PENDAHULUAN
1
Todaro (2006: 22) mendefinisikan pembangunan ekonomi adalah suatu
proses yang bersifat multidimensional, melibatkan perubahan-perubahan besar,
baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi
kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan
ekonomi. Perhatian utama negara yang sedang berkembang terfokus pada
dilemma antara pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan ekonomi tidak
semata-mata diukur berdasarkan peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB),
tetapi harus memperhatikan juga distribusi pendapatan masyarakat yang telah
tersebar, apakah merata atau tidak serta masyarakat mana yang telah menikmati
hasil-hasilnya
Hirschman (1958 dalam Muta’ali, 1999: 3) mengemukakan bahwa jika
suatu daerah mengalami perkembangan maka akan membawa pengaruh atau
imbas ke daerah lain. Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi seringkali tidak diimbangi pemerataan sehingga menimbulkan berbagai
dilema dalam pembangunan dan justru memperlebar kesenjangan antarwilayah
serta menimbulkan permasalahan ekonomi yang berlapis-lapis, seperti
kemiskinan, kesenjangan sosial-ekonomi, ketimpangan antarwilayah (kota-desa,
pusat-daerah). Dalam literatur ekonomi regional ditemukan adanya strategi
pembangunan yang tidak seimbang, yaitu strategi yang hanya menekankan pada
pengembangan salah satu sektor ekonomi atau wilayah yang dianggap
potensial. oleh karenanya pengembangan ekonomi wilayah haruslah dilakukan
secara komprehensif. sehingga dalam hal ini pengembangan ekonomi juga harus
menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaaan tata ruang baik dalam tingkat
umum maupun yang lebih rinci.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator makro untuk
melihat kinerja perekonomian secara riil di suatu wilayah. Laju pertumbuhan
ekonomi dihitung berdasarkan perubahan Produk Domestik Regional Bruto atau
PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun yang bersangkutan terhadap tahun
sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai pertambahan
jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh kategori kegiatan ekonomi
yang ada di suatu wilayah selama kurun waktu setahun.
Dalam dinamika pembangunan nasional, PDRB suatu daerah tidak selalu
mengalami peningkatan karena sering terjadinya fluktuasi ekonomi.
Pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah bertujuan untuk meningkatkan
2
PDRB daerah yang bersangkutan. Kabupaten Bangli merupakan salah satu
kabupaten di Provinsi Bali dan merupakan satu-satunya kabupaten yang tidak
memiliki laut namun mempunyai danau terluas yaitu Danau Batur dengan luas
sekitar 1.067,50 Ha. Keadaan iklim dan perputaran atau pertemuan arus udara
yang disebabkan karena adanya pegunungan di daerah ini menyebabkan curah
hujan di Kabupaten Bangli relatif tinggi. Jenis tanah di Kabupaten Bangli adalah
tanah regosal, sehingga tanaman apa saja bisa tumbuh di daerah ini. Faktor
pendukung secara alami ini menopang Kabupaten Bangli memiliki lahan subur
yang sangat potensial di sektor pertanian dengan komoditas unggulan jenis
hortikultura dan komoditas bambu dari subsektor kehutanan (BPS, 2018).
Potensi tersebut juga terlihat dari Stuktur perekonomian Kabupaten Bangli yang
digambarkan oleh distribusi pendapatan daerah regional brutto (PDRB).
Struktur ekonomi Bangli didominasi oleh 6 kategori utama yaitu:
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ; Jasa Lainnya; Penyedia Akomodasi
Makan dan Minum; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor,
Industri Pengolahan serta Konstruksi. Pada tahun 2017, keenam kategori
tersebut tercatat memberikan kontribusi sebesar 79,22 persen terhadap ekonomi
Bangli. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan menyumbang sebesar 27,99 persen
dari total nilai tambah yang tercipta di Bangli. Tidak dapat dipungkiri bahwa
industri pertanian memegang andil yang cukup penting dalam corak
perekonomian Bangli dimana sebagian besar penduduknya menggantungkan
mata pencahariannya sebagai petani. Salah satu contoh komoditas unggulan
produk industri pertanian di Bangli diantaranya : jeruk, kopi, labu siam, dan
bawang merah. Kontribusi terbesar kedua diberikan oleh Penyedia Akomodasi
Makan dan Minum sebesar 13,26 persen. Capaian ini diduga akibat
pengembangan desa wisata di Bangli yang mencapai 29 desa wisata yang
secara resmi didirikan melalui Peraturan Bupati (Perbup) Bangli Nomor 4 Tahun
2018 tentang Perubahan Ketiga atas Perbup Bangli Nomor 16 Tahun 2014
tentang Desa Wisata (BPS,2018).
PDRB Kabupaten Bangli disumbang oleh beberapa sektor ekonomi, yaitu:
sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri, sektor listrik, sektor
pengadaan air, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor pengangkutan,
sektor akomodasi, sektor informasi, sektor keuangan, dan sektor jasa-jasa.
3
Perekonomian Kabupaten Bangli rata-rata pertumbuhan ekonomi Bangli selama
periode 2013-2017 mencapai 5,90 persen. Meskipun selalu tumbuh, laju
pertumbuhan ekonomi Bangli relatif berada di bawah pertumbuhan Bali. Di tahun
2017 ekonomi Bangli tumbuh 5,35 persen atau lebih rendah dibandingkan
dengan pertumbuhan Bali yang tercatat 5,59 persen. Pertumbuhan tahun 2017
juga tercatat melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai
6,24 persen. Sebagai catatan, pertumbuhan di tahun 2016 merupakan yang
tertinggi sejak tahun 2011. Perlu juga disampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi
Bangli tidak pernah negatif. Ekonomi selalu tumbuh dengan laju yang tidak sama,
sehingga apabila laju pertumbuhan lebih rendah dibandingkan dengan periode
sebelumnya maka ekonomi dapat dikatakan melambat.
Apabila stuktur perekonomian suatu wilayah dapat digambarkan oleh
distribusi PDRB, maka untuk melihat gambaran kesejahteraan wilayah
digambarkan melalui PDRB per kapita. PDRB per kapita merupakan pembagian
nilai tambah total yang tercipta dengan jumlah penduduk di suatu wilayah,
sehingga dapat digunakan sebagai gambaran kesejahteraan suatu wilayah.
Semakin besar nilai PDRB per kapita menunjukkan semakin sejahtera wilayah
tersebut, dan sebaliknya nilai PDRB per kapita yang rendah menunjukkan
semakin rendahnya tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut. Berdasarkan
gambar dibawah, menunjukkan data PDRB perkapita di Kabupaten Badung
menduduki peringkat pertama dengan PDRB per kapita mencapai 73,25 juta
rupiah per tahun. Capaian ini jauh melampaui capaian Provinsi Bali yang tercatat
sebesar 46,52 juta dan juga Kapubaten Bangli yanga hanya sebesar 24,74
rupiah selama tahun 2016. Nilai ini menjadi salah satu indikasi bahwa Kabupaten
Badung masih mendominasi kue perekonomian Provinsi Bali dengan
perkembangan pesat di industri pariwisatanya. Tidak mengherankan setiap
tahunnya semakin banyak penduduk baik dari kabupaten kota di Provinsi Bali
bahkan dari luar Bali pun berebut untuk mendapatkan pekerjaan di Badung
(BPS,2018). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan di
wilayah kabupaten bangli merupakan yang paling rendah di Provinsi Bali.
Apabila melihat data perekonomian Kabupaten Bangli memperlihatkan
struktur ekonomi memiliki potensi pertanian yang cukup besar, namun dari
kesejahteraan wilayah merupakan yang terendah di Provinsi Bali. Berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata
4
Ruang Wilayah Kabupaten Bangli tahun 2013-2033, beberapa isu terkait
kebijakan tata ruang yang belum mengadopsi potensi wilayah kabupaten bangli
seperti (1) Dominansi peruntukan pertanian lahan basah pada kawasan
perkotaan, hal ini dapat menghambat investasi di kawasan perkotaan (2)Sistem
pusat-pusat pelayanan belum mendukung potensi sektor unggulan, dimana
belum adanya rencana pengembagan infrastruktur penunjang sektor unggulan
(3) Beberapa desa dengan potensi pertanian dan perkebunan tidak ditetapkan
dalam kawasan agropolitan atau kawasan strategis lainnya.
Dengan berbagai kekurangan dan kelebihan, maka Pemerintah
Kabupaten Bangli perlu menggunakan dan mengoptimalkan sumberdaya yang
ada, agar program pembangunan yang selama ini dicita-citakan dapat berjalan
sesuai dengan rencana pembangunan. Sebagaimana visi dari Kabupaten Bangli
yakni “Terwujudnya Masyarakat Bangli Yang Sejahtera, Mandiri,Terdidik Dan
Siap Mengabdi (Sewyakirti) Berdasarkan Tri Hita Karana” dapat diwujudkan.
5
b. Mengetahui kondisi kebijakan tata ruang Kabupaten Bangli terkait
pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Bangli
c. Mengetahui keterpaduan kebijakan tata ruang dengan perkembangan
ekonomi wilayah di Kabupaten Bangli
d. Menyusun strategi pengembangan yang sesuai dengan potensi wilayah
sebagai alternatif rekomendasi pengembangan wilayah di Kabupaten
Bangli
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
7
Silaban (2018) dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Pengeluaran
Publik Terhadap Transformasi Struktur Ekonomi Dan Pengembangan Wilayah
Kabupaten Humbang Hasundutan”. Dalam Penelitian tersebut dilakukan analisi
pengaruh pengeluaran publik yang terdiri dari pengeluaran publik di bidang
pendidikan, pengeluaran publik di bidang kesehatan, dan pengeluaran publik di
bidang infrastruktur terhadap transformasi struktur ekonomi dan pengembangan
wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan dalam kurun waktu tahun 2003-2017.
Harun (2006) dalam jurnal Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.
17/No.21 yang berjudul “Analisis LQshift LQshare Untuk Mengukur Dampak
Perluasan Kota Terhadap Kinerja Ekonomi Regional (Studi Kasus: Perluasan
Kota Manado Terhadap Perekonomian Wilayah Sulawesi Utara)”, menyimpulkan
bahwa laju pertumbuhan suatu sector yang juga mampu menggeser sector-
sektor lainnya secara relative lebih cepat dalam selang waktu tertentu, biasanya
secara “otomotis” disimpulkan bahwa sector tersebut mempunyai keunggulan
komparatif terhadap sector lainnya. Meskipun memang ada kesama dan
sebangunan, namun secara akademis penarikan kesimpulan tersebut perlu lebih
diverifikasi, dan analisis ini dapat membantu membuktikannya, meskipun
memang ada variasi-variasi penjelasannya. Analisa LQshift-LQShare ini
menunjukkan bahwa “premise” laju dan pergeseran yang tinggi dari suatu sector
tidak selalu tepat untuk diambil kesimpulan sebagai sector yang unggul, apalagi
kalau dilanjutkan dengan kinerja ekonomi wilayah yang lainnya seperti terhadap
kesenjangan antar daerah, perbedaan upah kerja, perpindahan penduduk atau
lainnya.
Berdasarkan beberapa jurnal dan penelitian bidang pengembangan
ekonomi wilayah dan sektor unggulan yang telah dipaparkan diatas belum ada
penelitian yang membahas tentang kebijakan tata ruang wilayah dalam
pengembangan potensi sektor unggulan khususnya di Kabupaten Bangli. Dari
beberapa penelitian diatas dapat dipahami juga bahwa peran sektor unggulan
sangat penting bagi pengembangan ekonomi daerah dan prosesnya dapat diukur
dan dinilai sehingga dibutuhkan strategi pengembangan yang tepat sehingga
potensi daerah tersebut dapat dimaksimalkan.
8
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN
9
Secara diagramatis kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.
sebagai berikut:
3.1 Konsep
3.1.1. Kebijakan
Fachruddi (2013) menyebutkan pengertian kebijakan merujuk pada tiga
hal, yakni sudut pandang (point of view), rangkaian tindakan (series of actions),
dan peraturan (regulations). Ketiga hal tersebut menjadi pedoman bagi para
pengambil keputusan untuk menjalankan sebuah kebijakan. Dari beberapa
definisi mengenai kebijakan publik, ada satu definisi yang cukup komprehensif
untuk menjelaskan apa itu kebijakan publik. Definisi tersebut berbunyi “respons
dari sebuah sistem politik terhadap demands/claims dan support yang mengalir
dari lingkungannya”.
Dalam definisi tersebut, respons bisa dilihat sebagai isi dan implementasi
serta analisis dampak kebijakan. Sistem politik tentu saja merujuk pada actor
politik (pemerintah, parlemen, masyarakat, pressure groups, dan aktor yang lain),
10
demands, dan claim bisa jadi merupakan tantangan dan permintaan dari aktor-
aktor tadi. Sementara support bisa merujuk pada dukungan, baik SDM maupun
infrastruktur yang ada. Respons yang terakhir, lingkungan merujuk pada satuan
wilayah tempat sebuah kebijakan diimplementasikan.
Berdasarkan konsep tersebut, tersusunlah sebuah sistem kebijakan
publik yang terdiri atas elemen-elemen, yakni orientasi, tindakan yang
benarbenar dilakukan, sifat positif maupun negatif untuk melakukan sesuatu dan
pelaksanaan melalui perundangan yang bersifat memaksa (otoritatif).
Sanim (2006 dalam Fachruddin, 2013) menyebutkan memformulasikan
bahwa pengertian yang tepat dari kebijakan adalah peraturan yang telah
dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna memengaruhi suatu keadaan
(memengaruhi pertumbuhan), baik besaran maupun arahnya yang melingkupi
kehidupan masyarakat umum. Secara ringkas, kebijakan (policy) adalah solusi
atas suatu masalah. Kebijakan sering kali tidak efektif akibat idak cermat dalam
merumuskan masalah. Dengan kata lain, kebijakan sebagai obat sering kali tidak
manjur bahkan mematikan, akibat diagnosis masalah atau penyakitnya keliru
(Dunn 2003). Sebagai contoh, kebijakan adalah kebijakan publik yang dibuat
oleh institusi pemerintah.
11
publik menyimpulkan bahwa pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan
publik dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu 1) para ahli yang berpendapat
bahwa kebijakan publik adalah semua tindakan pemerintah disebut kebijakan
publik dan 2) para ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan
kebijakan. Para ahli yang terkelompok dalam pandangan kategori kedua terbagi
pula ke dalam dua kubu pendapat, yakni mereka yang memandang kebijakan
publik sebagai keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan
maksud tertentu. Sementara kubu lainnya menganggap kebijakan publik memiliki
akibat-akibat yang bisa diramalkan.
Winarno (2002 dalam Fachruddi, 2013) menyatakan bahwa dampak dan
suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan semua harus diperhitungkan,
yaitu (1) dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan
pada orang-orang yang terlibat. Dengan demikian, mereka atau individu-individu
yang diharapkan untuk dipengaruhi oleh kebijakan harus dibatasi. Ada juga
dampak yang diinginkan (intended consequences) dan ada dampak yang tidak
diinginkan (unintended consequences). (2) Kebijakan yang mungkin mempunyai
dampak pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau
tujuan kebijakan atau juga dinamakan dampak yang melimpah (externalities or
spillover effects). (3) Kebijakan yang mungkin mempunyai dampak pada
keadaankeadaan sekarang dan keadaan-keadaan di masa yang akan datang.
Dengan kata lain, kebijakan yang berdampak berdasarkan dimensi waktu, yakni
masa sekarang dan masa yang akan datang. (4) Kebijakan yang mempunyai
dampak dalam bentuk biaya langsung dan biaya tidak langsung. Artinya, ada
biaya yang langsung dikeluarkan oleh program tersebut dan ada biaya tidak
langsung dikeluarkan oleh pihak lain, apakah oleh pemerintah, swasta, atau
masyarakat. (5) Kebijakan yang mempunyai dampak terhadap biaya-biaya yang
tidak bisa dihitung, tetapi dapat dirasakan oleh semua pihak.
12
salah satu acuan dalam penyusunan rencana program pembangunan yang
merupakan rencana jangka menengah dan jangka pendek.
Dalam membahas rencana spasial dan rencana pembangunan daerah
secara sekaligus, maka akan tidak terlepas juga dari aspek keuangan. Saat ini,
tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana memanfaatkan rencana tata
ruang sebagai media manajemen pembangunan daerah. Dalam hal ini, rencana
tata ruang dihadapkan tidak hanya pada masalah bagaimana
mengimplementasikannya dalam konteks pembangunan, tetapi juga rencana
tersebut dapat digunakan sebagai suatu alat yang dapat memperkirakan
besarnya investasi yang diperlukan dan berapa pendapatan (revenue) yang
dapat dihasilkan. Oleh karena itu, pembangunan akan memerlukan peran
berbagai aktor tersebut agar ruang dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai
dengan rencana tata ruang dalam rangka peningkatan pendapatan daerah dan
tercapainya tujuan pembangunan.
Suatu rencana tata ruang akan dimanfaatkan untuk diwujudkan apabila
dalam perencanaannya sesuai dan tidak bertentangan dengan kehendak seluruh
pemanfaatnya, serta karakteristik dan kondisi wilayah perencanaannya, sehingga
dapat digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang bagi para
pemanfaatnya. Dilengkapi dengan kesadaran pertimbangan pembiayaan dan
waktu, maka dengan kata lain suatu rencana tata ruang harus disusun dalam
suatu wawasan yang lengkap dan terpadu serta operasional, yang tentu saja
tingkat operasionalnya disesuaikan dengan tingkat hirarki dan fungsi dari
rencana tata ruang tersebut. Rencana tata ruang dapat menjadi dasar dalam:
Penyusunan Propeda
Penentuan lokasi pembangunan tiap sektor
Penyusunan anggaran daerah dan sektor
Pengaturan dan pengendalian pembangunan melalui mekanisme
perijinan dan penertiban penggunaan lahan.
13
unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi (2006) wilayah
dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu
dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi
secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan
pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup
komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta
bentuk bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan
interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di
dalam suatu batasan unit geografis tertentu.
Budiharsino (2005) menyebutkan wilayah didefinisikan sebagai suatu unti
geografis yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya bergantung
secara internal. wilayah dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu : (1) wilayah
homogen, (2) wilayah nodal, (3) wilayah perencanaan, (3) wilayah administrative.
1. Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari aspek/kriteria
mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat dan
ciri-ciri homogenitas itu misalnya dalam hal ekonomi (seperti wilayah
dengan struktur produksi dan konsumsi yang homogen, tingkat
pendapatan rendah/miskin, dan lain-lain), geografi (seperti wilayah
yang mempunyai topografi atau iklim yang sama), agama, suku dan
sebagainya. Wilayah homogen dibatasi berdasarkan
keseragamannya secara internal (internal uniformity).
2. Wilayah nodal (nodal region) adalah wilayah yang secara fungsional
mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan wilayah
belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari
arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi
dan transportasi. Sukirno (1976) menyatakan bahwa pengertian
wilayah nodal yang paling ideal untuk digunakan dalam analisis
mengenai ekonomi wilayah, mengartikan wilayah tersebut sebagai
ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan
ekonomi. Batas wilayah nodal ditentukan sejauh mana pengaruh dari
suatu pusat kegiatan ekonomi bila digantikan oleh pengaruh dari
pusat kegiatan ekonomi lainnya. Hoover (1977) mengatakan bahwa
struktur dari wilayah nodal dapat digambarkan sebagai suatu sel
14
hidup atau suatu atom, dimana terdapat inti dan plasma (periferi) yang
saling melengkapi. Pada struktur yang demikian, integrasi fungsional
akan lebih merupakan dasar hubungan ketergantungan atau dasar
kepentingan masyarakat di dalam wilayah itu, daripada merupakan
homogenitas semata-mata. Dalam hubungan saling ketergantungan
itu dengan perantaraan pembelian dan penjualan barang-barang dan
jasa-jasa secara lokal, aktifitas-aktifitas regional akan mempengaruhi
pembangunan yang satu dengan yang lainnya.
3. Wilayah administratif, adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan
berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik,
seperti: provinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan. Khusus
untuk wilayah administratif provinsi atau kabupaten/kota, dalam
peraturan perundangundangan di negara kita disebut sebagai daerah
Otonom. Dalam praktek, apabila membahas mengenai pembangunan
wilayah/daerah, maka pengertian wilayah administrasi merupakan
pengertian yang paling banyak digunakan. Penggunaan pengertian
wilayah administratif disebabkan dua faktor, yakni: (a) dalam
melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah
diperlukan tindakan-tindakan bagi berbagai badan pemerintah.
Dengan demikian, lebih praktis apabila pembangunan wilayah
didasarkan pada satuan wilayah administrasi yang telah ada, dan (b)
wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan atas satuan
administrasi pemerintahan lebih mudah dianalisis, karena sejak
pengumpulan data di berbagai bagian wilayah berdasarkan pada
satuan wilayah administrasi tersebut. Namun dalam kenyataannya,
pembangunan tersebut sering kali tidak hanya dalam satu satuan
wilayah administrasi, sebagai contoh adalah pengelolaan pesisir,
pengelolaan daerah aliran sungai, pengelolaan lingkungan dan
sebagainya, yang batasnya bukan berdasarkan administrasi namun
berdasarkan batas ekologis yang sering kali bersifat lintas wilayah
administrasi (provinsi, kabupaten/kota) sehingga penanganannya
memerlukan kerjasama dari satuan wilayah administrasi yang terkait.
1. Wilayah perencanaan (planning region) adalah wilayah yang
batasannya didasarkan secara fungsional dalam kaitannya dengan
15
maksud perencanaan. Wilayah ini memperlihatkan koherensi atau
kesatuan keputusan-keputusan ekonomi (Boundeville dalam Glasson,
1978). Wilayah perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah yang
cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan
penting dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, namun
cukup kecil untuk memungkinkan persoalan-persoalan
perencanaannya dapat dipandang sebagai suatu kesatuan.
16
Baik dalam perencanaan pembangunan nasional maupun dalam
perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah).
Pendekatan sektoral adalah dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor
kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompok-kan
kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam.
Pendekatan regional adalah melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai
kegiatan didalam ruang wilayah. Jadi dalam hal ini kita melihat perbedaan fungsi
ruang yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling
berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang bertumbuh,
efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi itu karena perbedaan lokasi, perbedaan
potensi dan perbedaan aktifitas utama di masing-masing ruang, dimana
perbedaan itu harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung
menciptakan pertumbuhan yang serasi dan seimbang.
Lebih lanjut, Tarigan (2005) mengemukanan bahwa perencanaan
pembangunan wilayah tidaklah sempurna apabila hanya menggunakan
pendekatan sektoral saja atau pendekatan regional saja. Perencanaan
pembangunan wilayah semestinya adalah memadukan kedua pendekatan
tersebut. Pendekatan sektoral saja tidak akan mampu melihat adanya
kemungkinan tumpang tindih dalam penggunaan lahan (kecuali melakukan
pendekatan komprensip seperti Linear Programming), juga tidak mampu melihat
perubahan struktur ruang yang mungkin terjadi sebagai akibat dilaksanakannya
rencana sektoral tersebut. Misalnya: tidak mampu melihat wilayah mana yang
akan banyak berkembang, wilayah mana yang kurang terbangun, perubahan dari
pergerakan arus orang dan barang sehingga mungkin diperlukan perubahan
kapasitas jaringan jalan, apakah total kegiatan sektoral itu bisa mengganggu
kelestarian lingkungan, apakah akan tercipta pusat wilayah baru dan lain-lain
sebagainya
Di sisi lain, pendekatan regional saja juga tidak cukup, karena analisisnya
akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detail untuk membahas sektor
per sektor apalagi komoditi per komoditi. Pendekatan regional saja tidak akan
mampu untuk menjelaskan misalnya komoditi apa yang akan dikembangkan,
berapa luas, apakah pasar masih dapat menyerap tambahan komoditi tersebut,
apakah input untuk pengembangannya masih cukup, bagaimana tingkah laku
17
dari para pesaing, dan lain-lain sebagainya. Atas dasar alasan tersebut diatas,
maka pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara pendekatan
sektoral dan pendekatan regional.
3.3 Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah
tersebut. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama
untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya
harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh
karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan
menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir
potensi sumber-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah (Arsyad, 2004).
18
PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah
(BPS, 2005). Informasi PDRB kabupaten atau kota merupakan informasi yang
sangat penting untuk mengetahui perkembangan perekonomian yang terjadi.
Selain pertumbuhan ekonomi, informasi tersebut juga memberikan gambaran
mengenai peranan maupun potensi wilayah kabupaten atau kota tersebut,
termasuk diantaranya untuk mengukur tingkat kesenjangan pembangunan
ekonomi sektoral maupun antar kabupaten atau kota.
Salah satu indikator ekonomi makro yang biasanya digunakan untuk
mengukur laju pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dalam lingkup kabupaten
dan kota adalah PDRB menurut lapangan usaha. Untuk menjaga keseragaman
konsep, definisi dan cara atau metode yang dipergunakan dalam perhitungan di
seluruh Indonesia, Badan Pusat Statistik secara langsung maupun tidak
langsung telah memberikan bimbingan teknis dan pengarahan yang sangat
diperlukan. Karena secara teori PDRB tidak dapat dipisahkan dari Produk
Domestik Bruto (PDB) baik dari segi konsep, definsi, metodologi, cakupan dan
sumber datanya. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tersebut, sedang
PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar yaitu
tahun 2000, digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke
tahun secara nyata karena dalam perhitungan ini tidak menyertakan inflasi.
PDRB juga merupakan indicator untuk mengatur sampai sejauh mana
keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dan dapat
digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan.
19
(basic activities) adalah kegiatan ekonomi yang mengahasilkan barang-barang
dan jasajasa, dan menjualnya atau memasarkan produknya keluar daerah,
sedangkan kegiatan-kegiatan ekonomi bukan basis (non basic activities) adalah
usaha ekonomi yang menyediakan barang-barang dan jasa-jasa untuk
kebutuhan masyarakat dalam wilayah ekonomi di daerah yang bersangkutan
saja. Ini berarti kegiatan-kegiatan ekonomi bukan basis tidak menghasilkan
produk untuk diekspor keluar daerahnya. Oleh karena itu, luas lingkup produksi
mereka itu dan daerah pemasarannya masih bersifat lokal. Menurut teori ini,
meningkatnya jumlah kegiatan ekonomi basis di dalam suatu daerah akan
meningkatkan jumlah pendapatan daerah yang bersangkutan, lalu akan
meningkatka permintaan terhadap barang dan jasa di daerah itu dan akan
mendorong kenaikan volume kegiatan ekonomi bukan basis (effect multiplier).
Sebaliknya apabila terjadi penurunan jumlah kegiatan basis akan berakibat
berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang
bersangkutan, dan selanjutnya akan terjadi penurunan permintaan terhadap
barang-barang yang di produksi oleh kegiatan bukan basis.
Bertambah banyaknya produksi sektor basis dalam suatu wilayah akan
menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah
permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa didalamnya, dan
menimbulkan peningkatan volume aktivitas pada sektor non-basis sebaliknya,
berkurangnya produksi sektor basis akan mengakibatkan berkurangnya
pendapatan yang masuk ke wilayah tersebut dan turunnya permintaan terhadap
produk dari sektor nonbasis.
20
tahun terakhir dan kemungkinan prospek sektor ekonomi dimasa yang akan
datang dengan kriteria yang sama Darmawansyah. Dalam hal ini, sektor ekonomi
unggulan lebih ditekankan pada aspek ekonomi semata, alangkah baiknya jika
diperhatikan pula dampak yang akan timbul dari pengembangan sektor ekonomi
yang dianggap unggul tersebut baik terhadap persoalan sosial maupun
lingkungan. Sektor ekonomi unggulan dapat didefinisikan sebagai sektor
ekonomi yang mampu merangsang dan mempercepat pembangunan dan
pertumbuhan perekonomian daerah yang mempunyai daya saing serta
pengembangannya tidak mengakibatkan sektor lain menjadi ”mati” dan
menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah. Sebagai contoh,
pengembangan sektor perdagangan melalui pembangunan mal yang lokasinya
relatif dekat dengan pasar tradisional diperkirakan akan mematikan potensi pasar
tradisional tersebut. Contoh lainnya yaitu peningkatan aktivitas eksplorasi
penambangan dan penggalian harus mempertimbangkan aspek lingkungan.
Sektor ekonomi unggulan penting untuk diidentifikasi oleh suatu daerah.
Faktor keterbatasan dana dan sumber daya menjadikan Pemerintah Daerah
tidak memungkinkan untuk bisa mengembangkan seluruh sektor yang dimiliki
secara bersamaan. Langkah yang bisa dijadikan pilihan adalah dengan
melakukan investasi pada satu atau, beberapa sektor usaha saja.
21
perekonomiannya. Dengan mengetahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki
suatu daerah maka akan lebih cepat dalam menyusun strategi guna mencapai
tujuan atau sasaran yang diinginkan. Oleh karena itu dalam mempersiapkan
strategi ada langkah-langkah yang harus ditempuh, yaitu:
1. Mengidentifikasi sektor-sektor kegiatan mana yang mempunyai potensi
untuk dikembangkan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan
masing-masing sektor.
2. Mengidentifikasi sektor-sektor yang potensinya rendah untuk
dikembangkan dan mencari faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya
potensi sektor tersebut untuk dikembangkan.
3. Mengidentifikasi sumber daya (faktor-faktor produksi) yang ada termasuk
sumber daya manusianya dan yang siap digunakan untuk mendukung
perkembangan setiap sektor yang bersangkutan.
4. Dengan menggunakan model pembobotan terhadap variabel-variabel
kekuatan dan kelemahan, maka akan ditemukan potensi ekonomi yang
menjadi unggulan dan patut dikembangkan.
5. Menentukan strategi yang akan ditempuh untuk pengembangan sektor-
sektor andalan yang akan dapat menarik sektor-sektor lain untuk tumbuh
sehingga perekonomian akan dapat berkembang dengan sendirinya (self
propelling) secara berkelanjutan (sustainable development).
Ada berbagai macam strategi pembangunan yang dapat dipelajari
(Adisasmita, 2005:205). Strategi pembangunan seimbang diartikan sebagai
pembangunan berbagai sektor secara bersamaan. Untuk itu diperlukan
keseimbangan antara berbagai sektor, yang ditekankan disini adalah
pembangunan serentak dari semua sektor yang berkaitan. Strategi
pembangunan tak seimbang adalah strategi yang menekankan pembangunan
pada satu sektor yang menjadi sektor pemimpin, diharapkan sektor pemimpin
(leading sector) akan merangsang pertumbuhan sektor lainnya. Strategi
pembangunan yang beorientasi ke dalam dan keluar. Strategi pembangunan
beorientasi kedalam ditujukan untuk lebih memaksimalkan potensi sektor-sektor
dalam wilayah sehingga mampu berproduksi sendiri tanpa mendatangkan dari
wilayah luar, sebaliknya berorientasi keluar dasarnya adalah bahwa
perdagangan atau hubungan dengan wilayah lain akan memberikan keuntungan
karena merupakan motor penggerak pertumbuhan.
22
Strategi kebutuhan pokok, yaitu dengan pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya keseluruh wilayah sehingga kesejahteraan masyarakat dapat
menyeluruh. Keberhasilan dalam pertumbuhan ekonomi sendiri erat kaitannya
dengan strategi pembangunan ekonomi.
23
BAB IV
METODE PENELITIAN
24
No Rumusan Masalah Variabel Sub Variabel
Kebijakan budidaya
Pola Ruang kawasan strategis
3 keterpaduan kebijakan EFAS kekuatan
tata ruang dengan IFAS kelemahan
perkembangan peluang
ekonomi ancaman
4 strategi pengembangan strategi Comparative Advantage
Mobilization
Invesment/Divesment
Damage Control
25
Data yang dibutuhkan dari data sekunder merupakan data time series. Keseluruhan
data yang digunakan untuk analisis dalam penelitian ini meliputi: (1) Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), (2) kependudukan, (3) potensi wilayah, dan (4)
hasil wawancara dengan Bappeda dan dinas-dinas yang terkait di Kabupaten Bangli.
26
sektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang
bertempat tinggal dibatas perekonomian masyarakat yang bersangkutan
tidak mengekspor barang-barang, luas lingkup mereka dan daerah pasar
terutama adalah bersifat lokal.
4. Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah
Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah
yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang
menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat mendorong
perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan
sendirinya dan berkesinambungan (Suparmoko, 2002:99). Strategi
pengembangan potensi ekonomi daerah adalah rencana dasar yang dibuat
untuk mengembangkan sektor potensial dengan ditunjang sektor potensi
ekonomi yang dimiliki suatu daerah secara optimal guna meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
27
4.6.1. Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan besarnya persentase kenaikan PDRB
ADHK pada suatu tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya. Dengan rumus
perhitungan sebagai berikut:
Untuk penghitungan regional:
Dimana:
G = growth atau pertumbuhan ekonomi
PDRB t = Produk Domestik Regional Bruto tahun t
PDRB t – 1 = Produk Domestik Regional Bruto tahun t - 1
28
3. Sektor potensial yang masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran
III), yaitu sektor potensial yang hanya memiliki keunggulan komparatif saja.
Klasifikasi ini dilambangkan dengan nilai SS (-) dan LQ> 1.
4. Sektor terbelakang (underdeveloped sector) (Kuadran IV) yaitu pada sektor
ini tidak memilki keunggulan komparatif, sehingga sektor ini disebut sektor
terbelakang. Klasifikasi ini dilambangkan dengan nilai SS (-) dan LQ < 1.
Keterangan:
ri = Rata-rata kontribusi sektor PDRB Kecamatan di wilayah Kabupaten
yi = Rata-rata laju pertumbuhan sektor PDRB kecamatan di wilayah Kabupaten
r = Rata-rata kontribusi sektor PDRB wilayah Kabupaten
y = Rata-rata laju pertumbuhan sektor PDRB wilayah Kabupaten
29
derajat self sufficiency pada suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi
suatu daerah dibagi menjadi dua golongan:
1. Kegiatan sektor basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani
kebutuhan di wilayah sendiri maupun di daerah luar yang
bersangkutan.
2. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang melayani kebutuhan hanya
di daerah tersebut dan bahkan belum mencukupi wilayahnya,
sehingga dibutuhkan bantuan dari daerah atau sektor lainnya.
Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk perhitungan LQ adalah
data PDRB berdasarkan harga konstan. Metode LQ ini juga merupakan
perbandingan antara pendapatan relatif suatu sektor dalam suatu daerah dengan
total pendapatan relatif sektor tertentu pada tingkat daerah yang lebih luas. LQ
juga efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi impor yang potensial
atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Untuk mengidentifikasi sektor
basis dan non basis perekonomian adalah dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Tiebout 1966, dalam Budiharsono).
Keterangan:
LQ = Besarnya kuosien lokasi suatu sektor ekonomi
Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat kecamatan/desa (wilayah bawah)
S = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat kecamatan/desa
Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah kabupaten (wilayah atas)
N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat kabupaten.
30
berorientasi pada ekspor. Sebaliknya jika LQ < 1, maka sektor tersebut termasuk
sektor non basis, artinya sektor tersebut belum mampu untuk memenuhi
kebutuhan di wilayahnya sehingga diperlukan tambahan dari sektor atau daerah
lainnya. Sektor non basis juga bisa digolongkan ke dalam sektor yang
berorientasi pada impor.
Tedapat dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ adalah:
1. Pola konsumsi rumah tangga di wilayah bawah identik (sama dengan)
pola kunsumsi rumah tangga di wilayah atasnya.
2. Baik wilayah atas maupun wilayah bawah mempunyai fungsi produksi
yang linier dengan produktivitas di setiap sektor yang sama besarnya.
31
differensial dari suatu industri adalah positif, maka industri tersebut relatif
lebih tinggi daya saingnya dibandingkan industri yang sama pada
perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran differensial disebut
juga pengaruh keunggulan kompetitif (Cij).
Rumus yang digunakan untuk analisis Shift Share adalah :
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Nasional (Nij)
Nij = Eij x rn ………………………………………………................. (3.4)
Pergeseran Proporsional (Proportional Shift) (Mij)
Mij = Eij (rin - rn) ………………………………………………......... (3.5)
Pengaruh Keunggulan Kompetitif (Cij)
Cij = Eij (rij - rin) ……………………………………………….......... (3.6)
Sehingga dampak nyata pertumbuhan ekonomi daerah atau nilai shift share
diformulasikan sebagai berikut :
Dij = Nij + Mij + Cij ........................................................................(3.7)
Dimana :
Nij = Pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional (national growth effect, dalam
hal ini daerah referensi nya adalah Provinsi Bali)
Eij = PDRB sektor i di Kabupaten
rn = Tingkat pertumbuhan PDRB Provinsi
Mij = Pergeseran proporsional
rij = Tingkat pertumbuhan sektor i di Kabupaten
rin = Tingkat pertumbuhan sektor i di Provinsi
Cij = Pengaruh keunggulan kompetitif (differential shift)
32
bersangkutan lebih cepat dari pada perkembangan rata-rata seluruh aktivitas
ekonomi daerah secara keseluruhan (Propinsi).
Differential Shift (Competitive Share) digunakan untuk membandingkan
aktivitas ekonomi Kabupaten atau Kota terhadap aktivitas ekonomi propinsi
nasional pada sektor yang sama. Differential Shift juga digunakan sebagai
indikator yang menunjukkan kinerja kompetitif ekonomi wilayah dengan wilayah-
wilayah lainnya. Jika Differential Shift bernilai positif berarti aktivitas ekonomi
Kabupaten/Kota pada sektor i adalah kompetitif, begitupun sebaliknya.
Kombinasi hasil analisis Proportional Shift dan Differential Shift tersebut
menghasilkan 4 indikator :
1. Bila nilai Proportional Shift dan Differential Shift positif (+) berarti
sektor ini mempunyai peranan penting dalam perekonomian internal
terhadap sistem perekonomian yang lebih luas (eksternal)
2. Bila nilai Proportional Shift positif (+) dan Differential Shift negatif (-)
berarti sektor ini hanya dapat meningkatkan peranannya dalam
lingkup internal saja.
3. Bila nilai Proportional Shift negatif (-) dan Differential Shift positif (+)
berarti sektor ini hanya dapat meningkatkan peranannya dalam
wilayah yang lebih luas, tetapi tidak dapat meningkatkan
perekonomian internal
4. Bila nilai Proportional Shift dan Differential Shift negatif (-) berarti
sektor ini tidak mempunyai peranan dalam memajukan perekonomian
internal maupun eksternal.
33
Analisis ini didasarkan pada asumsi bhwa suatu strategi yang efektif akan
memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan
ancaman (Perce dan Robinson dalam yuledyane, 2003).
Unsur-unsur SWOT meliputi S (strenght) yang berrti mengacu kepada
keunggulan kompetitif dan kompetensi lainnya, W (weakness) yaitu hambatan
yang membatasi pilihan-pilihan pada pengembangan strategi, O (opportunity)
yakni menyediakan kondisi yang menguntungkan atau peluang yang membatasi
penghalang dan T (threat) yang berhubungan dengan kondisi yang dapat
menghalangi atau ancaman dalam mencapai tujuan. Matriks ini dapat
menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi S-O,
strategi W-O, strategi W-T dan strategi S-T.
Terdapat delapan tahap dalam membentuk matriks SWOT, yaitu:
1. Membuat daftar kekuatan kunci internal wilayah.
2. Membuat daftar kelemahan kunci internal wilayah.
3. Membuat daftar peluang ekternal wilayah.
4. Membuat daftar ancaman ekternal wilayah.
5. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan peluang-peluang
ekternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-O.
6. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dengan peluang-
peluang eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi W-O.
7. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan ancaman-ancaman
eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-T.
8. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dengan ancaman-
ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi W-T.
34
Tabel 3. Matriks SWOT
35
ancaman atau tantangan tersebut, dan sedapat mungkin merubahnya
menjadi sebuah peluang bagi pengembangan selanjutnya. (Strategi S-T:
menggunakan kekuatan untuk mengusir ancaman).
c. Invesment/Divesment
Kotak ini merupakan kajian yang menuntut adanya kepastian dari berbagai
peluang dan kekurangan yang ada. Peluang yang besar disini akan dihadapi
oleh kurangnya kemampuan potensial sektor untuk menangkapnya.
Pertimbangan harus dilakukan secara hati-hati untuk menilai untung dan rugi
dari usaha untuk menerima peluang tersebut, khususnya dikaitkan dengan
keterbatasan. (Strategi W-O : menggunakan peluang untuk menghindari
kelemahan).
d. Damage Control
Kotak ini merupakan tempat untuk menggali berbagai kelemahan yang akan
dihadapi oleh sektor-sektor didalam pengembangan. Hal ini dapat dilihat dari
pertemuan antara ancaman dan tantangan dari luar dengan kelemahan yang
terdapat didalam kawasan. Strategi yang harus ditempuh adalah mengambil
keputusan untuk mengendalikan kerugian yang akan dialami, dengan sedikit
demi sedikit membenahi sumberdaya internal yang ada. (Strategi W-T:
meminimalkan kelemahan dan mengusir ancaman).
36
DAFTAR PUSTAKA
37
Anonim. 2019. Statistik Daerah Kabupaten Bangli Tahun 2018. Bangli :BPS
Anonim. 2019. Statistik Daerah Provinsi Bali Tahun 2018. Bali :BPS
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Wilayah
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................................5
1.3 Manfaat Penelitian......................................................................................................6
38
3.7 Sektor Unggulan.......................................................................................................20
3.8 Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah..............................................21
39