Anda di halaman 1dari 2

PERJUANGAN PATTOLO' LIPU DKK DI BENTENG KAYU MANGIWANG

Bermula di zaman Maradika Pua' Aji memerintah di Mamuju (sekarang Ibu kota Propinsi
Sulawesi Barat) datanglah Kapal Putih (Kapal Perang) Belanda langsung ke pelabuhan
Mamuju kira-kira pada tahun 1902. Belanda langsung menjemput Maradika Pua' Aji
bersama Ada' Pitu dibawa ke Kapal Putih, kecuali Pangulu dan Tomatoa. Kapal Putih
tersebut membawa Maradika Pua' Aji dan Ada' Pitu berlayar sampai ke Tanjung Rangas
dan disanalah Belanda menyodorkan Surat Perjanjian (Korte Verklaring) yang isinya
"BALINNA BALANDA BALIKKUTO'" dengan huruf Lontar. Kemudian Belanda bersedia
menggaji Maradika Pua' Aji dan Ada' Pitu dengan syarat "Semua senjata kerajaan
harus diserahkan kepada Belanda" Mulai pada saat itu Maradika Mamuju dan Ada' Pitu
resmi menjadi Zelef Bestuur dibawah kekuasaan Belanda. Setelah Pangulu dan Matoa
dipanggil oleh Maradika untuk menyerahkan senjata kerajaan kepada Belanda, maka
Pangulu sebagai Panglima Perang kerajaan bersama Matoa sama sekali tidak menyetujui
untuk menyerahkan senjata tersebut. Maka Pangulu dan Matoa meninggalkan Maradika
dan Adat Mamuju menuju Budong-Budong dengan mengangkut semua senjata dan
peralatannya, lalu mendirikan benteng pertahanan di Kayu Mangiwang kira-kira 10 Km
dari pantai Ba'bana Budong-Budong dan mereka nekad untuk melakukan perlawanan
terhadap penjajah Belenda dengan Benteng Kayu Mangiwang sebagai markasnya.

Jadi yang sebenarnya membangun Benteng Kayu Mangiwang adalah Pangulu dan Matoa yang
kemudian dilanjutkan dan dimotori oleh 5 serangkai, yaitu :
1. Pattolo'bali (Pattolo' Lipu)
2. Daenna Macirinnae
3. Parimuku
4. Mantaroso' Pattana Bone
5. Andi Mattona'

Lima serangkai ini bersama dengan Pangulu dan Matoa yang lebih menyempurnakan
pembangunan Benteng Kayu Mangiwang dan dilengkapi dengan peralatan perang
secukupnya. Setelah mereka merasa bahwa benteng tersebut sudah lengkap, baru mereka
menghubungi Pitu Ulunna Salu untuk meminta partisipasinya didalam berjuang
menentang penjajahan Belanda.

Datanglah serombongan Pa'barani (bhs. Ind. Pemberani) dari Mambi yang dipimpin oleh
Pua' Indaya dan Pua' Labamusu' untuk bergabung dengan pasukan yang dipimpin 5
serangkai dari Kayu Mangiwang untuk dipersiapkan menghadapi serdadu Belanda.

Setelah mereka merasa segala persiapan sudah rampung, maka Pangulu sebagai Panglima
Perang menyurat kepada pimpinan serdadu Belanda di Mamuju dan menyatakan bahwa :
"KALAU SERDADU BELANDA MAU MENGAMBIL SENJATA SESUAI YANG TERCANTUM DALAM KORTE
VERKLARING, SILAHKAN DATANG DI BENTENG KAYU MANGIWANG DI BUDONG-BUDONG"

Berdasarkan surat Pangulu tersebut, maka Belanda mempersiapkan satu kompi serdadu
untuk datang ke Benteng Kayu Mangiwang, yang akhirnya, semua tentara yang satu
kompi itu tewas akibat sergapan dari pasukan Benteng Kayu Mangiwang, kecuali
pimpinan pasukannya saja yang masih hidup bernama Letnan Janggu'.

Disamping sedih Letnan Janggu' juga sangat malu dalam peristiwa itu, lalu Belanda
meminta bantuan untuk melakukan ekspedisi yang kedua. Namun ekspedisi kedua ini
juga musnah ditangan pasukan Kayu Mangiwang. Didatangkan lagi ekspedisi ketiga yang
juga mengalami nasib yang sama, dan Belanda meningkatkan jumlah pasukannya secara
berlipat ganda pada ekspedisi keempat. Namun ekspedisi keempat inipun tidak berdaya
menghadapi taktik Pangulu dkk. Pasukan Benteng Kayu Mangiwang membuat jembatan yang
menghubungkan sungai Budong-Budong dengan benteng dan setelah Belanda menyeberang
jembatan tersebut dirobohkan dan serdadu Belanda tenggelam di sungai.

Lama berselang, Belanda tidak menyerang lagi Benteng Kayu Mangiwang dan pada
akhirnya merencanakan ekspedisi kelima dengan menggunakan tentara pilihan mereka
yang bernama MARSOSE. Pasukan Marsose ini menyerang Benteng Kayu Mangiwang dari
belakang melalui Lu'mu'. Pasukan Marsose mengambil seorang rakyat di Lu'mu' untuk
dijadikan penunjuk jalan. Dini hari menjelang Subuh, mereka tiba di Benteng Kayu
Mangiwang dan mulai bertempur sehari suntuk.

Menjelang tengah hari, Marsose menghentikan perang untuk beristirahat. Sementara


istirahat, Pattolo' Lipu bersama-sama dengan beberapa anggota pasukan membersihkan
mayat-mayat yang sudah berbau busuk bergelimpangan disekitar benteng dan dibuang ke
sungai. Berbarengan dengan itu, Pattolo' Lipu menemukan sebuah terompet mengkilap
bagai emas lalu diambilnya dan diperlihatkan kepada kawan-kawannya. Mungkin
Pattolo' Lipu terangsang oleh jiwa mudanya karena di antara 5 serangkai, Pattolo'
Lipulah yang paling muda, sehingga ia selalu ingin membunyikan terompet itu, tapi
dilarang oleh kawan-kawannya. Namun diam-diam Pattolo' Lipu keluar dari pintu lalu
membunyikan terompet tersebut dengan bunyi yang tidak karuan. Akibatnya serdadu
Marsose serentak tiba-tiba menyerang masuk ke benteng karena disangkanya tukang
terompetnya dalam keadaan gawat, Pertempuran yang terjadi secara tiba-tiba itu
berlangsung sengit dan tidak terkendali, mengakibatkan Daenna Macirinnae gugur
dalam pertempuran ini, dan sekitar pukul 16.00 jatuhlah Benteng Kayu Mangiwang
ditangan serdadu Marsose Belanda.

Pattana Bone bersama Pa'barani dari Mambi yakni Pua' Indaya dan Pua' Labamusu'
sempat meloloskan diri dan berjalan terus tembus ke Kombiling dan Kamansi terus
naik perahu menuju Pulau Karampuang dan bersemubnyi disana. Sedangkan dua Pa'barani
dari Mambi, Pua' Indaya dan Pua' Labamusu' berjalan terus menembus hutan dan tiba
di Lombang-Lombang. Sedangkan Parimuku masih sempat membunuh serdadu Marsose yang
akhirnya beliaupun terbunuh oleh serdadu Marsose tersebut. Pattana Bone pada
akhirnya diketahui diasingkan ke Pulau Jawa selama 15 tahun. Yang masih misterius
keberadaannya ialah Pattolo' Lipu karena ternyata beliau tidak gugur dalam
pertempuran itu, namun kabarnya ia ditangkap Belanda sesudah jatuhnya Benteng Kayu
Mangiwang.

Delapan belas tahun kemudian, yakni dalam tahun 1925, datanglah sebuah kapal besar
Belanda berlabuh di Budong-Budong dengan Kapten Kapalnya dikenal bernama Tuan
Busman. Tuan Busman ini aneh dan misterius sekali karena disamping mengetahui semua
nama-nama orang Budong-Budong sampai Mamuju, juga sangat fasih bahasa Mamuju.

Mula-mula Tuan Busman pergi menemui semua bekas-bekas pejuang Kayu Mangiwang.
Kemudian beliau pergi ke rumah Pattolo' Lipu dan menyuruh memanggil ketiga isteri
Pattolo' Lipu. Dalam pertemuan dengan ketiga isteri Pattolo' Lipu tersebut, mereka
sangat ragu dan menduga keras bahwa sebenarnya Tuan Busman itu adalah Pattolo' Lipu
sendiri karena terbukti tidak ada satupun keluarga Pattolo' Lipu yang luput dari
pertanyaan dan pencariannya. Pada akhirnya beliau mengadakan persetujuan dengan
keluarganya, bahwa tiga bulan kemudian dia akan pensiun dan akan datang di Makassar
mendirikan rumah dan harap keluarganya datang menemui beliau ke Makassar. Tiga
bulan kemudian keluarganya datang di Makassar untuk menunggu kedatangannya dan
tidak berapa lama datanglah berita dari Nederland bahwa Tuan Busman meninggal dunia
di sana.

(Sumber : Buku SEJARAH PERJUANGAN KEMERDEKAAN BANGSA DI MANDAR, oleh DRS. A.M.
MANDRA, Penerbit PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAJENE, tahun 2002, halaman 38 s/d 42)

Anda mungkin juga menyukai