Anda di halaman 1dari 5

Keuntungan cloning hewan

1. Dapat mengembangkan dan memperbanyak bibit-bibit unggul


2. Meningkatkan perekonomian suatu negara , keberhasilan suatu kloning yang dilakukan,
akan menyumbangkan devisa dalam meningkatkan perekonomian suatu negara.
3. Dapat mengatasi infertilitas, yakni
4. Teknik kloning merupakan alternatif untuk melestarikan hewan langka sehingga
keberadaan hewan langka dapat terus dipertahankan.
5. Teknik kloning membantu meningkatkan ketersediaan bahan pangan yang lebih banyak
dengan melakukan klonning pada hewan ternak.
6. Teknik kloning berperan dalam menghasilkan sel, jaringan, atau organ yang sesuai untuk
pengobatan akibat kelainan atau gangguan suatu fungsi organ. Contohnya, pasangan
suami istri yang diduga thalasemia mayor tidak dianjurkan punya anak karena ditakutkan
gen tersebut akan diwariskan pada keturunannya. Sehingga, dianjurkan untuk terapi gen
tingkat blastomer selalu dikembangkan menjadi blastosit. Begitu seterusnya, sehingga
dapat dihasilkan gen yang bebas dari thalasemia.
7. Teknik kloning membantu menumbuhkan spesies baru yang bebas penyakit keturunan.
8. Teknik kloning sangat berperan terhadap kemajuan bidang sains.
(Tenriawaru, 2013).

Tenriawaru, EP. 2013. Kloning Hewan. Jurnal Dinamika. 4(1): 49-61.


1. KLONING BERDASARKAN PANDANGAN AGAMA ISLAM
Hukum kloning dalam pandangan Islam sangat jelas, yang diambil dari dalil-dalil
qiyas dan itjihat. Tujuan kloning pada tanaman dan hewan pada dasarnya adalah untuk
memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, meningkatkan produktivitasnya, dan mencari
obat alami bagi banyak penyakit manusia terutama penyakit-penyakit kronis guna
menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap
kesehatan manusia. Upaya memperbaiki kualitas tanaman dan hewan dan meningkatkan
produktivitasnya tersebut menurut syara’ tidak apa-apa untuk dilakukan dan termasuk
aktivitas yang mubah hukumnya. Demikian pula memanfaatkan tanaman dan hewan
dalam proses kloning guna mencari obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit
manusia terutama yang kronis adalah kegiatan yang dibolehkan Islam, bahkan hukumnya
sunnah (mandub), sebab berobat hukumnya sunnah. Oleh karena itu tidak salah jika
Majma' al-Buhûts al-Islâmiyyah yang berpusat di Kairo Mesir mengeluarkan fatwa akan
bolehnya memanfaatkan teknologi kloning terhadap tumbuh-tumbuhan atau hewan
asalkan memiliki daya guna (bermanfaat) bagi kehidupan manusia. Ardi (2013)
menjelaskan bahwa melihat fakta kloning manusia secara menyeluruh, syari’at Islam
mengharamkan kloning terhadap manusia, dengan argumentasi sebagai berikut.
Pertama, anak-anak produk proses kloning dihasilkan melalui cara yang tidak
alami (percampuran antara sel sperma dan sel telur). Padahal, cara alami inilah yang telah
ditetapkan oleh syariat sebagai sunatullah menghasilkan anak-anak dan keturunannya.
Kedua, anak-anak produk kloning dari perempuan-tanpa adanya laki-laki tidak akan
memunyai ayah. Ketiga, kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan).
Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Keempat, memproduksi anak
melalui proses kloning akan mencegah (baca: mengacaukan) pelaksanaan banyak hukum-
hukum syara’ seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban
antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan
‘ashabah, dan banyak lagi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional VI MUI di Jakarta
pada tahun 2000 telah menetapkan fatwa tentang kloning. Dalam fatwa bernomor:
3/Munas VI/MUI/2000 itu para ulama menetapkan kloning terhadap manusia dengan cara
bagaimanapun yang dapat berakibat pada pelipatgandaan manusia hukumnya adalah
haram. Namun, para ulama membolehkan kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan
hewan.
2. KLONING BERDASARKAN PANDANGAN AGAMA KRISTEN-KATOLIK

Pandangan Kristen mengenai proses kloning manusia dapat ditelaah dalam terang
beberapa prinsip Alkitabiah. Pertama, umat manusia diciptakan dalam rupa Allah, dan
karena itu, bersifat unik. Kejadian 1:26-27 menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam
rupa dan gambar Allah, dan bersifat unik dibandingan dengan ciptaan-ciptaan lainnya.
Menurut Alkitab, Allah adalah satu-satuNya yang memiliki hak kedaulatan
mutlak atas hidup manusia. Berusaha mengontrol hal-hal sedemikian adalah
menempatkan diri pada posisi Allah.Jelaslah bahwa manusia tidak boleh melakukan hal
demikian. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Allah menciptakan setiap kita dan
memiliki rencana khusus untuk setiap kita. Lebih lagi, Dia menginginkan hubungan
pribadi dengan setiap kita, melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Sekalipun ada aspek-aspek
kloning manusia yang mungkin bermanfaat, umat manusia tidak punya kontrol terhadap
arah perkembangan teknologi kloning. Adalah bodoh kalau beranggapan bahwa niat baik
akan mengarahkan penggunaan kloning. Manusia tidak dalam posisi untuk menjalankan
tanggung jawab atau memberi penilaian yang harus dilakukan untuk mengatur kloning
manusi.

3. KLONING BERDASARKAN PANDANGAN AGAMA HINDU

Ajaran agama Hindu memandang bahwa setiap orang hendaknya dapat


meningkatkan dirinya dengan memperdalam ilmu pengetahuan. Pada ajaran Hindu
dikenal adanya Dewi Saraswati, sebagai perwujudan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha
Esa), yang melambangkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan, yang memberikan
kebahagiaan dan kesejahteraan material dan spiritual. Oleh karena itu pengembangan
ilmu pengetahuan hendaknya tidak mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, moral, etika
dan spiritual. Ini berarti bahwa menurut ajaran Agama Hindu, ilmu pengetahuan tidak
bebas nilai, harus memperhatikan nilai-nilai moralitas dan etika. Ilmu pengetahuan akan
mempunyai makna bila senantiasa berlandaskan nilai moral, etika serta spiritual. Ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak boleh dilepaskan dari frame ajaran moral, etika, dan
spiritual. Munculnya teknologi kloning hendaknya juga diarahkan untuk tujuan
mensucikan dan meningkatkan moral, etika dan spiritual umat manusia.

Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan sebagai lelaki dan perempuan


untuk dapat mengembangakan keturunan. Untuk menjadi ibu, wanita itulah yang
diciptakan dan untuk menjadi ayah laki-laki itulah yang diciptakan, karena itu upacara
agama ditetapkan dalam Wedda untuk dilaksanakan oleh suami bersama istri (manu
Smerti: IX.96)

Salah satu alasan yang dikemukakan oleh para ilmuwan yang bermaksud
melakukan kloning manusia adalah untuk menolong pasangan suami istri yang
mengalami kesulitan mendapatkan keturunan secara alami maupun secara in vitro. Tidak
dapat disangkal keberadaan anak di dalam suatu keluarga merupakan suatu hal yang
penting. Kitab Weda pun juga menjelaskan betapa pentingnya keberadaan anak di dalam
suatu keluarga. Namun demikian hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan pembenar bagi
kegiatan kloning manusia. Karena pada hakekatnya mempunyai keturunan bukan satu-
satunya tujuan perkawinan. Menurut ajaran agama Hindu tujuan perkawinan adalah
meliputi dahrmasampatti (bersama suami istri mewujudkan pelaksanaan dharma), praja
(melahirkan keturunan) dan rati (menikmati kehidupan seksual dan kepuasan indria
lainnya). Jadi tujuan utama dalam perkawinan adalah melaksanakan dharma(Badan
Pembinaan Hukum Nasional, 2012).

4. KLONING BERDASARKAN PANDANGAN AGAMA BUDHA

Buddhisme menyatakan bahwa sel-sel tubuh tak dianggap sebagai makhluk hidup.
Yakni, tidak dikenal bahwa masing-masing sel, jaringan, maupun organ di tubuh kita itu
memiliki unsur batiniah. Menanggapi reproductive cloning, buddhisme berpendapat
bahwa munculnya/terbentuk nya makhluk hidup bukanlah berasal dari hasil ciptaan, akan
tetapi berasal dari kegelapan batin. Karena kegelapan batin inilah, makhluk bertumimba
lahir. Dengan lenyapnya kegelapan batin ini, maka lenyap juga tumimba lahir ini. Oleh
karena itu, konsep reproductive cloning tidak dapat dikatakan bertentangan dengan ajaran
Buddha.

Kloning sebenarnya bukanlah proses ilmiah yang aneh dalam pandangan


Buddisme karena Buddhisme selalu memandang segala sesuatu sebagai rantaian sebab
akibat. Proses cloning hanya dapat berhasil setelah ilmuwan mengerti sebab akibatnya,
yakni embryo dapat terbentuk dari hasil pembelahan sel ovum yang bernucleus diploid (2
set kromosom). Dengan menyediakan kondisi yang cocok untuk perkembangan embryo,
maka tak heran bayi akan terbentuk. Jadi bila kondisi yang tepat ada, maka akan
bersatulah unsur batiniah (nama) dan fisik (rupa) yang kemudian akan lahir menjadi
seorang bayi. Walau dalam aspek filsafat, reproductive cloning tak bertentangan dengan
ajaran Buddha, akan tetapi dalam aspek pragmatic, reproductive cloning masih
mengalami banyak permasalahan teknis.

Banyak bukti-bukti yang menunjukan bahwa clone memiliki abnormalitas yang


belum jelas penyebabnya dan banyak clone yang tak dapat hidup sepanjang usia induk
mereka. Maka ilmuwan seharusnya memikul tanggung jawab yang berat ini, dan
seharusnya reproductive cloning tidak dipraktekkan, apalagi dalam skala besar, sampai
setelah permasalahan teknis ini telah dapat ditanggani. Tetapi tentunya untuk menanggani
permasalahan teknis ini diperlukan percobaan, eksperimen(Badan Pembinaan Hukum
Nasional, 2012).
Penciptaan manusia melalui cloning merupakan wujud pengabaian terhadap
tanggung jawab etis terhadap kemanusian dan lebih lanjutakan merusak sistem pranata
hukum dan social manusia. Atas dasar pertimbangan dari perspektifetika keilmuan
(ontologi, epistimologi, dan aksiologi) dan perspektif Islam, maka penciptaan
manusiamelalui kloning perlu aturan hukum yang dapat digunakan untuk mengatur
pengembangan dan penelitian tentang kloning manusia di Indonesia(Muchtar, 2014).

Muchtar, M. 2014. Kloning Manusia Dalam Perspektif Etika Keilmuan dan Pengaturan
Hukumnya Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
27(2):103-110.

Anda mungkin juga menyukai