BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri
2.1.1 Pengertian Nyeri
Nyeri menurut The International Association for the Study of Pain (IASP) adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan sehubungan dengan
kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang apapun yang dideskripsikan
sebagai suatu kerusakan jaringan. (“ an unpleasant sensory and emotional response
associated with actual or potential tissue damage or described in terms of such
damage”).1
Nyeri dapat menghalangi penderita mengikuti perawatan ICU (contoh : mobilisasi awal,
pemisahan dari ventilator mekanik). Jadi, para klinisi harus secara berkala menilai
kembali nyeri mereka dan mentitrasi campur tangan analgesik secara hati-hati untuk
mencegah respon negatif yang berpotensi muncul terkait dengan terapi analgesi yang
tidak adekuat atau berlebihan. Klinisi sebaiknya memberikan penilaian yang rutin pada
semua penderita penyakit kritis, menggunakan penjelasan dari penderita sendiri atau
pengukuran sikap yang sistematis. Penatalaksanaan nyeri dapat difasilitasi dengan
mengidentifikasi dan menangani nyeri sejak awal daripada menunggu sampai nyeri itu
bertambah parah.2,20
kapasitas sistem saraf yang paling primitif. Peranan proteksinya memerlukan perhatian
dan aksi segera yang terjadi melalui peranan reflek withdrawal yang mengaktivasi,
ketidaknyamanan intrinsik dari sensasi yang ditimbulkan, dan penderitaan emosional
yang terlibat. Nyeri nosiseptif sendiri hadir sebagai sesuatu yang harus dihindari
sekarang, dan ketika terlibat, sistem menolak hampir semua fungsi saraf lain.20
B. Nyeri Inflamasi
Macam nyeri yang kedua juga adaptif dan protektif. Dengan sensitivitas sensoris yang
tinggi setelah kerusakan jaringan yang tak terhindarkan, nyeri ini menolong proses
penyembuhan bagian tubuh cedera dengan menciptakan situasi yang tidak mendukung
kontak fisik dan pergerakan. Hipersensitivitas nyeri mengurangi risiko lebih lanjut dari
kerusakan dan mencetuskan perbaikan, seperti setelah luka bedah atau pada sendi yang
radang, dimana rangsangan normal yang tidak berbahaya sekarang merangsang
timbulnya nyeri. Nyeri ini disebabkan aktivasi sistem imun oleh cedera jaringan atau
infeksi, dan oleh karena itu disebut nyeri inflamasi, sesungguhnya, nyeri adalah satu
dari tanda kardinal inflamasi. Sementara nyeri ini adaptif, nyeri inflamasi masih butuh
untuk dikurangi pada penderita dengan inflamasi terus-menerus, seperti pada
rheumatoid arthritis atau pada kasus cedera parah atau luas.
C. Nyeri Patologis
Merupakan nyeri yang tidak protektif, tapi maladaptif, dihasilkan dari sistem saraf yang
memiliki fungsi abnormal. Nyeri patolgis, dimana bukan merupakan gejala dari
kelainan tetapi lebih kepada status penyakit sistem saraf, dapat terjadi setelah adanya
kerusakan sistem saraf (nyeri neuropatik) dan pada kondisi dimana ada kerusakan atau
inflamasi (nyeri disfungsi). Kondisi yang menimbulkan nyeri disfungsi meliputi
fibromyalgia, irritable bowel syndrome, tension type headache, temporomandibular
joint disease, interstitial cystitis, dan sindrom lain dimana terdapat nyeri substansial
tetapi tidak ada ra ngsangan noksius dan tidak ada, atau sangat minim, inflamasi
patologis perifer. Pada sindrom nyeri klinis dengan kebutuhan yang tidak terpenuhi,
nyeri patologis secara luas adalah konsekuensi sinyal sensori diperkuat pada sistem
saraf pusat dan merupakan nyeri ambang rendah. Dengan analogi, jika nyeri adalah
alarm kebakaran, tipe nosiseptif akan diaktivasi dengan tepat hanya oleh adanya suhu
yang kuat, nyeri inflamasi akan diaktivasi oleh temperatur hangat, dan nyeri patologis
akan menjadi alarm palsu disebabkan oleh malfungsi dari sistem itu sendiri.
5
- Fisiologi Nyeri
Nosisepsi adalah proses dimana rangsangan suhu, mekanis atau kimia dideteksi
oleh subpopulasi serat saraf perifer yang disebut nosiseptor. Reseptor nyeri atau
nosiseptor biasanya terdapat di ujung saraf perifer kulit, otot, sendisendi, visceral, gigi
dan dura. Badan sel nosiseptor berlokasi di akar ganglia dorsal atau dorsal root ganglia
(DRG) untuk bagian badannya dan ganglion trigeminal untuk bagian wajah, dan
memiliki cabang akson perifer dan pusat yang menginervasi organ target dan korda
spinalis.2
Nosiseptor terangsang hanya jika intensitas rangsangan mencapai rentang noksius,
memberi kesan mereka memiliki bagian biofisikal dan molekular yang memampukan
mereka untuk mendeteksi dan merespon rangsangan berbahaya secara potensial.
Stimulasi noksius merupakan stimulasi dengan intensitas yang berpotensi dapat
merusak jaringan. Stimulasi terbagi atas mekanikal ( tekanan, pembengkakan, abses,
insisi), termal (burn), kimia (infeksi, iskemia, bahan toksik).2
Nosisepsi digunakan untuk menggambarkan respon neuron akibat trauma atau
stimulasi noksius. Semua nosisepsi berhubungan dengan nyeri tapi tidak semua nyeri
berasal dari nosisepsi. Terdapat 2 pembagian besar dari nosiseptor, pertama meliputi
aferen bermielin dengan diameter medium (Aδ) yang berperan pada proses nyeri akut,
terlokasi “pertama kali” atau nyeri yang cepat. Aferen bermielin ini berbeda sekali
dengan serat Aβ dengan diameter lebih besar dan cepat yang merespon terhadap
rangsangan mekanis yang tidak berbahaya. Kelas kedua nosiseptor meliputi serat C tak
bermielin diameter kecil yang tidak terlokalisir, nyeri “kedua” atau nyeri lambat.2
Sel pada dorsal horn yang merespon pada masukan nosiseptif ada 2 tipe umum :
nosiseptif-spesifik (NS) dan Wide Dynamic Range (WDR). Neuron nosiseptif-spesifik
hanya melayani stimuli noksius, tetapi neuron WDR juga menerima masukan aferen
non-noksius dari Aβ, Aδ dan serabut-serabut C. Neuron NS berlokasi terutama pada
lamina I dan bagian luar dari lamina II. Baik sel WDR dan NS memproyeksi dari korda
spinalis ke otak. Jalur asenden besar melalui traktus spinotalamikus. Banyak sel
berakhir pada nuklei somatosensoris di talamus lateral, terutama nukleus ventrobasal,
garis tengah nuklei intralaminar pada talamus adalah akhiran besar lainnya dari akson
spinotalamikus.
7
rasa sakit dari sekeliling area terjadinya luka. Bagaimanapun, karena tidak bermyelin,
serabut C lebih mudah mengalami kerusakan. Pada ruam saraf dan nyeri diabetik
neuropati, serabut C membawa beban terberat dari luka. Tidak heran, kualitas nyeri
pada
kondisi ini seringkali berupa burning allodynia.
d. Transmisi
Dimanapun satu jalur konduksi saraf berakhir dan yang lain muncul, neurotransmiter
(meliputi glutamat. Substansi P, norepinefrin, dopamin, dan serotonin) mengirimkan
sinyal menyeberangi celah sinaptik yang memisahkan mereka. Transmisi terjadi dalam
3 tahap yaitu: dari awal transduksi pada serat-serat nosiseptor menuju dorsal horn pada
spinal cord, kemudian dari spinal cord menuju brainstem dan menembus koneksi antara
talamus, korteks dan level lebih tinggi dalam otak.
e. Modulasi
Merupakan proses mengendalikan nyeri meliputi pengubahan tranmisi nyeri sehingga
mendorong peningkatan transmisi (mengeksitasi) atau menurunkan transmisi (inhibisi)
di spinal cord. Impuls nyeri ke otak mengaktifkan sirkuit umpan balik yang dapat
menghambat efek input sensoris pada tingkat spinal cord atau brainstem bahkan
menekan respon nyeri (descending pathway). Umpan balik negatif sering mengacu pada
sistem analgesik endogen. Proses inhibisi ini akan mengaktifkan neurotransmiter yang
dapat memblokir seluruh atau sebagian transmisi impuls sehingga menghasilkan
analgesia.
f. Persepsi
Merupakan hasil akhir aktivitas proses nyeri yang menghasilkan pengalaman
multidimensi tentang nyeri. Berbagai macam reaksi terhadap stimulasi nyeri tidak hanya
sensoris yang khusus nyeri tapi juga respons afektif terhadap stimulasi nyeri tersebut
seperti refleks somatik dan automatik, perubahan endokrin, dan adanya daya ingat
terhadap nyeri.
9
Secara umum, nyeri dibedakan antara nyeri nosiseptik dan nyeri neuropatik.
Nyeri nosiseptik dan nyeri neuropatik masing-masing memiliki perbedaan karakteristik
yang signifikan.
a. ID Pain
Digunakan untuk membedakan antara nyeri neuropatik dan nosiseptik.
Terdiri atas 5 komponen nyeri neuropatik, yaitu rasa kesemutan, panas terbakar,
kebas/baal, kesetrum, nyeri bertambah bila tersentuh, dan 1 komponen nyeri
nosiseptik yaitu nyeri yang terbatas pada persendian/otot/ gigi/lainnya. Bila skor
>2 mungkin terdapat nyeri neuropatik13
Tabel 2. ID Pain13
Total skor
A. Kuesioner Nyeri
Pikirkan bagaimana rasa nyeri anda dalam minggu terakhir
Apakah nyeri anda terasa sebagai rasa tidak nyaman yang Tidak 0
aneh pada kulit?
Ya 5
Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di bagian yang Tidak 0
terasa sakit kelihatan berbeda dari biasanya?
Ya 5
Apakah nyeri anda menyebabkan bagian kulit yang Tidak 0
terkena menjadi tidak normal pekanya terhadap
sentuhan?
Apakah rasa tidak nyaman bila kulit digores secara
ringan atau rasa nyeri bila memakai pakaian yang ketat
dapat untuk menggambarkan keadaan tidak normal ini?
Ya 3
Apakah nyeri anda muncul tiba-tiba dengan mendadak Tidak 0
tanpa ada sebab yang jelas pada saat anda sedang
11
berdiam diri?
Ya 2
Apakah nyeri anda terasa seakan-akan suhu kulit di Tidak 0
bagian yang nyeri berubah secara tidak normal?
Ya 1
B. Tes Sensoris
Alodinia Tidak 0
Menggores kulit dengan kapas secara ringan pada bagian
tidak nyeri dibandingkan bagian yang tidak normal
Ya 5
Perubahan nilai ambang nyeri pada tusukan jarum Sama 0
Beda 3
Total skor (maksimum 24)
menggambarkan nyeri dalam rentang skor antara 3 (tidak nyeri) hingga 12 (nyeri
paling hebat). Adapun penilaiannya adalah sebagai berikut:5
Interpretasi Skor
≤3 : Tidak nyeri
4–5 : Nyeri ringan
6 – 11 : Nyeri yang tidak dapat ditolerir*
≥ 12 : Sangat nyeri*
*Catatan : Untuk skor ≥ 6 pertimbangkan pemberian obat sedasi atau analgesik.
≤2 : Tidak nyeri
3–5 : Nyeri ringan*
≥6 : Nyeri berat*
*Catatan : Skor ≥ 3 mengindikasikan pertimbangan pemberian analgesik.
- Pengkajian Nyeri
Untuk pasien bayi 0 – 1 tahun, digunakan skala NIPS (Neonatal Infant Pain Scale)
(lampiran3).
Untuk pasien anak >8 tahun dan dewasa digunakan VAS (Visual Analog Scale).
Pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat menggambarkan intensitas
nyerinya dengan angka, digunakan Wong Baker FACES Pain Scale.
Pengkajian awal nyeri pada pasien geriatri dapat menggunakan instrumen
Nonverbal Pain Indicators (CPNI) (lampiran 4). Bila pada pasien tersebut terdapat
demensia digunakan Pain Assessment in Advance Dementia Scale (PAINAD)
(lampiran 5).
Untuk pasien dengan perawatan intensif digunakan Behavioral Pain Scale.
Pengkajian Ulang
Menangis, berteriak 2
Rileks 0
Meringis 2
Daftar Pustaka
Lampiran 1
22
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5