Anda di halaman 1dari 35

TUGAS

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN DIABETES MELLLITUS

Dosen pengajar : Muhammad Purnomo M.Hkes

DISUSUN OLEH :

ANGELIA NOVITA PUTRI

920173004

3A – S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

Tp 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini saya susun sebagai tugas dari
mata kuliah Keperawatan Keluarga dengan judul “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
Diabetes Mellitus”

Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Muhammad Purnomo M.Hkes dosen mata kuliah
Keperawatan Keluarga yang telah membimbing dan memberikan kuliah secara online demi
lancarnya terselesaikan tugas ini.

Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan penulis berharap semoga tugas ini
bermanfaat bagi diri kami dan khususnya untuk pembaca. Tak ada gading yang tak retak,
begitulah adanya tugas ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif dan membangun sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Kudus, 01 April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1. KONSEP KELUARGA

A. Definisi Keluarga
B. Bentuk Keluarga
C. Fungsi Keluarga
D. Struktur Keluarga
E. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan
F. Tahap Perkembangan Keluarga
G. Peran Perawat Keluarga
H. Klasifikasi Umur

BAB II. KARAKTERISTIK USIA

A. Masa yang Ditakuti


B. Masa Transisi
C. Masa Penyesuaian Kembali
D. Masa Keseimbangan dan Ketakseimbang
E. Usia Berbahaya
F. Usia Kaku atau Canggung
G. Masa Berprestasi
H. Usia Madya Dievaluasi dengan Standar Ganda
I. Usia Madya merupakan Masa Sepi
J. Usia Madya merupakan Masa Jenuh
BAB III. KONSEP DIABETES MELLITUS

A. Definisi
B. Etiologi
C. Klasifikasi
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
F. Komplikasi
G. Penatalaksanaan

BAB IV. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

A. Pengkajian Keperawatan
B. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
C. Rencana Keperawatan
BAB 1
KONSEP KELUARGA

A. DEFINISI KELUARGA
Keluarga adalah unit dari masyarakat dan merupakan lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, hubungan yang erat antara
anggotanya dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga sebagai lembaga/unit
layanan perlu diperhitungkan (Friedman, 2010).
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,
adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang
umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental dan emosional serta sosial individu
yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya
ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum (Zaidin Ali, 2010).
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan
budaya yang umum : meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan
social dari tiap anggota (Harmoko, 2012)
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah perkumpulan dua
orang atau lebih yang dihubungkan dalam ikatan perkawinan, adopsi dan kelahiran
yang saling berinteraksi satu sama lain untuk menciptakan dan mempertahankan
budaya serta meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta social
dimana setiap individu memiliki peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga.

B. BENTUK KELUARGA
bentuk keluarga menggambarkan perbedaan social, tingkah laku, dan kultur, serta
gaya hidup.
1.Nuclear Family (keluarga inti)
yaitu keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak yang masih menjadi
tanggunganya dan tinggal dalam satu rumah, terpisah dari sanak keluarga lainnya.

2. Keluarga Extended Family (besar),


yaitu satu keluarga yang terdiri dari satu atau dua keluarga inti yang tinggal dalam
satu rumah dan saling menunjang satu sama lain.

3. Single parent family


yaitu satu keluarga yang dikepalai oleh satu kepala keluarga dan hidup bersama
dengan anak-anak yang masih bergantung kepadanya.

4. Nuclear dyed family


yaitu keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri tanpa anak, tinggal dalam
satu rumah yang sama.

5. Keluarga Bentukan Kembali (Dyadic Family)


Keluarga baru yang terbentuk dari pasangan-pasangan yang telah bercerai atau
ditinggal oleh pasangan.

6. Blended family
yaitu suatu keluarga yang terbentuk dari perkawinan pasangan, yang masing-
masing pernah menikah dan membawa anak hasil perkawinan terdahulu.

7. Three generation family


yaitu keluarga yang terdiri dari tiga generasi, yaitu kakek, nenek, bapak, ibu, dan
anak dalam satu rumah.

8. Single adult living alone


yaitu bentuk keluarga yang hanya terdiri dari satu orang dewasa yang hidup
dalam rumahnya.

9. Middle age atau elderly couple


yaitu keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri paruh baya.

C. FUNGSI KELUARGA
 Fungsi-fungsi pokok dari keluarga yaitu :
1.      Fungsi afektif.
 Adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
2.      Fungsi sosialisasi.
       Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan
social.
3. Fungsi reproduksi.
Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan
keluarga.
4. Fungsi ekonomi.
         Keluarga berfungsi memenuhi  kebutuhan keluarga secara ekonomi
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan.
        Yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi. (Friedman, 2010).

Menurut UU no. 10 tahun 1992 jo PP no. 21 tahun 1994 secara umum fungsi keluarga
adalah sebagai berikut:
1. Fungsi keagamaan
Membina norma ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota
keluarga.
2. Fungsi Budaya
Membina tugas- tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma- norma
dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan.
3. Fungsi cinta kasih
Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota keluarga
kedalam symbol- symbol nyata secara optimal dan terus menerus.
4. Fungsi perlindungan
Memenuhi rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari
dalam maupun dari dalam keluarga.
5. Fungsi reproduksi
Membina hubungan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi
nggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.
6. Fungsi sosialisasi
Menyadari, merencanakan dan menciptakkan lingkungan keluarga sebagai wahana
pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama.
7. Fungsi ekonomi
Melakukan kegiatan ekonomi baik diluar maupun didalam lingkungan keluarga
dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga.
8. Fungsi pelestarian lingkungan
Membina kesadaran, sikap dan praktek pelestarian lingkungan intern keluarga.

D. STRUKTUR KELUARGA

1. Patrilineal, adalah kelurga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun dari jalur garis ayah.
2. Matrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi dimana hubungan itu disusun dari jalur garis ibu.
3. Matrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
4.Patrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami.
5.Keluarga kawin, adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga, danbeberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga  karena adanya
hubungan dengan suami atau istri.

E. TUGAS KELUARGA DALAM BIDANG KESEHATAN

Sesuai pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang


perlu dipahami dan dilakukan.Freeman, (2010) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang
kesehatan yang arus dilakuka, yaitu:

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya.


2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.
3. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu
dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan
kepribadian anggota keluarga.
5.Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan
(memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada)(Setiadi, 2010)
F. TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA
Tahap perkembangan keluarga menurut Duvall dan Milller (Friedman, 2010)

A. PasanganBaru
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan perempuan
(istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga
masing-masing. Meninggalkan keluarga bisa berarti psikologis karena kenyataannya
banyak keluarga baru yang masih tinggal dengan orang tuanya. Dua orang yang
membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi. Masing-
masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan
pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya.
Tugas perkembangan
1. Membina hubungan intim danmemuaskan.
2. membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
3. mendiskusikan rencana memiliki anak.
Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami, keluarga
istri dan keluarga sendiri.

B. Keluarga “child bearing” kelahiran anak pertama


Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak
berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.
Tugas perkembangan kelurga yang penting pada tahap ini adalah:
1. Persiapan menjadi orang tua
2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual
dan kegiatan.
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaiaman orang tuan
berinteraksi dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang tua dan
bayi yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tua
dapat tercapai.
C. Keluarga dengan anak pra sekolah
Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia
5 tahun.
Tugas perkembangan
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman.
2. Membantu anak untuk bersosialisasi
3. Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga harus
terpenuhi.
4. Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan
masyarakat.
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.

D. Keluarga dengan anak sekolah


Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada saat
anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal
sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak
memiliki minat sendiri. Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda
dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga.
1. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada anak
untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah.

E. Keluarga dengan anak remaja


Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian.
Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar
untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.
Tugas perkembangan
1. Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
2. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3. Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
4. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing
anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja.

F. Keluarga dengan anak dewasa


Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak
terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada
atau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.
Tugas perkembangan
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Membantu orang tua memasuki masa tua.
4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

G. Keluarga usia pertengahan


Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini
dianggap sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal
sebagai orang tua.
Tugas perkembangan
1. Mempertahankan kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-
anak.
3. Meningkatkan keakraban pasangan.
Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah raga
rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.

H. Keluarga usia lanjut


Dimulai saat pensiun sanpai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya
meninggal.
Tugas perkembangan
1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan.
3. Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5. Melakukan life review.
6. Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga
pada tahap ini.

G. PERAN PERAWAT KELUARGA


1) Pendidik
Tujuan utama dari pembangunan kesehatan adalah membantu individu, keluarga
dan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat sehingga dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya secara mandiri. Fokus pengajaran perawat dalam mendidik keluarga adalah:
a. Penanaman perilaku hidup sehat
b. Peningkatan nutrisi dan pengaturan diet
c. Olahraga
d. Pengelolaan atau manajemen stres
e. Pendidikan tentang proses penyakit dan pengobatannya
f. Pendidikan tentang penggunaan obat
g. Pendidikan tentang perawatan mandiri.

2) Konsultan dan Kolaborasi


Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah keamanan
keluarga. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada perawat maka hubungan
perawat-keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat
dipercaya. Perawat juga harus bekerja sama dengan lintas program maupun secara
lintas sektoral dalam pemenuhan kebutuhan keamanan keluarga untuk mencapai
kesehatan dan keamanan keluarga yang optimal.

3) Pemberi pelayanan kesehatan/pelaksana kesehatan


Sesuai dengan tugas perawat yaitu memberi Asuhan Keperawatan yang
professional kepada individu, keluarga dan masyarakat. Pelayanan yang diberikan
karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta
kurangnya keamanan menuju kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari secara
mandiri. Kegiatan yang dilakukan bersifat "promotif', `preventif', "curatif' serta
"rehabilitatif' melalui proses keperawatan yaitu metodologi pendekatan pemecahan
masalah secara ilmiah dan terdiri dari langkah-langkah sebagai subproses.
Peranan sebagai pelaksana dapat berupa Clinical Nurse Specialist (CNS) dan
Family Nurse Practitioner ( FNP ). Perawat spesialis klinik memberikan perawatan
kesehatan pada klien, biasanya di unit rawat jalan atau tempat praktek komunitas
dengan masalah yang kompleks dan memberikan perhatian pada gejala non patologis,
kenyamanan dan perawatan komprehensif. Sementara FNP memberikan perawatan
ambulasi untuk keluarga biasanya berkolaborasi dengan dokter keluarga. perawat
dalam kelompok memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan umum, mengatasi
masalah kesehatan dengan memberikan perawatan langsung dan memberi bimbingan
atau konseling kepada keluarga.

4) Pengawas kesehatan
Perawat harus melakukan ”home visit” atau kunjungan rumah yang teratur untuk
mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang kebutuhan keamanan klien dan
keluarga.

5) Role Model
Perilaku yg ditampilkan perawat dapat dijadikan panutan. Panutan ini digunakan
pada semua tingkat pencegahan terutama PHBS. Menampilkan profesionalisme dlm
bekerja.

6) Fasilitator
Perawat harus mampu menjembatani dengan baik terhadap pemenuhan kebutuhan
keamanan klien dan keuarga sehingga faktor risiko dalam ketidakpemenuhan
kebutuhan keamanan dapat diatasi.

7) Modifikasi lingkungan
Perawat harus dapat memodifikasi lingkungan baik lingkungan rumah maupun
lingkungan masyarakat agar tercipta lingkungan yang sehat dalam menunjang
pemenuhan kebutuhan keamanan.

8) Manajer
Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola pelayan, maupun
pendidikan keperawatan yang berada dibawah tanggung jawabnya sesuai dengan
konsep managemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai
pengelola perawat berperan dalam memantau dan menjamin kualitas asuhan
keperawatan serta organisasi dan mengendalikan system pelayanan kesehatan .

9) Penemu Kasus / Pembaharu


Perawat melakukan identifikasi terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat dan
dapat berpengaruh pada penurunan kesehatan, bahkan mengancam kesehatan.
Selanjutnya penelitian dilaksanakan untuk menemukan faktor yang menjadi pencetus
atau penyebab terjadinya permasalahan tersebut melalui kegiatan penelitian dan
hasilnya akan diaplikasikan dalam praktek keperawatan.

H. KLASIFIKASI UMUR
Menurut Depkes, umur seseorang dikategorikan ke beberapa tingkatan :
1. Masa Balita : 0-5 Tahun
Untuk usia anak yang masih dini, akan diperhatikan secara khusus dan diharukan
untuk mengikuti kegiatan posyandu secara rutin. Hal ini bertujuan agar gizi anak
tercukupi melalui vitamin atau imunisasi yang wajib diberikan.

2. Masa Kanak- Kanak : 5-11 Tahun


Tahapan anak dalam mengenyam pendidikan dasar yaitu wajib belajar 12 tahun yang
sudah ditetapkan oleh menteri pendidikan

3. Masa Remaja Awal : 12-16 Tahun


Hampir sama dengan umur anak dibawahnya, umur dengan rata – rata 12-16 masih
dalam pendidikan yang akan mengubah pola pikirnya untuk ke jenjang berikutnya

4. Masa Remaja Akhir : 17-25 Tahun


Masa peralihan dari remaja menjadi dewasa di ikuti oleh perkembangan hormon pada
seseorang yang mengubahnya menjadi berbeda secara fisik yang lebih matang,
pemikiran yang terbuka dan terorganisir

5. Masa Dewasa Awal : 26-35 Tahun


Di umur tersebut, anak sudah harus berkembang secara mandiri untuk mencari jati
diri yang akan menentukan masa depannya. Umur di posisi ini diharapkan sudah
dewasa dalam menghadapi satu permasalan

6. Masa Dewasa Akhur : 36-45 Tahun


Masa seseorang sedang dalam baik dan buruk menjalani kehidupan. Munculnya
banyak masalah dan bagaimana seseorang itu menyelesaikan.

7. Masa Lansia Awal : 46-55 Tahun


Masa peralihan menjadi tua, menurunan jumlah hormon pada tubuh. Dan fungsi
organ juga menurun.

8. Masa Lansia Akhir : 56-65 Tahun


Masa menuju tua yang harus memperhatikan psikis, biasanya mulai menurunnya
indera penghilatan dan pendengaran.

9. Masa Manula : > 65 Tahun


Untuk umur–umur selanjutnya masa tua dimana mereka harus memperhatikan
kesehatan. Dengan adanya fasilitas posyandu lansia, diharapan bisa dimanfaatkan
dengan baik.
BAB II

KARAKTERISTIK USIA

A. Karakteristik Usia
Pengertian Usia Madya Pada umumnya usia madya atau usia setengah baya
dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut ditandai oleh
adanya perubahan fisik, mental serta perubahan minat (Hurlock,1980). Menurut Erikson
(dalam Santrock, 2002), usia madya merupakan masa kritis dimana baik
generativitas/kecenderungan untuk menghasilkan dan stagnansi atau kecenderungan
untuk tetap berhenti akan dominan. Menurut Erikson, (dalam Santrock, 2002) pada masa
usia madya orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti (tetap)
tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Hurlock (2000) mmbagi masa dewasa menjadi
tiga bagian yaitu :
a. Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult) Masa dewasa awal adalah
masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan
masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa
ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup
yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.
b. Masa dewasa madya (middle adulthood) 28 Masa dewasa madya ini
berlangsung dari umur 40 sampai 60 tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial
antara lain: masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita
meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu
periode dalam kehidupannya dengan ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru. Perhatian
terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang
minat dan perhartiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
c. Masa usia lanjut Usia lanjut adalah periode penutup rentang dalam kehidupan
seseorang. Masa ini dimulai dari umur 60 sampai mati, yang ditandai dengan adanya
perubahan fisik dan psikologis yang mulai menurun. Berdasarkan uraian di atas,
pengertian usia madya adalah usia setengah baya yang dipandang sebagai masa usia
antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut ditandai oleh adanya perubahan fisik, mental
serta perubahan minat dan merupakan masa kritis dimana baik
generativitas/kecenderungan untuk menghasilkan dan stagnansi atau kecenderungan
untuk tetap berhenti akan dominan.

1. Masa yang Ditakuti


Masa yang ditakuti yaitu masa bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia
madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Oleh
karena itu orang-orang dewasa tidak akan mau mengakui bahwa mereka telah
mencapai usia tersebut.
a) Untuk takut dengan memasuki usia madya yaitu:
Banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu
kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik yang diduga disertai
dengan berhentinya reproduksi kehidupan serta berbagai tekanan tentang
pentingnya masa muda bagi kebudayaan amerika disbanding dengan
penghormatan untuk masa tersebut oleh berbagai kebudayaan Negara lain.dan
mereka berharap dapat kembali ke masa-masa muda.

2. Masa Transisi
Seperti halnya masa puber, yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke
masa remaja dan kemudian dewasa, demikian pula usia madya merupakan masa di
mana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya
dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri
jasmani dan perilaku baru. Seperti periode:
a. Dia mengalami perubahan keperkasaan dan wanita dalam kesuburan.
Transisi berarti penyesuaian diri terhadap minat, nilai, dan pola perilaku yang
baru.
Dimana dapat dilihat baik bagi pria maupun wanita pasti terdapat perubahan
terhadap hubungan yang berpusat pada pasangannya (pair centred relationship)
bila dibandingkan dengan hubungan yang berpusat pada keluarga (family
centred relationship) selama tahun-tahun awal periode dewasa, ketika peran
utama pria dan wanita didalam rumah adalah sebagai orang tua.
Sebagai peran dirumah, pria harus menyesuaikan diri terhadap perubahan, yang
kelak masa tua akan datang dan kondisi pekerjaan perlu disesuaikan dengan
kondisi fisik mereka. Selama usia madya, kimmel telah mengidentifikasi tiga
bentuk krisis pengembangan yang umum dan hamper universal seperti:
 Krisi sebagai orang tuaditandai dengan sindrom yang merupakan krisis
yang terjadi apabila anak-anak gagal memenuhi harapan orang tua.
 Krisis yang timbul karena oarng tua berusia lanjut, sehingga sering
timbul reaksi-reaksi dari anak-anaknya.
 Krisi yang berhungan dengan kematian, khususnya pada suami istri.

3. Masa Penyesuaian Kembali


Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya
bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homeo stasis
fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stress, suatu masa bila
sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis, dan aspek social
kehidupan mereka.

4. Masa Keseimbangan dan Ketakseimbang


Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur 40 sampai 60 tahun. Ciri-ciri yang
menyangkut pribadi dan sosial antara lain: masa dewasa madya merupakan masa
transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa
dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupannya dengan ciri-ciri jasmani
dan perilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan
masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhartiannya terhadap agama ini
dilandasi kebutuhan pribadi dan social.

5. Usia Berbahaya
Pada umumnya usia ini dianggap atau dipandang sebagai usia ini dianggap atau
dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan.

6. Usia Kaku atau Canggung


Sama seperti remaja, bukan anak-anak dan bukan juga dewasa, demikian juga pria
dan wanita berusia madya bukan “muda” lagi tapi bukan juga tua. Franzblau (dalam
Hurluck, 1980) mengatakan bahwa “orang yang berusia madya seolah-olah berdiri di
antara Generasi Pemberontak yang lebih muda dan Generasi Warga Senior”.

7. Masa Berprestasi
Menurut Erikson (dalam Hurlock, 1980), usia madya merupakan masa krisis
“generativitas” (generativity) kecenderungan untuk menghasilkan maupun stagnasi
kecenderungan untuk tetap berhenti akan dominan.

8. Usia Madya Dievaluasi dengan Standar Ganda.


Masa dievaluasi dengan standar ganda, satu standar bagi pria dan satu lagi bagi
wanita. Walaupun perkembangannya cenderung mengarah ke persamaan peran antara
pria dan wanita baik di rumah, perusahaan, perindustrian, profesi maupun dalam
kehidupan sosial, namun masih terdapat standar ganda terhadap usia.
Meskipun standar ganda ini mempengaruhi banyak aspek terhadap kehidupan pria
dan wanita usia madya tetapi ada dua aspek khusus yang perlu diperhatikan:
a) Aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani. Contoh ketika rambut pria
menjadi putih, timbul kerut-kerut dan keriput di wajah dan juga terdapat beberapa
bagian otot yang mengendur. Misalnya di pinggang. Perubahan pada wanita
dipandang tidak menarik lagi, dengan penekanan utama “pemakaian usia madya”.
b) Standar ganda dapat dilihat pada cara mereka (pria dan wanita) menyatakan sikap
terhadap usia tua. Ada dua pandangan filosofis yang berbeda tentang bagaimana
orang harus menyesuaikan diri dengan usia madya yaitu :
 Mereka harus tetap merasa mudah serta aktif
 Mereka harus menua denngan anggun semakin lambat dan hati-hati dan
menjalani hidup denngan nyaman.

9. Usia Madya Merupakan Masa Sepi


masa ini dialami masa sepi (empty nest), masa ketika anak-anak tidak lama lagi
tinggal bersama orangtua. Kecuali dalam beberapa kasus di mana pria dan wanita
menikah lebih lambat dibandingkan dengan usia rata-rata, atau menunda kelahirahan
anak hingga mereka lebih mapan dalam karir, atau mempunyai keluarga besar
sepanjang masa, usia madya merupakan masa sepi dalam kehidupan perkawinan.

10. Usia Madya Merupakan Masa Jenuh


Banyak atau hampir seluruh pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia
tigapuluhan dan empatpuluhan. Para pria mejadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari-
hari dan kehidupan bersama keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan.
BAB III

KONSEP DIABETES MELLITUS

1. DEFINISI

 Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2010 ).
 Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut
insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2011).
 Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin absolute
atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism karbohidrat,protein,lemak
(Billota,2011).
 Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang di
sebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik
absolute maupun relative. (Arisman dan soegondo (2009)

2. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2011), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1.    Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a.    Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b.    Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.    Faktor lingkungan
         Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

      Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak
tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI
ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada
awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.
Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi
pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia . Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung
insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
1)    Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2)    Obesitas
3)    Riwayat keluarga
4)    Kelompok etnik
  3. Diabetes dengan Ulkus

a.  Faktor endogen:


1)    Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori
nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang
dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada
dan hilangnya tonus vaskuler
2)    Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3)    Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran
darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene
yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
·         Adanya hormone aterogenik
·         Merokok
·         Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
§  Kaki dingin
§  Nyeri nocturnal
§  Tidak terabanya denyut nadi
§  Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
§  Kulit mengkilap
§  Hilangnya rambut dari jari kaki
§  Penebalan kuku
§  Gangrene kecil atau luas.
b.  Faktor eksogen
1)    Trauma
2)    Infeksi
3. KLASIFIKASI

 Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di
dalam pancreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idipatik.
Diabetes melitus dengan pathogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi
imitokondria , tidak termasuk pada penggolongan ini.
 Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, sering kali disertai
dengan sindrom resistasin insulin
 Diabetes Tipe Spesifik lain yang meliputi defek genetik fungsi sel beta pankreas,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, pengaruh obat
atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain yang
berhubungan dengan diabetes mellitus .
 Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan
gestational diabetes mellitus, GDM

4. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada  tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk


menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan). (Arisman,2011)
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
(Brunner & Suddarth,2009)
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalika

glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan


glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam
basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma, bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cara cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
(Newsroom,2009)
Diabetes Tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. (Santosa,budi.2010)

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan di pertahankan pada tingkatan yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
dan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II.Namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan         keton yang menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetic tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol
menimbulkan masalah.(suprajitno,2011)
5. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus


apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:

a.       Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan ( Poliuri ), Rasa haus yang berlebihan
( Polidipsi ), Rasa lapar berlebihan ( Polifagia ) dan Penurunan berat badan.

b.      Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.

c.       Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.

Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia,
Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka,
Keputihan.

6. KOMPLIKASI

Stroke dan sakit jantung Stroke dan sakit jantung mencakup 70 persen dari kasus
komplikasi diabetes di Indonesia.
Seorang penyandang diabetes melitus bahkan diperkirakan memiliki risiko
terkena serangan jantung dan stroke yang dua kali lipat dari orang normal. Sebab, kadar
gula tinggi mengubah pola lemak kolesterol LDL menjadi lebih mudah menumpuk,
menghambat produksi kolesterol HDL, dan menganggu elastisitas pembuluh darah.
Akibatnya, pembuluh darah menjadi lebih mudah cedera dan mengalami penyumbatan.
Padahal, pembuluh darah koroner berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi ke otot
jantung.
Jika pembuluh ini mengalami sumbatan atau atherosklerosis, aliran darah yang
membawa oksigen ke jantung akan terhambat dan jantung mengalami kerusakan.
Akibatnya, jantung gagal memompa darah ke seluruh tuhuh dan kematian
mendadak dapat terjadi. Mata Komplikasi diabetes terhadap mata dapat dibagi menjadi
dua, yakni stadium awal (retinopati non-plofiteratif) dan stadium lanjut (retinopati
proliferatif)
7. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
Menurut Newsroom (2009) Tujuan utama terapi pada pasien DM adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropati. 
Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan hiperglikemia :
1.         Diet
a.         Komposisi makanan :
Karbohidrat = 60 % – 70 %
Protein = 10 % – 15 %
Lemak = 20 % – 25 %
b.        Jumlah kalori perhari
1)        Antara 1100 -2300 kkal
2)        Kebutuhan kalori basal :
laki – laki : 30 kkal / kg BB
Perempuan : 25 kkal / kg BB
2.         Latihan jasmani
Manfaat latihan jasmani :
a.         Menurunkan kadar glukosa darah mengurangi resitensi insulin, meningkatkan
sensitivitas insulin).
b.        Menurunkan berat badan.
c.         Mencgah kegemukan.
d.        Mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lipid darah,
peningkatan tekanan darah, hiperkoagulasi darah.
3.         Penyuluhan
Dilakukan pada kelompok resiko tinggi :
a.         Umur diatas 45 tahun.
b.        Kegemukan lebih dari 120 % BB idaman atau IMT > 27 kg/m.
c.         Hipertensi > 140 / 90 mmHg.
d.        Riwayat keluarga DM.
e.         Dislipidemia, HDL 250 mg/dl.
f.         Parah TGT atau GPPT ( TGT : > 140 mg/dl – 2200 mg/dl), glukosa plasma
puasaderange / GPPT : > 100 mg/dl dan < 126 mg/dl)
4.         Medis (obat hipoglikemi)
a.         Obat hipoglikemi oral :
1)        Sulfoniluria : Glibenglamida, glikosit, gliguidon, glimeperide, glipizid.
2)        Biguanid ( metformin )
3)        Hon su insulin secretagogue ( repakglinide, natliglinide )

b.        Insulin
1)        Insulin reaksi pendek disebut juga sebagai clear insulin, adalah jenis obat insulin
yang memiliki sifat transparan dan mulai bekerja dalam tubuh dalam waktu 30 menit
sejak dimasukan kedalam tubuh. Obat insulin ini bekerja secara maksimal selama 1
sampai 3 jam dalam aliran darah penderita, dan segera menghilang setelah 6 sampai 8
jam kemudian.
2)        Insulin reaksi panjang, merupakan jenis yang mulai bekerja 1 sampai 2 jam setelah
disuntikan kedalam tubuh seseorang. Tetapi obat ini tidak memiliki reaksi puncak,
sehingga ia bekerja secara stabil dalam waktu yang lama yaitu 24 sampai 36 jam didalam
tubuh penderita, contohnya lavemir dan lantus.
3)        Jenis insulin reaksi menengah adalah insulin yang mulai efektif bekerja menurunkan
kadar gula darah sejak 1 sampai 2 jam setelah disuntikan kedalam tubuh. Obat ini bekerja
secara maksimal selama 6 sampai 10 jam, dan berakhir setelah 10 sampai 16 jam
setelahnya. Contohnya humulin m3, hypurin, dan insuman.
4)        Insulin reaksi cepat yang bekerja 5 sampai 15 menit setelah masuk kedalam tubuh.
Ia memiliki tingkat reaksi maksimal selama 30 sampai 90 menit, dan pengaruhnya akan
segera menghilanhg setelah 3 sampai 5 jam setelahnya, contohnya lispro, actrapid,
novorapid dan velosulin.
BAB IV

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1.Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka
yang tidak sembuh – sembuh, adanya nyeri pada luka atau luka tidak terasa nyeri

2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya

3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

4, Pemeriksaan fisik
a.System Pernafasan atau Breathing (B1)
Tachypnea.
b.System Kardiovaskuler atau Blood (B2)
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, palpitasi, hipertensi atau
hipotensi, takikardi atau bradikardi, aritmia, dapat menyebabkan pembesaran tiroid
(peningkatan kebutuhan metabolik).
c.System Persyarafan atau Brain (B3)
Pusing, pening, sakit kepala, reflek tendon menurun, gangguan penglihatan, anastesia
atau kebas, impotensi (pada pria), kacau mental, disorientasi, mengantuk (somnolen),
letargi, stupor sampai koma.
d.System Perkemihan atau Bladder (B4)
Poliuria, nokturia, dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi
hipovolemia berat, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih
bila ada infeksi pada saluran perkemihan
e.System Pencernaan atau Bowel (B5)
Rasa haus atau banyak minum (polidipsi), rasa lapar (polifagi), mual, muntah, anoreksia,
perubahan berat badan.
f. System Musculoskeletal dan integument atau Bone (B6)
Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, penurunan kekuatan otot, parastesia,
kesemutan, ulkus pada ekstremitas dan penyembuhannya lama, kulit kering atau bersisik,
gatal, turgor kulit jelek, nyeri.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan proses infeksi


2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makanan.
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebihan
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri
5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
6. Cemas berhubungan dengan distress.
7. Resiko ketidakseimbangan kadar glukosa berhubungan dengan penyakit DM

3. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan proses infeksi

 Tujuan dan criteria hasil ( outcome criteria ) :berdasarkan NOC


a. Mampu mengenali penyebab nyeri
b. Nyeri terkontrol skala nyeri <4
 Resiko Intervensi keperawatan
a. Kaji tingkat nyeri yang komprehensif : lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi,
intensitas.
b. Monitor skala nyeri dan observasi tanda non verbal dari ketidaknyamanan
c. Ajarkan teknik non-farmakologis kepada pasien dan keluarga : relaksasi,
distraksi, terapi music
d. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri
missal: stressor, rasa cemas, kurang tidur.
e. Kolaborasi dengan medis untuk pemebrian analgetik.

Diagnosa 2 : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kurang asupan makanan .

 Tujuan dan criteria hasil ( outcome criteria ): berdasarkan NOC


a. Pasien tidak mual
b. Nafsu makan meningkat
c. Menunjukkan adanya tingkat energy
 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC
a. Monitor BB setiap hari atau sesuai indikasi
b. Monitor tanda hiperglikemia
c. Tentukan program diet dan pola makan pasien
d. Anjurkan makan sedikit tapi sering
e. Kolaborasi pemberian insulin sesuai indikasi
f. Pemeriksaan GDA
g. Kolaborasi dengan tim medis

Diagnosa 3 : Defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebihan

 Tujuan dan kiteria hasil ( outcome criteria ) : berdasarkan NOC


a. Mempertahankan urine output normal
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
c. Turgor kulit baik
d. Membrane mukosa lembab
 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC
a. Monitor status dehidrasi (mukosa, nadi adekuat)
b. Monitor TTV
c. Monitor status nutrisi
d. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
e. Kolaborasi pemberian obat

Diagnosa 4 : gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri

 Tujuan dan kiteria hasil ( outcome criteria ) : berdasarkan NOC


a. Dapat tidur dengan nyaman
b. Tidur sesuai dengan kecukupan
 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC
a. Pantau kecukupan tidur pasien
b. Anjurkan untuk mengurangi stressor
c. Ajarkan teknik relaksasi, distraksi, terapi music
d. Kolaborasi untuk pemberian obat

Diagnosa 5 : kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan neuropati perifer

 Tujuan dan kiteria hasil ( outcome criteria ) : berdasarkan NOC


a. Tidak ada luka/lesi pada kulit
b. Integritas kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi elastisitas, pigmentasi)
c. Mempertahankan kelembababan kulit
 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC
a. Monitor kulit akan adanya kemerahan
b. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dari kering
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar
e. Kolaborasi untuk pemberian obat
Diagnosa 6 : ansietas berhubungan dengan Distres

 Tujuan dan kiteria hasil ( outcome criteria ) : berdasarkan NOC


a. Mengidentifikasi dan mengungkap gejala cemas
 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC
a. identifikasi penyebab kecemasan
b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama sakit
c. Gunakan pendekatan yang menenangkan
d. Libatkan keluarga untuk mendampingi pasien.

Diagnosa 7 : resiko ketidakstabilan kadar glukosa berhubungan dengan penyakit DM

 Tujuan dan kiteria hasil ( outcome criteria ) : berdasarkan NOC


a. Blood glucose level : glukosa darah (3) , glukosa urin (4) , keton urin (4)
 Intervensi keperawatan dan rasional : berdasarkan NIC
a. Monitor level glukosa darah
b. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
c. Monitor keton dalam urin
d. Berikan insulin
e. Kolaborasi dengan dokter bila tanda hiperglikemia memburuk
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.Jakarta
EGC

Carpenito, L. J. (2010). Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinik, Edisi 9. Jakarta:
EGC

Grace, P., & Baerly,N. (20010). At A Glance Ilmu Bedah.Edisi 3.Jakarta : Erlangga.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S.(2015).Diagnosis Keperawatan Defisi & Klasifikasi 2015-
2017.Edisi:10.Jakarta:EGC

Jitowiyono.,S& Kristiyana.(2012).Asuhan Keperawatan Post Operasi Pendekatan Nanda NIC,


NOC.Yogyakarta: Nuha Medika.

Judith M,W,.& Nancy R,A,.(2011).Diagnosis Keperawatan NANDA NIC-NOC.Edisi


Revisi.Jakarta;EGC

Anda mungkin juga menyukai