Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

MATA KULIAH PENYULUHAN PERTANIAN

DESENTRALISASI DAN PRIVATISASI PENYULUHAN PERTANIAN

Disusun oleh :
Dea Marsha Pitaloka (H0719046)

Dosen Pengampu :
Dr. Sapja Anantanyu, S.P., M.Si.

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
PEMBAHASAN

Menurut Subejo (2006), seiring perubahan global dan isu lingkungan


strategis, layanan penyuluhan pertanian juga mengalami perubahan perubahan.
Transformasi penyuluhan pertanian berlangsung di seluruh dunia. Perubahan
terjadi pada organisasi, sistem penugasan, dan praktek sistem penyuluhan
pertanian dan pedesaan. Tantangan untuk mengintrodusir suatu sistem institusi
baru yang lebih sesuai menjadi pertimbangan dalam mereformasi sistem
penyuluhan pertanian. Jika hal tersebut dikesampingkan maka sistem pelayanan
penyuluhan akan menjadi suatu yang usang dan ketinggalan.

A. DESENTRALISASI PENYULUHAN
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan sebagai bagian dari reformasi
institusi untuk meningkatkan pelayanan penyuluhan sebagaimana yang
direkomendasikan World Bank (2002) mencakup: (1) desentralisasi, (2)
privatisasi, dan (3) pemisahan funding dari execution. Desentralisasi dipandang
penting karena membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat sipil
dalam memantau kebijakan pemerintah. Searah dengan semangat desentralisasi,
kebijakan nasional yang tertuang dalam UU No. 22/1999 yang direvisi dengan
UU No. 32/2004 telah memberikan ruang gerak desentralisasi melalui kebijakan
”otonomi daerah”.
Dengan adanya otonomi daerah, telah diberikan kebebasan kepada regional
agricultural services  untuk mengambil inisiatif dalam mendesain kebijakan
spesifik lokasi, sementara itu pemerintah pusat melalui Menteri Pertanian
bertanggungjawab hanya pada penyusunan dan manajemen strategi, kebijakan
nasional dan standar-standar. Dengan otonomi daerah ini, tanggung jawab
pembangunan pertanian dalam kendali kepala daerah bukan lagi pegawai/dinas
pertanian. Menurut Jamal (1998) Kelembagaan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)
dapat dijadikan sebagai sentra perencanaan di tingkat kecamatan dan mereka
dapat menjadi partner aparat kecamatan, dalam membuat bahan dasar
perencanaan pembangunan kecamatan yang diusulkan ke Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Tingkat. II (Bappeda Tk.II). Selain itu dengan memberikan
input pada beberapa kelembagaan yang ada di atasnya seperti BIPP dan
BPTP/LPTP, dapat dirancang pengembangan kegiatan pertanian yang menunjang
upaya pengembangan wilayah, dan ini merupakan masukan bagi dinas teknis
dalam menyusun program-programnya.
Montemayor (2000) mengatakan desentralisasi seharusnya memberikan
keuntungan berupa kemajuan pada berbagai hal yang hasil akhirnya terjadi
peningkatan kualitas dari hidup petani. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tingkat partisipasi petani dalam hal kemampuan menaksir masalah yang
dihadapinya, mengidentifikasi solusi dari masalah yang ada, dan
memulai serta mendukung aksi
2. Kapasitas pemerintah daerah, yaitu dengan meningkatnya kapasitas
dalam kepercayaan diri merespons permasalahan nyata tanpa tergantung
pada bantuan luar serta meningkatkan kapasitas mengenai kecepatan
merespon masalah dengan cepat tanpa harus menunggu izin dari
pemerintah pusat.
Otonomi daerah memberi kebebasan kepada regional agricultural services
untuk mengambil inisiatif dalam mendisain kebijakan spesifik lokal, sementara itu
pemerintah pusat melalui Menteri Pertanian bertanggungjawab hanya pada
penyusunan dan manajemen strategi, kebijakan nasional dan standar-standar.
Dengan dukungan anggaran yang besar, pemerintah lokal memiliki lebih banyak
sumber daya serta kebebasan yang lebih besar untuk mengembangkan kebijakan
spesifik lokal dan teknologi lokal melalui kajian/penelitian di lembaga penelitian
lokalnya. Dengan otonomi daerah ini, tanggung jawab pembangunan pertanian
dalam kendali kepala daerah bukan lagi pegawai/dinas pertanian.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Hasibuan (2008) menunjukkan bahwa
pengaruh desentralisasi penyuluhan pertanian terhadap pengelolaan lingkungan
pertanian adalah positif. Pengaruh desentralisasi penyuluhan pertanian ditinjau
dari beberapa aspek sebagai berikut:
1. Frekuensi penyuluhan pertanian sesuai kebutuhan petani dan peningkatan
intensifikasi budidaya padi sawah dengan peningkatan penerapan
teknologi sesuai kebutuhan petani. Kondisi pertanian petani
desentralisasi menunjukkan penerapan teknologi rata-rata sangat baik
sedangkan pada petani pra desentralisasi rata-rata baik, dengan
presentase yang lebih rendah.
2. Sistem penyuluhan pertanian desentralisasi berbeda nyata dengan pra-
desentralisasi, perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan frekuensi
penyuluhan pertanian dengan metode Bottom up (penyuluhan berasal
dari bawah).
3. Desentralisasi penyuluhan pertanian akan meningkatkan pengelolaan
lingkungan pertanian. Hal ini terbukti dengan desentralisasi penyuluhan
pertanian menunjukkan kondisi kualitas lingkungan petani desentralisasi
rata-rata sangat baik sedangkan kondisi kualitas lingkungan rata-rata
petani pra desentralisasi buruk.
4. Rataan produksi padi sawah dari petani desentralisasi ebih tinggi dan
petani pra-desentralisasi lebih rendah dengan pendapatan yang
berbanding lurus pula.

B. PRIVATISASI PENYULUHAN
Menurut Sunarru (2015), saat ini permasalahan petani dan teknologi
pertanian semakin kompleks. Namun, jumlah penyuluh negeri masih terbatas.
Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan berbagai pihak, termasuk perlunya
penyuluh swasta. Privatisasi penyuluhan ini akan terus meningkat karena problem
yang dihadapi petani dan masyarakat pedesaan juga terus berkembang. Belum lagi
perkembangan sistem informasi elektronik yang menyebabkan privatisasi
penyuluhan semakin mendesak dipercepat, sebagaimana terjadi di Amerika,
Belanda, dan Australia.
Subejo (2006) mengutip argumentasi tentang privatisasi penyuluhan
menurut Rivera (1997) yaitu: (1) pelayanan dan penyampaian lebih efisien, (2)
menurunkan anggaran belanja pemerintah, dan (3) pelayanan dengan kualitas
tinggi. Umumnya, sektor privat terbebas dari sistem administratif/birokrasi dan
hambatan kepentingan politik. Hal ini mengimplikasikan suatu kemampuan yang
cukup pada sektor privat untuk mengalokasikan sumberdaya dengan lebih efisien.
Privatisasi mungkin juga memiliki beberapa kelemahan yaitu akses terhadap
sumber penyuluhan menjadi tidak sama karena keberagaman agency dan kesulitan
berkoordinasi dengan kelompok luar dan departemen pemerintah. Agen
penyuluhan pertanian swasta akan lebih berorientasi pada komersialisasi dan
kurang bertanggungjawab terhadap arah kebijakan yang dibuat pemerintah.
Privatisasi penyuluhan digunakan dalam arti yang luas yaitu pengenalan dan
pemberian kesempatan yang lebih luas pada pihak swasta untuk berpartisipasi,
yang tidak perlu berarti transfer seluruh aset pemerintah kepada sektor swasta
(baik profit dan atau non-profit institutions). Pada sebagian besar kasus,
pemerintah tidak sepenuhnya mem-privatisasi-kan pelayanan penyuluhan
pertaniannya. Dalam pengertian aslinya, privatization merupakan suatu transfer
penuh dalam hal kepemilikan (umumnya dengan cara penjualan) dari pemerintah
kepada lembaga/pihak swasta, di mana pihak tersebut selanjutnya akan
menanggung seluruh biaya dan menerima seluruh keuntungan. Di dalam kasus
penyuluhan, pemerintah dapat melakukan beberapa langkah strategis antara lain:
1. Mengenalkan komersialisasi pelayanan dengan tetap menguasai lembaga
penyuluhannya
2. Memindahkan pelayanan penyuluhan pada privat dengan tetap
memberikan basis pendanaan
3. Mencari alternatif biaya untuk membayar layanan penyuluhan
komersial.
Sulandjari, dkk. (2019), mengatakan bahwa di Indonesia, pelibatan
penyuluh pertanian swasta telah ditetapkan dalam Undang Undang No 16 Tahun
2006). Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa Penyuluh swasta adalah
penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai
kompetensi dalam bidang penyuluhan. Pelaksanaan penyuluhan pertanian swasta
diatur dengan Permentan No 61 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembinaan
Penyuluh Pertanian Swadaya dan Swasta. Diantaranya menetapkan : Keterlibatan
penyuluh swasta dilaksanakan dengan sistem kemitraan.
DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, Parenta. 2008. Pengaruh Desentralisasi Penyuluhan Pertanian Terhadap


Pengelolaan Lingkungan Pertanian Di Balai Penyuluhan Pertanian Kualuh
Selatan Kec. Kualuh Selatan, Kab. Labuhan Batu. Repositori Institusi
Univrsitas Sumatra Utara.

Jamal. 1998. PEMBERDAYAAN PETANI DAN DESENTRALISASI


PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA.
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. FAE, 16 (2).

Penyuluhan Pertanian untuk Mewujudkan Pertanian yang Lebih Sejahtera.


https://www.kompasiana.com/novendra/54f7ccb7a33311191c8b4b51/penyu
luhan-pertanian-untuk-mewujudkan-petani-yang-lebih-sejahtera, diakses
pada 6 Mei 2020 pukul 19:00

Subejo. 2006. PENYULUHAN PERTANIAN INDONESIA DI TENGAH ISU


DESENTRALISASI, PRIVATISASI DAN DEMOKRATISASI. Jurnal
Penyuluhan Institut Pertanian Bogor, 2 (2).

Sulanjari, dkk. (2019). Paradigma Penyuluhan Pertanian Perusahaan Swasta


(Kasus di Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat). Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang
Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran Bandung.

Sunnaru, S.H. (2015). Pengukuhan Prof. Sunarru: Privatisasi Penyuluhan terus


Meningkat. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai