Pengertian Obesitas
Obesitas atau kegemukan didefinisikan sebagai kelebihan akumulasi
lemak tubuh sedikitnya 20 % dari berat rata-rata untuk usia, jenis kelamin dan
tinggi badan. Prognosis umum untuk peningkatan dan mempertahankan
penurunan berat badan buruk.Namun keinginan untuk pola hidup lebih sehat dan
penurunan faktor resiko sehubungan dengan ancaman penyakit terhadap hidup
memotivasi beberapa orang mengikuti diet dan program penurunan berat badan.
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan
lemak tubuh yang berlebihan. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh
untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi
lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan
pria[rujukan?]. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan
adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak
tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap
mengalami obesitas.
B. Klasifikasi
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
1. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
2. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
3. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan
sebanyak 5% dari antara orang-orang yang gemuk)
Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index, BMI)BMI Klasifikasi
< 18.5 berat badan di bawah normal
18.5–24.9 Normal
25.0–29.9 normal tinggi
30.0–34.9 Obesitas tingkat 1
35.0–39.9 Obesitas tingkat 2
≥ 40.0 Obesitas tingkat 3.
BMI merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan (membandingkan) berat
badan dengan tinggi badan.
Dengan Rumus:
Satuan Metrik menurut sistem satuan internasional : BMI = kilogram /
meter2
Rumus :BMI = b / t2
dimanab adalah berat badan dalam satuan metrik kilogram dan t adalah tinggi
badan dalam meter.
C. Etiologi Obesitas
Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan penting dalam
menentukan asupan makanan dan metabolisme energi, gaya hidup dan faktor
lingkungan dapat berperan dominan pada banyak orang dengan obesitas.
Diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara
faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial
ekonomi dan nutrisional (Guyton, 2007 )
a. Genetik
Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti untuk
menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan, karena anggota keluarga umumnya
memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti
terkini menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan faktor
genetik. Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan satu
atau lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta
penyimpanan lemak. Penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah
mutasi MCR-4, yaitu penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang
ditemukan sejauh ini, defisiensi leptin kongenital, yang diakibatkan mutasi gen,
yang sangat jarang dijumpai dan mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui.
Semua bentuk penyebab monogenik tersebut hanya terjadi pada sejumlah kecil
persentase dari seluruh kasus obesitas. Banyak variasi gen sepertinya berinterakasi
dengan faktor lingkungan untuk mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak
(Guyton, 2007).
b. Aktivitas fisik
Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal
ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan
massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang
tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan
adipositas. Oleh karena itu pada orang obesitas, peningkatan aktivitas fisik
dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan,
yang berimbas penurunan berat badan (Guyton, 2007).
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh.
Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor: 1) tingkat aktivitas dan olahraga
secara umum; 2) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan
untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua faktor tersebut
metabolisme basal memiliki tanggung jawab duapertiga dari pengeluaran energi
orang normal. Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi sepertiga pengeluaran
energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan
berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat
berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak
kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem
metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunn
metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu
siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan
kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung akan
mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga
sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar
kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya
metabolisme normal (Guyton, 2007).
c. Perilaku makan
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku
makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah
karena lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi
obesitas di negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik
adalah psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana
penyaluran stress. Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak
sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini
didasarkan karena kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru
terutama meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin besar
kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Oleh karena
itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada
dewasanya nanti (Guyton, 2007).
d. Neurogenik
Telah dibuktikan bahwa lesi di nukleus ventromedial hipotalamus dapat
menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan menjadi obesitas.
Orang dengan tumor hipofisis yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami
obesitas yang progresif. Hal ini memperlihatkan bahwa, obesitas pada manusia
juga dapat timbul akibat kerusakan pada hipotalamus. Dua bagian hipotalamus
yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang
menggerakkan nafsu makan (awal atau pusat makan) dan hipotalamus
ventromedial (HVM) yang bertugas menintangi nafsu makan (pemberhentian atau
pusat kenyang). Dan hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur
maka individu menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila
dipaksa diberi makan dan minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi
pada bagian HVM, maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan.
Dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian ventromedial dapat menyebabkan
seekor binatang makan secara berlebihan dan obesitas, serta terjadi perubahan
yang nyata pada neurotransmiter di hipotalamus berupa peningkatan oreksigenik
seperti NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan
α-MSH pada hewan obesitas yang dibatasi makannya (Guyton, 2007) .
e. Hormonal
Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin
adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang
bekerja melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan
penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon,
insulin diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan
energi pada sel adiposa. Kortisol adalah glukokortikoid yang bekerja dalam
mobilisasi asam lemak yang tersimpan pada trigliserida, hepatic
glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et al, 2005).
f. Dampak penyakit lain
Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari penyakit
lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism,
Cushing syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma dan gangguan
lain pada hipotalamus. Beberapa anggapan menyatakan bahwa berat badan
seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan komponenen neural. Berdasarkan
anggapan itu maka sedikit saja kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek
pada berat badan (Flieretal,2005).
D. Patofisiologi Obesitas
Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori dari tubuh
serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan
penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh (Rosen,2008). Penelitian yang
dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan
seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang
dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal psikologis.
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses
fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju
pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan
penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di
hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adiposa,
usus dan jaringan otot).
Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta
menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik(anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal
pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu
makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida
gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator
dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-
derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan
keseimbangan energi (Sherwood, 2012).
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa
meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah.
Kemudian, leptin merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar
menurunkan produksi Neuro Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu
makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan
energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic
center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada
sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya
kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Jeffrey, 2009).
E. Manifestasi klinis
Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada anak
biasanya timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja terutama anak wanita,
selain berat badan meningkat dengan pesat, juga pertumbuhan dan perkembangan
lebih cepat (ternyata jika periksa usia tulangnya), sehingga pada akhirnya remaja
yang cepat tumbuh dan matang itu akan mempunyai tinggi badan yang relative
rendah dibandingkan dengan anak yang sebayanya.
Bentuk tubuh, penampilan dan raut muka penderita obesitas :
a. Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan relatif kecil dengan
jari – jari yang berbentuk runcing.
b. Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif tampak kecil dengan dagu
yang berbentuk ganda.
c. Dada dan payudara membesar, bentuk payudara mirip dengan payudara yang
telah tumbuh pada anak pria keadaan demikian menimbulkan perasaan yang
kurang menyenangkan.
d. Abdomen, membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk bandul lonceng,
kadang – kadang terdapat strie putih atau ungu.
e. Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas ditemukan biasanya pada
biseb dan trisebnya
F. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis OA biasanya dilakukan berdasarkan riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik, tetapi evaluasi radiografi juga diperlukan. Radiografi adalah
sensitif dan murah sehingga dapat dijadikan sebagai pemeriksaan rutin untuk OA
(Siddiqui & Laborde, 2009).
Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan gizi.
Pada pemeriksaan antropometri tujuan yang hendak dicapai adalah:
1) Penapisan status gizi, yang diarahkan untuk orang dengan keperluan
khusus.
2) Survei status gizi, yang ditujukan untuk memperoleh gambaran status gizi
masyarakat pada saat tertentu serta faktor yang berkaitan.
3) Pemantauan status gizi, yang digunakan untuk memberikan gambaran
perubahan status gizi dari waktu ke waktu. Pemeriksaan antropometri dilakukan
dengan mengukur ukuran fisik, seperti tinggi badan, berat badan serta lingkar
beberapa bagian tubuh tertentu.
G. Komplikasi
Seorang obesitas menghadapi risiko masalah kesehatan yang berat, antara lain:
1. Hipertensi.
6. Apnea tidur.
Obesitas menyebabkan saluran napas yang menyempit yang
selanjutnya menyebabkan henti napas sesaat sewaktu tidur dan
mendengkur berat.
7. Asma
Anak dengan BBL atau obes cenderung lebih banyak mengalami
serangan asma atau pembatasan keaktifan fisik.
8. Kanker
Banyak jenis kanker yang berkaitan dengan BBL misalnya pada
perempuan kanker payudara, uterus, serviks, ovarium dan kandung
empedu; pada lelaki kanker kolon, rektum dan prostat.
9. Penyakit perlemakan hati
Baik peminum alkohol maupun bukan dapat mengidap penyakit
perlemakan hati (non alcoholic fatty liver disease = NAFLD) atau non
alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis.
10. Penyakit kandung empadu
Orang dengan BBL dapat menghasilkan banyak kolesterol yang
berisiko batu kandung empedu.
H. Penatalaksanaan
a. Merubah gaya hidup
Diawali dengan merubah kebiasaan makan. Mengendalikan kebiasaan ngemil
dan makan bukan karena lapar tetapi karena ingin menikmati makanan dan
meningkatkan aktifitas fisik pada kegiatan sehari-hari. Meluangkan waktu
berolahraga secara teratur sehingga pengeluaran kalori akan meningkat dan
jaringan lemak akan dioksidasi (Sugondo,2008).
b. Terapi Diet
Mengatur asupan makanan agar tidak mengkonsumsi makanan dengan
jumlah kalori yang berlebih, dapat dilakukan dengan diet yang terprogram secara
benar. Diet rendah kalori dapat dilakukan dengan mengurangi nasi dan
makanan berlemak, serta mengkonsumsi makanan yang cukup memberikan
rasa kenyang tetapi tidak menggemukkan karena jumlah kalori sedikit, misalnya
dengan menu yang mengandung serat tinggi seperti sayur dan buah yang
tidak terlalu manis (Sugondo, 2008).
c. Aktifitas Fisik
Peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen penting dari program
penurunan berat badan, walaupun aktifitas fisik tidak menyebabkan
penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan. Untuk
penderita obesitas, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitas
sebaiknya ditingkatkan secara bertahap. Penderita obesitas dapat memulai
aktifitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali
seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan
jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45
menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu (Sugondo, 2008).
d. Terapi perilaku
Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya,
diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat
terapi diet dan aktifitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri
terhadap kebiasaan makan dan aktifitas fisik, manajemen stress, stimulus control,
pemecahan masalah, contigency management, cognitive restructuring dan
dukungan sosial (Sugondo,2008).
e. Farmakoterapi
Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program
manajemen berat badan. Sirbutramine dan orlistat merupakan obat-obatan
penurun berat badan yang telah disetujui untuk penggunaan jangka panjang.
Sirbutramine ditambah diet rendah kalori dan aktifitas fisik efektif menurunkan
berat badan dan mempertahankannya. Orlistat menghambat absorpsi lemak
sebanyak 30 persen. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian
vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial (Sugondo,2008).
f. pengaturan makanan
1) Pada Bayi :