Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karuniaNya kami dapat menyelesaikan Makalah AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN
Dengan judul Masalah Harta serta Jabatan. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menambah pengetahuan kepada pembaca di bidang agama Islam, khususnya dalam peran
harta serta jabatan dalam kehidupan manusia. Di samping itu, makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama.
Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna harus sadar akan
keberadaan dirinya, tidak takut untuk mengubah kehidupannya untuk menjadi lebih baik, dan
tidak berhenti untuk terus menimba ilmu dalam kehidupan guna keluar dari kebodohan
imannya dan menuju peningkatan nilai dan kecerdasan takwa dirinya kepada Sang Maha
Pencipta.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan ini. Dengan segala
kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran.
Tak ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata.
Semoga makalah ini menjadi pelita bagi individu yang ingin mengembangkan kepribadian
dirinya. Amin.

Jakarta, 15 oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................2
BAB I.....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.........................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................3
BAB II....................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................................................................................4
A. Pengertian Harta Dan Jabatan................................................................................................4
B. Pandangan Islam Mengenai Harta..........................................................................................5
C. Cara-Cara Memperoleh Harta yang Halal.............................................................................7
D. Sikap terhadap Harta dan Jabatan.......................................................................................11
E. Pendayagunaan Harta dan Jabatan di Jalan Allah.............................................................12
BAB III................................................................................................................................................14
PENUTUP............................................................................................................................................14
A. Kesimpulan.............................................................................................................................14
B. Saran........................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Harta dan jabatan merupakan dua hal yang yang akrab dalam kehidupan kita
sehari-hari, juga saling berhubungan satu sama lain. Harta dapat membuat orang
punya jabatan, sebaliknya jabatan kadang-kadang dikejar orang untuk
memperoleh harta. Sebagai “diin Allah” yang nenjadi rahmat bagi semesta alam
sudah barang tentu Islam memiliki perhatian yang sangat serius dan mempunyai
tata aturan yang jelas mengenai harta dan jabatan. Harta dan jabatan dapat
mengantarkan seseorang kepada kemuliaan, tetapi dapat pula membuat
seseorang menjadi hina. Tergantung bagaimana manusia itu memandang dan
menyikapinya.

B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari harta?
2. Untuk mengetahui apa itu Harta Halal dan Haram?
3. Untuk mengetahui cara memperoleh Harta?
4. Untuk mengetahui apa pengertian dari jabatan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta Dan Jabatan

Harta atau al maal menurut Wahbah Zuhaili, didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
dapat mendatangkan ketenangan dan dapat dimiliki manusia dengan sebuah upaya baik itu
berupa zat maupun manfaat. Menurut Hanafiyah, al maaladalah sesuatu yang mungkin
dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan. Pendapat Mayoritas Ulama, al maaladalah segala
sesuatu yang memilki nilai dimana bagi orang yang merusaknya, berkewajiban untuk
menanggung atau menggantinya.

Dalam Al-Qur’an bahwa harta adalah perluasan hidup. Pada Al-Qur’an surat AL Kahfi:
46 dan surat An-Nisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia terhadap harta sama dengan
kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan, maka kebutuhan manusia terhadap harta
adalah kebutuhan yang mendasar.

Manusia bukan pemilik mutlak terhadap harta, kepemilikan manusia terhadap harta
dibatasi oleh hak-hak Allah, ini terlihat dari kewjiban manusia mengeluarkan sebagian kecil
hartanya untuk berzakat dan ibadahlainnya. Cara-cara pengambilan manfaat harta mengarah
kepada kemakmuran bersama, pelaksanannya dapat diatur oleh masyarakat melalui wakil-
wakilnya. Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya
mendapat imbalan yang wajar, masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar
kepentingan pribadi, selama tidak merugikan orang lain dan mayarakat, karena pemilikan
manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka pemilik boleh untuk memindahkan hak
miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya dan
sebagainya.

Menurut bahasa, jabatan artinya sesuatu yang dipegang, sesuatu tugas yang diemban.
Semua orang yang punya tugas tertentu, kedukan tertentu atau terhormat dalam setiap
lembaga atau institusi lazim disebut orang yang punya jabatan.

Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan, baik yang
menunjukkan kebaikan seperti ayat-ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang menunjukkan
keburukan seperti ayat-ayat tentang Fir’aun, Qarun dan sebagainya. Dalam surat Al-Haqqah
Allah SWT menyatakan bahwa pejabat yang tidak beriman itu di akhirat kelak akan
mengatakan bahwa lepas sudah jabatannya (yang sewaktu di dunia ia miliki).

Hakikat harta dan dan jabatan adalah merupakan amanah dan karunia Allah. Disebut
sebagai amanah Allah karena harta dan jabatan tersebut didapat bukan semata-mata karena
kehebatan seseorang, tetapi karena berkah dan karunia dari Allah, juga sejatinya bukan
dimaksud untuk kesenangan pribadi pemiliknya, tetapi juga buat kemaslahatan orang lain.
Karena harta dan jabatan adalah amanah, maka harus dijaga dan dijalankan atau dipelihara
dan dilaksanakan dengan benar, sebab satu saat akan dipertanggung-jawabkan di hadapan
Allah SWT.

B. Pandangan Islam Mengenai Harta

a. Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:


Pertama, pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah milik
Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah
mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya (QS al-Hadiid: 7).
Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda:
”Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa
dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk
apa dipergunakan, serta ilmunya untuk dipergunakan”.
Kedua, status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut:
1.     Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena
memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.
2.     Harta sebagai perhiasan perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya
dengan baik dan tidak berlebih-lebihan (Al-Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering
menyebabakan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri (Al-Alaq: 6-7)
3.     Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (Al-Anfal: 28)
4.     Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan
muamalah bagi  antar sesama manusia, malaui zakat, infak, dan sedekah (At-Taubah: 41, 60:
Al Imran: 133-134)
Ketiga, pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha atau mata pencarian yang halal dan
sesuai dengan aturan-Nya (Al-Baqarah: 267)
”Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yng bekerja. Barang siapa yang bekerja keras
mencari nafkah yang halal untuk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah”
(HR Ahmad).
”Mencari rezeki adalah wajib setelah kewajiban yang lain” (HR Thabrani)
”Jika telah melakukan sholat shubuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan sempat
mencari rezeki” (HR Thabrani).
Keempat, dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur:
1-2), melupakan Zikrullah/mengingat Allah (al-Munafiqun: 9), melupakan sholat dan zakat
(an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang saja (al-Hasyr: 7).
Kelima, dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba, perjudian, jual
beli barang yang haram, mencuri, merampok, curang dalam takaran dan timbangan, dan
melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).
C. Harta yang Halal dan Haram
a.     Harta Halal
Harta halal adalah harta yang diperbolehkan oleh Allah untuk di manfaatkan oleh manusia
sebagaimana yang telah diterangkan melalui rasul kepada kita umatnya. Kehalalan harta
benda dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi zatnya dan dari sisi cara mendapatkannya.
Harta yang halal karena zatnya adalah meliputi segala jenis makanan dan minuman yang
terdapat di dunia ini, kecuali yang telah dijelaskan keharamannya, jadi asalnya semua
makanan itu halal kecuali ada dalil baik Al-qur’an ataupun hadits yang sahih yang
melarangnya. Dalam surat Al-Maidah ayat 1 Allah berfirman:
”Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu”
Kemudian dalam ayat 4 surat yang sama Allah berfirman, ”Mereka menanyakan kepadamu,
Apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah, dihalalkan bagimu yang baik-baik”
Kemudian harta yang halal bila di lihat dari cara mendapatkannya, adalah segala suatu yang
diperoleh dengan jalan yang diperbolehkan oleh hukum Allah, seperti:
        Harta yang diperoleh dari warisan
        Harta yang diperolah melalui zakat
        Harta terpendam (Harta Karun)
        Dan lain-lain seperti upah atau gaji
b.      Harta Haram
Yang dimaksud dengan harta haram adalah segala seuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul
bagi manusia. Harta haram ternagi 2 macam, yaitu haram karena zatnya dan haram karena
cara mendapatkannya.
Harta yang haram karena zatnya antara lain Khamar (makanan atau minuman yang dapat
memabukkan atau merusak fikiran), Babi, Bangkai, darah, binatang buas, dll
Allah berfirman:
”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) Khamar, berjudi, berkurban
untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan, maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan.” (Q.S
Al-Maidah:90)
Sedangkan mengenai binatang buas diterapkan dalam hadis berikut ini:
”memakan semua binatang buas yang bertaring dan semua burung yang bercakar adalah
haram (H.R Muslim)
Sedangkan harta yang haram karena cara mendapatkannya adalah setiap harta yang diperoleh
dengan jalan yang batil seperti penipuan, pencurian (termasuk korupsi), hasil riba, dan hasil
riswah (suap).
Khusus untuk korupsi terkadang orang memandang bahwa hal itu bukan maling sehingga
terkesan mereka tidak malu walaupun ketahuan. Padahal korupsi itu lebih kotor dari pada
maling, dan lebih jahat dari merampok.
C. Cara-Cara Memperoleh Harta yang Halal
Liku-liku kehidupan tak dikalkulasi dengan hitungan. Negeri yang sedemikian
makmurnya ini, terancam kekurangan sandang, pangan dan papan. Kegoncangan melanda di
mana-mana. Kegelisahan menjadi selimut kehidupan yang tidak bisa ditinggalkan. Begitulah
kalau krisis ekonomi sudah memakan korban.
Seakan manusia telah lalai, bahwa segala yang terhampar di jagad raya ini ada Dzat yang
mengaturnya. Apakah mereka tidak ingat Allah Ta’ala telah berfirman:
“Dan tidaklah yang melata di muka bumi ini melainkan Allahlah yang memberi rezekinya”
(QS. Hud: 6)
Keyakinan yang mantap hádala bekal utama dalam menjalani asbab (usaha) mencari
rezeki. Ar Rahman yang menjadikan dunia ini sebagai negeri imitan (ujian), telah
memberikan jalan keluar terhadap problem yang dihadapi manusia, diantaranya:
1. Berusaha dan Bekerja
Sudah merypakan sunatullah seseorang ingin mendapatkan limpahan rezeki Allah harus
berusaha dan bekerja. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Kalau telah ditunaikan salta Jum’at maka bertebaranlah di muka bumi dan ingatlah Allah
sebanyak-banyaknya agar kalian bajía” (QS. Al- Jumu’ah: 10)
Rezeki Allah itu harus diusahakan dan dicari. Tapi, Madang-kadang karena gengsi, sombong
dan harga diri seseorang enggan bekerja. Padahal mulia tidaknya suatu pekerjaan itu dilihat
apakah pekerjaan tersebut halal atau haram.
2. Taqwa
Banyak orang melalaikan perkara ini, karena kesempitan hidup yang dialaminya. Dia
mengabaikan perintah Allah. Padahal Allah Ta’ala telah menyatakan:
“Dan barang  siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar
baginya. Dan memberikan rezekinya kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangkanya”.
(QS. Ath Thala: 2)
Yaitu dari jalan yang tidak diharapkan dan diangan-angankan, demikian komentar Catada,
seorang tabi’in (Tafsir Ibnu Katsir 4/48). Lebih jelas lagi Syaikh Al Hilali mengatakan bahwa
Allah Yang Maha Tinggi dan Agung memberitahukan, barang siapa yang bertaqwa lepada-
Nya niscaya Dia akan memberikan jalan keluar terhadap problem yang dihadapinya dan dia
akan terbebas dari mara bahaya dunia dan akhirat serta Allah akan memberi rezeki dari arah
yang tidak disangka-sangka (Bahjatun Nadhirin 1/44).
3. Tawakkal
Allah berfirman:
“Dan barang siapa yang bertawaqal lepada Allah niscaya Dia akan mencakupi
(keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaq: 3)
Yakni “Barang siapa yang menyerahkan urusannya lepada Allah niscaya Dia akan
mencukupi apa yang dia inginkan,” demikian kata Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ Ahkamul
Qur’an, 8/106
Dan tidak dinamakan tawakkal apabila tidak menjalani usa. Sesungguhnya menjalani usaha
merupakan bagian dari tawakal itu sendiri. Oleh karena itu Ibnul Qoyyim mengatakan:
”Tawakkal dan kecukupan(yang Allah janjikan) itu, bila tanpa menjalani asbab yang
diperintahkan, merupakan kelemahan semata, sekalipun ada sedikit unsur tawakkalnya. Hal
yang demikian itu merupakan tawakkal yang lemah. Maka dari itu tidak sepantasnya seorang
hambamenjadikan sikap tawakkal itu lemah an tidak berbuat berusaha. Seharusnya dia
menjadikan tawakkal tersebut bagian dari asbab yang diperintahkan untuk diperintahkan
untuk dijalani, tidak akan sempurna makna tawakkal kecuali dengan itu semua” (Zadul
Ma’ad 2/315). Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam meningatkan kita dalam riwayat yang
shahih: “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal,
niscaya Dia akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana burung diberi rezeki, pergi
dipagi  hari dalam keadaan perut kosong, (dan) pulang sore hari dalam keadaan kenyang”
(HR. An Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
4. Syukur
Syukur hádala jalan lain yang Allah berikan lepada kaum mukminin dalam menghadapi
kesulitan rezeki. Dalam surat Ibrohim ayat 7 Allah berfirman:
“Kalau seandainya kalian bersyukur, sungguh-sungguh Kami akan menambah untuk kalian
(nikmat-Ku) dan jira kalian mengingkarinya, sesungguhnya adzab-Ku Sangay keras” (QS.
Ibrohim:7)
Oleh karena itu dengan cara bersyukur Insta Allah akan mudah urusan rezeki kita. Adapun
hakekat syukur hádala: “mengakui nikmat tersebut dari Dzat Yang Maha Memberi nikmat
dan tidak mempergunakannya untuk selain ketaatan lepada-Nya”, begitu Al Imam Qurthubi
menerangkan pada kita (tafsir Qurthubi 9/225)
5. Berinfaq
Sebagian orang barangkali menyangka bagaimana mungkin berinfaq dapat mendatangkan
rezeki dan karunia Allah, sebab dengan berinfak harta kita menjadi berkurang. Ketahuilah
Dzat Yang Maha Memberi Rezeki telah berfirman:
“Dan apa-apa yang kalian infaqkan dari sebagian harta kalian, maka Allah akan
menggantinya.” (QS. Saba: 39)
6. Silaturohmi
Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Barang siapa yang berkeinginan untuk dibentangkan rezeki baginya dan dipanjangkan
umurnya, maka hendaklah menyambung silaturohmi.” (HR. Bukhori Muslim)
7. Doa
Allah memberikan sensata yang ampuh bagi muslimin berupa doa. Dengan berdoa seorang
muslim Insya Allah akan mendapatkan apa yang dia inginkan. Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wasallam menuntun kita agar kita berdoa tatkala kita menghadapi kesulitan rezeki.
”Ya Allah aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amalan yang
diterima.”(HR. Ibnu Majah dan yang selainnya)
D . Kewajiban Terhadap Harta
Diantara semua agama yang ada di dunia ini, hanya Islamlah satu-satunya agama yang
tidak memisahkan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, sehingga ungkapan hikmah yang
berbunyi, “ad-dunya mazra ‘atu al-akhirak” (duni hádala tempat bercocok tanam untuk
kepentingan akhirat) Sangay popular di tengah-tengah muslim. Salah satu prinsip Islam dalam
kehidupan duniawi ahíla tentang kewajiban manusia terhadap harta benda.
Harta atau kebendaan yang dimaksud di sini hádala semua jenis benda dan barang untuk
bekal hidup manusia, seperti pangan, sandang, papan, perhiasan dan sebagainya. Kewajiban
manusia untuk menuntut dan mencari harta itu secara patut, berusaha dan bekerja dengan
sungguh-sungguh, dengan selalu mengharapkan ridho Allah SWT.
Tidak boleh seseorang mencari harta itu dengan menjadikan dirinya sebagai pengemis
atau peminta-minta, kecuali jira ia sudah benar-benar tidak berdaya. Demikian pula Islam
tidak memperbolehkan seseorang mencari dan mengumoulkan harta dengan penuh tipu daya,
menyalahgunakan wewenang dan jabatan, dengan cara yang tidak halal, dan sebagainya.
Hikmah utama menjaga harga diri jangan samoai merendahkan derajat kemanusiaan, serta
untuk memelihara jangan terjadi kerusakan dalam pergaulan manusia.
Orang yang mencari harta benda dengan cara penuh kecurangan itu hádala penipu. Orang
yang mencari harta dengan mengandalkan meminta-minta itu hádala mengemis, berjudi,
mencuri, riba (seperti rentenir, deposito) memeras atau pungutan liar, maka itu hádala
pencuri, penjudi dan pemeras. Semua aktifitas menuntut harta seperti itu pada hakikatnya
dapat menjatuhkan harga dirinya, sekaligus akan mendapat hukuman dari-Nya. Islam Sangay
menghargai seseorang yang makan dan mencari harta dengan hasil kerjanya sendiri.
Rasulullah SAW bersabda, “Tak da satupun makanan yang lebih baik yang dimakan
seseorang selain dari jerih payahnya” (Bukhari dan Ahmad).
Mencari rezeki dengan cara yang halal, meski hasilnya sedikit dan dipandang hina oleh
orang lain, justru dalam pandangan Islam itu lebih baik. Mereka yang mencari rezeki dengan
cara yang halal seperti pedagang apongan atau pedagang kaki lima, jauh lebih terhormat
dalam pandangan Allah, dari pada mereka yang berdasi dan berjasbekerja di ruangan AC,
tetapi mencari harta dengan cara melakukan penyimpangan dan kecurangan terhadap amanah
yang dipercayakan kepadanya.
Rasulullah saw dalam sabdanya mengatakan, “Sesungguhnya akan lebih baik, bila
seseorang diantaramu memasukkan tanah ke dalam mulutnya (makan tanah) dari pada ia
memakan sesuatu yang diharamkan Allah”. (HR. Baihaqi).
Benar, tidak dijumpai satu ayat pun dalam Al-Qur’an yang mencela kekayaan dan orang
yang mencari kaya sesuai dengan syariat yang telah diturunkan lepada Nabi Muhammad
SAW.
Yang banyak disebutkan dalam Al-Qur’an hádala celan terhadap kekayaan yang
dipergunakan untuk mendurhakai Allah. Atau mencela si pengumpul kekayaan yang serakah,
tapi menghiraukan kesengsaraan orang-orang di sekitarnya.
Harta dan juga keturunan (anak) aníllala sarana untuk mencapai keridhoan Allah, “Harta
dan anak-anak hádala perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan ingá kekal lagi
saleh ádalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
(QS. Al-Kahfi [18]: 46)
Karena itu jangan sampai harta serta anak menjadikan manusia lalai untuk ingat lepada
Allah, “orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun [63]: 9).
Selain itu, ajaran Islam juga tidak menyukai si pemilik modal besar menggunakan
hartanya dengan penuh kesombongan untuk menindas si lemah. Orang yang terpuruk dalam
destapa dan kesengsaraan hidup, memang mudah sekali terpancing untuk melepaskan
hartanya.
Orang kaya selalu memanfaatkan kondisi orang yang tengah tertekan ekonominya untuk
semakin memperkaya dirinya, misalnya dengan iming-iming ingin membantu lantas memaksa
orang tersebut mensual tanhah yang dimilikinya.
Akan mendapat berkah dari Allah SWT yang Maha Pemberi Rezeki, orang-orang kaya
yang tidak sombong, dan memanfaatkan sebagian hartanyauntuk kepentingan orang banyak
dalam rangka mengharapkan keridhoan-Nya menuju hari perhitungan kelak.
Firman Allah SWT, “Katakanlah: Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa
yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang
dikehendaki-Nya)”. Dan barang siapa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan
menggantinya dan Dial ah Pemberi Rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba [34]: 39).

D. Sikap terhadap Harta dan Jabatan


Disebabkan harta dan jabatan itu adalah merupakan Amanah dari allah SWT, maka kita harus
bersikap hati-hati terhadapnya. Bila terhadap harta kita wajib berupaya dan berusaha
mencarinya karena harta merupakan kebutuhan kita sebagai bahagian dari modal hidup,
namun bukan demikian halnya tentang jabatan. Jabatan itu merupakan amanah, oleh karena
itu kita tidak harus ambisus untuk memperolehnya.

Bagi yang mempunyai kompetensi atau keahlian dan mempunyai visi misi yang maslahat
kelak dalam jabatannya, maka boleh meminta jabatan, dengan ketentuan bahwa ia juga tidak
boleh terlalu percaya akan keahliannya, sebaliknya jabatan atau menjaga amanah bagi yabg
tidak punya kompetensi atau keahlian, oleh Allah disebut sebagai perilaku zhalim dan bodoh,
sebagaimana Firman allah pada Surat Yusuf ayat 54 dan 55 serta Surat Al-Ahzab ayat 72 :

Artinya:
54. dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaKu, agar aku memilih Dia sebagai orang yang
rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan Dia, Dia berkata:
"Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan Tinggi lagi
dipercayai pada sisi kami".

55. berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".

Artinya:
72. Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat
zalim dan Amat bodoh.

E. Pendayagunaan Harta dan Jabatan di Jalan Allah


Sehubungan dengan itu, maka harta dan jabatan hendaklah digunakan bahkan
didayagunakan di Jalan alah, yakni dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab dan sesuai
dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Harta misalnya hendaklah digunakan selain
untuk kemaslahatan kehidupan duniawi, juga harus digunakan sebagai infak atau belanja
untuk akhirat. Sebagaimana Firman Allah pada Surat Al-Munafiqun ayat 10 :

” Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa
Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku
dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?"

Apabila harta telah dibelanjakan di jalan Allah, maka kebaikan/pahalanya akan mengalir terus
sehingga dapat dikatakan sebagai aset yang permanen, terutamabila yang
dibelanjakanitubertahan lama zatnyaatau yang disebut sebagai wakaf, ini sesuai dengan sabda
Nabi SAW yang berbunyi:

Dari Abu Hurairahra berkata ,Nabi saw bersabda : Apabila manusia telah meninggal dunia
maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari 3 hal, yaitu: Ilmu yang dimanfaatkan,
sodakoh yang mengalir untuknya atau anak soleh yang mendoakan untuk kebaikannya. HR
Ad-Darimi dan tirmidzi. (Sunan Darimi 1/462 dan sunan tirmidzi 3/53..Sanadnya sohih.)

Jabatan juga harus digunakan secara baik dan penuh amanah, sebab di hari akhirat kelak
jabatan itu akan dipertanggung-jawabkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-
Israk ayat 13 dan 34 yang berbunyi:
13. dan tiap-tiap manusia itutelah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya
kalung) pada lehernya. dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang
dijumpainya terbuka.

34. Dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Harta atau al maal menurut Wahbah Zuhaili, didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
dapat mendatangkan ketenangan dan dapat dimiliki manusia dengan sebuah upaya baik itu
berupa zat maupun manfaat. Menurut Hanafiyah, al maaladalah sesuatu yang mungkin
dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan. Pendapat Mayoritas Ulama, al maaladalah segala
sesuatu yang memilki nilai dimana bagi orang yang merusaknya, berkewajiban untuk
menanggung atau menggantinya.
Manusia bukan pemilik mutlak terhadap harta, kepemilikan manusia terhadap harta
dibatasi oleh hak-hak Allah, ini terlihat dari kewjiban manusia mengeluarkan sebagian kecil
hartanya untuk berzakat dan ibadahlainnya. Cara-cara pengambilan manfaat harta mengarah
kepada kemakmuran bersama, pelaksanannya dapat diatur oleh masyarakat melalui wakil-
wakilnya. Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya
mendapat imbalan yang wajar, masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar
kepentingan pribadi, selama tidak merugikan orang lain dan mayarakat, karena pemilikan
manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka pemilik boleh untuk memindahkan hak
miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya dan
sebagainya.

Hakikat harta dan dan jabatan adalah merupakan amanah dan karunia Allah. Disebut
sebagai amanah Allah karena harta dan jabatan tersebut didapat bukan semata-mata karena
kehebatan seseorang, tetapi karena berkah dan karunia dari Allah, juga sejatinya bukan
dimaksud untuk kesenangan pribadi pemiliknya, tetapi juga buat kemaslahatan orang lain.
Karena harta dan jabatan adalah amanah, maka harus dijaga dan dijalankan atau dipelihara
dan dilaksanakan dengan benar, sebab satu saat akan dipertanggung-jawabkan di hadapan
Allah SWT.

B. Saran
Sehubungan dengan itu, maka harta dan jabatan hendaklah digunakan bahkan
didayagunakan di Jalan alah, yakni dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab dan sesuai
dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Harta misalnya hendaklah digunakan selain
untuk kemaslahatan kehidupan duniawi, juga harus digunakan sebagai infak atau belanja
untuk akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
http://reza-rahmat.blogspot.co.id/2012/06/kedudukan-harta-dalam-islam.html

http://lppkk-umpalangkaraya.blogspot.com/2014/09/materi-12-harta-dan-jabatan-
menurut.html

Anda mungkin juga menyukai