Pandangan Kristen mengenai proses kloning manusia dapat ditelaah dalam terang
beberapa prinsip Alkitabiah. Pertama, umat manusia diciptakan dalam rupa Allah, dan
karena itu, bersifat unik. Kejadian 1:26-27 menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam
rupa dan gambar Allah, dan bersifat unik dibandingan dengan ciptaan-ciptaan lainnya.
Menurut Alkitab, Allah adalah satu-satuNya yang memiliki hak kedaulatan
mutlak atas hidup manusia. Berusaha mengontrol hal-hal sedemikian adalah
menempatkan diri pada posisi Allah.Jelaslah bahwa manusia tidak boleh melakukan hal
demikian. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Allah menciptakan setiap kita dan
memiliki rencana khusus untuk setiap kita. Lebih lagi, Dia menginginkan hubungan
pribadi dengan setiap kita, melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Sekalipun ada aspek-aspek
kloning manusia yang mungkin bermanfaat, umat manusia tidak punya kontrol terhadap
arah perkembangan teknologi kloning. Adalah bodoh kalau beranggapan bahwa niat baik
akan mengarahkan penggunaan kloning. Manusia tidak dalam posisi untuk menjalankan
tanggung jawab atau memberi penilaian yang harus dilakukan untuk mengatur kloning
manusi.
Salah satu alasan yang dikemukakan oleh para ilmuwan yang bermaksud
melakukan kloning manusia adalah untuk menolong pasangan suami istri yang
mengalami kesulitan mendapatkan keturunan secara alami maupun secara in vitro. Tidak
dapat disangkal keberadaan anak di dalam suatu keluarga merupakan suatu hal yang
penting. Kitab Weda pun juga menjelaskan betapa pentingnya keberadaan anak di dalam
suatu keluarga. Namun demikian hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan pembenar bagi
kegiatan kloning manusia. Karena pada hakekatnya mempunyai keturunan bukan satu-
satunya tujuan perkawinan. Menurut ajaran agama Hindu tujuan perkawinan adalah
meliputi dahrmasampatti (bersama suami istri mewujudkan pelaksanaan dharma), praja
(melahirkan keturunan) dan rati (menikmati kehidupan seksual dan kepuasan indria
lainnya). Jadi tujuan utama dalam perkawinan adalah melaksanakan dharma(Badan
Pembinaan Hukum Nasional, 2012).
Buddhisme menyatakan bahwa sel-sel tubuh tak dianggap sebagai makhluk hidup.
Yakni, tidak dikenal bahwa masing-masing sel, jaringan, maupun organ di tubuh kita itu
memiliki unsur batiniah. Menanggapi reproductive cloning, buddhisme berpendapat
bahwa munculnya/terbentuk nya makhluk hidup bukanlah berasal dari hasil ciptaan, akan
tetapi berasal dari kegelapan batin. Karena kegelapan batin inilah, makhluk bertumimba
lahir. Dengan lenyapnya kegelapan batin ini, maka lenyap juga tumimba lahir ini. Oleh
karena itu, konsep reproductive cloning tidak dapat dikatakan bertentangan dengan ajaran
Buddha.
Muchtar, M. 2014. Kloning Manusia Dalam Perspektif Etika Keilmuan dan Pengaturan
Hukumnya Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
27(2):103-110.