Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK

DOSEN PENGAMPU: Drs, Ir. Abdul Hakim Butar-Butar,M.T.

DIREVIEW OLEH:

NAMA : PUTRA HENDRAWAN SILALAHI


NIM : 5183530016
PRODI : TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
T/A 2019/2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan juga bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah memberikan dorongan dan sumbangan pikiran yang bersifat
positif terhadap penyelesaian makalah ini. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan
data-data yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan
pembangkitan listrik.
Penulis menyadari, bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga
makalah  ini dapat diselesaikan.
Akhir kata, penulis minta maaf atas segala kesalahan dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan 22 Febuari 2020

Penyusun

PUTRA HENDRAWAN SILALAHI

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ..................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4

BAB II PEMBAHASAN
2.1.PENGERTIAN PLTA................................................................................5
2.2.PLTA DI INDONESIA..............................................................................6
2.3.JENIS JENIS PLTA...................................................................................7
2.4.KOMPONEN PLTA...................................................................................9
2.5.PRINSIP KERJA PLTA.............................................................................16
2.6.KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PLTA............................................16

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan................................................................................................18
3.2. Saran..........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kualitas daya listrik yang baik mempunyai kontribusi yang sangat
penting bagi kehidupan manusia pada abad modern karena peranannya yang
sangat vital pada bidang telekomunikasi, teknologi informasi,
industri,pendidikan dan sebagainya. Hal ini dikarenakan semua dapat beroperasi
dengan tersedianya energi listrik yang memenuhi standar dan suplai daya listrik
dengan kualitas baik.
Akhir-akhir ini, selain dituntut untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang
semakin meningkat, perusahaan penyedia energi listrik juga dituntut untuk
meningkatkan kualitas daya listrik yang ada. Peningkatan kualitas daya listrik ini
dapat dilakukan dengan mengurangi dan menghilangkan berbagai permasalahan
kualitas daya listrik tersebut.
Permasalahan kualitas daya beragam jenisnya, dalam makalah ini penulis
menyambaikan beberapa permasalahan kualitas daya serta gambaran umumnya.

1.2. Rumusan Masalah


 Apa saja jenis permasalahan kualitas daya?
 Apa sebab dan akibat dari permasalahan itu?
 Solusi seperti apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah kualitas daya
tersebut?

1.3. Tujuan
 dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasi dan menyajikan data
secara jelas dan sistematis tentang permasalahan kualitas daya

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. TEGANGAN DIP (SAGS)


Tegangan Dip atau sag merupakan satu dari banyak faktor yang menyebabkan
buruknya kualitas daya listrik. Tegangan dip adalah turunnya amplitudo tegangan rms
(root mean square) dengan durasi waktu kurang dari 1 menit. Sag termasuk dalam
short duration variation.

Berdasarkan durasi waktu terjadinya, tegangan dip (sag) dapat dibagi menjadi
3 golongan, yaitu

 Instantaneous
Durasi waktu terjadi adalah 0,5 - 30 cycle dan amplitudonya 0,1 - 0,9 p.u.
 Momentary
Durasi waktu terjadi adalah 30 cycle - 3 s dan amplitudonya 0,1 - 0,9 p.u.
 Temporary
Durasi waktu terjadi adalah 3 - 60 s dan amplitudonya 0,1 - 0,9 p.u.

Sebab Terjadinya Tegangan Dip (Sag) :

 Gangguan Fasa ke Tanah

Ketika terjadi gangguan fasa ke tanah, arus yang mengalir ke ground akan
semakin besar. Semakin besar arus, maka tegangan akan semakin kecil. Karena
gangguan tersebut biasanya terjadi dalam waktu yang singkat, maka turunnya
tegangan juga sangat singkat. Hal inilah yang disebut dengan tegangan dip.

5
 Starting Motor Berkapasitas Besar

Ketika dilakukan starting motor yang memiliki kapasitas besar, maka arus
starting pada saluran akan besar, semakin besar arus, maka tegangan akan semakin
kecil. Mengecilnya tegangan inilah yang merupakan tegangan dip.

 Surja Petir (Lightning)

Kecelakaan Saat Pekerjaan Bertegangan (PDKB)

Gambar Tegangan Dip (Sag)

Akibat Terjadinya Tegangan Dip (Sag) :

 Jika kurang dari 50 %, maka memori pada komputer dapat hilang


 Jika kurang dari 65 %, maka proses produksi suatu industri dapat berhenti
 Jika kurang dari 70 %, maka relai dapat trip
 Jika kurang dari 80 %, maka lampu flourescent akan berkedip
 Jika kurang dari 90 %, maka programmable logic control (PLC) akan trip

6
Cara MengatasiTtegangan Dip (sag) :

Untuk mengatasi tegangan dip (sag), dapat digunakan 4 cara, yaitu :

1. Uninterruptible Power Supply (UPS)

Pada kondisi normal, masukan daya AC beban diperoleh dari suplai PLN.
Selain itu masukan daya AC akan disearahkan ke dalam daya DC untuk pengisian
baterai.

Ketika terjadi tegangan dip (sag), daya DC yang dimiliki baterai ini lalu
diubah kembali ke dalam daya AC untuk memberi beban. Jika masukan daya AC dari
PLN gagal, inverter diberikan dari baterai dan melanjutkan untuk menyuplai beban.

Gambar Uninterruptible Power Supply (UPS)

2. Dynamic Voltage Restorers (DVR’s)

DVR mengandung trafo yang dirangkai seri terhadap feeder (penyulang).


Pada kondisi operasi normal, tegangan pada terminal trafo sangat kecil, akan tetapi
pada keadaan terjadi gangguan, konverter daya yang terhubung pada trafo
membangkitkan tegangan pada terminal trafo yang merupakan kuadrat arus feeder.
Trafo nampak seperti impedansi variabel, yang dapat menambah atau mengurangi
impedansi saluran tergantung pada situasi gangguan. Pada situasi sumber tegangan

7
tertekan, trafo dapat menghasilkan tegangan kapasitif, yang akan melawan drop
tegangan pada saluran. Saat tegangan surja terjadi akibat pensaklaran kapasitor,
tegangan induktif dihasilkan untuk mengurangi kenaikan tegangan ini.

Gambar Dynamic Voltage Restorer (DVR)

3. Motor-Generator (M-G) Sets

Energi rotasi yang tersimpan pada flywheel dapat digunakan untuk regulasi
tegangan pada steady state dan untuk menanggulangi perubahan tegangan pada saat
gangguan.

Ketika kondisi normal, putaran rotor motor akan sama dengan putaran rotor
generator. Sehingga energi listrik yang masuk ke motor sama dengan energi listrik
yang dihasilkan oleh generator. Ketika terjadi tegangan dip, maka putaran motor akan
lebih lambat dari yang seharusnya. Agar putaran rotor generator tetap konstan ketika
terjadi tegangan dip pada input motor, maka flywheel akan mempertahankannya
dengan memberikan energi yang dimilikinya.

8
Gambar Motor-Generator Sets (M-G Sets)

Teknologi ini mampu menghasilkan tegangan output 100 % pada kapasitas


beban rated selama lebih dari 15 detik pada saat tegangan input nol.

Jika durasi sag atau outage cukup lama, energi yang tersimpan pada flywheel
tidak dapat untuk menjaga kecepatan tetap konstan, motor akan trip dan tegangan
mulai turun dibawah harga yang disyaratkan.

4. Ferro-resonant/Constant Voltage Transformers (CVT’s)

Dengan magnetik shunt ditambahkan dan kapasitor terhubung pada terminal


sekunder, arus kapasitor membangkitkan flux tambahan pada inti besi dimana lilitan
sekunder berada, total flux pada inti besi ini akan berada pada daerah jenuh, sehingga
perubahan yang terjadi pada tegangan primer akan berdampak kecil sekali (konstan)
pada tegangan sekunder.

CVT pada dasarnya adalah transformator dengan perbandingan lilitan 1:1,


yang dioperasikan didaerah saturasi pada kurva magnetik, sehingga tegangan output
tidak mengalami perubahan tegangan yang signifikan akibat perubahan tegangan in-
put.

9
Gambar Constant Voltage Transformer (CVT)

CVT beroperasi persis sama dengan regulator tegangan, akan tetapi pada saat
tegangan dip (sag) terjadi pada sisi primer, CVT sanggup mempertahankan tegangan
sekunder konstan. Jika trafo ini dibebani penuh, tegangan output dapat dipertahankan
konstan, walaupun tegangan pada primer terjadi sag (drop tegangan) 30%, tetapi bila
dibebani hanya ¼ dari rating, tegangan sekunder dapat dipertahankan walaupun
tegangan primer turun hingga 70%/.

2.2. SWELLS
Untuk meningkatkan kualitas daya listrik, perlu dilakukan pengurangan
permasalahan yang menyebabkan kualitas daya listrik memburuk. Salah satu
permasalahan tersebut adalah swell. Swell merupakan kebalikan dari tegangan dip
(sag) dan termasuk dalam short duration variation. Swell adalah naiknya amplitudo
tegangan rms dengan durasi waktu kurang dari 1 menit.

Berdasarkan durasi waktu terjadinya, swell dapat dibagi menjadi 3 golongan,


yaitu

 Instantaneous

Durasi waktu terjadi adalah 0,5 - 30 cycle dan amplitudonya 1,1 - 1,8 p.u.

10
 Momentary

Durasi waktu terjadi adalah 30 cycle - 3 s dan amplitudonya 1,1 - 1,4 p.u.

 Temporary

Durasi waktu terjadi adalah 3 - 60 s dan amplitudonya 1,1 - 1,2 p.u.

Penyebab Terjadinya Swell :

- Hilangnya beban pada sistem secara tiba-tiba

Akibat :

- Degradasi pada perlatan listrik

- relai dapat trip

Cara MengatasiTtegangan Dip (sag) :

Untuk mengatasi tegangan dip (sag), dapat digunakan 4 cara, yaitu :

1. Uninterruptible Power Supply (UPS)

Pada kondisi normal, masukan daya AC beban diperoleh dari suplai PLN.
Selain itu masukan daya AC akan disearahkan ke dalam daya DC untuk pengisian
baterai.

Ketika terjadi tegangan dip (sag), daya DC yang dimiliki baterai ini lalu
diubah kembali ke dalam daya AC untuk memberi beban. Jika masukan daya AC dari
PLN gagal, inverter diberikan dari baterai dan melanjutkan untuk menyuplai beban.

11
Gambar Uninterruptible Power Supply (UPS)

2. Dynamic Voltage Restorers (DVR’s)

DVR mengandung trafo yang dirangkai seri terhadap feeder (penyulang).


Pada kondisi operasi normal, tegangan pada terminal trafo sangat kecil, akan tetapi
pada keadaan terjadi gangguan, konverter daya yang terhubung pada trafo
membangkitkan tegangan pada terminal trafo yang merupakan kuadrat arus feeder.
Trafo nampak seperti impedansi variabel, yang dapat menambah atau mengurangi
impedansi saluran tergantung pada situasi gangguan. Pada situasi sumber tegangan
tertekan, trafo dapat menghasilkan tegangan kapasitif, yang akan melawan drop
tegangan pada saluran. Saat tegangan surja terjadi akibat pensaklaran kapasitor,
tegangan induktif dihasilkan untuk mengurangi kenaikan tegangan ini.

Gambar Dynamic Voltage Restorer (DVR)

12
3. Motor-Generator (M-G) Sets

Energi rotasi yang tersimpan pada flywheel dapat digunakan untuk regulasi
tegangan pada steady state dan untuk menanggulangi perubahan tegangan pada saat
gangguan.

Ketika kondisi normal, putaran rotor motor akan sama dengan putaran rotor
generator. Sehingga energi listrik yang masuk ke motor sama dengan energi listrik
yang dihasilkan oleh generator. Ketika terjadi tegangan dip, maka putaran motor akan
lebih lambat dari yang seharusnya. Agar putaran rotor generator tetap konstan ketika
terjadi tegangan dip pada input motor, maka flywheel akan mempertahankannya
dengan memberikan energi yang dimilikinya.

Gambar Motor-Generator Sets (M-G Sets)

Teknologi ini mampu menghasilkan tegangan output 100 % pada kapasitas


beban rated selama lebih dari 15 detik pada saat tegangan input nol.

Jika durasi sag atau outage cukup lama, energi yang tersimpan pada flywheel
tidak dapat untuk menjaga kecepatan tetap konstan, motor akan trip dan tegangan
mulai turun dibawah harga yang disyaratkan.

13
4. Ferro-resonant/Constant Voltage Transformers (CVT’s)

Dengan magnetik shunt ditambahkan dan kapasitor terhubung pada terminal


sekunder, arus kapasitor membangkitkan flux tambahan pada inti besi dimana lilitan
sekunder berada, total flux pada inti besi ini akan berada pada daerah jenuh, sehingga
perubahan yang terjadi pada tegangan primer akan berdampak kecil sekali (konstan)
pada tegangan sekunder.

CVT pada dasarnya adalah transformator dengan perbandingan lilitan 1:1,


yang dioperasikan didaerah saturasi pada kurva magnetik, sehingga tegangan output
tidak mengalami perubahan tegangan yang signifikan akibat perubahan tegangan in-
put.

Gambar Constant Voltage Transformer (CVT)

CVT beroperasi persis sama dengan regulator tegangan, akan tetapi pada saat
tegangan dip (sag) terjadi pada sisi primer, CVT sanggup mempertahankan tegangan
sekunder konstan. Jika trafo ini dibebani penuh, tegangan output dapat dipertahankan
konstan, walaupun tegangan pada primer terjadi sag (drop tegangan) 30%, tetapi bila
dibebani hanya ¼ dari rating, tegangan sekunder dapat dipertahankan walaupun
tegangan primer turun hingga 70%/.

14
2.3. TRANSIENTS
Untuk meningkatkan kualitas daya listrik pada sistem tenaga, maka
perusahaan listrik negara perlu mengurangi berbagai permasalahan yang membuat
kualitas daya listrik buruk. Salah satu permasalahan yang ada adalah transient.

Transient adalah fenomena naiknya peak tegangan hingga ribuan volt dan
terjadi dalam waktu yang sangat singkat.

Secara garis besar, Transient Dapat Dibagi Menjadi 2 Jenis, yaitu :

1. Transient Impulsive

Adalah perubahan frekuensi secara tiba-tiba dengan tegangan dan arus yang
stabil. Menyebabkan kerusakan pada bentuk gelombang

Penyebab : Surja Petir (Lightning)

Berdasarkan waktu naiknya (time rise), Transient Impulsive dibagi menjadi 3, yaitu :

 Nanosecond : memiliki time rise (Tr) adalah 5 ns.


 Mikrosecond : memiliki time rise (Tr) adalah 1 us.
 Milisecond : memiliki time rise (Tr) adalah 0,1 ms.

2. Transient Oscillatory

Adalah fluktuasi yang sangat tinggi pada frekuensi yang menyebabkan


kerusakan pada bentuk gelombang.

Penyebab : Switching Peralatan dan Pengisian Kapasitor

15
Berdasarkan frekuensinya, Transient Oscillatory dibagi menjadi 3, yaitu :

 Low Frequency : memiliki frekuensi < 5 kHz


 Medium Frequency : memiliki frekuensi 5 - 500 kHz
 High Frequency : memiliki frekuensi 500 -5000 kHz

Akibat dari adanya transient ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu

1. Disruptive Effect, contoh : malfungsi, error pada output atau file corrupt.
2. Dissipative Effect, contoh : degradasi pada peralatan (usia penggunaan
pendek).
3. Destructive Effect, contoh : rusaknya peralatan.

Untuk mencegah adanya transient, maka dapat digunakan Surge Protective


Device (SPD). SPD adalah suatu alat yang bekerja dengan mereduksi amplitudo
gelombang transient dengan membuangnya ke ground. Sehingga amplitudo
gelombang yang tersisa dapat lebih aman jika dibandingkan dengan sebelum
direduksi.

Gambar Surge Protective Device (SPD)

16
Ada 4 jenis Surge Protective Device (SPD) yang dapat digunakan, yaitu :

1. Metal Oxide Varistor (MOV)


2. Sillicon Junction Diode
3. Spark Gap
4. Gas Tube Arrestor

2.4. IMPULS
Tegangan Impuls adalah gangguan transmisi tenaga listrik dan sistem
distribusi sering disebabkan oleh dua jenis transient tegangan yang amplitudonya
sangat mungkin melebihi nilai puncak normal tegangan operasi.

Ada tiga bentuk tegangan impuls yang mungkin dialami sistem tenaga listrik
yaitu : tegangan impuls petir, tegangan impuls surja hubung, dan tegangan impuls
terpotong.

Gambar Jenis tegangan impuls

  Cara Mengukur Tegangan Impuls

a.        Menggunakan Sela Bola

Sela bola sering digunakan untuk mengukur tegangan impuls. Sela bola harus
selalu ditera dengan tegangan percik 50% dari sela bola standar. Sela bola standar
adalah sela bola yang memenuhi syarat standar mengenai:

1.      Kualitas

2.      Jarak sela

3.      Ukuran bola

17
Dalam keadaan udara tertentu, sela bola selalu mempunyai tegangan percik
tertentu pula. Itulah sebabnya sela bola dapat dipakai sebagai alat ukur.

Bentuk kondisi bola elektroda

Syarat:

1.      Permukaannya licin

2.      Lengkungnya rata

3.      Permukaan bola harus bebas debu, minyak,dll

4.      Tahanan peredam dipasang seri dengan jarak minimum 2d


(d= diameter) dari bola diukur dari titik dimana terjadi percikan.

a.       Tegangan uji ac =100 kW s/d 1000 kW

b.      Tegangan uji impuls 500 W

b.        Menggunakan CRO

Dengan mengunakan Chatode-Ray Oscillograph (CRO) kita dapat :

–        Tegangan puncak

–        Bentuk gelombang

–        Ketidak normalan bentuk impuls (menggambarkan kerusakan alat uji)

CRO hanya bisa mengukur tegangan rendah saja, jadi untuk mengukur tegangan
tinggi diperlukan pembagi tegangan (baik resistor atau kapasitor)

18
2.5. VOLTAGE UNBALANCE
Ketidakseimbangan Tegangan (atau Ketidakseimbangan) didefinisikan oleh
IEEE sebagai rasio komponen urutan negatif atau nol terhadap komponen urutan
positif. Secara sederhana, ini adalah variasi tegangan dalam sistem tenaga di mana
besarnya tegangan atau perbedaan sudut fase di antara keduanya tidak sama. Oleh
karena itu masalah kualitas daya ini hanya mempengaruhi sistem polifase (misalnya
tiga fase).

Tegangan jarang benar-benar seimbang antara fase. Namun, ketika


ketidakseimbangan tegangan menjadi berlebihan, hal itu dapat menimbulkan masalah
bagi motor polifase dan beban lainnya. Selain itu, penggerak kecepatan yang dapat
disetel (ASD) bahkan bisa lebih sensitif daripada motor standar.

Ketidakseimbangan tegangan terutama disebabkan oleh beban yang tidak


merata pada jalur distribusi atau di dalam fasilitas. Dengan kata lain, tegangan urutan
negatif atau nol dalam sistem tenaga biasanya dihasilkan dari beban tidak seimbang
yang menyebabkan arus urutan negatif atau nol mengalir.

Gambar Ketidakseimbangan Tegangan

19
Penyebab & Sumber

Umum

Utilitas dapat menjadi sumber tegangan tidak seimbang karena peralatan yang
tidak berfungsi, termasuk sekering kapasitor yang tertiup, regulator
delta terbuka , dan transformator delta terbuka.Peralatan open-delta dapat lebih rentan
terhadap ketidakseimbangan tegangan daripada delta tertutup karena mereka hanya
menggunakan dua fase untuk melakukan transformasi.

Juga, ketidakseimbangan tegangan juga dapat disebabkan oleh distribusi


beban fase tunggal yang tidak merata di antara tiga fase - penyebab kemungkinan
ketidakseimbangan tegangan kurang dari 2%.Selain itu, kasus yang parah (lebih dari
5%) dapat dikaitkan dengan fase tunggal dalam pengumpan lateral distribusi utilitas
karena sekering putus karena kesalahan atau kelebihan beban pada satu fase.

Motor

Fasilitas rumah motor juga dapat membuat tegangan tidak seimbang bahkan
jika tegangan yang disediakan utilitas seimbang. Sekali lagi, ini bisa disebabkan oleh
peralatan yang tidak berfungsi atau bahkan keran dan impedansi transformator yang
tidak cocok. Mirip dengan utilitas, distribusi beban yang buruk dalam fasilitas dapat
menyebabkan masalah ketidakseimbangan tegangan.

Motor itu sendiri juga bisa menjadi sumber ketidakseimbangan


tegangan. Ketidakseimbangan resistif dan induktif dalam peralatan motor
menyebabkan tegangan dan arus tidak seimbang. Kerusakan pada koneksi rangkaian
daya, kontak motor, atau belitan rotor dan stator, semua dapat menyebabkan
impedansi tidak teratur antara fase dalam motor yang menyebabkan kondisi tidak
seimbang.

20
Efek

Sistem yang tidak seimbang menunjukkan adanya urutan negatif yang


berbahaya bagi semua beban polifase, terutama mesin induksi tiga fase.

Efek utama ketidakseimbangan tegangan adalah kerusakan motor akibat panas


berlebih.Ketidakseimbangan tegangan dapat menciptakan ketidakseimbangan arus 6
sampai 10 kali besarnya ketidakseimbangan tegangan. Pada gilirannya,
ketidakseimbangan arus menghasilkan panas pada belitan motor yang menurunkan
isolasi motor yang menyebabkan kerusakan kumulatif dan permanen pada
motor. Skenario ini akan mengakibatkan downtime fasilitas yang mahal karena
kegagalan motor.

Grafik di bawah ini menunjukkan hubungan antara ketidakseimbangan


tegangan dan kenaikan suhu, yang kira-kira meningkat dua kali kuadrat persentase
ketidakseimbangan tegangan.

Gambar Ketidakseimbangan Tegangan dan Peningkatan Suhu

21
Mitigasi

mendistribusikan kembali beban untuk mengurangi


ketidakseimbangan. Untuk pengguna akhir, pengujian dan komunikasi yang tepat
dengan utilitas akan membantu menemukan dan menyelesaikan masalah.

Drive kecepatan yang dapat disetel dapat dilengkapi dengan reaktor jalur AC
dan reaktor penghubung DC untuk mengurangi efek ketidakseimbangan. Tergantung
pada bagaimana ASD dikonfigurasi dengan reaktor AC dan / atau DC, baik besarnya
arus RMS dan persen dari ketidakseimbangan saat ini dapat berpotensi
dikurangi. Meskipun demikian, sebelum menerapkan reaktor ke ASD, produsen drive
harus dikonsultasikan. Biasanya lebih hemat biaya untuk meminta reaktor pada saat
pembelian peralatan.Manfaat tambahan untuk menerapkan reaktor ke ASD termasuk
peningkatan faktor daya, mitigasi harmonik, dan perlindungan terhadap transien.

Selanjutnya, motor dapat diturunkan untuk mengurangi kemungkinan


kerusakan. Namun, derating motor adalah salah satu metode yang paling tidak
diinginkan untuk menangani ketidakseimbangan tegangan, karena situasi
ketidakseimbangan masih ada dan motor tidak dapat beroperasi pada potensi
penuhnya. Faktor derating khas untuk motor sesuai NEMA MG-1 ditunjukkan di
bawah ini. Juga, pabrikan motor harus dikonsultasikan untuk menemukan faktor
penurunan spesifik motor.

22
Standar

ANSI C84.1 menyarankan bahwa "sistem pasokan listrik harus dirancang dan
dioperasikan untuk membatasi ketidakseimbangan tegangan maksimum menjadi
3,0% ketika diukur pada meteran pendapatan utilitas listrik dalam kondisi tanpa
beban."
Sementara itu, sebagian besar utilitas di Amerika Serikat membatasi
ketidakseimbangan tegangan hingga 2,5% deviasi maksimum dari tegangan rata-rata
antara tiga fase.
Di sisi lain, Asosiasi Produsen Peralatan Nasional (NEMA), hanya
mensyaratkan motor untuk memberikan nilai pengenal untuk 1% dari
ketidakseimbangan tegangan per NEMA MG-1. Dengan membatasi
ketidakseimbangan tegangan hingga 1%, ini lebih ketat daripada ANSI C84.1 atau
sebagian besar pedoman utilitas.

Selain itu, beberapa pabrikan motor telah mencoba meminta kurang dari 5%
ketidakseimbangan saat ini untuk garansi yang valid. NEMA MG-1 menyatakan
bahwa 1% dari ketidakseimbangan tegangan dapat menciptakan ketidakseimbangan
arus 6-10%. Karena itu, pabrikan motor ini memiliki persyaratan yang berpotensi
lebih ketat daripada NEMA MG-1.

Perbedaan-perbedaan ini menghasilkan kebingungan antara utilitas, produsen,


dan pengguna akhir.Penilaian menyeluruh harus dilakukan di setiap lokasi dengan
kriteria utilitas dan pedoman pabrikan.

23
2.11. VOLTAGE UNBALANCE
Fluktuasi tegangan adalah suatu perubahan tegangan yang sistematis atau
serangkaian perubahan tegangan secara acak, di mana magnitud dari tegangan
mempunyai nilai yang tidak semestinya, yaitu di luar rentang tegangan ditentukan
oleh ANSI C84.1 sebesar 0,9 sampai 1,1 pu. Menurut IEC 61000-2-1 salah satu
fluktuasi tegangan, mempunyai karakteristik sebagai rangkaian tegangan acak yang
berfluktuasi secara terus menerus. Beban yang berubah sangat cepat dan terjadi terus-
menerus, dan menghasilkan arus beban yang besar dapat menyebabkan variasi
tegangan yang sering disebut sebagai flicker atau kedip tegangan. Istilah flicker atau
kedip tegangan berasal dari dampak adanya fluktuasi tegangan terhadap lampu, yang
dianggap seperti mata manusia yang berkedip.

Gambar Fluktuasi Tegangan

Gambar diatas adalah contoh dari gelombang tegangan yang menghasilkan


flicker yang disebabkan oleh sebuah busur bunga api, salah satu faktor paling umum
penyebab fluktuasi tegangan pada transmisi dan distribusi sistem tenaga listrik. Sinyal
flicker didefinisikan dengan besarnya rms tegangan dan dinyatakan sebagai
persentase dari nilai dasarnya.

24
Flicker tegangan diukur dengan sensitivitas mata manusia. Biasanya, flicker
yang besarnya lebih rendah 0,5 persen dapat menyebabkan lampu nampak berkedip,
jika frekuensi berada dalam kisaran antara 6 sampai 8 Hz.

IEC 61000-4-15 mendefinisikan suatu metodologi dan spesifikasi untuk


mengukur flicker. IEEE mengadopsi standar yang berasal dari sistem tenaga 60Hz
yang digunakan di Amerika Utara. Standar ini secara sederhana menggambarkan
potensi cahaya berkelip melalui pengukuran tegangan. Metode pengukuran tersebut
mensimulasikan lampu/mata/otak sebagai transfer fungsi dan menghasilkan suatu
metrik dasar yang disebut sensasi flicker jangka pendek(Pst). Nilai ini normalnya
sampai 1.0, di mana nilai tersebut mempresentasikan tingkat fluktuasi tegangan yang
cukup menyebabkan kedip 50 persen dari sampel yang diamati. Gambar 2.16
mengilustrasikan kecenderungan Pst yang merupakan hasil dari pengukuran pada bus
gardu induk 161 kV yang melayani suatu beban yang menghasilkan busur api..
Sampel Pst sampel biasanya dilaporkan pada setiap interval 10-mnt.

Gambar. Pst pada bus gardu induk 161 Kv

25
2.12. VOLTAGE UNBALANCE
Untuk meningkatkan kualitas daya listrik, perlu dilakukan berbagai upaya
untuk menurunkan faktor-faktor yang menyebabkan buruknya kualitas daya listrik.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah mengurangi adanya flicker pada sistem
tenaga listrik.

Istilah flicker atau kedip tegangan berasal dari dampak adanya fluktuasi
tegangan terhadap lampu, yang dianggap seperti mata manusia yang berkedip. Flicker
itu sendiri merupakan fluktuasi tegangan yang terjadi secara berulang-ulang dengan
periode/waktu terjadi tertentu.

Penyebab Flicker

Flicker ini disebabkan oleh berbagai faktor dan dapat menyebabkan berbagai akibat.

Berikut adalah faktor faktor yang menyebabkan terjadinya flicker :

 Adanya furnace (tungku api)


 Adanya peralatan dengan busur api, seperti las listrik
 Adanya peralatan elektronika daya yang sebagian besar merupakan beban
non-linier

Akibat Adanya Flicker

Adanya flicker terlihat secara visual pada lampu fluorescent, atau adanya
pencahayaan secara busur listrik seperti yang terjadi pada layar perangkat komputer.
Flicker yang besarnya lebih rendah 0,5 persen dapat menyebabkan lampu nampak
berkedip, jika frekuensi berada dalam kisaran antara 6 sampai 8 Hz.

26
Klasifikasi Flicker

Flicker dapat diklasifikasikan berdasarkan kurva flicker. Hal ini sesuai dengan
standar IEEE 519-1992 dan IEEE 141-1995. Sebagai contoh adalah gambar dibawah
ini.

Gambar Kurva Flicker

Pengukuran Flicker

Untuk mengukur suatu flicker pada sistem tenaga, dibutuhkan alat ukur yang
sesuai. Alat ukur yang ada saat ini hanya memiliki waktu pencuplikan sampel yang
pendek dan memiliki memori penyimpanan data pengukuran yang kecil. Sedangkan
standar yang ditetapkan oleh IEC 61000-4-15 harus memiliki persyaratan-persyaratan
tertentu. Berikut adalah ketentuan flicker meter yang ditetapkan oleh IEC 61000-4-
15.

Gambar Blok IEC Flicker Meter

27
Flicker Meter

Pertama kali flicker meter dikembangkan oleh UK Electrical Research


Asscosiation (ERA) pada tahun 1972. Alat ukur tersebut memiliki permasalahan
flicker yang timbul karena adanya busur dari proses peleburan. Westing House
Coorporation juga mulai memproduksi alat tersebut pada tahun 1974 dengan dasar
pengembangan terhadap alat ERA. Flicker juga telah dikembangkan di Perancis pada
tahun 1976 oleh Electricite’ de France (EDF). Sedangkan di Jepang, peralatan ini
mulai dikembangkan pada tahun 1978 oleh Central Research Institute of Electric
Power Industry (CRIEPI).

Dengan adanya berbagai teknik pengukuran flicker pada tahun 1980,


standarisasi alat ukur flicker perlu ditetapkan. IEC telah membuat kesepakatan untuk
penetapan akurasi batas kesalahan pengukuran. Standar ini ditetapkan pada tahun
1986.

Pengesahan alat ukur ini tidak menjamin bahwa penelitian akan alat ukur
tersebut berhenti. Berbagai metode pengukuran masih dilakukan sehingga selalu ada
perbaikan. Secara berkala IEC juga memperbaharui standar yang ada. Sebagai contoh
: versi baru yang dipublikasikan tahun 1997 dan diubah lagi pada tahun 2003.

Data Logger

Flicker merupakan fenomena stokastik yang dipengaruhi oleh banyak faktor


yang terjadi pada periode waktu yang lebih lama daripada frekuensi fundamentalnya.
Berdasarkan alat ukur standar yang ditetapkan, flicker terjadi mulai periode waktu 1,
5, 10 dan 15 menit. Hal ini sangat tidak terpenuhi oleh alat ukur yang ada. Osciloskop
hanya dapat mengambil sampel data 10 s pada frekuensi 1 Khz. Sehingga untuk
mempelajari karateristik flicker diperlukan alat ukur dengan durasi perekam data
yang lebih lama. Penggunaan data logger bertujuan untuk :

28
 Adanya media penyimpanan data pada alat berbasis pemrograman, maka
dimungkinkan dilakukan perubahan terhadap data yang didapat.
 Alat yang memadai hanya ada di laboratorium sehingga dengan aplikasi data
loggger ini diharapkan lebih ringkas.

29
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Dalam pusat penyediaan energy listrik terdapat banyak Permasalahan kualitas


daya yang mereka hadapi. Memang listrik yang dihasilkan dan akan dijual ke
konsumen adalah daya listrik yang baik dengan kualitas yang bagus, untuk
mewujudkan itu diprlukan beberapa solusi agar tidak terjadinya permasalahan dalam
kualitas daya listrik.

3.1. SARAN

Semoga dosen pengampun mengkoreksi dan memperhatikan kerja kami


dengan materi makala ini yangan sangat banyak kekuranganya dan ketidak
sempurnaanya , dan di harapkan pengkoreksian dan juga saran untuk membangun
makala yang kami buat untuk menyelesaikan tugas dari dosen yang bersangkutan.

30
DAFTAR PUSTAKA

[1]. Anonim1. 2013.Permasalahan Kualitas Daya. .


http://jendeladenngabei.blogspot.com/2013/01/permasalahan-kualitas-
daya.html (diakses pada 29 Feubari 2020)

[2]. Yepyep. POWER QUALITY BASICS: VOLTAGE UNBALANCE.

http://www.powerqualityworld.com/2011/06/voltage-unbalance-power-
quality-basics.html (diakses pada 29 Febuari 2020)

[3]. Anonim1. 2017.Pembangkitan Tegangan Tinggi Impuls . .


https://blog.ub.ac.id/epwnanda/2013/10/23/pembangkitan-tegangan-tinggi-
impuls/ (diakses pada 29 Feubari 2020)

31

Anda mungkin juga menyukai