Salah satu organ yang bisa terifeksi adalah otak. Kondisi ini kemudian memicu
meningitis tuberkulosis. Bakteri dari paru-paru akan melakukan perjalanan ke
meninges, yaitu selaput yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
Meningitis tuberkulosis dapat terjadi sebagai satu-satunya gejala infeksi TB atau
bersamaan dengan infeksi paru atau TB ekstrapulmoner lainnya.
Meningitis dapat menyebabkan kematian dan kecacatan yang parah, terutama jika
pasien juga mengidap HIV. Keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan
merupakan faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian dan
morbiditas dari penyakit ini.
Namun ketika penyakit ini berkembang menjadi lebih parah, gejalanya pun akan
menjadi lebih serius. Gejala meningitis tuberkulosis dapat berupa:
Leher kaku.
Sakit kepala.
Sensitif terhadap cahaya.
Pasien tampak kebingungan atau disorientasi.
Mual dan muntah.
Pingsan atau penurunan kesadaran.
Bakteri tuberkulosis tersebut terdapat dalam tubuh penderita dan bisa saja tidak
menimbulkan gejala karena kondisi imun tubuh yang baik. Keadaan ini disebut TB
laten.
Isoniazid.
Rifampisin.
Pirazinamid.
Etambutol.
Streptomisin (sebagai pengganti isoniazid untuk dewasa).
Dexametason (dengan penurunan dosis setiap minggu).
Pada dua bulan pertama, jenis obat yang diminum adalah isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol untuk pasien anak-anak atau streptomisin untuk
pasien dewasa. Pada bulan berikutnya, pasien hanya mengonsumsi isoniazid dan
rifampisin.
Namun bila etambutol tidak menembus dengan baik melalui selaput otak,
biasanya diganti dengan fluoroquinolone (seperti moxifloxacin atau levofloxacin).
Sedangkan untuk pasien TB yang mengalami resistansi antibiotik, perlu
berkonsultasi dengan dokter untuk penggunaan obat yang tepat.
Dokter juga mungkin akan meresepkan steroid. Obat ini diberikan untuk
mengurangi komplikasi yang terkait dengan kondisi meningitis tuberkulosis.
Dalam beberapa kasus, penderita meningitis TB mungkin memerlukan perawatan
di rumah sakit.
Jika tidak diobati dengan cepat dan saksama, dapat terjadi komplikasi meningitis
tuberkulosis yang dapat mengancam jiwa. Beberapa di antaranya adalah:
Gangguan pendengaran.
Peningkatan tekanan di otak.
Kerusakan otak. Peningkatan tekanan di otak akibat infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat menyebabkan kerusakan otak
permanen.
Kematian.
Melakukan vaksin BCG, khususnya untuk anak-anak dan orang yang berisiko
(seperti tenaga medis profesional)
Menjaga sistem imun tubuh agar selalu sehat.
Mengobati infeksi TB (aktif maupun laten).
Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Jika diagnosis sudah ditegakkan, dokter akan memberikan obat anti tuberkulosis
dan obat lain jika diperlukan. Dokter kemudian mengawasi perkembangan kondisi
pasien selama minum obat dan memantau apakah ada kemungkinan terjadi
infeksi baru.