Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ODONTEKTOMI

DI RUANG IBS RS. KEN SARAS UNGARAN

HARISKA JOKO SRIYANTO


NIM. P.17420613059

PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN ODONTEKTOMI
DI RUANG IBS RS. KEN SARAS UNGARAN

1. Pengertian
Odontektomi ialah pengeluaran satu atau beberapa gigi secara
bedah dengan cara membuka flap mukoperiosteal, kemudian dilakukan
pengambilan tulang yang menghalangi dengan tatah atau bur.
Odontektomi ialah tindakan pembedahan untuk mengeluarkan gigi yang
tidak dapat dilakukan dengan cara ekstraksi biasa atau dapat dilakukan
pada gigi yang impaksi atau tertanam di bawah tulang atau mukosa.
(Fragiskos , 2007).
2. Indikasi Odontektomi
Indikasi odontektomi menurut Heidelberg (2007) adalah :
2.1 Perikoronitis
Perikoronitis merupakan peradangan pada jaringan lunak
disekeliling gigi yang akan erupsi, paling sering terjadi pada molar
3 bawah. Perikoronitis merupakan suatu kondisi yang umum
terjadi pada molar impaksi dan cenderung muncul berulang, bila
molar belum erupsi sempurna. Akibatnya, dapat terjadi destruksi
tulang di antara gigi molar dan geraham depannya. Odontektomi
dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan dari terjadinya
pericoronitis akibat gigi erupsi sebagian.
Perikoronitis dengan gejala-gejala :
1) rasa sakit di regio tersebut
2) pembengkakan
3) mulut bau
4) pembesaran limfenode submandibular.
Gambar 1. Gambaran Klinis Perikoronitis
2.2 Mencegah Berkembangnya Folikel Menjadi Kista Odontegenik
Suatu gigi yang impaksi mempunyai daya untuk merangsang
pembentukan kista atau bentuk patologi terutama pada masa
pembentukan gigi. Benih gigi tersebut mengalami rintangan sehingga
pembentukannya terganggu menjadi tidak sempurna dan dapat
menimbulkan premordial kista dan folikular kista.

Gambar 2. Gambaran Radiologis Impaksi gigi M3 RB yang berpotensi


menimbulkan premordial kista
2.3 Pencegahan Karies
Gigi yang impaksi juga bertendensi menimbulkan infeksi atau karies pada gigi di
dekatnya. Cukup banyak kasus karies pada gigi molar dua karena gigi molar ketiga
mengalami impaksi. Gigi molar ketiga merupakan penyebab tersering
karies pada molar kedua karena retensi makanan. Karies distal molar
kedua yang disebabkan oleh karies posisi gigi molar ketiga.
Gambar 3. Gambaran radiologis Impaksi gigi M3 yang bisa menimbulkan
karies dikarenakan posisi M3 mendesak distal M2

2.4 Untuk Keperluan Terapi Ortodontik


Pencabutan gigi impaksi pada perawatan ortodontik dapat menjadi
suatu indikasi apabila ruangan yang dibutuhkan kurang untuk ekspansi
lengkung gigi atau juga dikhawatirkan akan menjadi faktor relapse
setelah dilakukannya perawatan ortodontik.
2.5 Menimbulkan Kerusakan Pada Akar Gigi Yang Berdekatan.
Gigi impaksi dapat menyebabkan tekanan pada akar gigi
sebelahnya sehingga mengalami resorpsi akar. Pencabutan gigi
impaksi dapat menyelamatkan gigi terdekat dengan adanya perbaikan
pada sementumnya.
2.6 Terdapat keluhan rasa sakit atau pernah merasa sakit.
Rasa sakit dapat timbul bila gigi impaksi menekan syaraf atau
menekan gigi tetangga dan tekanan tersebut dilanjutkan ke gigi
tetangga lain di dalam deretan gigi, dan ini dapat menimbulkan rasa
sakit. Rasa sakit dapat timbul karena gigi impaksi langsung menekan
nervus alveolaris inferior pada kanalis mandibularis.
2.7 Diperkirakan Akan Mengganggu Pembuatan Protesa. 
Pencabutan gigi impaksi dilakukan apabila berada dalam denture
bearing area yang dapat menghambat adaptasi landasan dan
mengganggu retensi serta stabilitas dari protesa yang akan dibuat.
3. Kontraindikasi Odontektomi menurut Heidelberg, 2007 :
3.1 Tidak Ada Keluhan.
Apabila tidak ada keluhan dari pasien yang mengalami gigi
impaksi maka tidak diperlukan tindakan odontektomi yang dapat
memakan waktu, biaya dan resiko pembedahan yang dapat terjadi.
3.2 Kemungkinan Menyebabkan Gigi Terdekat Rusak Atau Struktur
Penting Lainnya.
Tindakan odontektomi beresiko tinggi untuk merusak jaringan
dengan membuka flap dan juga merusak tulang yang menghalangi
akses terhadap gigi yang impaksi. Apabila dikhawatirkan kerusakan
yang akan diakibatkan oleh tindakan odontektomi tidak sebanding
dengan manfaat yang didapatkan, maka sebaiknya odontektomi tidak
dilakukan.
3.3 Penderita Usia Lanjut
Pada pasien yang berusia lanjut, tulang yang menutupi gigi impaksi
akan sangat termineralisasi dan padat sehingga akan menyulitkan
dilakukan odontektomi. Selain itu perlu diperhatikan juga keadaan
umum pasien yang mungkin akan menghambat keberhasilan
penyembuhan setelah dilakukannya odontektomi.
3.4 Kondisi Fisik Atau Mental Terganggu.
Pada pasien dengan kesehatan umum yang terganggu misalnya
mengidap penyakit sistemik maka diperlukan konsultasi terlebih
dahulu kepada dokter yang bersangkutan sebelum melakukan tindakan
bedah. Sedangkan untuk pasien dengan keadaan mental yang
terganggu dapat mengganggu tingkat kooperatif pasien selama
melakukan tindakan pembedahan. (Pedersen, 1996)
4. Prosedur Tindakan Odontektomi
4.1 Persiapan Tindakan Odontektomi
Sebelum melakukan suatu tindakan pembedahan pada gigi
impaksi, perlu dilakukan beberapa hal untuk menghindari komplikasi
seminimal mungkin.
Tindakan yang perlu dilakukan sebelum pembedahan :
1) Pemeriksaan keadaan umum penderita, dengan anamnesa dan
pemeriksaan klinis.
2) Pemeriksaan penunjang dengan foto rontgen, sehingga dapat
mengevaluasi dan mengetahui kepadatan dari tulang yang
mengelilingi gigi, sebaiknya didasarkan pada pertimbangan usia
penderita, hubungan atau kontak dengan gigi molar kedua,
hubungan antara akar gigi impaksi dengan kanalis mandibula,
dan morfologi akar gigi impaksi, serta keadaan jaringan yang
menutupi gigi impaksi, apakah terletak pada jaringan lunak saja
atau terpendam didalam tulang.
3) Menentukan tahapan perencanaan pembedahan yang meliputi
perencanaan bentuk, besarnya dan tipe flap, menentukan cara
mengeluarkan gigi impaksi, perkiraan banyaknya tulang akan
dibuang untuk mendapatkan ruang yang cukup untuk
mengeluarkan gigi impaksi, perencanaan penggunaan instrumen
yang tepat, menentukan arah yang tepat untuk pengungkitan gigi
dan menyebabkan trauma yang seminimal mungkin (Archer,
1975; Peterson, 2002)
4.2 Tindakan Pembedahan M3 Impaksi Rahang Bawah
Prosedur penatalaksanaan yang umumnya dilakukan pada
pencabutan M3 impaksi rahang bawah sebagai berikut:
4.2.1 Anestesi
Anestesi yang digunakan dapat berupa anestesi lokal (pada
pasien yang memiliki keadaan umum baik atau normal dan
keadaan mental yang baik, prosedur operasi kurang dari 30-45
menit, operasi dilakukan pada satu sisi mulut, pada daerah
operasi yang langsung terlihat) atau anestesi umum (pada pasien
yang gelisah, sisi operasi yang multiple, operasi dengan
lapangan pandang yang sulit, prosedur yang komplikasi dan
durasi yang tidak dapat diperkirakan).

4.2.2 Teknik operasi (Peterson. 2004)

1. Membuat insisi untuk pembuatan flap:


1) Harus membuka daerah operasi dengan jelas
2) Insisi terletak pada jaringan yang sehat
3) Mempunyai basis yang cukup lebar, sehingga pengaliran
darah ke flap cukup baik.
Flap mandibula yang sering digunakan adalah envelope
tanpa insisi tambahan, direfleksikan dari leher M1 dan M2
tetapi dengan perluasan distal ke arah lateral atau bukal ke
dalam regio M3 (trigonum retromolare). Aspek lingual
mandibula dihindari untuk mencegah cedera pada n.lingualis.

2. Pengambilan tulang yang menghalangi gigi


Pengambilan tulang mandibula terutama dilakukan dengan
bur dan dibantu dengan irigasi larutan saline. Teknik yang biasa
dilakukan adalah membuat parit sepanjang bukal dan distal
mahkota dengan maksud melindungi crista oblique externa
namun tetap bisa mendapatkan jalan masuk yang cukup
kepermukaan akar yang akan dipotong.
3. Pengambilan gigi
Pengambilan gigi dapat dilakukan secara :
1) Intoto (utuh)
Tulang yang mengelilingi gigi diambil secukupnya,
sehingga didapatkan cukup ruangan untuk dapat meletakkan
elevator di bawah korona. Kemudian dengan elevator
tersebut dilakukan gerakan mengungkit gigi tersebut.
2) In separasi (terpisah)
Pada metode ini, pengambilan gigi impaksi dilakukan
dengan membuang sedikit tulang. Gigi yang impaksi
tersebut diambil dengan cara diambil sebagian-sebagian
(dibelah terlebih dahulu).
4. Pemotongan yang Terencana
Gigi bawah yang impaksi biasanya dipotong-potong.
Kepadatan dan sifat tulang mandibula menjadikan pemotongan
terencana pada kebanyakan gigi impaksi menjadi sangat penting
apabila ingin diperoleh arah pengeluaran yang tidak terhalang.
Tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari fraktur dinding alveolar lingual atau tertembusnya
bagian tersebut dengan bur karena ada kemungkinan terjadi
cedera n.lingualis.
Dasar pemikiran dari pemotongan adalah menciptakan
ruang yang bisa digunakan untuk mengungkit atau
mengeluarkan segmen mahkota atau sisa akar.
5. Pembersihan luka
Setelah gigi dikeluarkan, socket harus benar-benar
dibersihkan dari sisa-sisa tulang bekas pengeboran. Folikel dan
sisa enamel organ harus dibersihkan atau diirigasi dengan air
garam fisiologis 0,9% karena jika masih tertinggal dapat
menyebabkan kista residual.
6. Flap dikembalikan pada tempatnya dan dijahit.
4.3 Tindakan Pembedahan M3 Impaksi Rahang Atas

Prosedur penatalaksanaan yang umumnya dilakukan pada


pencabutan M3 impaksi rahang atas sebagai berikut:

4.3.1 Anestesi
Prosedur anestesi yang digunakan pada pembedahan impaksi gigi
M3 rahang atas pada dasarnya sama dengan prosedur pembedahan
M3 rahang bawah, yaitu digunakan anestesi local atau anestesi
umum.
4.3.2 Teknik operasi (Riawan, 2007)
1) Membuat Insisi Untuk Pembuatan Flap .
Flap maksila yang biasa digunakan merupakan flap yang
serupa dengan flap yang digunakan pada mandibula, tetapi
diletakkan diatas tuberositas sedangkan perluasan distalnya tetap ke
lateral atau bukal. Jalan masuk menuju M3 impaksi yang dalam
(level C) pada kedua lengkung rahang sering diperoleh dengan insisi
serong tambahan ke anterior.
Untuk gigi impaksi M3 atas “Buccal extention flap” lebih
sering dilakukan. Pembuatan flap dimulai dari daerah belakang
hamular notch pada tuber maksila dengan menggunakan pisau incisi
(Bord-parker blade no. 12). Mukosa membran yang menutupi
tuberositas diinsisi dari daerah paling distal tuber, insisi dilanjutkan
ke arah anterior sampai menyentuh tengah-tengah permukaan distal
gigi M2 atas. Insisi dilanjutkan mengelilingi insisi kearah mukobukal
fold dengan kemiringan 45 derajat. Mukoperiosteal yang menutupi
gigi impaksi dibuka dengan rasparatorium. Demikian pula pada
bagian palatinal. Setelah flap terbuka berarti lapangan pandang yang
cukup memadai sudah didapat.

Gambar 9. Membuat insisi untuk pembuatan flap

2) Pengambilan Tulang Yang Menghalangi Gigi


Meskipun pemotongan tulang dapat dilakukan dengan chisel,
namun belakangan ini penggunaan bor tulang untuk membuang
jaringan keras yang menutupi gigi impaksi lebih efektif.
Pengambilan tulang diutamakan pada aspek bukal dibawah garis
servikal M2, pengeboran dilakukan sampai kontur terbesar mahkota
klinis tampak. Yang penting pada tahap ini adalah pengambilan
tulang secukupnya menghindari trauma jaringan keras yang lebih
besar.
3) Pengambilan Gigi
Pengambilan gigi dapat dilakukan secara :
i. Intoto (utuh)
ii. In separasi (terpisah)
Pada impaksi gigi M3 atas jarang dipotong (separasi), sebab
jaringan tulang yang menutupi lebih tipis dan relatif elastis, sehingga
memungkinkan pengambilan gigi secara utuh dengan menggunakan
elevator. Pelaksanaannya setelah gigi yang impaksi tampak dan
tulang pada kontur terbesar mahkota klinis dibuang harus dibuat
ruangan yang cukup untuk memasukkan elevator pada daerah kontur
terbesar mahkota. Lalu ujung elevator diinsersikan pada garis
servikal didaerah mesiobukal gigi M3. Dengan menggunakan sisi
bukal sebagai fulkrum gigi ditekan kearah distobukal dari prosesus
alveolaris dengan tekanan secukupnya. Hati-hati dalam penempatan
elevator, hindari tekanan mendorong keatas dan gunakan tekanan
secukupnya agar gigi tidak terdorong ke arah sinus maksilaris atau
ruang pterigomaksilaris. Saat menggunakan elevator ini tuberositas
maksila harus difiksasi dengan ibu jari dan telunjuk mencegah
frakturnya tuberositas maksila.
4) Debridemen Dan Penutupan Luka
Luka dibersihkan dari serpihan tulang lalu dilakukan kuretase serta
penghalusan proses alveolaris dengan bone file. Setelah itu luka
diirigasi atau spooling dengan larutan NaCl 0,9% plus betadine.
Penutupan luka dilakukan dengan mengembalikan flap ke posisi
semula serta dilakukan penjahitan terputus terutama pada distal M2
lalu di interdental. Penjahitan bisa dilakukan pada 3 atau 4 tempat
tergantung dari luasnya insisi. Diatas luka bekas operasi diletakkan
tampon yang telah diberi betadine, pasien disuruh menggigit sekitar
1 jam dan diberikan instruksi post operasi.
4.4 Pencabutan Gigi Impaksi Yang Lain
 Didasarkan Pada Lokasinya
Kaninus atas yang impaksi agak sukar dicabut. Baik vertical atau
horizontal, problem awalnya adalah menentukkan lokasi dari
mahkotany apakah di palatal atau fasial. Ini dilakukan secara klinik
atau radiografis. Mahkota mungkin tampil dengan penonjolan yang
mudah diraba pada daerah vestibulum fasial atau tonjoloan yang
serupa bisa terlihat atau teraba pada daerah rugae palatum. Petunjuk
yang lebih jelas adalah kecondongan insisivus lateral di dekatnya ke
arah lingual. Hal ini mungkin disebabkan oleh tekanan ke fasial dari
mahkota kaninus yang impaksi horizontal terhadap akar gigi tersebut.
 Lokasi Radiografis
Teknik radiografis yang digunakan untuk menentukkan lokasi
meliputi teknik true maxillary occlusal, lateral ekstraoral atau
tangential dan schift shot. True occlusal view dibuat dengan
menempatkan konus pada linger dahi dan meyerongkannya agak ke
depan, sejajar dengan sumbu panjang gigi anterior atas. Cara ini akan
memperlihatkan penampang melintang gigi-gigi anterior dan posisi
gigi impaksi pada hubungan sesungguhnya. Dengan menempatkan
tongue blade terhadap film occlusal dapat diperoleh gambar ekstra
oral yang memuaskan. Pasien memegang sendiri tongue blade untuk
stabilisasi film pada posisi yang diharapkan di daerah di dekat gigi
yang impaksi. Pemaparan tangential dibuat yang dapat
memperlihatkan lokasi mahkota. Teknik Schift shot menggunakan 3
film periapikal yang ditempatkan pada tempat yang tetap dan posisi
konus terhadap daerah impaksi yang berbeda-beda, satu pemotretan
dari akan, satu tegak lurus dan satu dari kiri, interpretasi tergantung
pada fakta bahwa objek yang dekat dengan konus Nampak bergerak
menjauh, sedangkan yang lebih jauh dari kunus, bergerak mendekati
konus.
4.4.1 Kaninus Atas Impaksi Palatal
Sebagian besar mahkota kaninus terletak di palatal baik impaksi
ini horizontal / vertical. Pendektakan dari palatum adalah dengan
menggunakan flap envelope yang diangkat dari leher gigi-gigi di
sebelahnya. Jika diperlukan jalan masuk tambahan, maka bisa
ditambah dengan insisi serong anterior. Insisi tambahan posterior
sebaiknya dihindari untuk melindungi n. palatinus mayor. Tulang
diambil dengan bur atau chisel menggunakan tangan langsung.
Rencana pemotongan gigi adalah mengambil mahkotanya dahulu
kemudian menggeser akar ke ruang bekas mahkota. Gigi pada
mulanya dipotong pada garis servikal dan kemudian mahkota
dipatahkan. Apabila mahkota tidak bisa dikeluarkan, dilakukan
pemecahan lagi dalam arah memanjang sejajar dengan sumbu gigi.
Titik kaitan dibuat pada permukaan akar dan kemudian digunakan
elevator dengan kekuatan tekanan arah antero-inferior. Apabila akar
tidak dapat terungkit dan mentok ke dinding anterior makan dilakukan
pemotongan lagi dan dibuat lubang kaitan yang baru. Mentoknya akar
tersebut disebabkan karena akar terlalu panjang atau karena kurvatur
akar. Pertimbangan anatomis yang terutama di dalam pencabutan
kaninus atas impaksi adalah kedekatan letaknya dengan sinus. Seperti
pencabutan impaksi lainnya, sesudah pengeluaran gigi daerah tersebut
diirigasi dengan larutan saline, diamati dan tepi-tepi tulang
dihaluskan.

Gambar 10. Teknik melepaskan Impaksi gigi anterior

4.4.2 Kaninus Yang Impaksi Di Fasial


Kaninus atas yang impaksi di labial dicabut melalui flap
envelope semilunar atau retangular fasial. Biasanya mahkotanya
menonjol dan pengambilan tulang bukal dilakukan dengan
menggunakan elevator lurus yang kecil yang fungsinya seperti
pencungkil tulang. Impaksi ini diungkit dengan menggunakan tekanan
baji elevator yang diterapkan sepanjang permukaan akar gigi.
Pemotongan akar gigi diperlukan apabila arah pengeluaran terblokir
oleh insisivus yang sudah erupsi, atau karena akarnya dilaserasi.
4.4.3 Premolar Atas Impaksi
Premolar yang impaksi di sebelah palatal sangat jarang terlihat,
karena molar susu jarang tanggal secara premature. Pendekatan untuk
pencabutan gigi impaksi ini srupa dengan gigi kaninus impaksi yang
terletak di palatal. Flap envelope dibuat dan dibuka dari leher gigi.
Mahkota dibuka dengan menggunakan elevator lurus sebagai
pencungkil tulang. Pengunkitan gigi dilakukan dengan tekanan baji
elevator. Apabila diperlukan pemotongan, harus dibuat rencana yang
mirip dengan kaninus. Mahkota dikeluarkan dahulu dan akar
digerakan ke bagian yang kosong bekas tempat mahkota. Seperti pada
kaninus, keberadaan sinus maksilaris perlu pertimbangkan dalam
menggunakan instrument. Juga harus diperhatikan a. palatine mayor
karena arteri ini terlibat dalam flap.

Gambar 11. Teknik melepaskan impaksi gigi premolar Rahang


Atas
4.4.4 Premolar Bawah Yang Impaksi
Premolar bawah yang impaksi mungkin menimbulkan masalah
penentuan lokasi seperti kaninus atas. Pada awal perkembangannya
gigi sering terletak di bukal, tetapi dengan penyempurnaan
pembentukan akar, mahkotanya terdapat pada bagian lingual. Pada
keadaan apapun, gigi sulit dikeluarkan. Pendekatan dari lingual
menggunakan flap envelope yang dibuka dari leher gigi. Pada kasus
ini lidah membatasu visualisasi. Pada waktu dikeluarkan kea rah bukal
dnegan flap envelope, bundle neuromuscular mentalis sering terletak
di dalam atau di dekat daerah pembedahan. Pertimbangan lain dalam
pencabutan gigi premolar impaksi adalah kedekatannya dengan akar
gigi di dekatnya. Jika arah pengeluaran yang tidak terhalang tidak
didapatkan, mahkotanya biasanya dipotong dan celah yang didapat
dipergunakan untuk tempat pergeseran akar.

Gambar 12. Teknik melepaskan gigi premolar Rahang Bawah

4.4.5 Gigi Terpendam Lainnya


Pencabutan gigi-gigi impaksi dan terpendam menggunakan
prinsip-prinsip yang sudah diuraikan. Apabila gigi supernumerary
yang terpendam terlihat dengan sinar X sebelum erupsi gigi geligi
permanent, maka pencabutannya sering ditunda sampai sesudah erupsi
jika mungkin, karena membedakan antara gigi normal dengan gigi
ekstra pada waktu pembedahan sulit atau tidak mungkin dilakukan.
Gigi supernumerary meliputi mesiodens, dan disto atau para molar,
menimbulkan kendala jalan masuk dan cara pengeluarannya.
Pendekatan inovatif didasarkan pada prinsip yangPencabutan gigi-gigi
impaksi dan terpendam menggunakan prinsip-prinsip yang sudah
diuraikan. Apabila gigi supernumerary yang terpendam terlihat
dengan sinar X sebelum erupsi gigi geligi permanent, maka
pencabutannya sering ditunda sampai sesudah erupsi jika mungkin,
karena membedakan antara gigi normal dengan gigi ekstra pada waktu
pembedahan sulit atau tidak mungkin dilakukan. Gigi supernumerary
meliputi mesiodens, dan disto atau para molar, menimbulkan kendala
jalan masuk dan cara pengeluarannya. Pendekatan inovatif didasarkan
pada prinsip yang tepat sering dapat menyelamatkan keadaan. Dengan
rasio risiko / manfat yang tidak menguntungkan, tidak melakukan apa-
apa kadang-kadang merupakan tindakan yang tepat. Mengorbankn
gigi yang erupsi sebagian akibat pencabutan gigi terpendam atau
impaksi tidak dapat dibenarkan.
4.5 Instruksi Pasca Pembedahan
Diterangkan pada pasien bahwa proses penyembuhan tergantung
pula pada pasien untuk melaksanakan instruksi setelah pembedahan.
Kondisi yang biasa terjadi :
a. Rasa sakit
b. Perdarahan
c. Pembengkakkan

 Tindakan yang sebaiknya dilakukan:


a. Gunakan obat sesuai yang dianjurkan dalam resep
b. Tempatkan kasa diatas daerah pencabutan bukan didalam
soketnya
c. Lakukan kompres dingin untuk mengurangi
pembengkakkan
d. Tidurlah dengan kepala agak dinaikkan, ini dapat
mengurangi pembengkakkan
e. Lakukan diet lunak
f. Istirahat yang cukup
 Hal-hal yang harus dihindari :
1. Hindari makanan yang keras.
2. Jangan menghisap-hisap daerah bekas operasi
3. Jangan sering meludah
4. Hindarkan daerah bekas operasi dari rangsang panas.
5. Tidak melakukan kerja berat.
 Kontrol (Peterson, 2003)
Pasien kembali kontrol setiap hari sampai jahitan dibuka.
Kontrol perdarahan. Kontrol rasa sakit dan rasa tidak nyaman,
termasuk diet, oral hygiene, edema, infeksi, trismus, ekimosis.

DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos, Fragiskos D. . Oral Surgery. New York : Springer-Verlag Berlin


Heidelberg, 2007.
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta : EGC.
Peterson L.J.,2003.Contemporary Oral Maxillofacial Surgery.4th Ed.St.Louis:
Mosby
Peterson. 2004. Principle of Oral and Maxillofacial Surgery. London : BC Decker
Inc.
Riawan, Lucky. 2007. Materi Kuliah Bedah Dento Alveolar. Universitas
Padjadjaran Bandung.

Anda mungkin juga menyukai