Anda di halaman 1dari 12

Iman dan Hati yang Bersih

 -

Oleh : KH. Fahmi Amrullah Hadzik*

Jamaah Jumah Rahimakumullah


Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan Belumkah tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman itu
kita kepada Allah. Haqqa tuqatihi, dengan sebenar-benar takwa untuk tunduk hatinya mengingat Allah.
menjalankan perintah dan meninggalkan  larangan. Janganlah kita Mendengar ayat yang dibaca oleh pemilik rumah ini tiba-tiba
sekali-kali meninggalkan dunia ini kecuali dalam keadaan Fudhail hatinya berdebar, tubuhnya bergetar, linggis yang dia
beragama Islam dan khusnul khotimah. bawa pun terjatuh seolah-olah ia tidak mempunyai daya kekuatan
Jamaah Jumah Rahimakumullah sama sekali. Maka dia pun mengurungkan niatnya untuk mencuri
di rumah tersebut. Dengan tubuh sempoyongan dia pulang ke
Majalah Tebuireng rumahnya. Sampai di rumah, dia mengambil air wudlu kemudian
Dikisahkan bahwa Fudhail bin Iyadh adalah dia shalat dan bermunajat kepada Allah. Dan hidayah Allah pun
seorang waliyullah. Tetapi pada masa mudanya, Fudhail adalah datang.
seorang pencuri dan perampok yang sangat disegani. Suatu hari
Fudhail muda hendak menyatroni sebuah rumah. Mencuri ke Sejak saat itu Fudhail pun berjanji untuk tidak mengulangi
rumah yang sudah lama ia incar. Maka dengan membawa perbuatan-perbuatannya yang telah lalu. Hidupnya dihabiskan
peralatan, Fudhail pun mencungkil salah satu jendela yang ada di untuk bermunajat. Sampai suatu hari ia memutuskan untuk keluar
rumah itu. rumah mencari guru guna mengobati kegalauan hatinya. Maka ia
pun berusaha mencari guru. Waktu terus berlalu, perjalanan dari
Setelah berhasil, Fudhail pun berusaha pelan-pelan untuk masuk satu guru ke guru yang lain suatu saat mengantarkan Fudhail ke
ke rumah tersebut. Sayup-sayup dari dalam rumah terdengar kota Makkah untuk menunaikan ibadah haji.
pemilik rumah sedang membaca al-Quran. Kebetulan yang dibaca
adalah surah al-Hadid ayat 16;
Ketika di padang Arafah, tak satu doa pun yang dia ucapkan. Mendengar satu kalimat yang sangat singkat ini, tiba-tiba sang
Hanya tetesan air mata dan ingasan tangis yang dilakukan oleh khalifah meneteskan air mata. Dia menangis setegukan. Mungkin
Fudhail. Ketika satu per satu jamaah meninggalkan padang membayangkan betapa berat amanah yang diemban sebagai
Arafah, maka Fudhail pun berdiri seraya berdoa dengan singkat, seorang khalifah. Walaupun satu kalimat, namun itu tetap
“Ya Allah, hanya ampunan-Mu yang aku pinta”. membekas di hati khalifah.
  Kaum Muslimin Rahimakumullah
Jamaah Jumah Rahimakumullah Demikianlah kisah perjalanan Fudhail. Seorang pencuri yang
akhirnya menjadi wali. Tentu tidak sembarang orang bisa seperti
Perjalanan waktu mengantarkan Fudhail telah menjadi seorang Fudhail ini. Kalau seseorang itu imannya tidak pas, tidak akan
ulama besar. Suatu hari khalifah yang berkuasa pada saat itu, bisa. Hanya orang yang imannya benar saja, ketika dibacakan al-
Harun al-Rasyid, mengundang para ulama untuk datang ke istana Quran hatinya bisa bergetar.
memberikan nasihat termasuk Fudhail pun mendapat undangan.
Dia belum mengenal wajah dan tidak tahu siapa sang khalifah. Syaikh Hasan Basri, seorang tabi’in, pun tidak berani mengklaim
ketika ada seseorang bertanya, “Wahai Syaikh, apakah anda
Maka berangkatlah Fudhail dan para ulama menuju ke istana
khalifah Harun al-Rasyid. Di tempat acara, satu per satu ulama
maju naik ke atas mimbar untuk memberikan tausiyahnya. Ketika
tiba giliran Fudhail, karena dia belum mengenal khalifah maka
dia pun bertanya kepada rekan di sebelahnya, ‘Yang mana orang yang beriman?”. Hasan Basri menjawab, “Kalau ukuran
khalifah itu?’. Ketika ditunjukkan, ‘Itulah khalifah yang duduk di iman itu percaya kepada rukun iman, percaya kepada Allah,
sebelah sana’. Maka Fudhail pun berdiri, tidak menuju ke mimbar percaya kepada malaikat dan seterusnya. Saya mungkin iya,
tetapi menuju ke tempat khalifah Harun al-Rasyid sedang duduk. termasuk orang yang beriman. Tapi kalau ukuran iman itu adalah
Kemudian sampai di hadapan khalifah, Fudhail mengucapkan firman Allah di dalam surah al-Anfal ayat 2;
satu kalimat, ‘Wahai khalifah, di pundakmu urusan umat dan
urusan agama’.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka
Empat Golongan Mulia ketika disebut asma Allah maka bergetar hatinya karena takut.
Dan ketika dibacakan ayat-ayat Allah kepadanya, semakin
bertambah imannya. Dan hanya kepada Allah, mereka Sesungguhnya Allah tidak melihat pada penampilanmu dan
bertawakkal. hartamu. Tetapi Allah melihat pada hatimu dan amalmu.
Jamaah Jumah Rahimakumullah Maka, mari kita senantiasa menjaga hati kita agar tetap bersih dan
bening. Karena kata baginda Nabi Saw.;
Iman yang bersih hanya lahir dari hati yang bersih pula. Seorang
pencuri sekali pun, kalau Allah takdirkan dia memiliki hati yang
bersih maka melahirkan iman yang bersih pula. Karena hati yang
bersih akan melahirkan hal-hal yang bersih. Ketika seseorang itu
memiliki hati yang bersih, ucapannya menjadi ucapan yang
bersih, perbuatannya adalah perbuatan yang bersih. Sehingga Sesungguhnya di dalam jasad (tubuh manusia) itu ada segumpal
ketika memberikan nasihat tidak butuh waktu berjam-jam, tidak daging, apabila daging ini baik maka baiklah manusia itu. Dan
perlu tausiyah yang lama. Hanya dengan satu kalimat. Ketika satu sebaliknya, apabila gumpalan daging ini rusak, maka rusaklah
kalimat ini lahir dari hati yang bersih. Maka ucapan itu langsung manusia itu.
akan masuk kepada hati orang yang diberikan nasihat. Semoga kita diberikan hati-hati yang baik oleh Allah Swt.
Tetapi apabila seseorang itu mempunyai hati yang kotor, maka Semoga bermanfaat, khususnya bagi diri saya dan umumnya pada
pikirannya pun penuh dengan kekotoran. Ucapan dia menjadi
ucapan kotor dan selalu mempunyai prasangka yang kotor-kotor
kepada orang lain. Hal yang baik pun akan dianggap kotor. Ada
orang berdoa, disebut menyerobot doa. Ada orang bersilaturahmi,
dianggap pencitraan. Ini semua biasanya lahir dari hati yang
kotor.
Penting bagi kita untuk membersihkan hati. Karena hati adalah semua jamaah
pusat atau sentral dari manusia. Baik dan buruk manusia itu tidak
dilihat dari penampilannya, tetapi dilihat dari hatinya.

KHUTBAH I
‫ َو َخ َذ َل َم ْن َشا َء ِم ْن‬،‫خَلقِ ِه بِفَضْ لِ ِه َو َك َر ِم ِه‬ ْ ‫ق َم ْن َشا َء ِم ْن‬ َ َّ‫اَ ْل َح ْم ُد هلِل ِ الَّ ِذيْ َوف‬ Hadirin yang dimulyakan Allah.
َ‫ َواَل َشبِ ْيه‬،ُ‫ك لَه‬ َ ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن اَّل إِ ٰلهَ إِاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْي‬.‫خَلقِ ِه بِ َم ِش ْيئَتِ ِه َو َع ْدلِ ِه‬
ْ Islam datang dengan kesempurnaan nilai dan system. Segala
‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن َسيِّ َدنَا َو َحبِ ْيبَنَا‬.ُ‫ضا َء لَه‬ َ ‫ َواَل َح َّد َواَل ُجثَّةَ َواَل أَ ْع‬،ُ‫َواَل ِم ْث َل َواَل نِ َّد لَه‬ sesuatu telah diatur begitu indah nan sempurna dalam dua
‫ اَللهم‬.ُ‫صفِيُّهُ َو َحبِ ْيبُه‬ َ ‫ َو‬،ُ‫َظ ْي َمنَا َوقَائِ َدنَا َوقُ َّرةَ أَ ْعيُنِنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬ ِ ‫َوع‬ warisan insan termulya Nabi Agung Muhammad Saw., yaitu al-
‫صحْ بِ ِه َو َم ْن‬ َ ‫ َو َعلَى آلِ ِه َو‬،ِ‫ار ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ِد ْب ِن َع ْب ِد هللا‬ ِ َ‫صلِّ َو َسلِّ َم َوب‬ َ Qur’an dan Hadits. Rasulullah Saw bersabda:
ْ
ِ‫ َواَل َحوْ َل َواَل قُ َّوةَ إِاَّل بِاهلل‬،‫ َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِإِحْ َسا ٍن إِلَى يَوْ ِم القِيَا َم ِة‬،ُ‫ َّوااَل ه‬.  َ‫سنَّـة‬ َ ‫ ِكـت‬:‫َضلُّـوْ ا َما تَـ َم َّس ْكـتُ ْم بِـ ِه َما‬
ُ ‫َاب هللاِ َو‬ ُ ‫َـر ْك‬
ِ ‫ت فِـ ْي ُك ْم اَمـْ َريـْ ِن لَ ْن ت‬ َ ‫ت‬
‫ قال هللاِ تعالى يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا‬.ِ‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللا‬ ِ ْ‫ فَإِنِّي أُو‬،‫أَ َّما بَ ْع ُد‬ ‫َرسُوْ لـــ ِ ِه‬
َ‫ق تُقَاتِ ِه َواَل تَ ُموتُ َّن إِاَّل َوأَ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬َّ ‫اتَّقُوا هَّللا َ َح‬ “Aku telah meninggalkan dua perkara yang engkau tidak akan
tersesat selama mau berpegang teguh pada keduanya, yaitu:
  Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya”.
Segala puji bagi Allah. Penguasa segala arah. Dialah pencipta
Kedua dasar ini laksana bintang gumintang yang menjadi
semesta yang elok nan indah. Yang menakdirkan kita saat ini
penunjuk arah bagi para musafir. Barangsiapa yang
duduk di masjid penuh berkah.
memahaminya pasti dia tidak akan salah jalan.
Shalawat serta nilai selamat. Semoga terhatur pada junjungan
Hadirin yang dimulyakan Allah.
ummat. Pemilik keagungan syariat. Pemegang perisai mukjizat.
Sosok penuh semangat. Mengajak ummatnya agar selamat. Dari Allah telah memberi aturan-aturan yang lengkap jika kita mau
siksa neraka pedih yang amat. Dialah Nabi Muhammad. Insan renungkannya. Misalnya tentang sesuatu yang kita lakukan
penuh mulia pemegang syafaat. sehari-hari, yaitu makam. Allah Swt. Berfirman:
Pada pertemuan penuh mulia ini, marilah kita tingkatkan takwa ِ ْ‫وا ِم َّما فِي األَر‬
ً ‫ض َحالَالً طَيِّبا‬ ْ ُ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ ُكل‬
kehadirat Allah Swt. Karena takwa adalah pondasi dari bangunan
“Hai para manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
penghambaan dan kebahagiaan. Barangsiapa yang berangan-
ada di bumi” (QS.Al Baqarah.168)
angan membangun keindahan penghambaan dan kebahagiaan
namun ia tidak menguatkan pondasi takwa. Maka bersiaplah dia Berangkat dari perintah Allah di atas, maka kita akan tahu bahwa
akan menemukan keretakan demi keretakan dalam kehidupannya. segala sesuatu di bumi boleh dimakan, asalkan memiliki dua sifat,
Hingga nau’dzubillah roboh dan hancur berkeping-keping yaitu halal dan thayyib.
menjadi debu dan onggokan sampah peradaban.
Makna (ً‫حالَال‬ )
َ yaitu segala sesuatu yang cara memperolehnya Sebuah sumber ilmiyah telah merilis bahwa kemunculan virus
dibenarkan oleh syariat. Serta wujud barangnya juga juga telah Corona-Wuhan berasal dari pasar tradisional di wuhan yang
dibenarkan oleh syariat. Nasi, dari segi barang adalah barang menjual makanan-makanan yang membahayakan, seperti:
yang dihalalkan syariat. Namun bisa jadi haram jika cara kelelawar, ular, sate kalajengking dan lain sebagainya. Dan
memperolehnya dengan cara mencuri. Dan khamer (miras) adalah dugaan kuat virus ini berasal dari kelelawar. Benang merahnya
barang yang sifatnya haram meski khamer itu dibeli dengan uang segaris dengan kebiasaan orang-orang Cina yang menyukai sup
yang halal. Maka khamer itu akan tetap haram meski diperoleh kelelawar.
dengan cara yang baik. Inilah makna dari (ً‫حالَال‬ ).
َ Hadirin yang dimulyakan Allah.
Sedangkan lafadz (ً ‫طَيِّب ـا‬ ) Tayyib adalah lawan dari khabits atau
Jika dilihat dari segi hukumnya, kelelawar merupakan hewan
menjijikan. Adapun maknanya adalah perkara yang baik secara
yang haram dimakan. Dalam kitab risalah hayawan di jelaskan
akal maupun fitrahnya. Misalnya mengkonsumsi nasi. Nasi
bahwa binatang ini selain bersifat khabits atau tidak thayyib,
menjadi thayyib karena dapat menguatkan tubuh manusia.
binatang ini haram dimakan karena termasuk binatang yang
Lalu bagaimana dengan khomer atau minuman keras?. Secara dilarang membunuhnya.
akal atau nalar, minuman keras itu buruk karena membahayakan
Dalam Kitab al Sunan al Shaghir, Imam Baihaqi mengatakan
manusia. Sehingga khomer bukanlah perkara yang tayyib namun
khabits. Begitu pula dengan kelelawar. Secara fitrah kelelawar ْ ِّ‫ يَا َربِّ َسل‬:‫س قَا َل‬
‫طنِي َعلَى‬ ِ ‫ْت ْال َم ْق ِد‬
ُ ‫ب بَي‬ ِ ‫اش فَإِنَّهُ لَ َّما‬
َ ‫خَر‬ َ َّ‫َواَل تَ ْقتُلُوا ْال ُخف‬
adalah hewan menjijikan meski ada sebagian orang yang tidak ‫ْالبَحْ ِر َحتَّى أُ ْغ ِرقَهُ ْم‬
jijik, maka kelelawar adalah hewan yang buruk/khabits dan bukan
perkara tayyib. Maka dari itu mengkonsumsi kelelawar dan “Dan jangan lah kalian membunuh kelelawar. Sebab, ketika
khamr/ minuman keras berarti mengkonsumsi barang yang Baitul Maqdis dibakar, kelelawar itu berdoa kepada Allah ‘Ya
buruk/Khabits atau bukan tayyib sebagaimana Allah perintahkan. Tuhan kami, kuasakan kami atas lautan sehingga aku bisa
menenggelamkan mereka’.” (As-Sunan Ash-Shaghir, juz 4,
Akhir-akhir ini muncul penyakit mematikan bernama corona. halaman 59)
Kasus terkini corona telah meluluh-lantahkan sendi-sendi
kehidupan warga dunia, tepatnya di kota Wuhan Cina. Ratusan Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Al Majmu’, juz 9:
orang meregang nyawa dan puluhan ribu positif mengidap virus halaman 22 :
ganas ini. ‫والخفاش حرام قطعاـ‬
Kelelawar itu haram secara pasti
Para ulama Syafi’iyyah berpandangan, larangan membunuh suatu demi fitnah dalam kehidupan mereka. Meskipun mungkin secara
hewan, baik di dalam ataupun di luar tanah haram (Makkah- dzahir mereka berada dalam kecukupan dan kemegahan. Yang
Madinah), menunjukkan pula keharaman mengonsumsinya. hakekatnya itu adalah sebuah kepalsuan atau fatamorgana saja.
Logikanya, hewan tersebut tidak mungkin dimakan sebelum Fir’aun, Qarun, adalah symbol-simbol yang nyata.
terlebih dahulu membunuhnya.
Hadirin yang dimulyakan Allah.
Hadirin yang dimulyakan Allah.
Seorang sufi besar, pemilik jubah keagungan Al-Imam Abdullah
Jika kemudian kelelawar itu haram untuk dikonsumsi, maka al-Haddad menyampaikan dalam kitab Risalah Muawanah bahwa
penting bagi kita untuk merujuk pada sebuah hadis yang segala kemaksiatan yang tersembunyi tidak akan berdampak pada
diriwayatkan oleh Ibn Hibban, dari Jabir bin Abdillah bahwa bahaya, kecuali bagi pelakunya. Namun jika kemaksiatan sudah
Rasûlullâh bersabda: dilakukan secara terbuka, maka bencanapun akan turun seca
merata, dia akan menggulung baik yang shaleh maupun yang
ٍ ْ‫يَا َكعْبُ ْبنَ عُجْ َرةَ إِنَّهُ الَ يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ لَحْ ٌم نَبَتَ ِم ْن سُح‬
‫ت‬ thaleh.
Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga Tentu pendapat ini menarik untuk kita jadikan renungan.
daging yang tumbuh dari makanan haram Munculnya mega-tragedy Corona-Wuhan berada di tempat
Sementara di satu sisi, Allah menegaskan barangsiapa yang orang-orang yang melanggar aturan Allah secara terbuka. Mereka
melawan Allah dengan tidak mematuhi aturannya, maka Allah membunuh binatang-binatang yang haram dibunuh, memakan
akan menimpakan fitnah atau bencana di dunia dan siksa di makanan yang tidak layak saji menurut prosedur sayriat.
akhirat. Dalam Surah An-Nur ayat 63 Allah Swt berfirman: Bukankah ini merupakan satu tanda yang tepat.
‫صيبَهُ ْم َع َذابٌ أَلِي ٌم‬
ِ ُ‫صيبَهُ ْم فِ ْتنَةٌ أَوْ ي‬
ِ ُ‫فَ ْليَحْ َذ ِر الَّ ِذينَ يُخَالِفُونَ ع َْن أَ ْم ِر ِه أَ ْن ت‬ Meskipun hakekat dari semua kejadian hanya Allah semata yang
mengetahuinya.
maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Allah
takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih. Hadirin yang dimulyakan Allah.
Dalam kaedah Ushuliyah dijelaskan bahwa setiap amr (perintah) Munculnya Corona-Wuhan sebenarnya bukanlah hal yang baru.
memiliki konsekwensi wajib. Setiap kewajiban dilanggar maka Sebelumnya telah muncul virus yang sama dengan sebutan yang
akan melahirkan fitnah di dunia dan adzab di akhirat. Kita telah berbeda. Seorang pakar futuristik al-Allim al-Allamah al-Habib
menyaksikan bagaiman kisah-kisah orang yang melawan perintah Abu Bakar al-Adni telah mengatakan dalam kitab al-Usus wal
Allah. Mereka akan mengalami kesusahan demi kesusahan, fitnah Munthaliqat halaman 318 menyebutkan bahwa munculnya wabah
yang tidak terjadi pada masyarakat terdahulu termasuk tanda Selain itu kita mendorong kepada semua pakar untuk membantu
kiamat kecil. segala proses antisipasi dan sikap-sikap strategis agar wabah
corona ini segera berakhir.
Pengarang kitab Fiqhut tahawwulat (Fiqih Transformatif) ini
menyebut diantaranya wabah tersebut adalah: flu burung, flu Kita berdoa semoga dengan adanya wabah corona, menjadikan
babi, dan corona. Wabah ini sangat sulit dicarikan obatnya hingga pihak-pihak yang menutup mata atas kebenaran islam segeran
kini. terbuka mata hatinya dan mendapat hidayah keislaman.
Hadirin yang dimulyakan Allah. Korban-korban wabah ini –jika ada yang muslim- yang
ditakdirkan meninggal semoga berada lindungan khusnul
Corona-Wuhan adalah satu satu simbul kekuatan Allah atas
khotimah. Masyarakat umum khususnya muslimin dan muslimat
manusia. Bahwa di tengah gagahnya negara adidaya Cina tidak
semoga terselamatkan dari hinggapan wabah ini.
sulit bagi Allah untuk meluluh-lantahkan peradaban mereka.
Ratusan orang meninggal, puluhan ribu orang positif mengindap ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوإِيَّا ُك ْم بِ َما ِف ْي ِه ِمنَ ْاآليَا‬،‫آن ْال َع ِظي ِْم‬
‫ت‬ ِ ْ‫اركَ هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي ْالقُر‬ َ َ‫ب‬
virus yang ganas ini, dan ratusan juta orang panik terhinggapi. ‫ أَقُوْ ُل قَوْ لِ ْي هَ َذا َوأَ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ ْال َع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم َولِ َسائِ ِر‬.‫َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬
Bangunan-bangunan mewah tidak lebih dari onggokan sejarah. ‫ت فَا ْستَ ْغفِرُوْ هُ إِنّهُ هُ َو ْال َغفُوْ ُر ال ّر ِحي ِْم‬ ِ ‫ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما‬
Jalanan dengan hiasan gedung-gedung pencakar langit yang  
ramai berubah menjadi hamparan tanah lapang yang sepi tak
bertuan. Keindahan tata kelola kota dan penghijauan berubah KHUTBAH II
menjadi tempat-tempat menakutkan karena diintai virus yang َّ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ اِلَهَ إِال‬.‫َلى تَوْ فِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‬
mematikan. َ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ ع‬
َ ‫َلى إِحْ َسانِ ِه َوال ُّش ْك ُر لَهُ ع‬
‫أن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ ال َّدا ِعى إل َى‬ َّ ‫هللاُ َوهللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْيكَ لَهُ َوأَ ْشهَ ُد‬
Itulah Kuasa dari Allah Swt. Dzat Yang Maha Kuat ‫رضْ َوانِ ِه‬.ِ
Hadirin yang dimulyakan Allah.
  َ‫آل َسيِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ْنبِيآئِكَ َو ُر ُسلِك‬ ِ ‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬ َ ‫اللهُ َّم‬
Oleh karena, marilah kita kembali kepada ajaran agung yang ‫َّاش ِد ْينَ أَبِى بَ ْك ٍر َو ُع َمر‬
ِ ‫ض اللّهُ َّم ع َِن ْال ُخلَفَا ِء الر‬ َ ْ‫َو َمآلئِ َك ِة ْال ُمقَ َّربِ ْينَ َوار‬
dibawa Nabi teragung. Melaksanakan perintah Allah dan ٍ ‫َّحابَ ِة َوالتَّابِ ِع ْينَ َوتَابِ ِعي التَّابِ ِع ْينَ لَهُ ْم بِاِحْ َس‬
‫ان‬ َ ‫َو ُع ْث َمان َو َعلِى َوع َْن بَقِيَّ ِة الص‬
menjauhi larangannya. Agar kita terhindar dari fitnah-fitnah
ِ ‫ض َعنَّا َم َعهُ ْم بِ َرحْ َمتِكَ يَا أَرْ َح َم الر‬
َ‫َّاح ِم ْين‬ َ ْ‫اِلَىيَوْ ِم ال ِّدي ِْن َوار‬
dunia dan kelak adzab yang pedih di akhirat.
‫ع َّما نَهَى َوا ْعلَ ُموْ ا أَ َّن هللاَ‪ ‬‬
‫أَ َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواهللاَ فِ ْي َما أَ َم َر َوا ْنتَهُوْ ا َ‬
‫أَ َم َر ُك ْم بِأ َ ْم ٍر بَدَأَ فِ ْي ِه بِنَ ْف ِس ِه َوثَـنَى بِ َمآل ئِ َكتِ ِه بِقُ ْد ِس ِه َوقَا َل تَعاَلَى إِ َّن هللاَ َو َمآلئِ َكتَهُ‬
‫صلُّوْ ا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموْ ا تَ ْسلِ ْي ًما‪َ ..‬وقَا َل‬ ‫صلُّوْ نَ عَل َى النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا َ‬ ‫يُ َ‬
‫ْر﴿‪﴾٢‬إِاَّل الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا‬ ‫تَعاَلَى‪َ ..‬و ْال َعصْ ِر﴿‪﴾١‬إِ َّن اإْل ِ ْن َسانَ لَفِي ُخس ٍ‬
‫صب ِْر‬‫اصوْ ا بِال َّ‬ ‫ق َوت ََو َ‬ ‫اصوْ ا بِ ْال َح ِّ‬
‫ت َوت ََو َ‬ ‫الصَّالِ َحا ِ‬
‫ت ْاألَحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم‬ ‫ت‪َ ،‬و ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُم ْؤ ِمنَا ِ‬ ‫اَللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫ت‪ ،‬إِنَّكَ َس ِم ْي ٌع قَ ِريْبٌ ُم ِجيْبُ ال ّد َع َوا ِ‬
‫ت‬ ‫‪َ .‬و ْاألَ ْم َوا ِ‬
‫ان َواَل تَجْ َعلْ ِفي قُلُوبِنَا ِغاّل ً لِّلَّ ِذينَ‬ ‫َربَّنَا ا ْغفِرْ لَنَا َوإِل ِ ْخ َوانِنَا الَّ ِذينَ َسبَقُونَا بِاإْل ِ ي َم ِ‬
‫َّحي ٌم‬
‫وف ر ِ‬ ‫ك َر ُؤ ٌ‬ ‫آ َمنُوا َربَّنَا إِنَّ َ‬
‫َربَّنَا ظَلَ ْمنَا أَنفُ َسنَا َوإِن لَّ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكون ََّن ِمنَ ْال َخا ِس ِرينَ‬
‫اَللَّهُ َّم اِنَّا نَ ْستَحْ فِظُكَ َونَ ْستَو ِد ُعكَ اَ ْديَانَنَا َواَ ْب َدنَنَا َواَ ْنفُ َسنَا َواَوالَ َدنَا َواَ ْم َوالَنَا َواَ ْهلَنَا‬
‫ك‬‫ك َو ِعيَا ِذ َ‬ ‫ك… َواَ َمانِ َ‬ ‫َو ُك َّل َشي ٍْئ اَ ْعطَ ْيتَنَا…اَللَّهُ َّم اجْ َع ْلنَا َواِيَّاهُ ْم فِى َكنَفِ َ‬
‫َّار َعنِ ْي ٍد َو ِذى َع ْي ٍن َو ِذى بَ ْغ ٍي َو ِم ْن َشرٍّ‬ ‫…و َجب ٍ‬ ‫ان َم ِر ْي ٍد َ‬ ‫اركَ ِم ْن ُك ِّل َش ْيطَ ٍ‬ ‫َو ِج َو ِ‬
‫ُك ِّل ِذى َشرٍّ …اِنَّكَ َعلَى ُك ِّل َشي ٍْئ قَ ِد ْي ٌر‬
‫لوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َو ْال ِم َحنَ َوسُوْ َء ْالفِ ْتنَ ِة َو ْال ِم َحنَ َما ظَهَ َر‬ ‫اللهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَالَ َء َو ْا َ‬
‫صةً َو َسائِ ِر ْالب ُْلدَا ِن ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ عآ َّمةً يَا‬ ‫ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ ع َْن بَلَ ِدنَا اِ ْن ُدونِي ِْسيَّا خآ َّ‬
‫َربَّ ْال َعالَ ِم ْينَ‬
‫ار‪َ .‬و ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ‬ ‫اب النّ ِ‬ ‫َربَنَا َءاتِنَا فِي ال ّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي ْاألَ ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬
‫َربِّ ْال َعالَ ِمينَ‬
‫ان َوإِ ْيتَا ِء ِذي ْالقُرْ ٰبى ويَ ْن ٰهى ع َِن ‪.‬‬ ‫إن هللاَ يَأْ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َس ِ‬
‫)‪Tanggal 3 April 2015 M. / 14 Jumadil Akhir 1436 H.‬‬
‫ِعبَا َد هللاِ‪َّ ،‬‬
‫الفَحْ ٰشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َوالبَ ْغ ِي‪ ،‬يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ نَ ‪ .‬فَاذ ُكرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم‬ ‫‪:Khutbah Pertama‬‬
‫ْط ُك ْم‪َ ،‬ولَ ِذ ْك ُر هللاِ أَ ْكبَ ُر‬‫‪َ .‬وا ْش ُكرُوْ هُ ع َٰلى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َواسْأَلُوْ هُ ِم ْن فَضْ لِ ِه يُع ِ‬ ‫ك الَّ ِذيْ َج َع َل‬ ‫ار َ‬‫ص يْرً ا‪َ ،‬ت َب َ‬ ‫اَ ْل َحمْ ُد هَّلِل ِ الَّ ِذيْ َك َ‬
‫ان ِب ِع َب ا ِد ِه َخ ِب ْي رً ا َب ِ‬
‫‪Muhammad Hasyime | Ketua PC. LTN NU Gresik dan Pimred‬‬ ‫فِي ال َّس َما ِء ُبر ُْوجً ا َو َج َع َل ِف ْي َها سِ َراجً ا َو َق َم رً ا‪ُ  ‬م ِن ْي رً ا‪ .‬أَ ْش َه ُد اَنْ‬
‫‪NUGres‬‬
‫الَ إِ َل َه إِالَّ هللاُ وأَ ْش َه ُد اَنَّ م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ وُ َرسُولُ ُه الَّ ِذيْ َب َع َث ُه ِب ْال َح ِّق‬ sehingga tidak bisa melakukan banyak hal?. Tiba-tiba sang kakek berkata
kepada Syeikh Abdul Warid hingga ia sangat terkejut karena kakek yang
‫ص حْ ِب ِه َو َس لِّ ْم‬ َ ‫ص ِّل َع َل ْي ِه َو َع َلى آلِ ِه َو‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬،‫َب ِش يْرً ا َو َن ِذيْرً ا‬ buta dan tuli itu ternyata mengetahui apa yang tengah ia pikirkan. Kakek itu
berkata: ilaika anni ya baththool, alaisa taraka lii qolban ya’rifuhu? wa
ْ‫ظ ر‬ َ ‫ َف َيا أَ ُّي َها الَّ ِذي َْن آ َم ُن وا ا َتقُ وا‬ ‫ أَمَّا َبعْ ُد؛‬.‫َتسْ لِ ْيمًا َك ِثيْرً ا‬
ُ ‫ َو ْل َت ْن‬,‫هللا‬ lisaanan yadzkuruhu? fahuwa na’iimu ad-daaraini jami’an (akan aku
jelaskan kepadamu kebahagiaan apa yang telah aku dapatkan wahai lelaki
.‫هللا َخ ِب ْي ٌر ِب َما َتعْ َملُ ْو َن‬ َ ‫ َوا َّتقُوا‬,‫ت ل َِغ ٍّد‬
َ َّ‫ إِن‬,‫هللا‬ ْ ‫َن ْفسٌ َما َق َّد َم‬ asing. Bukankah Tuhan telah menganugerahkan qalb/hati kepadaku yang
dengan hati itu aku dapat selalu mengenal-Nya?, bukankah Tuhan juga telah
memberiku lidah sehingga dengan lidah itu aku mampu untuk selalu
Hadirin sidang Jum’at rahimakumullah, mengagungkan-Nya?, ketahuilah, semua itu adalah nikmat dunia dan akhirat
Mengawali khutbah pada siang hari ini, ada satu kisah menarik dalam yang tak terhingga.
kitab Thaharatul Qulub wal Khudhu’ li ’Allaami al-Ghuyub karya seorang
ulama sufi, al-‘Arif billah Syeikh Abdul Aziz bin Ahmad bin Said ad- Hadirin jama’ah Jum’at yang berbahagia,
Darainiy RA. Kisah tersebut berdasarkan pengalaman yang dialami oleh sufi Kisah di atas sungguh mengandung hikmah dan pelajaran yang sangat
lain yang bernama Syeikh Abdul Warid bin Zubad RA. Dikisahkan, bahwa menakjubkan. Bagaimana tidak?, dari seorang kakek tua yang buta, tuli dan
Syeikh Abdul Warid dalam satu waktu pernah melakukan perjalanan dari cacat, kita dapat mengambil satu pelajaran yang sangat berharga. Di mana
satu kota ke kota lain, naik-turun dari satu bukit ke bukit lain, menyusuri hati nurani (qalb) adalah sesuatu yang ada dalam diri manusia yang selalu
pegunungan dan perkampungan di berbagai tempat yang dikunjungi, dalam takut dan tunduk kepada Allah. Hati adalah organ manusia yang penuh
rangka mencari ilmu dan hikmah dari para ulama sufi. Hingga satu ketika di dengan pancaran cahaya ilahi, sebagai anugerah terbesar dari
sebuah puncak gunung, Syeikh Abdul Warid bertemu seorang kakek tua Allah SWT melebihi anugerah apapun. Apalah arti kesempurnaan fisik dan
yang buta dan tuli serta tidak memiliki sepasang kaki dan tangan. Kakek itu materi, jika ternyata hati yang kita miliki adalah hati yang tumpul; hati yang
sedang beribadah dengan sangat khusuk. Setelah Syeikh Abdul Warid keras; hati yang tidak terisi oleh pancaran cahaya ilahi. Betapa dalam kisah
mendekat, ia mendengar sang kakek sedang mengucapkan puji-pujian tersebut sang kakek mengingatkan kita agar tidak terperangkap dalam
kepada Allah SWT: “ya ilaahi wa ya sayyidi (wahai Tuhanku dan perspesi dan standar kebahagiaan duniawi yang lebih cenderung bersifat
Tuanku), matta’tani bijawaarihii haitsu syi’ta (Kau anugerahkan anggota materi, di mana semakin materi itu dikejar justeru akan semakin membuat
tubuh untukku pada saat yang Engkau kehendaki), wa akhadztaha haitsu kita merasa hampa dan terasing, bahkan kita kehilangan diri kita
syi’ta (dan Kau ambil kembali semuanya saat Kau inginkan), wa tarakta lii sendiri. Maka sudah seharusnya hati itu kita hidupkan agar
husnadzonni fiika, ya birru ya washuul (namun Engkau tetap membuatku dapat berperan penting dalam diri kita, bukan hanya akal dan nafsu belaka.
dapat selalu berbaik sangka pada-Mu, wahai Dzat yang Maha Baik dan Hati yang dimaksud di sini adalah hati dalam pengertian ruhani, bukan
Maha Menyampaikan Maksud). hati dalam pengertian organ tubuh yang berwujud fisik.
Syeikh Abdul Warid lalu bertanya dalam hati: “Aneh sekali kakek ini, Kaum muslimin yang dirahmati Allah,
kebaikan apakah gerangan yang telah Allah berikan?, dan Allah telah
menyampaikan tujuan apa kepadanya, bukankah ia telah tuli dan buta
Dalam memahami konsep hati ini, tingkatan hati kita masih berada dalam posisi ini. Oleh karenanya, kita
kita terlebih dahulu perlu membedakan hati dalam arti fisik dan hati dalam dianjurkan agar di dalam shalat di akhir bacaan tasyahud akhir kita
arti ruhani. Hati dalam arti fisik menurut hadits Nabi memohon kepada Allah dengan membaca do’a: Ya muqalliba al-quluub,
adalah mudghoh (segumpal darah) yang sangat berpengaruh bagi tsabbit qalbii ‘alaa diinika (wahai Dzat yang maha membolak-balik hati,
kesehatan diri setiap manusia. Apabila kondisi segumpal darah itu baik, mantapkanlah hati kami dalam meniti agama-Mu).
maka akan baiklah seluruh bagian tubuhnya, sebaliknya, apabila segumpal
darah itu rusak maka akan rusaklah seluruh bagian tubuh tersebut. Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat mengenai makna Kemudian, tingkatan hati yang kedua disebut al-fuad. Makna al-
kata mudghoh. Sebagian ulama menafsirkannya sebagai organ bagian dalam fuad  sebenarnya lebih dekat kepada makna ‘aql. Yakni hati yang sudah
manusia yang disebut liver, sebagian yang mampu mempertimbangkan secara matang sisi baik dan buruk dari setiap
lain menafsirkannya dengan jantung. perbuatan; hati yang sudah berani secara tegas memilih jalan kebaikan dan
meninggalkan jalan keburukan; hati yang lebih mengedepankan suara
Adapun hati dalam pengertian ruhani, seorang ulama besar sekaligus Filosof kebenaran dan menanggalkan kebatilan.
Muslim, Syeikh Muhammad bin Ibrahim bin Yahya al-Qawami al-Syirazy,
yang bergelar ‘Shadr al-Din’ dan lebih populer dengan sebutan Mulla Shadra Adapun hati yang berada dalam tingkatan ketiga atau tingkatan yang
(lahir: 979-80 H/ 1571-72 M), dalam salah satu kitabnya yang paling tinggi adalah al-lub. Lub adalah hati yang selain sudah mampu
berjudul Mafatihul Ghaib, ia menjelaskan bahwa hati dalam pengertian memilih kebaikan dan meninggalkan keburukan, juga telah terisi dengan
ruhani memiliki 3 (tiga) macam tingkatan. Di mana antara manusia yang kesadaran bahwa setiap kebaikan yang dilakukan adalah bentuk
satu dengan manusia yang lain bisa saja berada dalam tingkatan yang kecintaannya kepada Allah SWT, sebagai upaya untuk mendekatkan diri
berbeda. kepada-Nya. Hati pada tingkatan inilah yang dimaksudkan dalam kisah si
kakek di atas. Yakni, hati yang sudah benar-benar mengenal Tuhannya; hati
Tingkatan hati yang pertama disebut Qalb. Qalb, sesuai dengan yang telah terisi dengan pancaran nur ilahi. Hati seperti inilah
arti harfiyahnya: “bolak balik”, memiliki sifat tidak stabil. Masih selalu yang kemudian dalam dunia tasawuf sering disebut dengan istilah
terjadi tarik menarik antara dorongan kebaikan dan keburukan. Coba sejenak “baitullah” (singgasana Allah). Dalam hal ini, perlu dipahami secara
kita renungkan, bagaimana dengan kondisi diri kita?. Apakah kita sering berbeda antara baitullah yang ada dalam diri manusia dan baitullah dalam
berada dalam kondisi ini, yakni tarik menarik antara yang hak dengan yang pengertian Ka’bah yang menjadi kiblat sekaligus pusat kegiatan ritual ibadah
batil?. Misalnya, ibadah kita laksanakan dengan baik, namun di sisi haji.
lain kemaksiatan juga masih sering kita lakukan. Atau, kadang dalam
bekerja kita kerap muncul keinginan untuk melakukan kecurangan setiap Istilah baitullah dan haji, sesungguhnya mengandung 2 (dua)
kali ada kesempatan, meski di saat yang sama kita juga masih mengingat makna: makna syar’i dan makna hakiki. Haji
akan dosa. Lalu akhirnya kita menjadi bingung dan ragu-ragu apakah mau dalam pengertian syar’i sebagaimana yang sudah sangat kita pahami, adalah
melakukan atau tidak. Di sini terjadi tarik menarik antara qalb dan nafsu. perjalanan ibadah ke baitullah. Adapun haji dalam makna hakiki adalah
Jika yang terjadi adalah demikian, maka sesungguhnya perjalanan manusia ke dalam dirinya sendiri untuk sampai pada tingkatan
hati yang sempurna, yakni lub. Karena lub inilah yang merupakan inti
dari baitullah  yang simbolisasinya berupa Ka’bah yang berada di Tanah ِ ْ‫أَ َف َل ْم يَسِ ْير ُْوا فِي األَر‬
ٌ‫ض َف َت ُك ْو َن َل ُه ْم قُلُ ْوبٌ َيعْ ِقلُ ْو َن ِب َها أَ ْو َآذان‬
Suci Mekkah. Maka, perjalanan ibadah haji ke Mekkah yang begitu berat,
dengan keharusan memiliki kesiapan mental, fisik, pengetahuan, dan waktu
ْ‫ْصا ُر َو َل ِكنْ َتعْ َمى ْالقُلُ ْوبُ الَّ ِتي‬ َ ‫َيسْ َمع ُْو َن ِب َها َفإِ َّن َها الَ َتعْ َمى األَب‬
yang matang, adalah “simbol” betapa sulitnya seseorang mencapai ‫ص ُد ْو ِر‬
ُّ ‫فِي ال‬
tingkatan lub  yang notabene ada dalam dirinya sendiri, sehingga diperlukan “Maka apakah mereka tidak mampu berjalan (dan mengambil pelajaran) di
perjuangan secara terus-menerus. muka bumi, padahal mereka memiliki hati yang dengan hati itu mereka
seharusnya dapat memahami; juga mempunyai telinga yang dengan telinga
Mudah-mudahan, bagi saudara-saudara kita kaum Muslim yang telah itu mereka seharusnya dapat mendengar?!, sesungguhnya bukanlah karena
melaksanakan haji ke Tanah Suci bisa mengambil pelajaran berharga dari mata mereka yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada di dalam dada
ibadahnya tersebut. Bahwa, selain untuk memenuhi kewajiban syar’i, mereka”.
perjalanan haji yang lebih hakiki sesungguhnya adalah perjalanan ke dalam
dirinya sendiri untuk menghidupkan lub atau hati nurani sehingga terisi oleh Dalam ayat lain (QS. al-Jatsiyah: 23), Allah SWT juga berfirman:
pancaran cahaya ilahi. Sehingga semua pikiran, sikap, dan perbuatannya
senantiasa mencerminkan sifat-sifat ilahi. Demikian pula bagi kita yang
َ َ‫ْت َم ِن ا َّت َخ َذ إِ َل َه ُه َه َواهُ َوأ‬
‫ض لَّ ُه هللاُ َع َلى عِ ْل ٍم َو َخ َت َم َع َلى‬ َ ‫أَ َف َرأَي‬
belum memiliki kesempatan melaksanakan haji secara syar’i, masih ada ‫هللا‬ َ ‫َسمْ ِع ِه َو َق ْل ِب ِه َو َج َع َل َع َلى َب‬
ِ ‫ص ِر ِه غِ َش َاو ًة َف َمنْ َي ْه ِد ْي ِه ِمنْ َبعْ ِد‬
‫أَ َفالَ َت َذ َّكر ُْو َن‬
kesempatan untuk mencapai derajat haji secara hakiki,
yakni dengan senantiasa melatih diri agar hati kita sampai pada
tingkatan yang paling tinggi, yaitu lub yang tak lain merupakan baitullah. “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
Sehingga hati kita penuh dengan pancaran cahaya Ilahi; hati yang telah sebagai tuhan, dan Allah membiarkannya tersesat, juga Allah mengunci
betul-betul mengenal Tuhannya dengan baik. Dalam konteks inilah, hujjatul pendengaran dan hatinya serta menutup penglihatannya?!, siapakah yang
Islam Imam al-Ghazali RA menyatakan: man ‘arafa nafsahu fa qod ‘arafa akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya tersesat),
rabbahu (barang siapa yang mampu mengenali dirinya (yakni, hatinya telah tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?.”
sampai pada tingkatan lub), maka sesungguhnya ia telah mengenal
Tuhannya. Demikian khutbah ini, semoga bermanfaat.

Akhirnya, mengakhiri khutbah ini, marilah kita sama-sama berdo’a dan terus
‫ َو َن َف َع ِنيْ َوإِيَّا ُك ْم ِب َما ِف ْي ِه‬,‫آن ْالعَظِ ي ِْم‬ ِ ْ‫ك هللاُ لِيْ َو َل ُك ْم فِي ْالقُ ر‬ َ ‫ار‬ َ ‫َب‬
berusaha, jika hari ini hati kita masih berada dalam tingkatan qalb, semoga
esok hati kita bisa meningkat menjadi al-fuad, dan lusa bisa sampai pada ‫ َو َت َق َّب َل ِم ِّنيْ َو ِم ْن ُك ْم ِتالَ َو َت ُه إِ َّن ُه ُه َو‬,‫ت َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬ ِ ‫م َِن اآل َي ا‬
ْ ‫أَقُ ْو ُل َق ْولِيْ َه َذا َو‬ .‫الس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬
tingkatan lub. Dan semoga hati kita tidak termasuk hati yang mati atau hati
yang buta. Yakni hati yang sudah tidak lagi merasa bersalah setiap ‫هللا ْالعَظِ ْي َم لِيْ َو َل ُك ْم‬
َ ‫اس َت ْغ ِف ُر‬ َّ
kali melakukan dosa dan kesalahan. Sebagai firman Allah SWT (QS. al-
Hajj: 46), .‫ إِ َّن ُه ه َُو ْال َغفُ ْو ُر الرَّ ِح ْي ُم‬،ُ‫َفاسْ َت ْغ ِفر ُْوه‬
‫‪:Khutbah Kedua‬‬
‫اخ ُذ ْل َمنْ َخ َذ َل‬ ‫ص ي َْن َو ْ‬ ‫ادَك ْالم َُوحِّ ِدي َْن ْالم ُْخلِ ِ‬ ‫َ‬ ‫ص رْ عِ َب‬ ‫َوا ْن ُ‬
‫ان آ َيا ِت ِه لِ َيعْ ِرفُ ْوهُ‪َ ،‬و َس َّه َل‬ ‫ْال َحمْ ُد الَّ ِذيْ َخ َل َق ْال َخ ْل َق لِ َيعْ ُب ُد ْوهُ‪َ ،‬وأَ َب َ‬ ‫ْن وأَعْ ِل َكلِ َما ِت َ‬
‫ك إِ َلى َي ْو ِم‬ ‫ْالمُسْ لِ ِمي َْن ودَ مِّرْ أَعْ دَآ َئ َنا َوأَعْ دَآ َء ال ِّدي ِ‬
‫ص لُ ْوهُ‪ .‬أَ ْش َه ُد أَنْ الَ إِ َل َه إِالَّ هللاُ‬ ‫ص ْو ِل إِ َل ْي ِه لِ َي ِ‬ ‫َل ُه ْم َط ِر ْي َق ْالوُ ُ‬ ‫الزالَ ِز َل َو ْالم َِح َن َو ُس ْو َء‬ ‫ْن‪ .‬اللَّ ُه َّم ْاد َفعْ َع َّنا ْال َبالَ َء َو ْال َو َبا َء َو َّ‬‫ال ِّدي ِ‬
‫ك َو َل ُه ْال َحمْ ُد َوه َُو َع َلى ُك ِّل َش يْ ٍء‬ ‫ْك َلهُ‪َ ،‬ل ُه ْالم ُْل ُ‬ ‫َوحْ دَ هُ الَ َش ِري َ‬ ‫آص ًة َو َعنْ‬
‫ْال ِف ْت َن ِة َما َظ َه َر ِم ْن َها َو َما َب َط َن َعنْ َب َلدِنا إِ ْن ُد ْو ِن ْيسِ َيا َخ َّ‬
‫َق ِد ْيرٌ‪َ ،‬وأَ ْش َه ُد أَنَّ َن ِب َّي َنا م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ‪ ،‬أَرْ َس َل ُه هللاُ‬ ‫دَان ْالم ُْس لِ ِمي َْن َعآم ًَّة َيا َربَّ ْال َع ا َل ِمي َْن‪َ .‬ر َّب َنا آ ِت َنا فِي‬ ‫َس ائ ِِر ْالب ُْل ِ‬
‫لح ِّق لِ َي ُك ْو َن ل ِْل َع ا َل ِمي َْن َن ِذيْرً ا‪ ،‬أَمَّا َبعْ ُد‪َ ,‬ف َيا أَ ُّي َها‬ ‫ْن ْا َ‬‫ِباْلهُدَ ى َو ِدي ِ‬ ‫هللا! إِ ََّن‬
‫ار‪ .‬عِ َبادَ ِ‬ ‫اب ال َّن ِ‬‫ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َوفِي اآلخ َِر ِة َح َس َن ًة َو ِق َنا َع َذ َ‬
‫هللا أَ َم َر ُك ْم ِبأَمْ ٍر َبدَأَ ِف ْي ِه‬‫هللا َح َّق ُت َقا ِت ِه‪َ ,‬واعْ َلم ُْوا أَ ََّن َ‬ ‫ال َّناسُ ‪ِ ,‬ا َّتقُوا َ‬ ‫ْ‬
‫ان َوإِ ْي َت آ ِء ذِي ْالقُ رْ َبى َو َي ْن َهى َع ِن‬ ‫اإلحْ َس ِ‬ ‫هللا َي أ ُم ُر ِب ْال َع ْد ِل َو ِ‬ ‫َ‬
‫ِب َن ْفسِ ِه َو َثـ َّنى ِب َمآل ِئ َك ِت ِه ِبقُ ْد ِس ِه‪َ ,‬و َق ا َل َت َع ا َلى إِ ََّن َ‬
‫هللا َو َمآل ِئ َك َت ُه‬ ‫ِظ ُك ْم َل َعلَّ ُك ْم َت َذ َّكر ُْو َن‪َ ,‬و ْاذ ُك رُوا َ‬
‫هللا‬ ‫ْال َفحْ َشآ ِء َو ْال ُم ْن َكر َو ْال َب ْغي َيع ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ص لُّ ْوا َع َل ْي ِه َو َس لِّم ُْوا‬ ‫ُص لُّ ْو َن َع َلى ال َّن ِبيِّ َيآأَ ُّي َها الَّ ِذي َْن آ َم ُن ْوا َ‬ ‫ي َ‬ ‫ْالعَظِ ْي َم َي ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكر ُْوهُ َع َلى ن َِع ِم ِه َي ِز ْد ُك ْم َواسْ َئلُ ْوهُ ِمنْ َفضْ لِ ِه‬
‫ُس ل َِك‬ ‫ك َور ُ‬ ‫ص ِّل َع َلى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َو َع َلى أَ ْن ِب َيآ ِئ َ‬ ‫َت ْس لِ ْيمًا‪ .‬اللَّ ُه َّم َ‬ ‫هللا أَ ْك َب ُر‪َ ,‬وهللاُ َيعْ َل ُم َما َتصْ َنع ُْو َن‪.‬‬ ‫يُعْ طِ كم‪َ ,‬و َلذِك ُر ِ‬
‫اش ِدي َْن أَ ِبيْ‬
‫ض اللَّ ُه َّم َع ِن ْال ُخ َل َف ا ِء الرَّ ِ‬ ‫ِك ْال ُم َقرَّ ِبي َْن‪َ ,‬وارْ َ‬ ‫َو َمآل ِئ َكت َ‬
‫الص َحا َب ِة َوال َّت ِاب ِعي َْن‬ ‫ان َو َعلِيٍّ َو َعنْ َب ِق َّي ِة َّ‬ ‫َب ْك ٍر َو ُع َم َر َوع ُْث َم َ‬
‫ض َع َّنا َم َع ُه ْم‬ ‫ْن‪َ ,‬وارْ َ‬ ‫ان إِ َلى َي ْو ِم ال ِّدي ِ‬ ‫َو َت ِابعِي ال َّت ِاب ِعي َْن َل ُه ْم ِبإِحْ َس ٍ‬
‫ِك َياأَرْ َح َم الرَّ ا ِح ِمي َْن‪.‬‬ ‫ِب َرحْ َمت َ‬
‫ت‬ ‫ت َو ْالم ُْس لِ ِمي َْن َو ْالم ُْس لِ َما ِ‬ ‫اغ ِف رْ ل ِْل ُم ْؤ ِم ِني َْن َو ْالم ُْؤ ِم َن ا ِ‬ ‫اللَّ ُه َّم ْ‬
‫ت‪.‬‬ ‫ك َس ِم ْي ٌع َق ِريْبٌ َم ِجيْبُ ال َّد َع َوا ِ‬ ‫ت‪ ,‬إِ َّن َ‬ ‫األَحْ َيآ ِء ِم ْن ُه ْم َواألَمْ َوا ِ‬
‫ك َو ْالم ُْش ِر ِكي َْن‬ ‫الش رْ َ‬ ‫اإل ْس الَ َم َو ْالم ُْس لِ ِمي َْن َوأَ ِذ ِّ َل ِّ‬ ‫َ‬
‫اللَّ ُه َّم أعِ َّز ِ‬

Anda mungkin juga menyukai