Anda di halaman 1dari 14

KONSTRUK DISONANSI KOGNITIF DALAM PENELITIAN PERILAKU

KONSUMEN:
APAKAH POPULARITASNYA MEMANG SUDAH MEREDUP?

Alfitman
Jurusan Manajemen, Universitas Andalas, Padang, Indonesia
alfitmanmsc@gmail.com

Abstract: This article explains whether the constructs of cognitive dissonance have dimmed or
have not been used in consumer behavior research. This issue comes with the emergence of
several studies that no longer include this construct in their research. Based on literature studies
in the top journals of marketing, the findings suggest that cognitive dissonance constructs are still
popular and widely used in marketing research. These findings are important for academic and
practical development purposes, as these constructs are useful for supporting the implementation
of marketing strategies especially for marketers who apply the concept of "one stop shopping."
However, this study can not conclude that researchers who did not include this construct into their
research model is mistaken. These findings can only show that they have wasted the opportunity to
get one of the important information in consumer behavior that is about consumer discomfort at
the stage after purchase. The tension in the discomfort can motivate the consumer to change his
attitude or behavior. Regardless of the pro and contra's attitude about this construct, this
phenomenon is useful to be examined in subsequent research.

Keywords: Cognitive Dissonance, Satisfaction, Regret

Abstrak: Artikel ini menjelaskan apakah konstruk disonansi kognitif sudah meredup atau belum
penggunaannya dalam penelitian perilaku konsumen. Isu ini muncul seiring munculnya beberapa
penelitian yang tidak lagi memasukkan konstruk ini dalam penelitian mereka. Berdasarkan studi
literatur pada jurnal top bidang pemasaran, temuan menunjukkan bahwa konstruk disonansi
kognitif masih populer dan digunakan secara luas dalam penelitian pemasaran. Temuan ini
menjadi penting bagi tujuan pengembangan akademik dan praktis, karena konstruk ini berguna
untuk mendukung implementasi strategi pemasaran terutama bagi pemasar yang menerapkan
konsep “one stop shopping.” Meskipun begitu, studi ini tidak dapat mengambil kesimpulan bahwa
peneliti yang tidak memasukkan konstruk ini ke dalam model penelitian mereka adalah keliru.
Temuan ini hanya dapat menunjukkan bahwa mereka telah membuang kesempatan untuk
mendapatkan salah satu informasi penting dalam keperilakuan konsumen yaitu tentang
ketidaknyamanan konsumen pada tahapan setelah pembelian. Ketegangan yang ada dalam
ketidaknyamanan tersebut dapat memotivasi konsumen untuk mengubah sikap atau perilakunya.
Terlepas dari adanya sikap pro dan kontra mengenai konstruk ini, fenomena ini bermanfaat untuk
diteliti pada penelitian selanjutnya.

Kata Kunci: Disonasi Kognitif, Kepuasan, Penyesalan

Berdasarkan penelusuran Saleh (2016) pada menyatakan bahwa dalam setiap pilihan dan
tiga jurnal terkenal bidang pemasaran proses keputusan, Teori Disonansi Kognitif
(Journal of Marketing, Journal of (TDK) menjadi sangat relevan.
Marketing Research, Marketing Science), Festinger mempublikasikan teori ini
tema perilaku konsumen menjadi tema tahun 1957. Semenjak itu, teori ini menjadi
penelitian yang paling banyak diminati sangat populer penggunaannya di berbagai
peneliti pemasaran dalam kurun waktu bidang ilmu termasuk bidang pemasaran.
2010-2014, rata-rata 22%. Dalam tema Namun di akhir 1970-an, penggunaan teori
tersebut ditunjukkan berbagai macam ini nampak berkurang terutama di bidang
pilihan topik termasuk mengenai pilihan psikologi sosial sebagai bidang ilmu yang
dan proses keputusan konsumen, misal memunculkan teori ini (Aronson, 1992).
keputusan setelah pembelian. Berkaitan Sejalan dengan Aronson, Sweeney et
dengan topik ini, Festinger (1964) al. (1996) juga menyatakan bahwa konstruk

44
Alfitman, Konstruk Disonasi Kognitif Dalam Penelitian Perilaku Konsumen | 45

disonansi kognitif memang terlihat kurang bisnis mereka. Karena itu faktor
dipakai lagi oleh peneliti pemasaran dalam kenyamanan ini menjadi agenda rutin
penelitian mereka. Penelitian Keaveney et pemasar untuk didiskusikan dan dievaluasi.
al. (2007), Saleh (2012), Bushra dan Bilal Ketika pemasar mendiskusikan faktor
(2014) menunjukkan fenomena dimaksud kenyamanan dan ketidaknyamanan tersebut,
dalam satu dekade terakhir bahwa sesungguhnya mereka juga sedang
keberadaan fenomena disonansi kognitif mendiskusikan fenomena disonansi
terkesan sedikit diabaikan. Terkesan seolah kognitif. Cooper (2007) dan Oliver (2010)
peran konstruk ini dapat digantikan oleh menyatakan bahwa ketidaknyamanan
konstruk lain yaitu kepuasan atau tersebut adalah disonansi kognitif itu
penyesalan. Apakah dengan demikian sendiri.
konstruk TDK benar-benar telah meredup
popularitasnya di ranah penelitian perilaku METODE
konsumen. Artikel ini menggunakan telaah literatur
Artikel ini bertujuan untuk menjawab pada jurnal-jurnal top pemasaran dunia
pertanyaan tersebut melalui pemahaman untuk mengungkap keberadaan TDK dalam
terhadap sejarah, konsep dan perkembangan penelitian perilaku konsumen selama
Teori Disonansi Kognitif melalui literature sepuluh tahun terakhir. Setelah itu, ulasan
review jurnal top pemasaran. Artikel juga kritis akan diberikan pada penelitian-
memberikan ulasan kritis pada penelitian penelitian yang tidak memasukkan konstruk
yang tidak memasukkan konstruk disonansi disonansi kognitif dalam model mereka,
kognitif dalam model mereka. untuk memastikan bahwa keberadaan
Kajian TDK menjadi penting dan disonansi kognitif memang sudah meredup
berguna bagi pemasar karena konstruk atau justru sebaliknya.
disonansi kognitif ini dapat memberikan
informasi penting perilaku konsumen, Konsep Awal Disonansi Kognitif dan
khususnya fenomena perubahan sikap Perkembangan Pengukurannya
konsumen yang disebabkan oleh adanya
faktor ketidanyamanan (discomfort). Faktor Teori Disonansi Kognitif adalah teori klasik
ketidaknyamanan tersebut antara lain adalah yang dicetuskan oleh Festinger (1957)
berupa kecemasan, kebosanan, kegundahan, berdasarkan observasi Festinger et. al.
kegelisahan atau emosi negatif lain (1956) pada perilaku sekelompok penganut
konsumen yang setara dengan itu sebagai kepercayaan di Amerika Serikat.
konsekuensi atas implementasi strategi Sebagaimana dijelaskan Cooper (2007),
pemasaran yang mereka jalankan. penganut kepercayaan ini meyakini bahwa
Kajian ini semakin terasa penting pada tanggal 21 Desember 1955 akan
ketika dikaitkan dengan konsep pemasaran terjadi kiamat dahsyat yang akan
“one stop shopping.” Konsep ini terlihat menghancurkan seluruh dunia. Semua akan
menjadi konsep yang sangat populer punah kecuali kelompok mereka karena
diterapkan pemasar untuk beberapa tahun kelompok mereka akan diselamatkan oleh
belakangan ini. Dalam konsep tersebut kapal yang datang dari Planet Clarion.
faktor kenyamanan menjadi isu sentral Namun terbukti ramalan kelompok tersebut
karena pemasar menyadari faktor ini ternyata tidak terjadi. Akibatnya pagi
sebagai sumber daya penunjang utama yang harinya tanggal 22 Desember 1955, nampak
mendukung keberhasilan implementasi sesama anggota kelompok tersebut terjadi
strategi pemasaran mereka. Ketika faktor saling pandang disertai dengan perasaan
kenyamanan ini gagal mereka gundah, gelisah, cemas dan perasaan negatif
implementasikan, maka kita dapat lainnya atas tidak terbuktinya ramalan
memprediksi bahwa kegagalan tersebut tersebut. Merespon situasi ini, dengan bijak
akan memberikan efek domino negatif pada pimpinan mereka, Ny. Marion Keech,
sendi kehidupan perusahaan hingga sampai mengatakan pada anggota kelompoknya
pada kondisi mengancam keberlangsungan bahwa “tidak terjadinya bencana ini berkat
kesungguhan kita menyambut bencana ini;
46 | EKOBIS – Ekonomi Bisnis Vol. 22, No. 1, Mei 2017: 44 - 57

melihat kesungguhan kita ini, maka Namun ketika pendekatan langsung


penguasa Planet Clarion mengampuni kita ini tidak berhasil maka pendekatan tidak
semua.” Kalimat Ny. Marion Keech langsung dapat diterapkan. Caranya adalah
tersebut ternyata berhasil mengatasi individu akan berusaha bersikap afirmatif
kegelisahan atau kegundahan anggotanya dengan perilakunya tersebut. Dalam kondisi
sehingga keyakinan mereka tidak menjadi ini individu akan berusaha bersikap positif
berkurang malah semakin bertambah. atas perilakunya. Mereka akan mencoba
Pengamatan atas peristiwa inilah yang berpikir bahwa merokok sekali sekali
menjadi dasar pengembangan prinsip dan tidaklah apa-apa atau mencoba berpikir
hipotesis Teori Disonansi Kognitif. bahwa merokok demi menghormati teman
Teori Disonansi Kognitif menyatakan adalah sesuatu yang baik. Jika usaha ini
bahwa ketika ada dua kognisi berhasil maka individu tersebut akan
(pengetahuan) yang relevan namun tidak mendapatkan kenyamanannya kembali.
konsisten satu sama lain, maka kesenjangan Namun ketika usahanya ini gagal, maka
tersebut menimbulkan disonansi kognitif. Festinger (1964) menyatakan kondisi ini
Sebagai contoh, ketika seseorang bersikap akan mengarahkan orang tersebut pada
untuk tidak merokok karena ia tahu emosi yang negatif.
merokok dapat mengganggu kesehatannya Dengan demikian jelaslah bahwa teori
dan memang telah mengganggu, namun di ini bersifat menjelaskan mengapa seseorang
sisi lain ia tetap merokok, maka kondisi ini mau berubah. Motivasinya adalah karena
menciptakan disonansi kognitif. mereka tidak ingin berada dalam kondisi
Selanjutnya orang tersebut akan berusaha yang tidak konsisten yang membuat mereka
sedemikian rupa untuk mencari cara merasa tidak nyaman. Ini sesuai dengan
mengurangi disonansi kognitif yang prinsip bahwa manusia pada dasarnya
dirasakan. Semakin besar disonansi kognitif memang tidak menyukai adanya
yang ia rasakan, semakin besar usaha yang ketidakkonsistenan sebagaimana alam tidak
ia lakukan untuk menguranginya. menyukai adanya kevakuman atau
Tujuannya adalah untuk mendapatkan kehampaan. Prinsip ini menjadi asumsi
kenyamanan mereka kembali (konsonan). dasar dalam Teori Disonansi Kognitif
Baron dan Branscombe (2012) (Zajonc, 1960).
mencatat terdapat dua pendekatan yang Sebagaimana sudah dijelaskan
dapat digunakan seseorang untuk sebelumnya, Aronson (1992) dan Sweeney
mengurangi disonansi kognitif yaitu (1) et al. (1996) menyatakan bahwa teori ini
pendekatan langsung dan (2) pendekatan awalnya sangat begitu populer dan diminati,
tidak langsung. Dalam konteks perilaku namun kemudian menurun dan tidak
merokok di atas, pendekatang langsung diminati peneliti. Ironisnya ini terjadi di
pertama dapat dilakukan dengan mengubah tahun yang sama kepopulerannya.
pengetahuan akan sikapnya (pengetahuan Aronson (1992) mengidentifikasi
tentang sikapnya terhadap rokok) atau beberapa faktor yang menjadi penyebab
mengubah pengetahuan akan perilakunya berkurangnya minat peneliti menggunakan
(berhenti merokok). Cara kedua, individu Teori Disonansi Kognitif. Berdasarkan
akan menghindari informasi yang semakin analisisnya terungkap empat penyebab yang
membuat ia merasa tidak nyaman menjadikan konstruk ini menjadi tidak
(menghindari iklan rokok). Cara ketiga, menarik, yaitu (1) peneliti merasa
individu akan berusaha untuk mengambil dikhianati oleh pemerintah yang dianggap
sikap bahwa isu merokok atau tidak suka menipu karena adanya berbagai
merokok bukanlah sebuah isu yang penting peristiwa seperti skandal Watergate dan
(trivialisasi). Apabila salah satu dari tiga perang Vietnam, sehingga berimbas pada
cara ini berhasil dilakukan maka ia akan semangat peneliti untuk bekerja di
mendapatkan kenyaman mereka kembali laboratorium; (2) prosedur penelitian
(konsonan). disonansi kognitif yang memiliki dampak
cukup tinggi sehingga menimbulkan
Alfitman, Konstruk Disonasi Kognitif Dalam Penelitian Perilaku Konsumen | 47

ketidaknyamanan bagi partisipannya (misal, (observasi langsung dalam eksperimen)


terjadinya pelecehan, kebosanan); (3) menjadi penyebabnya. Karena itu Sweeney
Peneliti dihadapkan pada kendala et al. (2000) mengembangkan kuesioner
metodologi penelitian yang menghabiskan mereka untuk menjawab tantangan ini.
waktu yang panjang dan memerlukan Langkah mereka ini telah
perhatian intensif. Sementara di sisi lain memberikan kemajuan besar dalam
mereka diminta untuk senantiasa produktif membangkitkan kepopuleran Teori
dengan aktif mempublikasikan hasil Disonansi Kognitif. Terbukti banyak
penelitian mereka; dan (4) bidang psikologi penelitian pada tahun berikutnya yang
kognitif lebih menarik bagi peneliti menggunakan kuesioner mereka ini (misal,
dibanding bidang psikologi sosial karena Powers dan Jack, 2013; Sharifi dan
prosedur penelitiannya terasa lebih mudah Esfidani, 2014). Namun sebenarnya hal
dan tidak menghabiskan waktu yang sama juga telah lebih dulu dilakukan
sebagaimana psikologi sosial. oleh Elliot dan Devine (1994). Hal ini
Sementara Sweeney et al. (1996) sebagai respon atas Oliver (1977) yang
menduga bahwa kurangnya minat peneliti menyatakan bahwa terdapat suatu
menggunakan konstruk ini karena perannya kebutuhan untuk mengukur konstruk
sudah tergantikan oleh konstruk lain yaitu disonansi kognitif sehingga pengukuran
konstruk kepuasan. Karena itu untuk terhadap konstruk ini bisa menjadi lebih
mengatasi permasalahan ini Sweeney et al. mudah.
(1996) mengembangkan kuesioner sendiri Oliver (1977) melihat bahwa metode
untuk kemudian melakukan survei pada pengukuran disonansi kognitif dengan cara-
konsumen alat-alat listrik di Australia. cara konvensional (misal, mengukur
Tujuannya adalah untuk membuktikan keringat, detak jantung; aliran darah;
bahwa antara disonansi kognitif dan observasi langsung dalam eksperimen)
kepuasan adalah dua buah kostruk yang memang tidak lagi memadai untuk
berbeda. Temuannya mendukung dugaan mengukur ada atau tidak adanya disonansi
tersebut. Disonansi kognitif dan kepuasan kognitif.
memang dua konstruk yang berbeda. Munculnya Koller dan Salzberger
Kuesioner yang mereka kembangkan untuk (2007) yang juga mengembangkan
mengukur disonansi kognitif dan kepuasan, kuesioner untuk mengukur konstruk
item-itemnya memang menunjukkan disonansi kognitif ini, semakin memperkaya
korelasi tinggi pada masing-masing pilihan metode penelitian yang bisa
faktornya. digunakan peneliti. Adanya kuesioner
Penelitian mereka mampu memungkinkan peneliti untuk
menunjukkan letak perbedaan tersebut. menggunakan metode lain selain
Perbedaan antara keduanya terletak pada eksperimen yaitu survei.
urutan waktu terjadinya (time order). Dengan metode survei pengukuran
Mereka membuktikan bahwa disonansi disonansi kognitif menjadi relatif lebih
kognitif terjadi pada tahapan setelah mudah dilakukan. Kekuatan metode ini
keputusan pembelian dibuat, namun memang terletak pada keberhasilan
sebelum produk digunakan. Sementara menentukan instrumennya. Jika tantangan
kepuasan terjadi pada tahapan setelah dalam penentuan instrumen ini teratasi,
keputusan dan penggunaan produk maka metode survei lebih mudah dilakukan
dilakukan. dibanding metode eksperimen. Karena itu
Sejalan dengan Aronson (1992), pekerjaan paling berat peneliti dalam
Sweeney et al. (2000) menduga bahwa metode survei adalah menentukan
konstruk Disonansi Kognitif menjadi kesesuaian antara instrumen dan konteks
kurang diminati peneliti karena peneliti penelitiannya.
merasa sulit untuk mengukur konstruk
disonansi kognitif tersebut. Cara-cara
konvensional yang mendominasi selama ini
48 | EKOBIS – Ekonomi Bisnis Vol. 22, No. 1, Mei 2017: 44 - 57

HASIL DAN PEMBAHASAN kognitif karena rasa suka dan rasa tidak
suka partisipan pada atribut kedua item
Dari pemaparan sejauh ini dapatlah diambil
tersebut sama saja baik sebelum maupun
beberapa poin penting. Pertama, fenomena
sesudah keputusan.
disonansi kognitif dalam konsep awalnya
Temuan Brehm (1956) ini
hampir terjadi pada setiap pengambilan
memberikan kontribusi berharga bagi
keputusan. Kedua, pengukurannya telah
eksistensi Teori Disonansi Kognitif di dunia
berkembang sedemikian rupa. Ketiga,
akademik dan praktek. Temuan tersebut
keberadaannya mampu menjelaskan
menunjukkan bahwa disonansi kognitif
motivasi seseorang untuk berubah.
terjadi setelah keputusan dibuat. Adanya
Selanjutnya pemahaman terhadap dukungan
disonansi kognitif tersebut memunculkan
atas Teori Disonansi Kognitif menjadi
usaha untuk menguranginya. Semakin sulit
penting untuk dijelaskan.
keputusan dibuat, semakin besar disonansi
Dukungan atas Keberadaan Konstruk kognitif yang dihasilkan, semakin besar
Disonansi Kognitif usaha untuk menguranginya. Selain itu,
Dukungan pertama datang dari Brehm eksperimen ini juga menegaskan bahwa
(1956). Walaupun Teori Disonansi Kognitif disonansi kognitif dapat terjadi pada
dipublikasikan tahun 1957 oleh Festinger, fenomena apapun karena Brehm
namun Brehm sudah memberikan dukungan berpendapat bahwa kita membuat pilihan
pada teori ini setahun sebelum teori ini setiap waktu dan kita membuat keputusan
dipublikasikan. Brehm memang orang setiap hari (di kampus, kita memilih mata
pertama yang menjadi penguji Teori kuliah yang harus diambil, memilih mata
Disonansi Kognitif karena Brehm adalah kuliah yang harus diajarkan, memilih buku
mahasiswa S3 bimbingan Festinger. Brehm yang harus dibeli; di rumah, kita harus
melakukan eksperimen untuk disertasinya memilih program televisi yang harus
pada partisipan wanita yang diminta ditonton, memilih tempat liburan yang
membuat keputusan untuk memilih salah harus dikunjungi, dan bahkan memilih jenis
satu dari dua pilihan atas tiga jenis alat atau merek mobil yang harus dibeli).
dapur, yaitu mixer, blender dan Dukungan kedua berasal dari
pemanggang roti, yang ditawarkan untuk Festinger dan Carlsmith (1959). Mereka
dimiliki. Dua pilihan tersebut membuktikan dalam eskperimen mereka
dikelompokkan berdasarkan dua kategori bahwa ketika partisipan diminta untuk
yaitu pilihan sulit (memilih salah satu dari berperilaku dengan sesuatu yang
dua item yang sama-sama paling disukai) berlawanan dengan sikap mereka, maka
dan pilihan mudah (memilih salah satu dari pertentangan tersebut akan menciptakan
dua item yang berbeda tingkat disonansi kognitif walaupun mereka diberi
kesukaannya; satu item paling disukai dan imbalan yang besar. Mereka membuktikan
satunya lagi tidak begitu disukai). prediksi mereka ini menggunakan dua
Temuannya mendukung Teori Disonansi manipulasi pada partisipan yaitu imbalan
Kognitif bahwa pilihan pada kelompok kecil dan imbalan besar. Jika partisipan
pilihan sulit, memunculkan disonansi diberikan pekerjaan membosankan namun
kognitif. Sementara pilihan mudah tidak imbalannya besar, maka diprediksi
menciptakan disonansi kognitif. partisipan tidak akan merasakan disonansi
Adanya disonansi kognitif pada kognitif. Dengan demikian diharapkan
pilihan sulit ditunjukkan partisipan dengan dalam kondisi tersebut partisipan tidak akan
cara semakin menonjolkan kelebihan item mengubah sikapnya. Sebaliknya ketika
yang telah mereka pilih. Sebaliknya untuk partisipan diberikan pekerjaan
item yang ditolak, mereka semakin membosankan dan imbalannya kecil, maka
menonjolkan kekurangan dari item tersebut. kondisi ini akan menciptakan disonansi
Sementara, partisipan dalam kelompok kognitif sehingga diharapkan partisipan
pilihan mudah, hasil eksperimen akan mengubah sikapnya.
menunjukkan tidak terjadinya disonansi
Alfitman, Konstruk Disonasi Kognitif Dalam Penelitian Perilaku Konsumen | 49

Temuan mereka menunjukkan partisipan yang tidak menderita. Prediksi ini


dukungan pada prediksi mereka tersebut. terdukung oleh eksperimen mereka.
Partisipan yang diberikan imbalan $1 Partisipan yang menderita memang terbukti
(imbalan kecil), kemudian diminta untuk mengalami disonansi kognitif. Hal ini
melakukan pekerjaan yang dirancang ditunjukkan oleh sikap mereka yang
memang sangat membosankan (membolak- semakin menyukai sesuatu yang membuat
balik serangkaian papan kayu) ternyata mereka menjadi menderita.
memang mengalami disonansi kognitif. Dalam eksperimen ini partisipan
Fenomena ini ditunjukkan mereka dengan dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok
menyatakan bahwa pekerjaan yang Partisipan pertama diberikan perlakuan
sesungguhnya memang membosankan untuk mengalami penderitaan. Mereka
tersebut dinyatakan sebagai pekerjaan yang diminta untuk membacakan secara keras
menyenangkan. Sementara partisipan yang cerita sebuah novel yang membicarakan
diberikan $20 (imbalan besar) menyatakan tentang seks. Ini merupakan prasyarat yang
sebaliknya bahwa pekerjaan membosankan harus dilalui untuk bisa bergabung dengan
tersebut memang merupakan sebuah grup yang mendiskusikan tentang seks.
pekerjaan yang membosankan. Peneliti mengharapkan dengan perlakuan
Jelaslah dalam eksperimen ini, ini partisipan akan merasakan sebuah
pernyataan ‘menyenangkan’ yang penderitaan. Sementara kelompok kedua
diungkapkan partisipan ketika mereka tidak mengalami perlakuan tersebut sebagai
diminta peneliti memberikan tanggapan atas mana kelompok pertama.
pekerjaan tersebut, menjadi cara partisipan Selanjutnya setelah mereka diterima
untuk mengurangi disonansi kognitif. menjadi anggota grup, lalu diperdengarkan
Disonansi kognitif yang mereka rasakan kepada mereka diskusi yang dibuat
telah mendorong mereka untuk mengatakan sekiranya sifatnya biasa saja. Diharapkan
demikian untuk mendapatkan kenyamanan dengan perlakuan seperti itu, partisipan
mereka kembali. Karena itu jelas akan berpikir bahwa ternyata grup tersebut
pernyataan tersebut menunjukkan tidaklah menarik sebagaimana keyakinan
perubahan sikap. awal mereka sehingga mereka mengalami
Sementara ungkapan ‘membosankan’ disonansi kognitif.
yang diungkapkan partisipan yang Manipulasi eksperimen berlangsung
menerima imbalan $20, menunjukkan sukses. Partisipan yang menderita memang
kekonsistenan sikap mereka bahwa terlihat mengalami disonansi kognitif. Ini
pekerjaan yang sesungguhnya ditunjukkan partisipan dengan rasa cintanya
membosankan tersebut memang dinyatakan yang semakin mendalam pada grup tersebut
sebagai pekerjaan yang membosankan. dibandingkan dengan partisipan yang tidak
Hasil eksperimen ini sesuai dengan menderita. Dengan demikian jelaslah bahwa
yang diprediksikan Festinger dan Carlsmith rasa cinta yang semakin mendalam adalah
(1959) bahwa adanya pertentangan antara cara partisipan mengurangi disonansi
sikap dan perilaku menciptakan disonansi kognitif yang mereka rasakan. Hasil
kognitif. Dalam kondisi tersebut, imbalan eksperimen ini memberikan pelajaran
yang besar tidak mempengaruhi sikap atau bahwa seseorang yang menderita karena
perilaku partisipan. Temuan ini jelas sangat sesuatu akan lebih menyukai sesuatu yang
berlawanan dengan yang diprediksikan oleh membuat mereka menderita tersebut.
Teori Pembelajaran (akan didiskusikan Tidak berhenti sampai di situ,
pada bagian selanjutnya). dukungan lain atas keberadaan konstruk
Selanjutnya Aronson dan Mill disonansi kognitif juga datang dari Aronson
(1959) menunjukkan bahwa fenomena dan Carlsmith (1963). Berdasarkan
disonansi kognitif memang ada. Dalam eksperimen mereka menggunakan permen
sebuah eksperimen, mereka memprediksi dan boneka pada anak-anak, mereka
bahwa partisipan yang menderita akan berhasil membuktikan bahwa disonansi
mengalami disonansi kognitif dibanding kognitif itu ada. Semakin keras anak-anak
50 | EKOBIS – Ekonomi Bisnis Vol. 22, No. 1, Mei 2017: 44 - 57

dilarang berhubungan dengan permen atau perspektif sebagaimana sudah dipaparkan


boneka, semakin tinggi kesukaan mereka sebelumnya. (2) penjelasannya bertentangan
pada permen atau boneka tersebut. dengan Teori Pembelajaran. Guna
Sebaliknya semakin lunak peringatan dan melengkapi pemahaman kita terhadap
ancaman yang diberikan pada mereka untuk perkembangan teori ini, pada bahasan
tidak berhubungan dengan permen atau selanjutnya akan dijelaskan studi yang
boneka, semakin rendah kesukaan mereka mengkritik Teori Disonansi Kognitif namun
pada permen atau boneka tersebut. Tinggi memiliki sifat membangun.
atau rendahnya kesukaan anak-anak pada
permen atau boneka menunjukkan rendah Kritikan atas Keberadaan Konstruk
atau tingginya disonansi kognitif yang Disonansi Kognitif
mereka alami. Peringatan dan ancaman Sebuah teori besar sekalipun pasti tidak bisa
yang keras telah mampu mengurangi luput dari kritikan. Begitu juga dengan
disonansi kognitif yang dialami anak, Teori Disonansi Kognitif. Teori ini dikritik
namun tidak mampu menghilangkan sikap atas dua argumen besar dan berpengaruh
suka anak pada boneka atau permen yaitu; (1) argumen yang mengatakan
tersebut. Sebaliknya peringatan dan adanya faktor kekhawatiran evaluasi
ancaman yang tidak keras telah mampu (evaluation apprehension); Teorinya benar
membuat anak untuk menahan diri untuk namun datanya salah, dan (2) argumen yang
tidak melanggar peringatan yang diberikan menyatakan datanya benar namun teori
dan sekaligus mampu mengubah sikap anak Disonansi Kognitif yang salah. Semua
yang awalnya suka menjadi tidak suka pada mereka sepakat menyatakan bahwa Teori
permen atau boneka tersebut. Dari hasil Disonansi Kognitif ditolak. Bahkan
penelitian tersebut di atas nampak bahwa Chapanis dan Chapanis (1964) menuliskan
konstruk disonansi kognitif terdukung kalimat penolakannya dengan huruf kapital
keberadaannya sesuai dengan yang tentang Teori Disonansi Kognitif yaitu
diteorikan oleh Festinger (1957). teori ini “NOT YET PROVEN.” Namun
Berdasarkan temuan-temuan ini begitu, semua kritikan ini pada dasarnya
dapatlah kita memahami bahwa ternyata dapat mendorong perkembangan teori ini.
fenomena disonansi kognitif dapat terjadi Kritikan pertama terhadap teori
dalam berbagai paradigma. Brehm (1956) Disonansi Kognitif datang dari Rosenberg
telah memberikan bukti bahwa disonansi (1959 dalam Cooper, 2007) yang tidak
kognitif dapat muncul dalam paradigma setuju dengan temuan Festinger dan
keputusan yang memiliki kebebasan Carlsmith (1959) yang menyatakan bahwa
memilih (free choice). Festinger dan imbalan tidak mempengaruhi sikap. Teori
Carlsmith (1959) memberikan pelajaran Disonansi Kognitif dianggap oleh
bahwa disonansi kognitif muncul dalam Rosenberg sebagai teori yang telah melukai
paradigma perilaku yang bertentangan perasaan pendukung Teori Pembelajaran
dengan sikap (induced compliance). (Learning Theory) karena hasilnya bertolak
Aronson dan Mill (1959) memberikan belakang dengan teori tersebut. Berdasarkan
dukungan akan keberadaan disonansi Teori Pembelajaran, seharusnya imbalan
kognitif dalam paradigma usaha yang dapat mempengaruhi perilaku (imbalan
terjustifikasi (effort justification). mempengaruhi perubahan sikap secara
Sementara Aronson dan Carlsmith (1962; linear). Namun Teori Disonansi Kognitif
1963) memberikan dukungan pada menyatakan sebaliknya. Melalui
keberadaan konstruk disonansi kognitif eksperimennya Rosenberg membuktikan
dalam paradigma ancaman dan harapan mengapa penelitian Festinger dan Carlsmith
(threats and expectations). (1959) keliru sehingga berlawanan hasilnya
Dari pemaparan kedua ini semakin dengan Teori Pembelajaran. Rosenberg
melengkapi pemahaman kita bahwa (1) berpendapat bahwa penyebabnya adalah
fenomena disonansi kognitif dalam konsep terkait dengan prosedur penelitian mereka.
awalnya dapat dilihat dari berbagai Prosedur penelitian Festinger dan Carlsmith
Alfitman, Konstruk Disonasi Kognitif Dalam Penelitian Perilaku Konsumen | 51

(1959) dianggap oleh Rosenberg masa lalu mereka sesuai dengan sikap
mengandung bias karena prosedur tersebut mereka saat ini, maka sikap atau perilaku
telah menimbulkan adanya kekhawatiran mereka cenderung tidak berubah.
evaluasi pada diri partisipan terhadap Sebaliknya ketika perilaku masa lalu tidak
kepribadian mereka oleh para psikolog sesuai dengan sikap mereka, maka sikap
dalam eksperimen tersebut. atau perilaku mereka cenderung berubah.
Menanggapi penelitian Rosenberg ini, Dalam konteks ini, seseorang tidak
Linder et al. (1967) menyanggahnya memiliki akses langsung pada sikapnya
dengan mengatakan prosedur Rosenberg melainkan akses tersebut didapatkan
sendiri yang keliru karena Rosenberg tidak melalui proses pengambilan kesimpulan.
memasukkan faktor kebebasan memilih Analoginya sama sebagaimana seseorang
dalam eksperimennya. Linder et al. (1967) mengambil sikap atas diri orang lain.
menemukan bahwa imbalan yang rendah Mereka tidak serta merta mengambil
dengan kebebasan memilih yang tinggi kesimpulan begitu saja, melainkan setelah
akan menimbulkan perubahan sikap yang ia mengamati terlebih dahulu perilaku dan
tinggi pada objek yang diteliti. Sebaliknya sikap orang lain tersebut. Dengan demikian
imbalan yang tinggi dengan kebebasan perubahan sikap tidah harus terjadi melalui
memilih yang tinggi perubahan sikapnya disonansi kognitif.
sangat rendah. Sementara pada imbalan Penjelasan dari Teori Persepsian diri
yang rendah namun dengan kebebasan dan Disonansi kognitif ini telah
memilih yang rendah juga memang imbalan menimbulkan perdebatan yang besar
kurang dapat mengubah sikap. Sebaliknya tentang penyebab perubahan sikap (Telci et
dengan imbalan yang tinggi dengan al., 2011). Perdebatan ini baru berakhir
kebebasan memilih yang rendah imbalan setelah Fazio et al. (1977) menemukan
memang ditemukan dapat mengubah sikap bahwa kedua teori tersebut adalah benar.
yang lebih tinggi. Dengan temuan Linder Fazio dan kawan-kawan menyatakan bahwa
dan kawan-kawan ini memberikan Teori Disonansi Kognitif lebih cocok untuk
pencerahan pada Teori Disonansi Kognitif menjelaskan perubahan sikap dalam situasi
yaitu Disonansi Kognitif terjadi pada pertentangan yang terjadi antara dua kognisi
adanya faktor kebebasan memilih yang adalah penting (menimbulkan ketegangan).
tinggi. Namun jika pertentangan antara dua kognisi
Kritikan kedua terhadap Teori itu kurang penting (tidak menimbulkan
Disonansi Kognitif berasal dari Bem (1967; ketegangan) maka Teori Persepsian diri
1972). Ia menyatakan bahwa data yang lebih cocok sebagai teori yang bisa
sama yang diprediksi oleh Teori Disonansi menjelaskan. Dengan demikian Teori
Kognitif dapat dijelaskan lebih sederhana Disonansi Kognitif berada dalam domain
menggunakan pendekatan radical penolakan atas sikap atau perilaku masa
behaviorism (Bem, 1967). Teori ini lalu. Sementara Teori Persepsian diri berada
akhirnya dikenal sebagai Teori Persepsian dalam domain penerimaan atas sikap atau
Diri (Bem, 1972). Menggunakan Teori perilaku masa lalu.
Atribusi, Bem (1967; 1972) menyatakan Dari penjelasan ini jelaslah bahwa
bahwa sikap seseorang tidak terlepas dari sebuah kritikan tidak menjadikan Teori
proses pengambilan kesimpulan (inferences Disonansi Kognitif meredup, melainkan
process) atas sikapnya. Dengan kata lain semakin berkembang. Proses dialektika
perubahan sikap seseorang akan terjadi atau dalam topik ini dapat berlangsung dengan
tidak terjadi setelah seseorang melewati baik. Pada gilirannya proses dialektika
proses pengambilan kesimpulan. tersebut nampak semakin mengokohkan
Proses tersebut meliputi analisis adanya konstruk disonansi kognitif dalam
terhadap perilaku masa lalu, adanya fenomena kehidupan.
dorongan lingkungan, dan kesimpulan logis
atas sikap sendiri atas sesuatu yang harus
disikapi. Ketika seseorang merasa perilaku
52 | EKOBIS – Ekonomi Bisnis Vol. 22, No. 1, Mei 2017: 44 - 57

Penguatan atas Keberadaan Konstruk Disonansi Kognitif. Model ini mereka sebut
Disonansi Kognitif sebagai Model Standar Diri Disonansi
Kognitif. Untuk membangun model ini,
Hebatnya proses dialektika dalam kajian
mereka melibatkan tiga teori/model
disonansi kognitif tersebut sesungguhnya
disonansi kognitif lain yang berkaitan
tidaklah berhenti sampai di situ. Prosesnya
dengan konsep diri yaitu (1) Teori Afirmasi
terus berlanjut hingga berujung pada
Diri oleh Steele (1988), (2) Teori
akumulasi pemahaman yang lebih
Konsistensi Diri oleh Aronson [1969]
mendalam tentang konstruk tersebut.
dalam Cooper (2007) dan (3) Model
Cooper dan Fazio (1984) menyatakan
Pandangan Baru Disonansi Kognitif oleh
bahwa disonansi kognitif tidak semata
Cooper dan Fazio (1984). Menurut model
hanya disebabkan oleh adanya
ini disonansi kognitif terjadi ketika adanya
inkonsistensi, melainkan juga disebabkan
pertentangan antara perilaku seseorang
oleh adanya komitmen seseorang terhadap
dengan standar diri yang ia gunakan. Jika
munculnya konsekuensi yang tidak
hasil evaluasi atas perilaku mereka lebih
diinginkan. Jika seseorang itu tidak
menonjol menggunakan standar normatif
memiliki komitmen atas konsekuensi
(standar yang berlaku umum) sebagai
tersebut, maka inkonsistensi yang terjadi
pembanding, maka perubahan sikap
tidak akan menimbulkan disonansi kognitif.
mereka akan mengikuti model pandangan
Cooper dan Fazio (1984) menyebut model
baru disonansi kognitif (adanya komitmen
mereka dengan konsep komitmen atas
atas perilaku). Jika evaluasi atas perilaku
munculnya tindakan yang tidak diinginkan
mereka didasarkan pada standar diri
ini sebagai The New Look Model of
mereka, maka perubahan sikap mereka akan
Dissonance. Dengan model ini mereka
mengikuti Teori Konsistensi Diri (disonansi
menyatakan bahwa disonansi kognitif bisa
kognitif muncul karena individu merasa
terjadi jika memenuhi empat kriteria berikut
sebagai diri yang kompeten). Sementara
yaitu (1) hanya ketika adanya kebebasan
jika standar diri dan standar normatif tidak
dalam memilih yang tinggi, (2) hanya
relevan dalam situasi tersebut, maka
ketika individu memiliki komitmen atas
perubahan sikap akan mengikuti Teori
perilaku mereka, (3) hanya ketika perilaku
Afirmasi Diri (bersikap positif atas
tersebut mengarahkan pada konsekuensi
perilaku).
yang berlawanan, dan (4) hanya ketika
Harmon-Jones, Amodio dan Harmon-
adanya konsistensi tersebut dibarengi oleh
Jones (2009) semakin melengkapi
adanya konsekuensi yang telah diduga
dukungan terhadap konstruk disonansi
sebelumnya. Ketika salah satu kriteria ini
kognitif. Mereka menyatakan bahwa
tidak terpenuhi, maka disonansi kognitif
disonansi kognitif terjadi tidak hanya
tidak akan pernah ada.
karena ada pertentangan kognisi melainkan
Adapun Tedeschi et al. (1971)
juga karena adanya tindakan yang
menyatakan bahwa disonansi kognitif
bertentangan. Model mereka yang
terjadi karena adanya pencitraan. Dalam
berdasarkan pada tindakan ini menjelaskan
pencitraan tersebut seseorang berusaha
bahwa kognisi mewakili kecenderungan
untuk memberikan kesan positif tentang
tindakan. Tindakan yang saling
dirinya kepada orang walaupun kondisi
bertentangan akan mengganggu tindakan
tersebut tidak sesuai dengan kenyataannya.
yang efektif sehingga seseorang berusaha
Ketika seseorang terus menerus merasakan
untuk mengubah perilakunya sehingga
pertentangan tersebut sesungguhnya
tindakan tersebut menjadi efektif.
individu tersebut sedang mengalami
Dari semua teori dan model
disonansi kognitif. Teori ini mereka sebut
penguatan ini, walaupun semuanya
sebagai Teori Manajemen Pencitraan
bertujuan untuk memperbaharui Teori
(Impression Management Theory).
Disonansi Kognitif, namun Cooper (2007)
Penguatan berikutnya berasal dari
dan Telci et al. (2011) menyimpulkan
Stone dan Cooper (2001) yang
bahwa model awal dari teori Disonansi
menggunakan konsep diri dalam Teori
Alfitman, Konstruk Disonasi Kognitif Dalam Penelitian Perilaku Konsumen | 53

Kognitif dari Festinger (1957) masih yang mengukur fenomena disonansi


merupakan teori yang terbaik dalam kognitif menggunakan kuesioner yang
menjelaskan disonansi kognitif. Model sudah ada (misal penggunaan kuesioner dari
Festinger ini menggunakan konsep Sweeney et al. (1996) dan Sweeney et al.
keyakinan (beliefs) dalam konteks (2000). Berdasarkan penelusuran dalam
pengambilan keputusan untuk membuktikan studi literatur ditemukan berbagai penelitian
adanya disonansi kognitif. Ketika ada dua tersebut (misal George dan Yaoyuneong,
kognisi relevan yang saling bertentangan 2010; Mao dan Oppewal, 2010; Kim, 2011;
maka pertentangan tersebut akan Powers dan Jack, 2013; Sharifi dan
menghasilkan disonansi kognitif. Disonansi Esfidani, 2014). Sementara Koller dan
kognitif mengandung ketegangan dalam diri Salzberger (2007) dan Salzberger dan
individu yang terus meningkat sehingga Koller (2010) semakin meramaikan dan
ketegangan tersebut mampu memotivasi mempopulerkan penelitian tentang
individu berusaha untuk mengurangi disonansi kognitif.
ketegangan tersebut. Keadaan ketegangan Namun seiring dengan banyaknya
yang terus meningkat inilah yang mendasari penelitian yang memasukkan konstruk
individu untuk mengubah sikap atau disonansi kognitif dalam penelitian mereka,
perilakunya sampai individu tersebut juga muncul beberapa penelitian yang tidak
mendapatkan atau merasa nyaman kembali. memasukkan konstruk ini dalam penelitian
Dari penjelasan sejauh ini semakin mereka (misal Keaveney et al., 2007; Saleh,
menunjukkan kepada kita bahwa konsep 2012; Bushra dan Bilal, 2014). Ini
disonansi kognitif semakin beragam. memunculkan sebuah kontradiksi dalam
Disonansi kognitif tidak hanya terjadi dua teori atas fenomena yang sama.
karena adanya kesenjangan keyakinan Model Keaveney et al. (2007)
(beliefs), tapi juga terjadi karena adanya dibangun menggunakan Teori Penyesalan.
komitmen atas konsekuensi yang tidak Dalam model tersebut, mereka telah
diinginkan (unwanted consequencies), atau menghubungkan langsung secara linear
karena konsep diri (the self concept) yang antara konstruk ‘Attribute product
digunakan sebagai standar evaluasi evaluation, ’attribute-service evaluations’
tindakan. Bahkan jika kita menelusuri lebih dan penyesalan atau kepuasan secara
dalam lagi, cakupan teori ini sampai pada umum. Kedua konstruk anteseden tersebut
fenomena disonansi kognitif yang tercipta diukur menggunakan item pertanyaan
akibat perbuatan orang lain disebut sebagai mengandung pertanyaan yang berkaitan
vicarious cognitive dissonance (lihat dengan kepuasan yaitu seberapa puas…?
Cooper, 2007). Mungkin kita semua pernah (how satisfied…?).
merasakan fenomena yang diungkapkan Apakah model ini keliru? Model ini
dalam semua teori atau model disonansi tidaklah keliru karena mereka memang
kognitif yang diperluas ini. mengukur kedua konstruk tersebut tiga
bulan setelah pembelian dilakukan. Ini
Kontradiksi Dalam Penelitian Berkaitan artinya responden sudah menggunakan
dengan Penggunaan Konstruk Disonansi mobil yang mereka beli. Berdasarkan
Kognitif dalam Satu Dekade Terakhir Sweeney et al. (1996), dan Salzberger dan
Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya Koller (2010), kepuasan memang terjadi
bahwa Teori Disonansi Kognitif telah pada tahapan setelah konsumsi terhadap
berkembang sedemikian rupa hingga produk dilakukan, bukan pada tahapan
sampai pada munculnya kuesioner untuk setelah keputusan dibuat namun belum
mengukur konstruk tersebut. Munculnya sampai pada tahapan konsumsi. Karena itu
kuesioner tersebut telah membangkitkan dalam konteks penelitian Keaveney dan
kembali gairah peneliti untuk memasukkan kawan-kawannya, penulis menilai bahwa
konstruk disonansi kognitif dalam mereka telah melewatkan peluang untuk
penelitian mereka. Pernyataan ini mendapatkan informasi penting tentang
dibuktikan dengan banyaknya penelitian ketidaknyamanan, kegelisahan, kecemasan
54 | EKOBIS – Ekonomi Bisnis Vol. 22, No. 1, Mei 2017: 44 - 57

dan emosi negatif lain yang setara yang tersebut dapat menjadi alasan kuat
dirasakan kosumen. munculnya disonansi kognitif. Namun
Hal ini bertolak belakang dengan mereka nampak tidak memasukkan
Festinger (1957) dan penelitian yang konstruk ini. Karena itu terkesan bahwa
mendukungnya yang menganggap penting fenomena disonansi kognitif menjadi
informasi ini. Berdasarkan perspektif Teori terabaikan. Seolah perannya sudah dapat
Disonansi Kognitif, informasi tersebut digantikan oleh konstruk penyesalan. Sama
memberikan pemahaman pada peneliti halnya dengan Keaveney et al. (2007),
tentang faktor yang menyebabkan kenapa model ini juga tidak keliru jika ditinjau dari
sikap atau perilaku konsumen berubah. teori yang mendasarinya, akan tetapi
Dengan fakta ini terkesan konstruk menambah tilikan baru bagi penelitian
disonansi kognitif telah diabaikan. Namun selanjutnya.
begitu sebuah pilihan tetaplah sebuah Kenapa model-model di atas boleh
pilihan. Dengan kata lain jika Keaveney et diperbandingkan? Bukankah antara Teori
al. (2007) tidak memasukkan konstruk Disonansi Kognitif dan Teori Penyesalan
disonansi kognitif dalam model mereka, hal adalah dua teori yang berbeda? Hunt (1991)
itu tidaklah keliru jika ditinjau dari teori sudah menjawab pertanyaan pertanyaan ini
yang mendasarinya, melainkan menjadi dengan menyatakan bahwa sepanjang dua
sebuah pencerahan dalam dunia akademik buah teori memiliki variabel dependen yang
karena memberikan tilikan baru untuk sama, maka kedua teori tersebut dapat
penelitian berikutnya. diperbandingkan. Berdasarkan pendapat
Tidak jauh berbeda dengan Model Hunt ini dapat diambil kesimpulan bahwa
Keaveney et al. (2007), model Saleh model Keaveney et al. (2007) dan Bushra
(2012), dan Bushra dan Bilal (2014) juga dan Bilal (2014) jika ditinjau dari perspektif
melewatkan peluang untuk mengukur Teori Disonansi Kognitif jelas kurang
perilaku konsumen setelah keputusan dibuat begitu dapat diterima, walaupun dalam
namun sebelum konsumsi atas produk atau perspektif Teori Penyesalan, model-model
jasa dilakukan. Berdasarkan Teori tersebut tidaklah bermasalah. Dengan
Penyesalan, mereka juga membangun demikian peran konstruk ini belum dapat
model mereka dengan membuat hubungan tergantikan oleh konstruk lain.
linear antara konstruk pembelian kompulsif
atau pembelian yang tidak direncanakan SIMPULAN DAN SARAN
sebagai anteseden dan penyesalan sebagai Teori Disonansi Kognitif adalah teori klasik
konsekuen, tanpa memasukkan konstruk yang memiliki aplikasi luas dalam berbagai
disonansi kognitif sebagai faktor pemediasi. bidang keilmuan. Teori ini menyatakan
Model ini jelas bertentangan dengan bahwa ketika terdapat dua kognisi yang
Teori Disonansi Kognitif, baik ditinjau dari relevan namun saling bertentangan (misal
versi awal maupun versi perluasannya. pengetahuan tentang sikap dan pengetahuan
Sebagai contoh, versi awal teori ini tentang perilaku), maka pertentangan itu
menyatakan bahwa fenomena disonansi akan menciptakan disonansi kognitif
kognitif hampir selalu terjadi disetiap (Festinger, 1957). Seiring perjalanan waktu
sesudah pengambilan keputusan penting. teori ini telah mengalami kritikan dan
Untuk konteks penelitian Saleh (2012) dan tantangan serta perluasan atau revisi
Bushra dan Bilal (2014) fenomena tersebut sehingga fenomena teori ini keberadaannya
dapat diprediksi dapat terjadi. Berdasarkan semakin tersebar dan berkembang. Namun
kharakteristik pembelian kompulsif atau begitu, versi awal dari teori ini (Festinger,
pembelian tidak direncanakan yang 1957) dianggap Telci et al. (2011) masih
cenderung memiliki konsekuensi yang menjadi model yang terbaik untuk
negatif bagi pelakunya (misal, kesulitan menjelaskan perubahan sikap.
keuangan, rusaknya persaudaraan, depresi) Namun munculnya beberapa
(lihat O’Guinn dan Faber, 1989; Ridgway et penelitian yang tidak memasukkan konstruk
al. 2008; Gupta, 2013) maka kharakteristik disonansi kognitif beberapa tahun
Alfitman, Konstruk Disonasi Kognitif Dalam Penelitian Perilaku Konsumen | 55

belakangan ini (misal Keaveney et al. 2007; fenomena disonansi kognitif sebagai
Saleh, 2012; Bushra dan Bilal, 2014) telah konstruk ke dalam model penelitiannya.
mengusik rasa ingin tahu kita. Apakah
konstruk disonansi kognitif telah meredup
kepopulerannya? Terkesan dengan adanya
fenomena ini seakan mempertegas pendapat DAFTAR RUJUKAN
Aronson (1992) dan Sweeney et al. (1996) Aronson, E. 1992. The return of the
bahwa teori ini memang sudah kehilangan repressed: dissonance theory makes a
kepopulerannya. comeback. Psychological Inquiry. 3
Untuk menjawab pertanyaannya telah (4): 303–311.
dilakukan studi literatur. Berdasarkan studi
literatur tersebut hasilnya menunjukkan Aronson, E. & Carlsmith, J. M. 1963. The
bahwa konstruk disonansi kognitif itu masih effect of the severity of threat on the
populer. Konstruk ini tidak meredup devaluation of forbidden behavior.
penggunaannya, malahan bersinar kembali. Journal of Abnormal and Social
Adanya kontradiksi penelitian dalam Psychology. 66 (6): 584–588.
menjelaskan fenomena setelah keputusan Aronson, E. & Mills, J. 1959. The effect of
pembelian konsumen memang merupakan severity of initiation on liking for a
sesuatu yang mengusik keingintahuan kita. group. Journal of Abnormal and
Hasil analisis menunjukkan bahwa itu Social Psychology. 59 (2): 177–181.
terjadi semata karena faktor pilihan peneliti
Baron, R.A. & Branscombe, N.R. 2012.
dalam memilih teori yang digunakan dalam
Social Psychology. Thirteenth
menjelaskan fenomena yang sedang diteliti.
Edition. New Jersey: Pearson
Namun demikian, fenomena yang sama
Education Inc.
yang dijelaskan dengan teori yang berbeda,
maka kedua teori tersebut dapat Bem, D.J. 1967. Self per ception: an alter
diperbandingkan. Karena itu dalam native interpr etation of cognitive
kesempatan ini dapat diambil kesimpulan dissonance phenomena.
bahwa peneliti yang tidak memasukkan Psychological Review. 76 (3): 183–
konstruk disonansi kognitif dalam 200.
modelnya memang tidak melakukan sebuah Bem, D.J. 1972. Self-Perception Theory in
kekeliruan. Hanya saja mereka telah L. Berkowitz (ed.). Advances In
menghilangkan kesempatan untuk Experimental Social Psychology. 6.
mendapatkan pemahaman pada satu sisi New York: Academic Press.
penting dalam perilaku konsumen yaitu
memahami faktor kenyamanan konsumen. Brehm, J.W. 1956. Postdecision changes in
Dengan kata lain, peran konstruk ini belum the desirability of alter natives.
dapat tergantikan oleh konstruk lain. Journal of Abnormal and Social
Namun terlepas dari adanya pro dan Psychology. 52 (3): 384–389.
kontra mengenai konstruk ini, fenomena ini Bushra, A. & Bilal, A. 2014. The
memberikan manfaat untuk penelitian relationship of compulsive buying
berikutnya. Untuk menambah keyakinan with consumer culture and post-
atas simpulan ini, penulis menyarankan purchase regret. Pakistan Journal of
untuk melakukan penelitian yang bertujuan Commerce and Social Sciences. 8 (3):
untuk membuktikan (1) apakah memang 590-611.
ada perbedaan antara disonansi kognitif dan
penyesalan, (2) perbedaan antara disonansi Chapanis, N.P. & Chapanis, A. 1964.
kognitif dan kepuasan. Cognitive dissonance. Psychological
Bulletin. 61 (1): 1–22.
KETERBATASAN Cooper, J. 2007. Cognitive Dissonance
Analisis hanya dilakukan pada model yang Fifty Years of a Classic Theory.
memasukkan dan tidak memasukkan London: Sage Publication.
56 | EKOBIS – Ekonomi Bisnis Vol. 22, No. 1, Mei 2017: 44 - 57

Cooper, J. & Fazio, R.H. 1984. A new look Keaveney, S.M., Huber, F. & Herrmann, A.
at dissonance theory in L. Erkowitz 2007. A model of buyer regret:
(ed.). Advances in Experimental selected prepurchase and
Social Psychology . 17. Orlando. F L postpurchase antecedents with
Academic Press: 229–264. consequences for the brand and the
channel. Journal of Business
Elliot, A.J. & Devine, P.G. 1994. On The
Research. 60 (12): 1207–1215.
Motivational Nature of Cognitive
Dissonance: Dissonance as Kim, Y.S. 2011. Application of the
Psychological Discomfort. Journal of cognitive dissonance theory to the
Personality and Social Psychology. service industry. Services Marketing
67 (3): 382–394. Quarterly. 32 (2): 96–112.
Fazio, R.H., Zanna, M.P., & Cooper, J. Koller, M., & Salzberger, T. 2007.
1977. Dissonance and self-perception: Cognitive dissonance as a relevant
an integrative view of each theory’s construct throughout the decision-
proper domain of application. Journal making and consumption process – an
of Experimental Social Psychology. empirical investigation related to a
13 (1): 464–479. package tour. Journal of Customer
Behaviour. 6 (3): 217-227.
Festinger, L., Riecken, H.W., & Schachter,
S. 1956. When Prophecy Fails. Linder, D. E., Cooper, J., & Jones. E.E.
London: University of Minnesota 1967. Decision freedom as a deter
Press. minant of the role of incentive
magnitude in attitude change. Journal
Festinger, L. 1964. Conflict, Decision, and
of Personality and Social Psychology.
Dissonance, Stanford Studies in
6 (3): 245–254.
Psychology III. , California: Stanford
University Press. Mao, W., & Oppewal, H. 2010. Did i
choose the right university? How
Festinger, L. & Carlsmith, J.M. 1959.
post-purchase information affects
Cognitive Consequences of Forced
cognitive dissonance, satisfaction and
Compliance. Journal of Abnormal
perceived service quality.
and Social Psychology. 58 (2): 203-
Australasian Marketing Journal. 18
210.
(1): 28–35.
Gupta, S. 2013. A literature review of
O'Guinn, T.C., & Faber, R.J. 1989.
compulsive buying – a marketing
compulsive buying: A
perspective. Journal of Applied
phenomenological exploration.
Business and Economics. 14 (1): 43-
Journal of Consumer Research. 16
48.
(2): 147-157.
Harmon-Jones, E., Amodio, D.M., &
Oliver, R.L. 1977. Effect of expectation and
Harmon-Jones. C. 2009. Action-based
disconfirmation on postexposure
model of dissonance: A review,
product evaluations: An alternative
integration, and expansion of
interpretation. Journal of Applied
conceptions of cognitive conflic. In
Psychology. 62 (4): 480-486.
M. P. Zanna (Ed.). Advances in
Experimental Social Psychology. New Oliver, R.L. 2010. Satisfaction: A
York: Elsevier. behavioral perspective on consumer.
Second Edition. London and New
Hunt, S.D. 1991. Modern Marketing
York : Routledge Taylor dan Francis
Theory: Critical Issues in the
Group.
Philosophy of Marketing Science.
Cincinnati Ohio: South Western Powers, T.L., & Jack, E. P. 2013. The
Publishing Co. influence of cognitive dissonance on
Alfitman, Konstruk Disonasi Kognitif Dalam Penelitian Perilaku Konsumen | 57

retail product returns. Psychology analysis. Journal of Consumer


and Marketing. 30 (8): 724–735. Satisfaction, Dissatisfaction and
Complaining Behaviour. 9: 138-143.
Ridgway, N. M., Kinney, M.K., & Monroe,
K.B. 2008. Monroe. An expanded Tedeschi, J. T., Schlenker, B.R., &
conceptualization and a new measure Bonoma, T.V.1971. Cognitive
of compulsive buying. Journal of dissonance:private ratiocination or
Consumer Research. 35 (4): 622-639. public spectacle?. American
Psychologist. 26 (8): 685–695.
Saleh, M.A.H. 2012. An investigation of
the relationship between unplanned Telci, E. E., Maden, C., & Kantur, D. 2011.
buying and post-purchase regret. The theory of dissonance cognitive: A
International Journal of Marketing marketing and management
Studies. 4 (4): 106-120. perspective. Procedia Social and
Behavioral Sciences. 24: 378-386.
Saleh, M.A.H. 2016. Themes and topics of
research in marketing: A content Zajonc, R.B. 1960. The concept of balance,
analysis of the articles published in congruity, and dissonance. The Public
three marketing journals. Opinion Quarterly. 24 (2): 280-296.
International Journal of Business
Administration. 7 (1): 12-19.
Salzberger, T., & Koller, M. 2010.
Investigating the impact of cognitive
dissonance and customer satisfaction
on loyalty and complaint behaviour.
REMark – Revista Brasileira de
Marketing. 9 (1): 05-16.
Sharifi, S.S., & Esfidani, M.R. 2014. The
impacts of relationship marketing on
cognitive dissonance, satisfaction, and
loyalty: The mediating role of trust
and cognitive dissonance.
International Journal of Retail and
Distribution Management. 42 (6):
553-575
Steele, C.M. 1988. The psychology of self-
affirmation: Sustaining the integrity
of the self. Advances in Experimental
Social Psychology. 21: 261-302.
Stone, J., & Cooper, J. 2001. A self-
standards model of cognitive
dissonance. Journal of Experimental
Social Psychology. 37 (3): 228–243.
Sweeney, J.C., Hausknecht, D., & Soutar,
G. N. 2000. Cognitive dissonance
after purchase: a multidimensional
scale. Psychology and Marketing. 17
(5): 369-385.
Sweeney, J.C., Soutar, N. & Johnson, L.W.
1996. Are satisfaction and dissonance
the same construct? A preliminary

Anda mungkin juga menyukai