopsi prostat
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan yaitu polos abdomen, pielografi intravena,
USG, sistoskopi.
VI. PENATALAKSANAAN
1 . O b s e r v a s i Observasi biasa dilakukan pada pasien dengan kelihan
ringan (skor Madsen Iversen
≤ 9). Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur.
2. Terapi Medikamentosaa .
a . P e n g h a m b a t a d r e g e n i k  
Obat-obatan  yang  sering  dipakai  diantaranya  prazosin,  duxazosin,terazosin,  afluzosin  atau
yang  lebih  selektif  tamsulosin.  (α
1a).Penggunaan α-1-adrenergik secara selektif mengurangi obstruksi padab u l i - b u l i t a n p a
m e r u s a k k o n t r a k t i l i t a s d e t r u s o r .   E f e k s a m p i n g y a n g timbul adalah pusing-pusing,
capek, sumbatan hidung, rasa lemah.
b . P e n g h a m b a t e n z i m 5 - α reduktase
Yang  dipakai  adalah  finasteride  (proscar),  obat  ini  menghambatpembentukan DHT sehingga
prostat yang membesar akan mengecil.
c . F i t o t e r a f i

3. Terapi Bedah
Indikasi  absolut  terapi  bedah  pada  BPH  yaitu  retensio  urineberulang, hematuria, tanda
penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, tanda-tanda obstruksi berat
(divertikel, hidroureter, hidrorefrosis),ada batu saluran kemih. Intervensi bedah yang
dapat dilakukan meliputiT U R P T r a n s U r e t h a l R e s e c t i o n o f T h e P r o s t a t e ) ,
T U I P ( T r a n s U r e t h a l Insicion of The Prostate), prostatektomi terbuka, prostatektomi
dengan laser.S a a t i n i T U R - P m a s i h m e r u p a k a n s t a n d a r e m a s t e r a p i b e d a h
p a d a B P H . Reseksi kelenjar prostat dilakuakn tranuretra dengan mempergunakan cairanirigasi
(pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak  tertutup oleh
darah.  Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan
agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi.Cairan yang dipakai dan harganya cukup
murah yaitu H2O steril (aquadest).Indikasi dilakukan TUR-P diantaranya gejala-gejala
sedang sampai berat.Volume prostat < 90 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani
operasi.Komplikasi TUR-P jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hipohatremiaatau retensio
oleh karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang TUR-Padalah strikur uretra, ejakulasi
retrograd, impotensi.

4. Terapi Invasif Minimal


Meliputi :
- T U M T ( T r a n s U r e t h a l M i c r o w a v e
T h e r m o t h e r a p y )
- T U B D ( D i l a t a s i B a l o n T r a n s
U r e t h a l )
- H i g h I n t e n s i t y F o c u s e d
U l t r a s o u n d
- T U N A ( A b l a s i j a m m T r a n s U r e t h a l )
- S t e n t P r o s t a t

ANESTESI REGIONAL
Penggunaan obat analgetik lokal untuk mengangkut hantaran saraf s e n s o r i k , s e h i n g g a
i m p u l s n y e r i d a r i s u a t u b a g i a n t u b u h d i b l o k i r u n t u k   sementara. Fungsi
motorik dapat dipengaruhi sebagaian/seluruhnya. Pasientetap sadar, cara pemberiannya dibagi
dalam infiltrasi lokal, blok lapangan,blok saraf, analgesia permukaan, dan analgesia
regional intravena. Obatanalgetikya  terdiri  dari  golongan  amide  (Lignokain,  bupivakain)
dang o l o n g a n e t e r ( p r o k a i n , t e t r a k a i n ) . K o m p l i k a s i o b a t a n a l g e t i k l o k a l
bisakomplikasi lokal edema, infeksi, nekrosis dll) dan komplikasi
s i s t e m i k   (depresi, penurunan tekanan darah). Menurut tekbik cara pemeberian
dibagid a l a m ; 1 ) i n f i l t r a s i l o k a l , 2 ) b l o k l a p a n g a n , 3 ) B l o k s a r a f , 4 )
a n a l g e s i a pernukaan, 5) analgesia regional intravena.
Analgesia spinal ialah pemberian obat anestesi lokal ke
dalamruang subaraknoid. Anastesi spinal diperoleh dengan cara
m e n y u n t i k a n anastetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Teknik ini sederhana,
cukupefektif dan mudah dikerjakan. Induksi analgesia spinal ini adalah
bedahekstremitas  bawah.  Bedah  panggul,  tindakan  sekitar  rektum-perineum,bedah  obstetri-
ginekologi,  bedah  urologi  dan  bedah  abdomen  bawah.Persiapan analgesia spinal
meliputi informed consent, pemeriksaan fisik,pemeriksaan laboratorium anjuran
(Hb, Ht, PT, PTTI (Prothrombine tire) dan parthal thromboplastic tire)

Teknik Analgesia Spinal


Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan
tusukanpada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan.
B i a s a n y a dikerjakan di atas neja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya
diperlukansedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menitpertama
akan mneyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi
d e k u b i t u s lateral. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga
supaya tulangb e l a k a n g s t a b i l . B u a t p a s i e n m e m b u n g k u k m a k s i m a l
a g a r p r o s e s u s spinosus mudah teraba. Posisi lain ialah duduk
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista
i l i a k a dengan tulang punggung ialah L4 atau L5. Tentukan tempat
tusukanm i s a l n y a L 2 - 3 , L 3 - 4 , a t a u L 4 - 5 . t u s u k a n p a d a L 1 - 2 a t a u
d i a t a s n y a berisiko trauma terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4. Beri Anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan
l i d o k a i n 1,2% 2-3 ml.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23
G atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil27 G atau 29 G,
dianjurkan menggunakan penuntun jarum (intoducer), yaitu jarum suntik
biasa sepmrit 10 cc. tusukkan introdusr sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit
kearah sefal, kemudian masukan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang
jarum tersebut. Jika menggunakan jarumtajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel)
harus sejajar dengan seratdurameter, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke
atas atau kebawah,  untuk  menghindari  kebocoran  likuor  yang  dapat
berakibattimbulnya  nyeri kepala  pasca spinal. Setelah  resistensi
mengilang,mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang
semprit berisiobat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0.5 ml/detik)
diselingiaspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalauanda
yakin ujung jarum spinal pada posisi yang  benar dan likuor tidak k e l u a r , p u t a r
a r a h j a r u m 9 0 °biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu
dapat dimasukkan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya
b e d a h hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik, jarak kulit
ligamentumflavum dewasa ± 6 cm.

 
BAB IIPRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
N a m a : T n . S
U s i a : 6 5 t a h u n
Berat badan            : 55 kg
Tinggi badan           : 160 cm
Agama                    : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat :
Tangal masuk RS     :
No. CM :

I . A N A M N E S A
A. Keluhan utama      : Tidak bisa buang air kecil
B . K e l u h a n t a m b a h a n   : -
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS tanggal 24 Desember 2007 dengan keluhan Buang
air kecil tidak lancar, nyeri abdomen bagian tengah bawah,kandung kemih terasa penuh, keluhan
mulai tadi pagi.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak menderita sakit ini sebelumnya.
- Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal.
- Riwayat penyakit asma disangkal.
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal.
- Riwayat operasi sebelumnya disangka.
- Riwayat alergi disangkal

E. Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarga menderita penyakit yang sama


 
II. PEMERIKSAAN FISIK 
A. Status Generalis
1 . K e a d a a n u m u m : S e d a n g
2 . K e s a d a r a n : C o m p o s m e n t i s
3 . V i t a l s i g n : T D : 1 2 0 / 7 0 m m H g
N : 9 0 x / m e n i t
S : 3 7 , 5 ° C
R : 2 0 x / m e n i t
4. Kepala
Kepala   : Mesocephal ; jejas ( - ) ; tumor ( - )
M a t a : C o n j u n g t i v a a n e m i s ( - / - ) ,
s k l e r a i k t e r i k ( - / - ) , pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
Telinga : Tidak ada kelainan bentuk, sekret (-/-)
Hidung               : Tidak ada deviasi septum, sekret (-/-)
Mulut dan gigi     : Tidak ada pembesaran tonsil, karies (+)
L e h e r : T r a k e a d i t e n g a h , t i d a k a d a
p e m b e s a r a n k e l a n j a r   tiroid  dan kelenjar getah bening, JVP
t i d a k   meningkat.
5. Thorax
C o r : S u a r a   j a n t u n g   S 1   >   S 2
r e g u l e r ,   g a l l o p   ( - ) , murmur (-), ictus cordis ( - ), tidak kuat
angkat.
P u l m o                             : S u a r a p a r u v e s i k u l e r ; r o n k h i - / - ; w h e e z i n g -/-
Simetris kanan dan kiriTidak ada retraksi
7. Abdomen
Inspeksi : Perut datar, supel, distensi ( - )
P a l p a s i : m a s a ( - ) , h e p a r d a n l i e n t i d a k
a d a k e l a i n a n
P e r k u s i : T y m p a n i
A u s k u l t a s i : B U ( + ) n o r m a l
8. Ekstermitas
Superior  : Edema -/- Fraktur -/-
Inferior    : Edema -/- Fraktur -/-
9. Pemeriksaan turgor kulit  : baik
10.   Pemeriksaan akral           : hangat
 
B. Status lokalis
Regio                          : Suprapubik 
Inspeksi                       : Benjolan (+), terpasang kateter
 Palpasi                        : Nyeri takan (+), Massa (+)

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium tanggal 2 Januari 2008
- H B : 1 1 , 4 g r / d l ( 1 3 - 1 6 g r / d l )
- HT      : 34 %( 40 – 48 % )
- Leukosit : 7900/ ml( 5.000 – 10.000/ml )
- E r i t r o s i t : 4 , 8 j t / m l   ( 4 , 5 - 5 , 5 j t / m l )
- Trombosit : 413.000/ml( 150.000 -400.000/ml)
- L E D : 2 5 m m / j a m ( 0 - 1 0 m m / j a m
)
- MCV            : 82,9 fl                ( 80 – 97 fl )
- MCH           : 27,9 pgr             ( 26- 32 pgr )
- MCHC        : 33,8 %               ( 31-36 % )
- PT               : 12,6 dtk             ( 11- 14 dtk )
- APTT   : 28,9 dtk    ( 30- 40 dtk )
- Hitung jenis :
E o s i n o f i l : 2 %     ( 0 - 1 % )
B a s o f i l : 0 % ( 1 - 4 % )
B a t a n g : 0 % ( 2 - 5 % )
S e g m e n : 7 5 % ( 4 0 - 7 0 % )
L i m f o s i t : 2 0 % ( 1 9 - 4 8 % )
M o n o s i t : 3 % ( 3 - 9 % )
- Ureum darah      : 23,1 mg/dl    ( 10-50 mg/dl )
- Creatinin darah   : 0,83 mg/dl     ( 0,7-1,2 mg/dl )
- SGOT                 : 8                  ( L < 37 )
- SGPT                  : 24                  ( L < 41 )
- GDS                    : 112                    ( < 200 )
B. Foto cystogram   : Gambaran BPH
C. Foto thorak         : Thorak tenang
Cor dbn

III. DIAGNOSA KLINIS


BPH
IV. KESIMPULAN
Status fisik ASA II

VII.  LAPORAN ANESTESI


-    Diagnosa pra bedah    : BPH
- Diagnosa pasca bedah : BPH
- Jenis pembedahan       : Prostattectomy
Penatalaksanaan anastesi (tanggal 4  Januari 2008)
•J e n i s a n e s t h e s i : R e g i o n a l A n e s t e s i
•P r e m e d i k a s i d e n g a n : Ondansetron 4 mg
•Medikasi                    : BupivacainSpinal 20 mg
Diazepam 5 mg
Torasic
Adona
Tranexamate
Cefotaxime 1000 mg
Vitamin K 
Vitamin C
M a i n t e n a n c e                                 : O 2 2,0 L/mnt
Relaksasi dengan           : -
•T e k n i k a n e s t e s i : -   S p i n a l   ; SAB L3 / L4
-  LCS ( + ) jernih
-  Barbotase ( + )
• Respirasi : Spontan
•P o s i s i : S u p i n e
•Infus durante operasi  : RL II Plabot
HES I Plabot

Laporan durante operasi :


- Mulai anastesi : 08.40 WIB
- Mulai operasi  : 08.50 WIB
- Cairan yang masuk durante operasi : RL II plabot, dan HES I plabot
- Selesai operasi  : 10.00 WIB
Tekanan darah dan frekuensi nadi ( terlampir )
Perdarahan  : 200 cc
Urin tampung : 300 ml

VIII. TERAPI CAIRAN


a.BB : 55 kg
Operasi sedang : 6 cc/kgBB
Puasa selama 8 jam
Lama operasi : 1 jam 10 menit
Jumlah perdarahan : 200 cc
Pre operasi : Cairan maintenance 2 cc/kgBB/jam 2 cc x 55 = 110 cc/jam

Durante operasi
Puasa : 8 jam x maintenance : 8 j a m x 1 1 0 c c / j a m : 880 cc
Stress operasi : Operasi sedang : 6 c c / k g B B / j a m : 6 cc x 55/jam: 3 3 0 c c / j a m
Pemberian cairan Jam I : ½ puasa + maintenance + strees operasi : (½.880) + 110 cc/jam + 330
cc/jam : 440 cc + 110 cc/jam + 330 cc/jam : 8 8 0 c c
Perdarahan : 200 cc
Urin output : 300 cc
J a d i t o t a l k e b u t u h a n c a i r a n : J a m I + p e r d a r a h a n + u r i n o u t p u t : 880 cc +
200 cc + 300 cc : 1380 cc 
Jumlah cairan yang diberikan :
RL II = 2 x 500 = 1000 ml
H E S = 1 x 5 0 0 =    500 ml 
1500 ml
Jadi sisa kebutuhan : 1500 ml – 1380 ml : 1 2 0 m l
EBV = 70 ml/kgBB x 55 kg = 3850 ml
ABL = 20% dari EBV=10020x 3850 = 770 ml

 
IX. PEMBAHASANA.
Pre-Operatif 
Pasien datang dengan keluhan miksi tidak lancar sejak tadi pagi. P a s i e n
d i p u t u s k a n d i r a w a t d i b a n g s a l K e n a n g a . S e t e l a h k e a d a a n u m u m pasien
membaik, pasien dipersiapkan untuk operasi tanggal 04 Januari 2008.Sebelum dilakukan
operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yangmeliputi anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang untuk  m e n e n t u k a n s t a t u s f i s i k A S A & r i s k .
D i p u t u s k a n k o n d i s i f i s i k p a s i e n termasuk ASA II (pasien giatri), serta ditentukan
rencana jenis anestesi yangdilakukan yaitu regional anestesi dengan teknik SubArachoid
Block.Pasien  yang  akan  menjalani  operasi  prostattectomy  umumnyaadalah pasien
geriatri, untuk itu penting dilakukan evaluasi ketat terhadapfungsi kardiovaskuler,
respirasi dan ginjal. Pasien-pasien ini dilaporkanmempunyai  prevalensi yang
cukup tinggi untuk mengalami  gangguankardiovaskular  dan  respirasi,  hal  lain  yang
perlu  diperhatikan  padapembedahan ini adalah darah harus selalu tersedia karena perdarahan
prostatdapat sangat sulit dikontrol, terutama pada pasien yang kelenjar prostatnya >40
gram.J e n i s anastesi yang dipilih adalah regional anastesi cara
s p i n a l . Anastesi regional baik spinal maupun epidural dengan blok saraf
setinggiT10 memberikan efek anastesi yang memuaskan dan kondisi operasi
yangoptimal bagi prostattectomy. Dibanding dengan general anastesi,  regionalanastesi  dapat
menurunkan  insidens  terjadinya  post-operative  venoustrombosis.
B. Durante operatif 
Prosedur  pembedahan  ini  adalah  membuka  perlekatan  prostatdengan  vesika  urinaria
kemudiam  mereseksi  kelenjar  prostat  yangmembesar, selalu memerlukan cairan irigasi
kontinyu dalam jumlah besar.Penggunaan sejumlah besar cairan irigasi membawa
beberapa komplikasi antaralain TURP syndrom, hipotermi, dan koagulopati.
T e k n i k a n a s t e s i y a n g d i g u n a k a n a d a l a h s p i n a l a n a s t e s i d e n g a n alasan
operasi yang dilakukan pada bagian tubuh inferior, sehingga cukup memblok bagian
tubuh inferior saja.Obat anastesi yang diberikan pada pasien ini adalah bucain
spinal20 mg (berisi bupivakain Hcl 20 mg), bucain spinal dipilih karena
durasikerja yang lama. Bupivakain Hcl merupakan anastesi lokal golongan amida.Bupivakain
Hcl mencegah konduksi rangsang saraf dengan menghambat aliran  ion,  meningkatkan
ambang  eksitasi  elekton,  memperlambatperambatan rangsang saraf dan menurunkan kenaikan
potensial aksi. Durasianalgetik pada T 10- T 12 selama 2-3 jam, dan bukain spinal
menghasilkanrelaksasi muskular yang cukup pada ekstremitas bawah selama 2- 2,5
jam.Selain itu bucain juga dapat ditoleransi dengan baik pada semua jaringan yang
terkena.Pada  saat  operasi  berlangsung  pasien  tampak  sangat  gelisahsehingga diberikan
diazepam 5 mg untuk menghilangkan kecemasan pasienagar pasien bisa tenang. Diazepam
merupakan golongan depresan SSP yangmenyebabkan tenang, kantuk / menidurkan. Efeknya
yaitu sedasi, hipnosis,menurunkan emosi dan relaksasi otot.Antibiotik  yang  diberikan  adalah
cefotaxime  1000  gram  ivcefotaxim  dipilih karena memiliki  aktivitas  spektrum
yang lebih  luasterhadap kuman gram negatif serta lebih stabil terhadap kuman
penghasilbeta  laktamase,  penisilinase  dan  sefalosporinase.  Hal  ini  pentingdiperhatikan
karena pasien-pasien bedah urologi mempunyai resiko tinggiterhadap infeksi.
Selain itu pada pasien terdapat tanda-tanda cystitis, olehkarena itu cefotaxime
dinilai tetap sesuai dengan indikasinya yaitu infeksi saluran kemih.Sebagai analgetik
digunakan  torasic ( b e r i s i 3 0 m g / m l k e t o r o l a c tromethamine) sebanyak 1 ampul (1
ml) disuntikan iv. Ketorolac merupakannonsteroid  anti  inflamasi  (AINS)  yang  bekerja
menghambat  sintesisprostaglandin  sehingga dapat menghilangkan rasa
nyeri/analgetik  efek.T o r a s i c 3 0 m g m e m p u n y a i e f e k a n a l g e t i k y a n g
s e t a r a d e n g a n 5 0 m g pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi
kerja yang lebih lama s e r t a l e b i h a m a n d a r i p a d a a n a l g e t i k o p i o i d k a r e n a
tidak ada evidence
depresi nafas pada clinicaal trial pemberian ketorolac dosis pakai ketorolacuntuk pasien giatri (>
65 tahun) adalah titik lebih dari 60 mg/hari dipakai 30mg karena ternyata bahwa 30 mg
mrp dosis yang tepat dan memberikan terapeutik index yang lebih baik.Adona,
Trexenamate,  Vit  C  dan  Vit  K  merupakan  pakethemeostatik.   Hemeostatik  merupakan
obat  yang  digunakan  untuk menghentikan  perdarahan.  Adona  bekerja  penghambat  bersaing
dariaktivator plasminogen dan penghambat plasmin.  Plasmin sendiri berperanmenghancurkan
fibrinogen, fibrin, dan faktor pembekuan darah lain. Obat i n i d i e k s k r e s i k a n
dengan cepat melalui urin.  Trenexamat mempunyaiindikasi dan
m e k a n i s m e k e r j a y a n g s a m a , n a m u n 1 0 k a l i l e b i h p o t e n t dengan efek
samping yang lebih ringan.  Vit K memerlukan waktu untuk  dapat  menimbulkan
efek,  sebab  vitamin  K  harus  dapat  merangsangpembentukan faktor-faktor pembekuan
darah.Semua pasien yang menghadapi  pembedahan harus  dimonitor  s e c a r a k e t a t
4 aspek yakni : monitoring tanda vital, monitoring t a n d a anestesi,
monitoring lapangan operasi, dan monitoring lingkungan operasi.
C. Post Operatif 
Perawatan pasien post operasi dilakukan di RR, setelah dipastikanpasien pulih
dari anestesi dan keadaan umum, kesadaran, serta vital sign stabil pasien dipindahkan
ke bangsal, dengan anjuran untuk bed rest 24 jam,tidur terlentang dengan 1 bantal, minum
banyak air putih serta tetap diawasivital sign selama 24 jam post operasi.
BAB IIIKESIMPULAN
1. Pada  pasien  ini  dipilih  regional  anestesi  dengan  teknik  spinal
karenamemberikan efek anestesi yang lebih baik dan memberikan kondisi yaang
lebihoptimal bagi prostattektomy.
2. Obat-obatan yang digunakan dalam operasi ini merupakan
obat-obat y a n g dianggap rasional dengan efek yang paling optimal
yang bisa diberikan pada pasien geriatri mengingat penurunan fungsi organ yang
terjadi kelompok pasienini. Premedikasi ondansentron 4 mg untuk
menimbulkan kenyamanan pasien.Medikasi : Bupivakain spinal 20 mg
(sebagai obat anestesi spinal), diazepam 5 mg sebagai penenang, cefotaxime
(sebagai antibiotik) dan torasic 30 mg sebagaianalgetik.
3. Penurunan fungsi organ yang terjadi pada pasien-pasien geriatri antara  lain :a.
Kardiovaskular : Penurunan  elastisitas  pembuluh  darah  arteripenurunan
cardiac reserve.b. Sistem pernafasan : Penurunan elastisitas jaringan baru. c .
Ginjal : Penurunan renal blood flow dan massa
g i n j a l p e n u r u n a n   k e m a m p u a n   g i n j a l   u n t u k   mengekskresi obat-
obatand. Sistem pencernaan : Penurunan hepatic blood flow Penurunan
kecepatan produksi albumin & plasmakolinesterase.e. System syaraf : Penurunan
sintesis neurotransmitter  f. Muskuloskeletal : Atrofi kulit Gangguan  sendi
lebih  mudah  terjadi  akibatpositioning pada operasi.

DAFTAR PUSTAKA
 
1.Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Anestesiologi.FKUI, Jakarta. 1989.
2. Michael B. Dubson. Penuntut Praktis Anestesi. EGC, Jakarta. 1994.
3. Boulton, Thomas B. Anestesiologi. EGC, Jakarta. 1994.
4. Departemen  Kesehatan  RI  Dirjen  POM.  Linformatorium  Obat
NasionalIndonesia 2000. Sagung Seto, Jakarta. 2001.
5. Arif  Mansoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. edisi Ketiga
M e d i a Aesculapius FKUI, Jakarta. 2000.
6.Buku ajar Ilmu Bedah / Editor, R Sjamsuhidajat, wim de jong. Edisi 2, Jakarta :EGC. 2004.7.
Purnomo, Basuki. Dasar-dasar urologi. Sagung seto, Jakarta. 2007

ABSTRAK 
Dilaporkan penatalaksanaan anastesi pada penderita ”BPH (
Benigne ProstateHypertrophy
)”  yang  dilakukan  operasi  Prostattectomy  pada  seorang  laki-lakiberumur 65 tahun
menggunakan anastesi Regional dengan teknik anastesi spinal pada lumbal 3 / lumbal
4 dan status fisik ASA II.Dilakukan premedikasi dengan Ondansentron 4 mg. Medikasi induksi
denganbupivakain HCl 20 mg. Maintenance dengan inhalasi O
2
2,0 liter/menit. Duranteoperasi monitoring tensi dan nadi dengan cara manual.Induksi anastesi
dilakukan selama ± 10 menit dan bertahan selama operasi yang berlangsung selama 1
jam 10 menit. Durante operasi tidak didapatkan penyulitanastesi maupun pembedahan.
Pasca operasi pasien dibawa ke ruang pemulihan u n t u k d i m o n i t o r k e a d a a n
u m u m s e t e l a h p a s i e n p u l i h a n a s t e s i p a s i e n d i b a w a k e bangsal.

Anda mungkin juga menyukai