Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ETIKA DAN UNDANG-UNDANG FARMASI

PEKERJAAN KEFARMASIAN

Dosen Pengampu : Hijrah S.Si.,M.Kes., Apt

Disusun Oleh :

Nama : Zuleka Almira

NPM :173110212

Kelas : 6G

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TULANG BAWANG

LAMPUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Etika Dan Undang-Undang Farmasi. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah in

Bandar Lampung, 25 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................2
1.3Tujuan...........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................3
2.1 Pekerjaan Kefarmasian Dan Praktek Kefarmasian......................5
2.2 Pelayanan Kefarmasian................................................................6
2.3 PP 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Dan Apotek Rakyat.......7
2.4 Apoteker Penanggungjawab Dan Apoteker Pendamping............8
2.5 Izin Melakukan Pekerjaan Kefarmasian......................................8
2.6 Sertifikat Kompetensi Profesi......................................................9
2.7 Dokter Dispensing Dan Substitusi Obat......................................9
2.8 PP 51 Tahun 2009 Dan Organisasi Profesi................................10
2.9 PP 51 Tahun 2009 Dan Kewenangan Organisasi Profesi..........10
BAB III PENUTUP...........................................................................12
3.1 Kesimpulan................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam tahap pembangunan kesehatan di Indonesia


bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal.
Pemerintah melakukan upaya-upaya pelayanan terhadap masyarakat
sebagai wujud dan penyelenggaraan kepentingan umum. Kesehatan
menurut undang-undang kesehatan RI no 36 Tahun 2009 :
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual, maupun sosial yang memengkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.

Setiap manusia membutuhkan kesehatan karena kesehatan


mempengaruhi kualitas sumber daya manusia.Pembangunan
bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai
salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (PP no 51
tahun 2009).

Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang


digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada
masyarakat. Salah satu yang berperan dalam pelayanan
kesehatan adalah pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian
menurut PP RI nomor 51 Tahun 2009 : Pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu.sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisionsal.

Adapun tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian adalah


memberikan perlindungan kepada pasien dalam memperoleh
sediaan dan jasa kefarmasian, meningkatkanmutu
penyelenggaraannya yang sesuai peraturan perundang-undangan

1
agar memberikan kepastian hukum bagi pasien dan tenaga
kefarmasian (PP 51 Tahun 2009 pasal 4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah ditulis,
dirumuskan masalah apakah isi yang terkandung dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tantang Pekerjaan Kefarmasian
baik fungsi, posisi dan materi yang terkandung dalam peraturan
perundang-undangan, Definisi serta masalah yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang disetujui ?

1.3Tujuan
Bahwa tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah apakah
isi yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2009 tantang Pekerjaan Kefarmasian baik fungsi, posisi dan materi
yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan, Definisi serta
masalah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
disetujui

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ada dua yang harus dilakukan untuk dibahas PP 51 tahun 2009


tentang Pekerjaan Kefarmasian sebagai peraturan perundang-
undangan dan implementasi di bidang kesehatan dan farmasi. 
Pertama, bahas dan pahami fungsi, posisi dan materi yang terkandung
dalam peraturan perundang-undangan.  Kedua, Resolusi dan Definisi
berbagai masalah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang disetujui.

Pertama, Pemahaman yang membahas tentang maksud dan


tujuan lahirnya suatu peraturan-undangan adalah yang berkaitan
dengan latar belakang dan urgensi lahirnya peraturan-peraturan-
undangan tersebut. Dari sini dapat ditentukan berbagai peraturan dari
Undang-Undang yang disetujui dan lembaga mana yang memiliki izin
untuk membuat berbagai peraturan pelaksanaanya.

Undang-Undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan mengatur jenis dan hirarki Peraturan
Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

a. UUD 1945

b. UU / PERPU

c. Peraturan Pemerintah

d. Peraturan Presiden

e. Peraturan daerah. 

Selanjutnya dinyatakan sebagai peraturan perundang-undangan,


selain undangan yang diajukan di atas, atas dan atas, juga terkait
dengan hukum yang mengikat, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Peraturan perundang-undangan selain
'peraturan persetujuan di atas' adalah peraturan-peraturan peraturan
lain seperti peraturan menteri, peraturan menteri dan lain-lain, yang

3
dibuat harus dikonfirmasi dengan persyaratan dan jumlah dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Fungsi Peraturan Pemerintah adalah:

a. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang


yang disetujui-dikonfirmasi,

b. Menyimpan pengaturan lebih lanjut dari ketentuan lain


dalam Undang-Undang yang tidak disetujui. 

Sementara menurut pasal 10 UU No. 10 tahun 2004, materi


memuat Peraturan Pemerintah menyediakan bahan untuk membuat
Undang-Undang mengizinkan mestinya. Maksud dari 'disetujui
mestinya' adalah bahan muatan yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah tidak boleh menyimpang dari bahan yang diatur dalam
Undang-Undang yang disediakan.

Kedua, Peraturan undangan-undangan adalah sebuah sistem


komunikasi. Artinya hearts Sistem undang-undang Terdapat apa yang
kita kenal dengan pPermainan bahasa. Apa yang ada dalam undang-
undang selalu mengandung pertanyaan: siapa yang meminta, untuk
siapa dan bagaimana metode komunikasinya dan apa isi dari yang
disampaikan tersebut, apa yang menjadi pengganggu dan penghalang
dalam melakukan komunikasi atau menggunakan sistem komunikasi
yang dapat dikembangkan.
 Dengan menentukan peraturan perundangan-undangan adalah sistem
komunikasi, maka mewakili keniscayaan bagi setiap pengguna
peraturan perundang-undangan untuk resolusi ( definitie ) dan
pengertian-pengertian ( begrip ) yang mengatur dan mengatur dalam
perundangan-undangan yang diminta.
Maksud dari penetapan resolusi adalah untuk menentukan
batas-batas suatu pengertian yang mungkin, sehingga jelas bagi setiap
orang dalam setiap situasi yang mengatur apa yang diatur oleh
peraturan perundang-undangan. Hal itu melampaui peraturan
perundang-undangan, sebelum persetujuan yang disetujui, persetujuan
izin (resolusi yuridis) terlebih dahulu tentang pemahaman-pemahaman
yang digunakan dalam undang-undang itu.
 

4
Dalam konteks PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,
pengertian yang akan dibahas lebih lanjut adalah:  

1. Pekerjaan Kefarmasian, Praktik Kefarmasian, Pelayanan


Kefarmasian ( Perawatan Farmasi ).

2. Ketentuan penempatan tersebut dalam peraturan undangan-


undangan dibidang kesehatan.

3. Implikasi resolusi yuridis dari syarat-syarat di atas terhadap


peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di
bidang kesehatan.

2.1 Pekerjaan Kefarmasian Dan Praktek Kefarmasian

 
Istilah awal penggunaan yuridis Pekerjaan Kefarmasian dan
atau Praktik Kefarmasian adalah istilah 'Praktek Peracikan Obat',
seperti yang tercantum dalam Ordonansi Obat Keras, yang
menggunakan istilah 'Apoteker', yaitu: Mereka yang sesuai dengan
peraturan yang terkait Indonesia sebagai Apoteker sambil memimpin
apotek.  Selanjutnya istilah ini berkembang dalam Undang-Undang
No. 7 tahun 1963 tentang Farmasi yang memuat “Pekerjaan
Kefarmasian”, adalah pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan
bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan
obat.
Kemudian istilah ini dikembangkan dalam UU No. 23 tahun
1992 tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa Pekerjaan
Kefarmasian adalah pembuatan termasuk penguatan sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengurusan
obat, kiriman obat, resep dokter, kiriman informasi, pengayaan obat,
bahan obat, dan obat tradisional.  Selanjutnya Undang-undang ini
mengumumkan bahwa Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan,
produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan wewenang untuk
itu,  dan mengamanatkan bahwa ketentuan tentang meminta bantuan
Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan Peraturan Pemerintah. 
Amanat pada Pasal 63 ayat (2) inilah yang menjadi dasar
hukum pembentukan PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, proses penantian hingga lahirnya membutuhkan waktu

5
17 tahun. Ironisnya, pada saat kompilasi PP 51 diundangkan 1
September 2009, UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan juga
sedang dalam proses pengesahan menjadi Undang-Undang. Dalam
Undang-Undang Kesehatan yang baru disahkan, istilah Kefarmasian
tidak didefinisikan. Istilah yang digunakan adalah “Praktik
Kefarmasian” yang definisi tidak dijumpai dalam Ketentuan
Umum. Pasal 108 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Praktik
Kefarmasian yang memuat pembuatan persetujuan pengadaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pemberian obat atas resep dokter, bantuan informasi obat
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
Selanjutnya diamanatkan ketentuan tentang ketentuan
pelaksanaan kefarmasian ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.Dengan mengacu pada Pasal 203 UU Kesehatan tahun
2009 tentang Ketentuan Peralihan,  pertanyaan mendasar yang perlu
dijawab berkenaan dengan PP 51 adalah apakah PP ini membahas
tentang Pekerjaan Kefarmasian atau Praktik Kefarmasian ?, atau apa
yang menggunakan aplikasi yuridis penggunaan “Praktik Kefarmasian
”Pada UU Kesehatan 2009 terhadap Peraturan Pelaksanan dalam
bentuk Peraturan Pemerintah seperti diamanatkan Pasal 108 ayat (2)
UU Kesehatan tahun 2009 ?.
PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian juga
menggunakan bergantian penggunaan Pekerjaan Kefarmasian dan
Praktik Kefarmasian dengan maksud menunjuk pada subjek dan objek
hukum yang sama. Bedanya istilah Pekerjaan didefinisikan dengan
jelas pada Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (1), sedangkan istilah
Praktik Kefarmasian tidak didefinisikan. Kerancuan ini juga terbaca
pada Penjelasan PP 51 tahun 2009 yang menyatakan "perangkat
hukum yang disetujui penyelenggaraan kefarmasian yang diterima
belum memenuhi ...." dan selanjutnya dinyatakan, dalam Peraturan
Pemerintah ini, menetapkan Asas dan Tujuan Pekerjaan Kefarmasian.

2.2 Pelayanan Kefarmasian


 
Dalam PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
dikenalkan istilah “Pelayanan Kefarmasian”, yang didefinisikan
sebagai “suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan

6
pasien”. Dalam PP ini tidak dijelaskan apa yang dilakukan Apoteker
dan atau Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pelayanan
Kefarmasian. Sedikit penjelasan dapat dilihat dari pengertian Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, yaitu “sarana yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi
farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek
bersama”.
  Pertanyaan akan timbul: apakah Pelayanan Kefarmasian
merupakan bagian dari Pekerjaan Kefarmasian, atau Pelayanan
Kefarmasian merupakan suatu bentuk aktifitas apoteker dan atau
Tenaga Kefarmasian yang berdiri sendiri?. Hal ini akan semakin rancu
jika merujuk pada pengertian Apotek dalam PP 51 tahun 2009, yang
menyatakan bahwa “Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan Praktek Kefarmasian oleh Apoteker”, yang
pengertiannya lain dari “mainstream” pengertian Apotek yang selama
ini dipahami profesi apoteker, yaitu “suatu tempat tertentu, tempat
dilakukan Pekerjaan Kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi
kepada masyarakat”, dan yang berhak melakukan Pekerjaan
Kefarmasian adalah Apoteker. Pertanyaan besarnya adalah: Apa yang
sebenarnya dilakukan apoteker di apotek?, Pekerjaan Kefarmasian,
Praktek Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian?
2.3 PP 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Dan Apotek Rakyat

Pertimbangan untuk melahirkan Peraturan Menteri Kesehatan


tentang Apotek Rakyat adalah untuk meningkatkan dan memperluas
akses masyarakat dalam memperoleh obat dan atau meningkatkan
pelayanan kefarmasian. Permenkes ini menjadikan UU 23 tahun 1992
tentang Kesehatan sebagai dasar “Mengingat” dan menyatakan bahwa
“Apotek Rakyat” adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya
pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan
perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan”.
  Pada saat keluarnya Permenkes ini, berbagai ketentuan tentang
apotek dan toko obat menjadi rancu dan saling bertabrakan. Tidak ada
satupun aturan dan ukuran yang menjadikan dasar yang membedakan
apa itu “Apotek Rakyat” dan “Apotek”, apakah Ketenagaan, Omset,
Ketersediaan Obat, Lokasi atau lainnya. Yang ada hanyalah perbedaan
pelayanan kefarmasian (pekerjaan kefarmasian) yang bisa dilakukan
seluruhnya oleh apoteker dan atau tenaga kefarmasian di Apotek,
sedangkan di Apotek Rakyat tidak diperkenankan “melakukan
peracikan”.

7
  Jika dilakukan penelusuran terhadap materi muatan peraturan
perundang-undangan yang secara vertikal berada di atas Permenkes
tentang Apotek Rakyat, maka tidak ada satu pasalpun yang
mengamanatkan pembentukan Apotek Rakyat. Jika dikaitkan dengan
definisi Apotek Rakyat yang berarti “Sarana Kesehatan…dst”, maka
merujuk pada Pasal 1 huruf (4), juncto Pasal 56 ayat (1) UU No. 23
tahun 1992 tentang Kesehatan, maka yang disebut dengan “Sarana
Kesehatan” adalah: Balai Pengobatan, Pusat Kesehatan Masyarakat,
Rumah sakit Umum, Rumah Sakit Khusus, Praktik Dokter, Praktik
Dokter Gigi, Praktik Dokter Spesialis, Praktik Dokter Gigi Spesialis,
Praktik Bidan, Toko Obat, Apotek, PBF, Pabrik Obat dan Bahan Obat,
Laboratorium, Sekolah dan Akademi Kesehatan, Balai Pelatihan
Kesehatan dan Sarana Kesehatan lainnya.
  Jika mengacu pada Pasal 19 PP 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian yang menyatakan Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian berupa: a. Apotek, b. Instalasi Farmasi Rumah Sakit, c.
Puskesmas, d. Toko Obat; atau f. Praktek Bersama, maka pada
dasarnya keberadaan Apotek Rakyat tidak diakomodir oleh PP 51
tentang Pekerjaan Kefarmasian.
 
2.4 Apoteker Penanggungjawab Dan Apoteker Pendamping

Dalam Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, diatur tentang


Apoteker Penanggung jawab dan Apoteker Pendamping. Dalam Pasal
54 dinyatakan bahwa setiap Apoteker hanya dapat melaksanakan
praktik (sebagai Penanggung Jawab) di 1 (satu) apotek, atau
Puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.
  Sedangkan Apoteker Pendamping hanya dapat melaksanakan
praktik paling banyak di 3 (tiga) apotek, atau Puskesmas atau instalasi
farmasi rumah sakit. Pertanyaannya adalah, apa yang menjadi
tanggung jawab Apoteker Pendamping saat melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di apotek yang Apoteker Penanggung jawabnya tidak
berada di tempat?, dan bagaimana aturan hukumnya jika pada saat
yang sama seorang Apoteker Penanggung Jawab juga melakukan
pekerjaannya sebagai Apoteker Pendamping di 3 (tiga) Apotek lain?.
 
2.5 Izin Melakukan Pekerjaan Kefarmasian
 

8
Berkenaan izin melakukan Pekerjaan Kefarmasian, maka PP 51
tahun 2009 mengatur mekanisme sebagai berikut. Pada awalnya,
setiap Apoteker harus memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker
(STRA). Kemudian jika Apoteker akan melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit, maka
Apoteker tersebut wajib memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA).
Jika Apoteker akan melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas
produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran, maka Apoteker wajib
memiliki Surat Izin Kerja (SIK).
 
2.6 Sertifikat Kompetensi Profesi
 
PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian mewajibkan
dimilikinya Sertifikat Kompetensi Profesi. Bagi Apoteker yang baru
lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh secara langsung Sertifikat
Kompetensi Profesi setelah melakukan registrasi. Sertifikat
Kompetensi Profesi ini berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang melalui uji kompetensi profesi.
  Dalam konteks lembaga yang berhak mengeluarkan Sertifikasi
Kompetensi Profesi, PP 51 tahun 2009 menyatakan bahwa ketentuan
lebih lanjut tentang tata cara memperoleh Sertifikat Kompetensi dan
tata cara registrasi profesi akan diatur dengan Peraturan Menteri.
 
2.7 Dokter Dispensing Dan Substitusi Obat
 
PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian memberikan
kebolehan kepada Tenaga Kesehatan diluar Tenaga Kefarmasian. Hal
ini tercantum dalam Pasal 22 yang menyatakan: Dalam hal di daerah
terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan
menyerahlan obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
  Dipihak lain, pada Pasal 24 huruf (b) Apoteker juga diberikan
kewenangan melakukan penggantian obat merek dagang dengan obat
generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain
atas persetujuan dokter dan/ atau pasien. Penggantian obat merek
dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pasien yang

9
kurang mampu secara finansial untuk tetap dapat membeli obat
dengan mutu yang baik.
 
2.8 PP 51 Tahun 2009 Dan Organisasi Profesi
 
Organisasi profesi apoteker yang dikenal luas di Indonesia
adalah Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). Di dalamnya
berhimpun organisasi profesi seminat, yaitu HISFARMA untuk
kelompok profesi farmasi komunitas (apotek), HISFARSI, untuk
kelompok profesi farmasi rumah sakit, dan HISFARIN, untuk
kelompok profesi farmasi industri.
  Namun, berbeda dengan organisasi profesi dokter (Ikatan
Dokter Indonesia), keberadaan organisasi profesi di dalam PP 51
tahun 2009 tidak didefenisikan dalam ketentuan umum, apakah ISFI
atau organisasi profesi apoteker yang lain. Pada Ketentuan Umum, 
Pasal 1 angka (19) hanya dinyatakan, Organisasi Profesi adalah
organisasi tempat berhimpun para apoteker di Indonesia.
  Di dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
keberadaan organisasi profesi dokter didefinisikan dalam Ketentuan
Umum, Pasal 1 huruf (12), yang menyatakan: “Organisasi profesi
adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter
Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
  Dengan dijelaskannya maksud “Organisasi Profesi” pada
Ketentuan Umum UU No. 29 tahun 2009 menyebabkan pembaca dan
pengguna undang-undang menjadi mengerti bahwa Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) adalah organisasi profesi yang menetapkan standar
pendidikan dan pelatihan kedokteran berkelanjutan. IDI juga
mempunyai kewenangan memberikan rekomendasi bagi dokter yang
mau mendapatkan Surat Izin Praktik,  dan melakukan pembinaan dan
pengawasan bagi dokter yang menjalankan praktik kedokteran.
2.9 PP 51 Tahun 2009 Dan Kewenangan Organisasi Profesi
PP 51 tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran memberikan
kewenangan kepada organisasi profesi untuk memberikan
rekomendasi kepada apoteker untuk mendapatkan Surat Izin Praktik
Apoteker (SIPA) bagi yang ingin bekerja di apotek atau di instalasi
farmasi rumah sakit dan Surat Izin Kerja (SIK) bagi yang ingin
bekerja pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran.
Organisasi profesi juga diberikan kewenangan untuk melakukan

10
“audit kefarmasian”, yaitu evaluasi secara profesional terhadap mutu
pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada masyarakat. 
  Dalam Pasal 58 PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian dinyatakan bahwa Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota serta Organisasi profesi apoteker
mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan bagi pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Ada dua yang harus dilakukan untuk dibahas PP 51 tahun 2009


tentang Pekerjaan Kefarmasian sebagai peraturan perundang-
undangan dan implementasi di bidang kesehatan dan farmasi. 
Pertama, bahas dan pahami fungsi, posisi dan materi yang terkandung
dalam peraturan perundang-undangan.  Kedua, Resolusi dan Definisi
berbagai masalah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang disetujui.

Pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1, Pekerjaan Kefarmasian


adalah pembuatan termasuk pengadaan Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, perawatan obat resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional

11
DAFTAR PUSTAKA

https://slideplayer.info/slide/11865330/

https://www.academia.edu/40740764/PP_No.51_Tahun_2009_tentang._Pekerjaan
_Kefarmasian

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2009/51tahun2009pp.htm

https://archive.org/stream/PPNo.51Th2009TtgPekerjaanKefarmasian/PP+No.
+51+Th+2009+ttg+Pekerjaan+Kefarmasian_djvu.txt

12

Anda mungkin juga menyukai