Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN DI ICU

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Dalam Keperawatan II


Dosen Pembimbing: Rizki Muliani S.Kep., Ners, MM

Disusun Oleh:

Bioseffa Oktavia 191FK03127


Dini Oktaviani 191FK03126
Inda Wulandari 191FK03117
Nisa Rahmawati 191FK03123
Muhammad Fadhil Fadhlurrahman AK118111

Kelompok 3 Kelas Kecil I


Kelas C Tingkat I

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Komunikasi
Dalam Keperawatan II yang berjudul ”Makalah Komunikasi Terapeutik pada Klien
di ICU”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya dosen
pembimbing kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bandung, 27 April 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
2.1 Pengertian Komunikasi .....................................................................................5
2.2 Pengertian komunikasi terapeutik .....................................................................8
2.3 Komponen komunikasi .....................................................................................8
2.4 Factor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ................................................9
2.5 Tipe komunikasi ..............................................................................................11
2.6 Aplikasi komunikasi dalam keperawatan ........................................................14
2.7 Komunikasi dalam hubungan terapeutik perawat-klien ..................................15
2.8 Karakteristik Pasien yang Tidak Sadar............................................................17
2.9 Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar..........................................................18
2.10 Fungsi Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar............................................18
2.11 Cara Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar..........................................20
2.12 Prinsip-Prinsip Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar..........................22
2.13 Tahap Komukasi dengan Pasien Tidak Sadar................................................23
2.14 Contoh Kasus dan Komunikasi Terapeutik pada Klien di ICU.....................24
BAB III PENUTUP................................................................................................28
3.1 Kesimpulan......................................................................................................28
3.2 Saran.................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien. Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi
terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial
yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang
tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989)
dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik
tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah
terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan
keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit,
tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesama manusia. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang
pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping
relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi
hubungan dari komunikasi terapeutik.
1.2  Rumusan Masalah
Dalam makalah komunikasi antara perawat dengan pasien gangguan

kesadaran ini kami mengangkat masalah mengenai “Bagaimana berkomunikasi

dengan pasien yang tidak sadar”.

3
1.3  Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah yang berhubungan dengan metode berkomunikasi
dengan pasien tidak sadar yaitu sebagai berikut:
1. Menyadari betapa pentingnya komunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
2. Mengetahui teknik-teknik dalam berkomunikasi dengan pasien yang tidak
sadar.
3. Mengetahui prinsip-prinsip dalam berkomunikasi dengan pasien yang tidak
sadar.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare –


communicatio dan communicatus yang berarti suatu alat yang berhubungan
dengan sistem penyampaian dan penerimaan berita, seperti telepon, telegraf,
radio, dan sebagainya. Secara sederhana komunikasi dapat diartikan sebagai
suatu proses pertukaran, penyampaian, dan penerimaan berita, ide, atau
informasi dari seseorang ke orang lain. Dalam berkomunikasi, diperlukan
ketulusan hati antara pihak yang terlibat agar komunikasi yang dilakukan
efektif. Pihak yang menyampaikan harus ada kesungguhan atau keseriusan
bahwa informasi yang disampaikan adalah penting, sedangkan pihak penerima
harus memiliki kesungguhan untuk memperhatikan dan memahami makna
informasi yang diterima serta memberikan respons yang sesuai.
Dalam kata communis terdapat makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik
bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau
kesamaan makna. Jadi, Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi
(pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya,
komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua
belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh
keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik
badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala,
mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal. Komunikasi
dapat terjadi jika ada persamaan antara penyampaian pesan dengan orang yang
menerima pesan.
Pengertian Komunikasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI
terbitan Balai Pustaka, 2002), komunikasi adalah: (1) Pengiriman dan
penerimaan pesan antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud

5
dapat dipahami, hubungan, kontak. (2). Perhubungan.
Berikut saya lampirkan pandangan beberapa ahli tentang pengertian
komunikasi:

1) Ross (1974), “communication is a transactional process involving a


cognitive sorting, selecting, and sending, of symbols in such a way as to help
a listener elicit from his own mind a meaning or response similar to that
intended by communicator”
2) McCubbin dan Dahl (1985), “komunikasi merupakan suatu proses tukar
menukar perasaan, keinginan, kebutuhan dan pendapat”.
3) Yuwono (1985), “komunikasi merupakan kegiatan mengajukan pengertian
yang dikirimkan dari pengirim pesan kepada penerima pesan dan
menimbulkan respon tingkah laku yang diinginkan dari penerima pesan”.
4) Burgerss (1988), “ komunikasi adalah proses penyampaian informasi, makna
dan pemahaman dari pengirim pesan kepada penerima pesan”.
5) Taylor, dkk (1993), “komunikasi adalah proses pertukaran informasi atau
proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti”.
6) Hafield Cangara, “komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau
lebih melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada
gilirannya akan tiba pada saling pengertian”.
7) Everett M. Rogers,“Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan
dari sumber kepada suatu penerima, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka atau penerima”.
8) Onong Uchjana Effendy, Ia mengungkapkan pengertian dari komunikasi
adalah “proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada
orang lain”. Pikiran tersebut bisa merupakan informasi, gagasan, opini, dll
yang muncul dari pikirannya sendiri.
9) Deddy Mulyana (2005) mengkategorikan definisi-definisi tentang

6
komunikasi dalam tiga konseptual yaitu:
Komunikasi sebagai tindakan satu arah
Suatu pemahaman komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari
seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya,
baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat
(selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Pemahaman
komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan
pada komunikasi tatap muka, namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada
komunikasi publik (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab. Pemahaman
komunikasi dalam konsep ini, sebagai definisi berorientasi-sumber. Definisi
seperti ini mengisyaratkan komunikasi semua kegiatan yang secara sengaja
dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk
membangkitkan respon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap
suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi
kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau
membujuk untuk melakukan sesuatu.
Beberapa definisi komunikasi dalam konseptual tindakan satu arah:

A. Everet M. Rogers: komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan


dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk
mengubah tingkah laku.
B. Gerald R. Miller: komunikasi terjadi ketika suatu sumber
menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari
untuk mempengaruhi perilaku penerima.
C. Carld R. Miller: komunikasi adalah proses yang memungkinkan
seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya
lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain
(komunkate).
D. Theodore M. Newcomb: Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai

7
suatu transmisi informasi terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari
sumber kepada penerima.

2.2 Komunikasi Terapeutik


Komunikasi telah dilakukan manusia, sejak bayi berada dalam kandungan
sampai dengan kematian, sehingga bisa dikatakan komunikasi mempunyai
umur yang sama tuanya dengan umur kehidupan manusia. Semua tingkah laku
merupakan komunikasi (verbal maupun non verbal) dan semua komunikasi
akan mempengaruhi tingkah laku, sehingga komunikasi pada dasarnya dapat
menjadi suatu alat untuk memfasilitasi hubungan terapeutik atau malahan dapat
berfungsi sebagai penghalang terhadap tumbuhnya hubungan yang terapeutik.
Fasilitas komunikasi bertujuan untuk memulai, membangun dan membina
keterlibatan dan hubungan saling percaya (Wilson & Kneist,1983).
Hakekat komunikasi

a. Komunikasi merupakan alat untuk membangun hubungan terapeutik.

b. Komunikasi merupakan alat bagi perawat untuk mempengaruhi tingkah


laku klien dan kemudian untuk mendapatkan keberhasilan dalam intervensi
keperawatan.
c. Komunikasi merupakan hubungan itu sendiri, dimana tanpa komunikasi
tidak mungkin terjadi hubungan terapeutik perawat-klien.

2.3 Komponen Komunikasi

8
Komunikasi mempunyai 6 komponen yaitu (Potter & Perry, 1993):

A. Komunikator : penyampai informasi atau sumber informasi.

B. Komunikan : penerima informasi, pemberi respon terhadap stimulus.

C. Pesan : gagasan, pendapat, stimulus, fakta, informasi.

D. Media : saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.

E. Kegiatan “encoding” : perumusan pesan oleh komunikator.

F. Kegiatan “decoding” : penafsiran pesan oleh komunikan.


2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

Proses komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Potter & Perry, 1993):

A. Perkembangan

Agar dapat berkomunikasi efektif dengan perawat harus mengerti pengaruh


perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir dari orang
tersebut. Cara berkomunikasi pada usia remaja dengan usia balita tentunya
berbeda, pada usia remaja, anda barangkali perlu belajar bahasa “gaul” mereka
sehingga remaja yang kita ajak bicara akan merasa kita mengerti mereka dan
komunikasi diharapkan akan lancar.
B. Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau


peristiwa. Persepsi ini. dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan
persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi.
C. Nilai

“Nilai adalah bandar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi


perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk
mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan
interaksi yang tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan

9
perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya.
D. Latar Belakang Sosial Budaya Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat
dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan
berkomunikasi seseorang.
E. Emosi

Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian, seperti marah


dan sedih akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga
perawat mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tepat. Selain itu
perawat juga perlu mengevaluasi emosi pada dirinya agar dalam
memberikan asuhan keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi dibawah
sadarnya.
F. Jenis Kelamin

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda-beda.


Tanned (1990) menyebutkan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai
perbedaan gaya komunikasi. Dari usia 3 tahun wanita ketika bermain dalam
kelompoknya menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan,
meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung keintiman,
sedangkan laki-laki menggunakan bahasa untuk mendapat kemandirian diri
aktivitas bermainnya, di mana jika mereka ingin berteman maka mereka
melakukannya dengan bermain.
G. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan.


Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon
pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dibanding dengan tingkat
pengetahuan tinggi. Perawat perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien
sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien.

10
H. Peran dan hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang
berkomunikasi. Cara komunikasi seseorang perawat dengan koleganya,
dengan cara komunikasi seorang perawat pada klien akan berbeda
tergantung perannya. Demikian juga antara guru dengan murid.
I. Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif.


Suasana bising, tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan,
ketegangan dan ketidaknyamanan.
J. Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan


rasa aman dan kontrol. Dapat dimisalkan dengan individu yang merasa
terancam ketika seseorang tidak dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang
sangat dekat dengan dirinya. Hal itu juga yang dialami oleh klien pada saat
pertama kali berinteraksi dengan perawat. Untuk itu perawat perlu
memperhitungkan jarak yang tepat pada saat melakukan hubungan dengan
klien.

2.5 Tipe Komunikasi

Ada beberapa tipe komunikasi yang sering digunakan oleh seorang


komunikator dalam berkomunikasi.
Berdasarkan penggunaan kata, pesan yang disampaikan oleh pengirim
kepada penerima dapat dikemas secara verbal dengan kata-kata atau nonverbal
tanpa kata-kata. Komunikasi yang pesannya dikemas secara verbal disebut
komunikasi verbal, sedangkan komunikasi yang pesannya dikemas secara
nonverbal disebut komunikasi nonverbal.
a. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, baik lisan

11
maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar
manusia. Melalui kata-kata, komunikator mengungkapkan perasaan, emosi,
pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi
serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat.
b. Komunikasi Non-verbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam


bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh
lebih banyak dipakai daripada komuniasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara
otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal
bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal biasanya bersifat spontan dan
lebih jujur mengungkapkan hal yang mau disampaikan. Termasuk pada komunikasi
non verbal seperti penampilan fisikm sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah, dan
sentuhan.

Berdasarkan media yang digunakan, komunikasi dapat berbentuk dua:

a. Komunikasi langsung

Komunikasi langsung merupakan komunikasi yang tidak menggunakan alat,


komunikasi berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang berarti khusus dan
penggunaan isyarat, misalnya saat seseorang berbicara langsung pada orang lain
di hadapannya.
b. Komunikasi tidak langsung

Biasanya menggunakan alat dan mekanisme untuk melipatgandakan


jumlah penerima pesan (sasaran) ataupun untuk menghadapi hambatan
geografis dan waktu, misalnya menggunakan radio, buku, dll. Contoh:
Penggunaan poster ‘Buanglah Sampah pada Tempatnya’.

Berdasarkan jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi, terdapat


empat tipe komunikasi, yaitu:

12
a. Komunikasi Intrapersonal

Komunikasi intrapersonal merupakan komunikasi yang dilakukan pada diri


sendiri yang terdiri atas sensasi, persepsi, memori, dan proses berpikir (Rahmad J.,
1996). Seorang individu menjadi pengirim pesan sekaligus penerima pesan dan
memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang
berkelanjutan.
b. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan


pesan di antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang dengan berbagai
efek dan umpan balik yang bersifat langsung. Tipe komunikasi ini memiliki
karakteristik seperti, bersifat dua arah yang berarti melibatkan dua orang dalam
situasi interaksi, ada unsur dialogis dan ditujukan kepada sasaran terbatas dan
dikenal.
c. Komunikasi Publik

Cangara, H. (2004) mengatakan bahwa komunikasi publik merupakan suatu


prises komunikasi di mana pesan-pesan yang disampaikan oleh pembicara dalam
situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar dengan tujuan
menumbuhkan semangat kebersamaan, memberikan informasi, mendidik, serta
mempengaruhi orang lain dalam upaya menumbuhkan semangat. Pada tipe
komunikasi ini jarang dijumpai feedback, karena komunikasi bersifat searah.
d. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi yang berlangsung di mana pesan yang


dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang bersifat massal
melalui alat-alat yang bersifat mekanis. Komunikasi antara sumber dan
penerima tidak terjadi dengan kontak langsung. Unsur yang terkandung dalam
komunikasi untuk menyiarkan informasi, mendidik, dan menghibur. Pesan
yang disampaikan berlangsung cepat, serempak, luas, mampu mengatasi jarak

13
dan waktu, serta tahan lama bila didokumentasikan.

Berdasarkan sikap dan perilaku pemberi pesan, komunikasi dapat


berbentuk tiga tipe seperti berikut:

a. Komunikasi Agresif

Tipe komunikasi ini dapat mengurangi hak orang lain dan cenderung
merendahkan/ mengendalikan orang lain.
b. Komunikasi Pasif

Komunikasi ini merupakan lawan dari komunikasi agresif, di mana


seseorang cenderung untuk mengalah dan tidak mempertahankan
kepentingannya sendiri. Bahkan hak mereka cendrung dilanggar namun
dibiarkan.
c. Komunikasi Asertif

Komunikasi asertif adalah komunikasi yang terbuka, menghargai diri


sendiri, dan orang lain. Komunikasi ini tidak menaruh perhatian hanya pada
hasil akhir, tetapi juga hubungan perasaan antarmanusia.

2.6 Aplikasi Komunikasi dalam Praktik Keperawatan


Komunikasi dalam Praktik keperawatan profesional merupakan unsur
utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai
hasil yang optimal. Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi
meliputi :
K. Timbang terima/operan;

L. Interview/ anamnesa;

M. Komunikasi melalui komputer;

N. Komunikasi rahasia klien;

14
O. Komunikasi melalui sentuhan;

P. Komunikasi dalam pendokumentasian;

Q. Komunikasi antara perawat dan profesi kesehatan lainnya;

R. Komunikasi antara perawat dan pasien, pada saat melakukan tindakan


keperawatan atau pendidikan kesehatan.
Prinsip yang harus diterapkan oleh perawat pada komunikasi ini adalah:

A. Hindari komunikasi yang terlalu formal atau tidak tepat. Ciptakan suasana
yang hangat, kekeluargaan.
B. Hindari interupsi, atau gangguan yang timbul akibat dari lingkungan yang
gaduh.
C. Hindari respon dengan kata hanya “ya atau tidak”. Respon tersebut akan
mengakibatkan tidak berjalannya komunikasi dengan baik, karena perawat
kelihatan kurang tertarik dengan topik yang dibicarakan dan enggan untuk
berkomunikasi.
D. Jangan memonopoli pembicaraan.
E. Hindari hambatan personal. Jika perawat sebelum komunikasi
menunjukkan rasa tidak senang kepada klien, maka keadaan ini akan
berdampak terhadap hasil yang didapat selama proses komunikasi.

2.7 Komunikasi dalam Hubungan Terapeutik Perawat-Klien

Pada dasarnya sebelum suatu hubungan terjalin perlu sekali melakukan


analisa diri, khususnya perawat di sini terdapat 4 fokus analisa diri: kesadaran
diri, eksplorasi perasaan, klarifikasi nilai role model dan rasa tanggung jawab
Yang akan dibahas hanya kesadaran diri saja, selebihnya akan dibahas pada
hubungan terapeutik perawat-klien. Seorang Perawat perlu menyadari tentang
“siapa dirinya” atau kesadaran diri, di mana pada tingkatan ini diperlukan
komunikasi intrapersonal. Untuk menuju kesadaran diri diperlukan:

15
mempelajari diri sendiri, belajar dari orang lain, dan membuka diri, ini secara
tidak langsung akan mendorong seseorang untuk melakukan komunikasi
dengan orang lain/ komunikasi interpersonal.
Upaya meningkatkan kesadaran diri kadang menyakitkan dan tidak mudah,
khususnya jika ditemukan konflik dengan ideal diri seseorang. Untuk itulah kita
membutuhkan komunikasi sebagai alat. Perawat disini perlu memahami 4 fokus
analisa diri :
1. Kesadaran diri.

Kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri baik perilaku,


perasaan maupun pikirannya sendiri. Kesadaran diri dapat dilakukan dengan :
a. Mempelajari diri sendiri.

b. Belajar dari orang lain.

c. Membuka diri.

2. Eksplorasi perasaan

Eksplorasi perasaan dilakukan terhadap hubungan seseorang dengan


lingkungan luar/interaksinya dengan orang lain. Dengan menyadari perasaan
kita sebelum bertemu dengan orang lain kita akan menyadari bahwa kita
mungkin merasa cemas, bahwa nanti kecemasan itu akan membuat kita
berkeringat sangat banyak, sehingga kita perlu mengantisipasinya dengan
membawa saputangan misalnya. Bagi perawat, eksplorasi perasaan merupakan
hal yang perlu dilakukan agar perawat terbuka dan sadar terhadap perasaannya
sehingga dia dapat mengontrol perasaanya agar ia dapat menggunakan dirinya
secara terapeutik
3. Klarifikasi nilai.

Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki standar mengenai hal-hal


yg pantas dilakukan (Stuart&Sundeen, 1995). Klarifikasi nilai perlu dilakukan
karena nilai itu bermacam-macam, dan dari sinilah seorang yang proaktif

16
mendasarkan pemilihan responnya. Pemilihan respon perlu didasarkan pada
nilai, nilai/standar perilaku yg pantas tersebut bila ditetapkan sebagai prinsip
maka nilai akan menjadi pusat kehidupan.
4. Role model dan rasa tanggung jawab.

Perawat dapat menjadi model apabila perawat tersebut dapat memenuhi


dan memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distress
atau pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang
sehat. Perawat dituntut dapat bertanggung jawab dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan berdasarkan kode etik yang ditetapkan.
2.8 Karakteristik Pasien yang Tidak Sadar
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan
gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat
dan dapat membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf  pusat
terganggu fungsi utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini
dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun
ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural/metabolik di tingkat
korteks serebri, batang otak keduanya.
Pada pasien tidak sadar ini, pada dasarnya pasien tidak responsif, mereka
masih dapat menerima rangsangan.Pendengaran dianggap sebagai sensasi
terakhir yang hilang dengan ketidaksadaran dan yang menjadi pertama berfungsi.
Faktor ini akan menjadi pertimbangan mengapa perawat tetap harus
berkomunikasi pada klien tidak sadar sekali pun.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita
tidak menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi ini
dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita
komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar.

17
2.9 Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar
Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu komunikasi
dengan menggunakan teknik komunikasi khusus/teurapetik dikarenakan fungsi
sensorik dan motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus
dari luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali
stimulus tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan
gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat
dan dapat membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat
terganggu fungsi utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini
dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun
ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural atau metabolik di tingkat
korteks serebri, batang otak keduanya.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita
tidak menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini
dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita
komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar.
2.10 Fungsi Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan
memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1 Mengendalikan Perilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki
respon dan klien tidak ada perilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak
berfungsi sebagai pengendali perilaku.Secara tepatnya pasien hanya memiliki
satu prilaku yaitu pasien hanya berbaring, imobilitas dan tidak melakukan
suatu gerakan yang berarti.Walaupun dengan berbaring ini pasien tetap
memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri.
2 Perkembangan Motivasi

18
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran,
tetapi klien masih dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya.Perawat
dapat menggunakan kesempatan ini untuk berkomunikasi yang berfungsi
untuk pengembangan motivasi pada klien.Motivasi adalah pendorong pada
setiap klien, kekuatan dari diri klien untuk menjadi lebih maju dari keadaan
yang sedang ia alami. Fungsi ini akan terlihat pada akhir, karena kemajuan
pasien tidak lepas dari motivasi kita sebagai perawat, perawat yang selalu ada
di dekatnya selama 24 jam. Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya
dengan pasien yang sadar, karena klien masih dapat mendengar apa yang
dikatakan oleh perawat.
3 Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya
perawat dapat melakukannya terhadap klien.Perawat dapat berinteraksi
dengan klien.Perawat dapat mengungkapan kegembiraan, kepuasan terhadap
peningkatan yang terjadi dan semua hal positif yang dapat perawat katakan
pada klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk tidak bersikap negatif terhadap
klien, karena itu akan berpengaruh secara tidak langsung/langsung terhadap
klien. Sebaliknya perawat tidak akan mendapatkan pengungkapan positif
maupun negatif dari klien. Perawat juga tidak boleh mengungkapkan
kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien. Pasien ini berkarakteristik tidak
sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan situasi yang sedang terjadi, apa
yang dirasakan pada klien pada saat itu. Kita dapat menyimpulkan apa yang
dirasakan klien terhadap apa yang selama ini kita komunikasikan pada klien
bila klien telah sadar kembali dan mengingat memori tentang apa yang telah
kita lakukan terhadapnya.
4 Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses keperawatan
yang akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus
dikomunikasikan untuk menginformasikan pada klien karena itu merupakan

19
hak klien. Klien memiliki hak penuh untuk menerima dan menolak terhadap
tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien tidak sadar ini, kita dapat
meminta persetujuan terhadap keluarga, dan selanjutnya pada klien sendiri.
Pasien berhak mengetahui apa saja yang akan perawat lakukan pada klien.
Perawat dapat memberitahu maksud tujuan dari tindakan tersebut, dan apa
yang akan terjadi jika kita tidak melakukan tindakan tersebut kepadanya.
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan
menjalankan satu atau lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain,
tujuan perawat berkomunikasi dengan klien yaitu untuk menjalankan fungsi
tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun, komunikasi penting
adanya.Walau, fungsi yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas.
Dibawah ini akan diuraikan fungsi-fungsi berkomunikasi dengan klien,
terhadap klien tidak sadar. Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar
sekali pun, ia merupakan seorang pasien yang memiliki hak-hak sebagai pasien
yang harus tetap kita penuhi.
Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk
membantu sesama, memiliki rasa bahwa kita sesama saudara yang harus saling
membantu. Perawat akan membantu siapapun walaupun ia seorang yang tidak
sadar sekalipun. Dengan tetap memperhatikan hak-haknya sebagai klien.
Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk
hubungan saling percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas.Pada
komunikasi dengan pasien tidak sadar kita tetap melakukan komunikasi untuk
meningkatkan dimensi ini sebagai hubungan membantu dalam komunikasi
terapeutik.
2.11 Cara Berkomunikasi Dengan Pasien Tak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses
keperawatan adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat
juga menggunakan komunikasi terapeutik.Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya

20
dipusatkan untuk kesembuhan klien.Dalam berkomunikasi kita dapat
menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada pasien tidak sadar ini
kita tidak menggunakan keseluruhan teknik.Teknik terapeutik, perawat tetap
dapat terapkan. Adapun teknik yang dapat terapkan, meliputi:
 Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat
lakukan terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan
dilakukan kepada klien. Dengan menjelaskan pesan secara spesifik,
kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih besar oleh klien.
 Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci
dari pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan
diberikan pada klien untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.
 Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan
informasi.Dalam interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat
memberi informasi kepada klien. Informasi itu dapat berupa intervensi yang
akan dilakukan maupun kemajuan dari status kesehatannya, karena dengan
keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan kepercayaan
klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
 Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat
menujukkan dengan kesabaran dalam merawat klien.Ketenagan yang perawat
berikan dapat membantu atau mendorong klien menjadi lebih baik.Ketenagan
perawat dapat ditunjukan kepada klien yang tidak sadar dengan komunikasi
non verbal.Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan yang hangat.
Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara

21
yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang lain.
Sentuhan adalah bagian yang penting dari hubungan antara perawat dan klien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar
adalah komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah
seorang sebagai pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya saluran
untuk komunikasi serta tanpa feed back pada penerima yang dikarenakan
karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien tidak sadar.
Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini, keefektifan
komunikasi lebih diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah
yang melakukan komunikasi satu arah tersebut.
2.12 Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien Yang Tidak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak
sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
 Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir yang
mengalami penurunan penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak sadar.
Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari lingkungan
walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
 Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan
mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang perawat sampaikan dekat klien.
 Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat
menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan
penurunan kesadaran.
 Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu
klien fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

22
2.13 Tahap komunikasi dengan pasien tidak sadar
Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase
orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Setiap fase atau tahapan komunikasi
terapeutik mencerminkan uraian tugas dari petugas, yaitu
 Fase Prainteraksi
Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan sendiri.Petugas juga perlu menganalisa kekuatan kelemahan
profesional diri.Selanjutnya mencari data tentang klien jika mungkin, dan
merencanakan pertemuan pertama dengan pasien.
 Fase Orientasi
Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan komunikasi atau
kontrak komunikasi dengan pasien, serta penentuan program orientasi.
Program orientasi tersebut meliputi penentuan batas hubungan,
pengidentifikasian masalah, mengakaji tingkat kecemasan diri sendiri dan
pasien, serta mengkaji apa yang diharapkan dari komunikasi yang akan
dilakukan bersama antara petugas dan klien.Tugas petugas pada fase ini
adalah menentukan alasan klien minta pertolongan, kemudian membina rasa
percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka. Merumuskan kontrak bersama
klien, mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan klien sangat penting
dilakukan petugas pada tahap orientasi ini.Dengan demikian petugas dapat
mengidentifikasi masalah klien, dan selanjutnya merumuskan tujuan dengan
klien.
 Fase kerja / lanjutan
Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan
faktor fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan
interaksi sosial dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain
untuk mengatasi kecemasan, atau dengan menggunakan teknik komunikasi
terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan

23
kerja sama. Mengembangkan atau meningkatkan faktor fungsional
komunikasi terapeutik dengan melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah
yang ada, meningkatkan komunikasi pasien dan mengurangi ketergantungan
pasien pada petugas, dan mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan
mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada.Tugas petugas pada fase
kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang terjadi pada klien dengan tepat.
Petugas juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri klien dan
pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan mengarahkan atau
mengatasi penolakan perilaku adaptif.
 Fase Terminasi
Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk membuat
perencanaan tentang kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan
mempertahankan batas hubungan yang telah ditentukan. Petugas harus
mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini karena pasien
mungkin menjadi tergantung pada petugas. Pada fase ini memungkinkan
ingatan pasien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga pasien
merasa sunyi, menolak dan depresi.Diskusikan perasaan-perasaan tentang
terminasi. Pada fase terminasi tugas petugas adalah menciptakan realitas
perpisahan. Petugas juga dapat membicarakan proses terapi dan pencapaian
tujuan. Saling mengeksplorasi perasaan bersama klien tentang penolakan dan
kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain, yang mungkin terjadi pada fase
ini.
2.14 Contoh Kasus dan Komunikasi Terapeutik pada Klien di ICU
Kasus :
Seorang pasien bernama Nn. T (22 tahun) mengalami koma selama
enam bulan. Sekarang Nn. T dirawat di RSUD Kabupaten Kediri dan
ditempatkan di ruang ICU. Sebelumnya Nn. T pernah dirawat di Rs X dalam

24
keadaan koma. Perawat pun melakukan tindakan pemberian obat melalui injeksi
IV.
A.    Tahap Pra-interaksi
1.      Mempersiapkan :
-          Topik  : Pemberian obat melalui injeksi IV pada
pasien koma.
-          Subtopik : Menyembuhkan pasien.
-          Tujuan jangka panjang : Setelah dilakukan tindakan, diharapkan
beberapa lama kemudian pasien sadar dan kembali seperti keadaan semula.
-          Tujuan jangka pendek  : Tidak terjadi penurunan kestabilan dan
kesadaran.
-          Sasaran : Pasien koma.
-          Tempat  : RSUD Kabupaten Kediri
-          Waktu : 5 menit.
2.      Karakteristik Klien :
-          Nama                           : Nn. T.
-          Umur                           : 22 tahun.
-          Jenis kelamin              : Perempuan.
-          Kondisi                       : Menderita koma selama enam bulan.
-          Riwayat Penyakit       : Seorang pasien yang bernama Nn. T. adalah
Adik dari Ny. L, sebelumnya Nn. T. pernah dirawat dirumah sakit dengan
keadaan koma dan sekarang harus dirawat lagi di RSUD dr. Soebandi di
tempatkan diruang ICU.
-          Keadaan umum           : Pasien masuk di RSUD Kabupaten Kediri
dengan keadaan koma.
B.     Tahap Orientasi :
Perawat : Selamat pagi Bu.
Keluarga  : Selamat pagi Ners.
Perawat : Bagaimana kabar Nn.T. Bu?

25
Keluarga : Ya begitulah Ners, seperti biasanya masih belum ada perkembangan.
Adik saya masih belum sadar, padahal Dokter bilang beliau sudah melewati masa
kritis. Tapi kenapa adik saya belum sadar ya Ners?
Perawat : Sabar ya Bu, lebih baik Ibu banyak berdoa agar Nn.T segera sadar
dan bisa berkumpul dengan keluarga seperti dulu.
Keluarga : Amin, tapi kira-kira sampai berapa lama Ners?
Perawat : Kalau masalah itu saya belum bisa memastikan Bu, tapi yang pasti
kami akan berusaha merawat Nn. T. sebaik mungkin untuk  membantu proses
penyembuhan. Ibu, hari ini saya akan memberikan obat pada Nn. T, nanti Nn. T
akan disuntik menggunakan obat ini. (sambil menunjukkan obatnya)
Apakah saya di perbolehkan memberi obat ini pada Nn. T.?
Keluarga : Silahkan Ners, lakukan yang terbaik untuk adik saya.
   Lalu perawat masuk ke ruang ICU, kemudian mempersiapkan alat untuk injeksi.
Perawat : Selamat pagi Mbak, perkenalkan saya perawat Mei yang akan merawat
mbak hari ini. Mbak hari ini saya akan memberikan obat melalui injeksi IV.
(sambil menyentuh pasien)
C.     Tahap Kerja
Perawat           : Mbak, saya akan menyuntikkan obatnya sekarang ya? (Sambil
menyentuh pasien), Bismillah.
D.    Tahap Terminasi
  Beberapa menit kemudian perawat telah selesai melakukan tindakan.
Perawat           : Mbak saya sudah selesai memberi obat pada mbak, semoga obat
yang saya masukan bisa membantu mbak agar cepat sembuh dan segera bertemu
dengan keluarga, karena keluarga mbak sudah ingin bertemu dengan mbak lagi.
(sambil menyentuh dan menghadap pasien)
Perawat           : Baik mbak, karena saya sudah selesai memberi tindakan, saya
pamit dulu ya? Permisi mbak selamat beristirahat.

  Perawat keluar dari ruangan dan kembali bertemu dengan keluarga pasien.

26
Keluarga 2: Bagaimana keadaan Anak saya Ners?
Perawat : Kondisi anak Bapak stabil, akan tetapi masih belum ada
perkembangan yang menunjukkan tanda-tanda sadar. Bapak tetap sabar, banyak
berdoa untuk kesembuhan Nn. T. Kalau Bapak terus mendoakan, pasti akan
membawa dampak positif pada kesehatan Nn. T.
Keluarga 2: Baik Ners, saya ingin anak saya segera sadar dan bisa berkumpul
dengan keluarga lagi.
Perawat           : Kalau begitu saya permisi dulu ya Pak? Kalau Bapak
membutuhkan bantuan saya atau perawat yang lain, silahkan datang ke
nursestation ya? Semoga Nn. T cepat sembuh, Permisi selamat pagi!
Keluarga 2: Amin, terimakasih Ners. Pagi

27
BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan
latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak
dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut
mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak
terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam
penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain
yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini
merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan
kemampuan berhubungan terapeutik.

3.2    Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang  membangun  kepada penulis demi sempurnanya makalah
ini dan penulisan makalah di kesempatan- kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini  berguna bagi penulis pada khususnya juga
para  pembaca yang budiman pada umumnya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Freska, Windy. Maisa, Estika Mariani. Sarfika, Rika. 2018. Buku Ajar Keperawatan
Dasar 2 Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan. Padang: Andalas University Press.

Suryadi.2015. Komunikasi Terapeutik, Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A.2015. Fundamental Keperawatan Konsep , Proses, dan Praktik.

Edisi 4. Jakarta. EGC

29

Anda mungkin juga menyukai