Pengertian
Elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara perubahan
(reaksi) kimia dengan kerja listrik, biasanya melibatkan sel elektrokimia yang
menerapkan prinsip reaksi redoks dalam aplikasinya.
Reaksi elektrokimia melibatkan perpindahan elektron – elektron bebas dari
suatu logam kepada komponen di dalam larutan. Kesetimbangan reaksi
elektrokimia penting dalam sel galvani (yang menghasilkan arus listrik) dan sel
elektrolisis (yang menggunakan arus listrik). Pengukuran daya gerak listrik (DGL)
suatu sel elektrokimia dalam jangkauan suhu tertentu dapat digunakan untuk
menentukan nilai – nilai termodinamika reaksi yang berlangsung serta koefisien
aktifitas dari elektrolit yang terlibat.
II. Reaksi Oksidasi Reduksi
Dalam elektrokimia melibatkan reaksi yang sering disebut reaksi oksidasi
dan reduksi atau disingkat dengan redoks.
Reaksi oksidasi adalah peristiwa pelepasan elektron, dimana suatu zat
memberikan elektron kepada lainnya.
Contoh : Cu Cu2+ + 2e-
Senyawa yang mengalami oksidasi disebut sebagi reduktor.
Reaksi reduksi adalah adalah peristiwa penangkapan elektron, dimana
suatu zat menerima elektron dari zat lain.
Contoh : Cu2+ + 2e- Cu
Senyawa yang mengalami reduksi disebut oksidator.
III. Sel Elektrokimia
Sel elektrokimia adalah alat yang digunakan untuk melangsungkan
perubahan di atas. Dalam sebuah sel, energi listrik dihasilkan dengan jalan
pelepasan elektron pada suatu elektroda (oksidasi) dan penerimaan elektron pada
elektroda lainnya ( reduksi). Elektroda yang melepaskan elektron dinamakan
anoda sedangkan elektroda yang menerima elektron dinamakan katoda. Jadi
sebuah sel elektrokimia selalu terdiri :
a. Anoda : Elektroda tempat berlangsungnya reaksi oksidasi
b. Katoda : Elektroda tempat berlangsungnya reaksi reduksi.
c. Larutan elektrolit, larutan ionik dapat menghantarkan arus, larutan ionik
dianggap seperti ”resistor” dalam suatu sirkuit maka ukuran dari sifat-sifat larutan
adalah tahanan, R, ( atau ekuivalent dengan konductan, L) mengikuti hukum
Ohm.
Secara garis besar, sel elektrokimia dapat digolongkan menjadi :
a. Sel Galvani
Yaitu sel yang menghasilkan arus listrik. Pada sel galvani, anoda
berfungsi sebagai elektroda bermuatan negatif dan katoda bermuatan
positif. Arus listrik mengalir dari katoda menuju anoda .Reaksi kimia
yang terjadi pada sel galvani berlangsung secara spontan. Salah satu
aplikasi sel galvani adalah penggunaan sel Zn/Ag2O3 untuk batere jam.
b. Sel Elektrolisis
Yaitu sel yang menggunakan arus listrik. Pada sel elektrolisis, reaksi
kimia tidak terjadi secara spontan tetapi melalui perbedaan potensial
yang dipicu dari luar sistem. Anoda berfungsi sebagai elektroda
bermuatan positif dan katoda bermuatan negatif, sehingga arus listrik
mengalir dari anoda ke katoda. Sel elektrolisis banyak digunakan
untuk produksi alumunium atau pemurnian tembaga.
Gambar 3.1. Sel Galvani dan Sel Elektrolisis
Untuk menyatakan sel elektrokimia, digunakan notasi sel sebagai
berikut
Zn │ Zn2+ ║ Cu2+ │ Cu
Zn │ Zn2+ ┇┇ Cu2+ │ Cu
Sisi kiri notasi sel biasanya menyatakan reaksi oksidasi, sedangkan
sisi kanan notasi sel biasanya menyatakan reaksi reduksi. Garis
tunggal pada notasi sel menyatakan perbedaan fasa, sedangkan garis
ganda menyatakan perbedaan elektroda. Garis putus – putus
menyatakan adanya jembatan garam pada sel elektrokimia. Jembatan
garam adalah larutan kalium klorida atau amonium nitrat pekat.
Jembatan garam diperlukan bila larutan pada anoda dan katoda dapat
saling bereaksi.
Gambar 3.2. Sel elektrokimia tanpa jembatan garam (a), dengan jembatan garam
(b)
IV. Elektroda dan Potensial Elektroda Standar (Eo)
Elektroda tersusun dari elektroda itu sendiri dan bahan kimia (reagents)
yang terlibat. Sel elektrokimia umumnya tersusun atas dua elektroda, yaitu :
a. Anoda
Anoda adalah elektroda, bisa berupa logam maupun penghantar
listrik lain, pada sel elektrokimia yang terpolarisasi jika arus
listrik mengalir ke dalamnya. Arus listrik mengalir berlawanan
dengan arah pergerakan elektron. Pada proses elektrokimia,
baik sel galvanik maupun sel elektrolisis, anoda mengalami
oksidasi.
Tidak selalu anion (ion yang bermuatan negatif) bergerak
menuju anoda, ataupun tidak semua kation (ion yang
bermuatan positif) akan bergerak menjauhi anoda. Pergerakan
anion mauoun kation menuju atau menjauh dari anoda
tergantung jenis sel elektrokimianya
b. Katoda
Katoda adalah kutub elektroda dalam sel elektrokimia yang
terpolarisasi jika kutub ini bermuatan positif. Sehingga arus
listrik akan mengalir keluar dari katoda, atau elektron akan
masuk kekatoda
Setiap elektroda disebut sebagai setengah sel (half cell). Reaksi yang terjadi pada
tiap elektroda disebut reaksi setengah sel atau reaksi elektroda.
Berdasarkan jenisnya, elektroda dapat digolongkan menjadi :
1. Elektroda logam – ion logam
Yaitu elektroda yang berisi logam yang berada dalam kesetimbangan
dengan larutan ionnya, contohnya elektroda Cu | Cu2+.
2. Elektroda amalgam
Amalgam adalah larutan logam dalam Hg cair. Pada elektroda ini,
amalgam logam M akan berada dalam kesetimbangan dengan ionnya
(M2+). Logam – logam aktif seperti Na dan Ca dapat digunakan sebagai
elektroda amalgam.
3. Elektroda redoks
Yaitu elektroda yang melibatkan reaksi reduksi – oksidasi di dalamnya,
contohnya elektroda Pt | Fe3+, Fe2+.
4. Elektroda logam – garam tak larut
Elektroda ini berisi logam M yang berada dalam kesetimbangan dengan
garam sangat sedikit larutnya Mυ+Xυ- dan larutan yang jenuh dengan
Mυ+Xυ- serta mengandung garam atau asam terlarut dengan anion Xz-.
Contoh : elektroda Ag – AgCl yang terdiri dari logam Ag, padatan AgCl,
dan larutan yang mengandung ion Cl- dari KCl atau HCl.
5. Elektroda gas
Yaitu elektroda yang berisi gas yang berda dalam kesetimbangan dengan
ion – ion dalam larutan, misalnya elektroda Pt | H2(g) | H+(aq).
6. Elektroda non logam non gas
Yaitu elektroda yang berisi unsur selain logam dan gas, misalnya elektroda
brom (Pt | Br2(l) | Br-(aq)) dan yodium (Pt | I2(s) | I-(aq)).
7. Elektroda membran
Yaitu elektroda yang mengandung membran semi permiabel.
Untuk menggerakkan muatan dari satu titik ke titik lain diperlukan beda potensial
listrik antara kedua muatan. Beda potensial diukur antara dua elektroda yaitu
elektroda pengukur dan elektroda pembanding. Sebagai elektroda pembanding
umumnya digunakan elektroda hidrogen (H+ | H2 | Pt) atau elektroda kalomel (Cl- |
Hg2Cl2(s) | Hg). Beda potensial inilah yang dinyatakan sebagai daya gerak listrik
(DGL). Untuk menghitung DGL sel, digunakan potensial elektroda standar (Eo)
yang nilainya dapat dilihat pada tabel
Pada tabel terlihat bahwa elektroda hidrogen (H+ | H2 | Pt) merupakan batas
pembanding dengan nilai potensial 0,0000 V. Bila elektroda pengukur
mempunyai nilai lebih besar dari elektroda hidrogen (bernilai positif), maka
elektroda tersebut mempunyai kecenderungan untuk tereduksi (bersifat oksidator).
Sedangkan bila elektroda pengukur mempunyai nilai lebih kecil dari elektroda
hidrogen (bernilai negatif), maka elektroda tersebut mempunyai kecenderungan
untuk teroksidasi (bersifat reduktor). Karena reaksi setengah sel pada elektroda
ditulis dalam bentuk reduksi, maka nilai potensial elektroda standar juga dapat
disebut potensial reduksi standar.
V. Penentuan DGL Standar Sel (Eosel)
Nilai Eosel ditentukan dengan rumus
Eosel = Eoreduksi – Eooksidasi
Eoreduksi adalah nilai potensial elektroda standar pada elektroda yang mengalami
reduksi dan Eooksidasi adalah nilai potensial elektroda standar dari elektroda yang
mengalami oksidasi.
Contoh : Hitung Eosel pada 25oC untuk Cd │ Cd2+ ║ Cu2+ │ Cu !
Reduksi : ½ Cu2+ + e- = ½ Cu Eo = 0,339 V
Oksidasi : ½ Cd = ½ Cd2+ + e- Eo = -0,4022 V
Total : Cu2+ + Cd = Cu + Cd2+ Eosel = 0,7412 V
VI. Penentuan DGL Sel (Esel) dan Perubahan Energi Bebas Gibbs
(ΔG)
Beda potensial antara elektroda kanan (reduksi) dan elektroda kiri
(oksidasi) ditentukan dengan perhitungan DGL sel (Esel). Secara umum,
∆G = −nFE sel dan ∆G o = −nFE sel
o
............................
(6.1)
Bila nilai DGL sel positif, maka ΔG negatif dan reaksi berlangsung secara
spontan. Sedangkan bila DGL sel negatif, ΔG positif dan reaksi berlangsung tidak
spontan. Menurut kesetimbangan kimia,
∆G = ∆G o + RT ln Q ......................................... (6.2)
Bila perubahan energi Gibbs dinyatakan sebagai potensial kimia, maka persamaan
6.2 dapat ditulis menjadi
µ i = µ i + RT ln a i .............................................
o
(6.3)
Jika nilai μi disubstitusi dengan persamaan 6.3, maka
− nFEsel = − nFEsel
o
+ RT ln Π aνi i .................................... (6.4)
i
RT
E sel = E sel
o
− ln K ..................................................... (6.5)
nF
Hubungan antara Esel dan Eosel ini disebut persamaan Nernst, dimana K adalah
tetapan kesetimbangan yang nilainya sama dengan perbandingan aktifitas spesi
teroksidasi terhadap spesi tereduksi.
[ a oksidasi ]
K = .......................................... (6.6)
[ a reduksi ]
Untuk larutan elektrolit yang mengandung anion dan kation, nilai potensial kimia
masing – masing ion adalah
µ + = µ +o + RT ln γ + m+ ......................................... (8.6)
µ − = µ −o + RT ln γ − m− ......................................... (8.7)
μo+ dan μo- adalah potensial kimia standar dari kation dan anion, sedangkan γ+ dan
γ- adalah koefisien aktifitas katin dan anion. Potensial kimia total dari zat
elektrolit adalah
µ = ν + µ+ +ν − µ− ................................................ (8.8)
dimana υ+ dan υ- adalah jumlah kation dan anion. Substitusi persamaan 8.6 dan
8.7 pada persamaan 8.8 menghasilkan
µ = (ν + µ +o + ν − µ −o ) + RTln γ ν+ + γ ν− − mν+ + mν− − .............
(8.9)
Jika m± adalah molalitas ionik rata – rata dan γ± adalah koefisien aktifitas ionik
rata – rata dimana
1 1
m± = (mν+ + mν− − ) ν±
= m(ν ν+ + ν ν− − ) ν± ................................ (8.10)
1
ν+ ν− ν± ............................................................ (8.11)
γ ± = (γ γ )
+ −
= γ ν± ± mν ± (ν ν+ +ν ν− − ) ...................................
(8.14)
IX. Kekuatan Ion
Elektrolit yang mempunyai ion bermuatan lebih dari satu
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap koefisien aktifitas dibandingkan
elektrolit yang hanya mempunyai ion bermuatan satu. G. N. Lewis menyimpulkan
hal tersebut sebagai kekuatan ion (I)
I = 1 / 2∑ mi z i2 = 1 / 2(m1 z12 + m 2 z 22 + ...) ....................... (9.1)
i
dimana zi adalah muatan ion – ion pada zat elektrolit. Pada pengenceran tak
terhingga, distribusi ion pada larutan elektrolit dapat dianggap sangat acak. Pada
konsentrasi yang lebih tinggi, gaya tarik dan gaya tolak menjadi penting karena
letak ion – ion yang berdekatan. Karena adanya gaya tarik antar ion dan antara ion
dengan lingkungan atmosfer ionik, koefisien aktifitas elektrolit mengalami
penurunan. Pengaruh ini terjadi lebih besar pada ion – ion bermuatan tinggi dan
pada pelarut dengan konstanta dielektrik lebih rendah dimana interaksi
elektrostatik menjadi lebih kuat.
Debye dan Hückel menyatakan bahwa pada larutan encer, koefisien
aktifitas γi dari spesi ion i dengan muatan zi adalah
log γ i = − Az i2 I 1 / 2 ................................... (9.2)
1/ 2 3/ 2
1 2πN A m pelarut e2
dengan A= ................. (9.3)
2,303 V 4π ε
0 ε r kT
dimana mpelarut adalah massa pelarut, V adalah volume dan εr adalah permitivitas
relatif. Jika persamaan 8.11 ditulis dalam bentuk logaritma
1
log γ ± = (ν + log γ + +ν − log γ − ) ......................... (9.4)
ν + +ν −
[a H + ]
log
Esel = Eosel – 0,0591 PH 2 .................................. (10.4)
P o
Jika PH2 = Po
Esel = Eosel – 0,0591 log [aH+]
= 0,2802 V – 0,0591 log [aH+]
Esel - 0,2802 = - 0,0591 log [aH+]
Esel - 0,2802 = 0,0591 pH
E sel − 0,2802
pH = ........................................... (10.5)
0,0591
i = arus (ampere)
t = waktu (detik)
it
Ar ( Mr )
w= x 9 65 0 0
n
XII. Penggunaan Elektrolisis dalam Industri
Elektrolisis yang pertama dicoba adalah elektrolisis air (1800). Davy
segera mengikuti dan dengan sukses mengisolasi logam alkali dan alkali tanah.
Bahkan hingga kini elektrolisis digunakan untuk menghasilkan berbagai logam.
Elektrolisis khususnya bermanfaat untuk produksi logam dengan kecenderungan
ionisasi tinggi (misalnya aluminum). Produksi aluminum di industri dengan
elektrolisis dicapai tahun 1886 secara independen oleh penemu Amerika Charles
Martin Hall (1863-1914) dan penemu Perancis Paul Louis Toussaint Héroult
(1863-1914) pada waktu yang sama. Sukses elektrolisis ini karena penggunaan
lelehan Na3AlF6 sebagai pelarut bijih (aluminum oksida; alumina Al2O3)
Sebagai syarat berlangsungnya elektrolisis, ion harus dapat bermigrasi ke
elektroda. Salah satu cara yang paling jelas agar ion mempunyai mobilitas adalah
dengan menggunakan larutan dalam air. Namun, dalam kasus elektrolisis alumina,
larutan dalam air jelas tidak tepat sebab air lebih mudah direduksi daripada ion
aluminum sebagaimana ditunjukkan di bawah ini.
Al3+ + 3e-–> Al potensial elektroda normal = -1,662 V
2H2O +2e-–> H2 + 2OH- potensial elektroda normal = -0,828 V
Metode lain adalah dengan menggunakan lelehan garam. Masalahnya
Al2O3 meleleh pada suhu sangat tinggi 2050 °C, dan elektrolisis pada suhu
setinggi ini jelas tidak realistik. Namun, titik leleh campuran Al2O3 dan Na3AlF6
adalah sekitar 1000 °C, dan suhu ini mudah dicapai. Prosedur detailnya adalah:
bijih aluminum, bauksit mengandung berbagai oksida logam sebagai pengotor.
Bijih ini diolah dengan alkali, dan hanya oksida aluminum yang amfoter yang
larut. Bahan yang tak larut disaring, dan karbon dioksida dialirkan ke filtratnya
untuk menghasilkan hidrolisis garamnya. Alumina akan diendapkan.
Al2O3(s) + 2OH-(aq)–> 2AlO2- (aq) + H2O(l)
2CO2 + 2AlO2 -(aq) + (n+1)H2O(l) –> 2HCO3- (aq) + Al2O3·nH2O(s)
Alumina yang didapatkan dicampur dengan Na3AlF6 dan kemudian garam
lelehnya dielektrolisis. Reaksi dalam sel elektrolisi rumit. Kemungkinan besar
awalnya alumina bereaksi dengan Na3AlF6 dan kemudian reaksi elektrolisis
berlangsung.
Al2O3 + 4AlF63-–> 3Al2OF62- + 6F-
Reaksi elektrodanya adalah sebagai berikut.
Elektroda negatif: 2Al2OF62- + 12F- + C –> 4AlF63- + CO2 + 4e-
Elektroda positif: AlF63- + 3e-–> Al + 6F-
Reaksi total:
2Al2O3 + 3C –> 4Al + 3CO2
Kemurnian aluminum yang didapatkan dengan prosedur ini kira-kira 99,55
%. Aluminum digunakan dalam kemurnian ini atau sebagai paduan dengan logam
lain. Sifat aluminum sangat baik dan, selain itu, harganya juga tidak terlalu mahal.
Namun, harus diingat bahwa produksi aluminum membutuhkan listrik dalam
jumlah sangat besar.
XIII. Elektrosintesis
Aplikasi lain yang tidak kalah pentingnya dari metode elektrokimia dan
sekarang sedang marak dikembangkan oleh para peneliti adalah elektrosintesis.
Teknik / metode elektrosintesis adalah suatu cara untuk mensintesis atau
memproduksi suatu bahan yang didasarkan pada teknik elektrokimia. Pada
metode ini terjadi perubahan unsur / senyawa kimia menjadi senyawa yang sesuai
dengan yang diinginkan. Penggunaan metode ini oleh para peneliti dalam
mensintesis bahan didasarkan oleh berbagai keuntungan yang ditawarkan seperti
peralatan yang diperlukan sangat sederhana, yakni terdiri dari dua/tiga batang
elektroda yang dihubungkan dengan sumber arus listrik, potensial elektroda dan
rapat arusnya dapat diatur sehingga selektivitas dan kecepatan reaksinya dapat
ditempatkan pada batas-batas yang diinginkan melalui pengaturan besarnya
potensial listrik serta tingkat polusi sangat rendah dan mudah dikontrol. Dari
keuntungan yang ditawarkan menyebabkan teknik elektrosintesis lebih
menguntungkan dibandingkan metode sintesis secara konvensional, yang sangat
dipengaruhi oleh tekanan, suhu, katalis dan konsentrasi. Selain itu proses
elektrosintesis juga dimungkinkan untuk dilakukan pada tekanan atmosfer dan
pada suhu antara 100-900 oC terutama untuk sintesis senyawa organik, sehingga
memungkinkan penggunaan materi yang murah.
Prinsip Elektrosintesis
Prinsip dari metode elektrosintesis didasarkan pada penerapan teori-teori
elektrokimia biasa sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Baik teknik
elektrosintesis maupun metode sintesis secara konvensional, mempunyai variabel-
variabel yang sama seperti suhu, pelarut, pH, konsentrasi reaktan, metode
pencampuran dan waktu. Akan tetapi perbedaannya, jika di elektrosintesis
mempunyai variabel tambahan yakni variabel listrik dan fisik seperti elektroda,
jenis elektrolit, lapisan listrik ganda, materi/jenis elektroda, jenis sel elektrolisis
yang digunakan, media elektrolisis dan derajat pengadukan.
Pada dasarnya semua jenis sel elektrolisis termasuk elektrosintesis selalu
berlaku hukum Faraday yakni:
• Jumlah perubahan kimia yang terjadi dalam sel elektrolisis, sebanding
dengan muatan listrik yang dilewatkan di dalam sel tersebut
• Jumlah muatan listrik sebanyak 96.500 coulomb akan menyebabkan
perubahan suatu senyawa sebanyak 1,0 gramekivalen (grek)
Sebelum melaksanakan elektrosintesis, sangatlah penting untuk
memahami reaksi yang terjadi pada elektroda. Di dalam sel elektrolisis akan
terjadi perubahan kimia pada daerah sekitar elektroda, karena adanya aliran listrik.
Jika tidak terjadi reaksi kimia, maka elektroda hanya akan terpolarisasi, akibat
potensial listrik yang diberikan. Reaksi kimia hanya akan terjadi apabila ada
perpindahan elektron dari larutan menuju ke elektroda (proses oksidasi),
sedangkan pada katoda akan terjadi aliran elektron dari katoda menuju ke larutan
(proses reduksi). Proses perpindahan elektron dibedakan atas perpindahan
elektron primer, artinya materi pokok bereaksi secara langsung pada permukaan
elektroda, sedangkan pada perpindahan elektron secara sekunder, elektron akan
bereaksi dengan elektrolit penunjang, sehingga akan dihasilkan suatu reaktan
antara (intermediate reactan), yang akan bereaksi lebih lanjut dengan materi
pokok di dalam larutan. Reaktan antara ini dapat dihasilkan secara internal
maupun eksternal:
Perpindahan elektron secara primer : O + ne → P
Perpindahan elektron secara sekunder : X + ne → I, O + I → P