Anda di halaman 1dari 11

BAB II

MATERI POKOK

SEDIAAN RADIOFARMASI
2.1. Definisi
Berikut ini adalah beberapa definisi Sediaan Radiofarmasi :
1. Menurut Wolf dan Tubis (USA)
Sediaan radiofarmasi adalah suatu senyawa radioaktif dengan maksud
untuk dimasukkan kedalam tubuh manusia, baik untuk tujuan terapi
maupun diagnostik serta mengalami perubahan metabolisme didalam
tubuh.
2. Menurut Y. Cohen (Perancis)
Sediaan radiofarmasi adalah suatu senyawa radioaktif yang dimasukkan
kedalam tubuh manusia, baik secara oral maupun parenteral, serta tidak
berada dalam wadah tertutup (sealed sources) karena itu akan ikut
mengalami perubahan metabolisme di dalam tubuh.
3. Secara umum
Sediaan radiofarmasi adalah sediaan radioaktif yang didapat dari target
yang telah di-iradiasi dalam suatu reaktor nuklir, dan telah mengalami
suatu pengolahan kimia, misalnya : oksidasi/reduksi; destilasi; ekstraksi;
absorbsi dan telah melalui suatu syarat pemeriksaan seperti sediaan
farmasi yang konvensional.

2.2. Pembuatan Sediaan Radiofarmasi


Sediaan Radiofarmasi dapat diperoleh dengan cara :
1. Didapat dari Target yang telah di-iradiasi dalam reaktor nuklir lalu
langsung dilarutkan dalam pelarut.
2. Didapat dengan cara pemisahan kimia dari target yang telah di-iradiasi.
3. Penandaan molekul organik sintetis atau dari tumbuhan/hewan dengan
radioisotop.
4. Koloid radioaktif yang dihasilkan dari pengendapan logam, metaloid atau
garam.
5. Radioisotop dengan waktu paruh pendek yang dihasilkan dari generator.

2.3. Bentuk Sediaan Radiofarmasi


Beberapa bentuk Sediaan Radiofarmasi, yaitu :
1. Larutan untuk pemakaian oral
Biasanya dikemas dalam wadah tertentu yang dinamakan Penicillin type
bottles. Untuk menghindari kontaminasi mikroba digunakan Single dose
bottles. Sediaan dapat berupa larutan air; alkohol dan minyak.
2. Kapsul gelatin untuk pemakaian oral
Cara pemakaiannya mudah dan bahaya kontaminasi tidak ada. Larutan ini
diserap oleh dinding kapsul atau zat inert yang ditambahkan. Kerugiannya
adalah : ada kemungkinan kapsul tidak larut sempurna dalam lambung
atau reaksi antara radionuklida dengan komponen-komponen kapsul.
3. Larutan injeksi
Kemasan mengandung satu dosis atau lebih. Syarat larutan injeksi biasa
harus dipenuhi seperti : sterilitas; isotonisitas dan bebas pirogen. Sediaan
dipakai terutama untuk radioisotop yang berumur sangat pendek sehingga
unsur aktif segera mencapai sasaran dan dapat segera dideteksi.
4. Bentuk Lyophilized Products atau sediaan liofilisasi
Sediaan dalam botol, sebelum digunakan harus dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai (model Kit).

2.4. Pemeriksaan Sediaan Radiofarmasi


Evaluasi untuk Sediaan Radiofarmasi dapat dilakukan dengan :
1. Pemeriksaan Fisika
Pada pemeriksaan fisika konsentrasi radioaktif dinyatakan dalam
satuan Curie; mCi; µCi atau Bq. Alat yang dipakai untuk menentukan
konsentrasi adalah Geiger Muller counter dan ɣ-scintillation counter.
Selain pemeriksaan konsentrasi, perlu pula diperiksa kemurnian
radioaktif. Kemurnian radioaktif atau disebut pula kemurnian radionuklida
atau kemurnian radioisotopik artinya tidak boleh mengandung zat
radioaktif lain kecuali yang tertera pada etiket.
Pemeriksaan kemurniaan sediaan radiofarmasi
Produk

Pemeriksaan Pemeriksaan
spektroskopi ɣ-spektrometri Kalibrasi β, ɣ

Kemurnian Kimia Kemurnian radionukleotida Konsentrasi radioaktif


(radioaktif)

Pemeriksaan secara farmasi

Pemeriksaan fisika Pemeriksaan kimia Pemeriksaan biologi

1. Konsentrasi radioaktif 1. Kemurnian radiokimia 1. Sterilitas


2. Kemurnian radioaktif 2. Penentuan pH 2. Pirogenitas
3. Buffer 3. Toksisitas
4. Penetapan kadar
5. Logam berat

2. Pemeriksaan Kimia
Pada pemeriksaan kimia dilakukan uji kemurnian radiokimia yaitu zat
radioaktif harus berada dalam bentuk kimia yang telah ditentukan.
Kemungkinan pengotoran radiokimia adalah karena : pemanasan yang
berlebihan selama pengolahan; terjadi oksidasi/reduksi; ketidakstabilan
zat kimianya; self-irradiation dan pengaruh cara atau tempat
penyimpanan.
Cara pemeriksaannya adalah dengan kromatografi, baik secara
kromatografi kertas dan lapis tipis (TLC); elektroforesis kertas dan dialisis.

3. Pemeriksaan Biologi
Pada pemeriksaan biologi dilakukan pemeriksaan sterilitas yaitu
seperti uji sterilitas pada Farmakope Indonesia; pemeriksaan pirogen
seperti pada pada Farmakope Indonesia dan USP; pemeriksaan toksisitas
seperti pada Farmakope serta pemeriksaan biological affinity.

2.5. Aplikasi Sediaan Radiofarmasi


Sediaan Radiofarmasi dapat diaplikasikan untuk :
1. Aplikasi Diagnostik
Untuk diagnostik, isotop digunakan sebagai radioaktif perunut
(tracers) dan bukan sebagai sumber radiasi. Dosis radiasi yang diberikan
harus serendah mungkin. Isotop yang digunakan dipilih yang memiliki
minimum waktu-paruh; minimum waktu retensi dalam tubuh; minimum
jumlah/kuantitas isotop tetapi dapat memberikan pengukuran yang teliti.
Radiosotop dapat digunakan secara internal untuk mendeteksi
penyakit tertentu, lokasi dan sejauh mana penyakit tersebut sudah
menyebar.
Aplikasi radiofarmasi untuk diagnostik diantaranya :
a. Iod radioaktif dan kelenjar tiroid
b. Radiotracers untuk melihat fungsi dan penyakit darah
c. Pernicious Anaemia
d. Kadar besi dalam darah
e. Labelling of blood cells
f. Tumor otak
2. Aplikasi Terapetik
Secara umum, terapi isotopik diaplikasikan hanya untuk penyakit-
penyakit dimana terjadi perluasan sel yang tidak berfungsi atau
overactive.
Yang termasuk dalam aplikasi radiofarmasi terapetik, yaitu :
a. External source
b. Teletherapy units
c. Surface sources
d. Extracorporeal irradiation
e. Internal sources
192
f. Ir
g. Natrium fosfat (32P)
h. Yttrium (90Y)
i. Natrium Iodida
j. Iod (125I) dengan waktu-paruh 60 hari
3. Fungsi Radioesei
Functional radioassays adalah penggunaan radioisotop sebagai
bahan pembantu untuk mengukur kecepatan proses biologi. Ada tiga
macam, yaitu :
a. Kecepatan Transfer Isotop
b. Kecepatan Peluruhan Isotop
c. Metabolic Processes and Isotop Concentration
4. Metode Radioesei dalam Kedokteran
Ada beberapa metode untuk pemeriksaan, antara lain :
a. Analisis Aktivasi
b. Competitive Radioassay
5. Imunoesei
Prinsip dasar imunoesei :
Obat* + Obat + Antibodi ↔ Obat* - Antibodi + Obat – Antibodi
(Obat bebas) (Obat terikat)

2.6. Farmasi Nuklir


Sebagai sediaan farmasi yang berbahaya, radiofarmaka perlu
penanganan khusus dalam proses pengadaan, penyiapan, penyimpanan
dan pendistribusian, terutama untuk pemberian ke pasien dalam lingkungan
fasilitas kedokteran nuklir.
Pemanfaatan radionuklida dilakukan untuk tujuan diagnosis atau terapi
beberapa gangguan penyakit pada otak, kelenjar tiroid, jantung, paru-paru,
hati, limpa dan sistem pencernaan, ginjal dan tulang.
1. Otak
Radiofarmaka untuk pemeriksaan organ pada sistem saraf pusat (SSP)
dibagi menjadi lima kelompok utama yaitu (1) Nondiffusible tracers; (2)
Diffusible tracers; (3) Penanda metabolisme; (4) Radiofarmaka untuk
pemeriksaan larutan serebrospinal; (5) Radiofarmaka untuk pencitraan
reseptor otak.
2. Tiroid
Radionuklida pada kelenjar tiroid digunakan untuk menilai fungsi kelenjar
tiroid dengan pemeriksaan radioactive iodine uptake (RAIU), dalam
pengobatan hipertiroidisme dan kanker tiroid, dan pencitraan untuk
mendeteksi penyakit dalam kelenjar tiroid dan deteksi adanya metastasis
tiroid dengan memindai seluruh tubuh.
3. Jantung
Pemeriksaan kedokteran nuklir klinis, sekarang ini pada umumnya
menggunakan metoda Single-Photon Emission Computed (SPECT) dan
metoda Positron Emission Tomography (PET).
Radiofarmaka yang digunakan untuk memeriksa penyakit jantung terdiri
dari empat kelompok utama yaitu (1) bahan perfusi untuk memeriksa
aliran darah arteri koroner dan iskemik, (2) bahan pengumpul darah untuk
memeriksa fungsi jantung, (3) bahan untuk memeriksa infark miokard, dan
(4) bahan metabolisme untuk menilai viabilitas miokard.
4. Paru-paru
Radiofarmaka untuk pencitraan paru-paru dapat dibagi menjadi dua
kelompok utama, bahan perfusi paru, dan bahan ventilasi paru. Pencitraan
dilakukan untuk melihat fungsi paru-paru dalam kedokteran nuklir
dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ventilasi dan perfusi paru.
5. Hati, Limpa dan Sistem Saluran Cerna
Sekarang ini, Magnetic Resonance Imaging (MRI), Computed
Tomography (CT) dan ultrasound lazim dipakai untuk memeriksa anatomi
hati, sistem hepatobilier dan limpa. Namun, pencitraan dengan
menggunakan radionuklida memberikan lebih banyak informasi mengenai
fisiologi dan fungsi organ-organ tersebut.
6. Ginjal
Metode scintigraphy telah dikembangkan untuk menilai fungsi glomerolus
dan tubulus ginjal, untuk mendeteksi keberadaan tumor atau kista, dan
juga untuk mengukur fungsi relatif antara kedua ginjal kiri dan kanan.
Selain itu, scintigraphy ginjal berperan penting dalam evaluasi perfusi
ginjal, fungsi ginjal, dan pada kasus tertentu juga berperan untuk melihat
abnormalitas anatomi.
7. Tulang
Pencitraan tulang dilakukan untuk berbagai tujuan, diantaranya untuk
pemeriksaan penyakit metastase, infeksi, dan luka trauma. Keunggulan
dari pencitraan tulang adalah sensitivitasnya yang tinggi, sehingga
dimanfaatkan untuk menilai lesi patologis pada tulang pada tahap awal
timbulnya penyakit. Kelemahan pencitraan tulang adalah tidak dapat
mendeteksi jenis patologi tulang.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Positron Emission Tomography (PET)


Positron Emission Tomography (PET) Scan merupakan salah satu
modalitas kedokteran nuklir, yang untuk pertama kali dikenalkan oleh
Brownell dan Sweet pada tahun 1953. Prototipnya telah dibuat pada
sekitar tahun 1952, sedangkan alatnya pertama kali dikembangkan di
Massachusetts General Hospital, Boston pada tahun 1970. Positron
yang merupakan inti kinerja PET pertama kali diperkenalkan oleh PAM
Dirac pada akhir tahun 1920-an. PET adalah metode visualisasi
metabolisme tubuh menggunakan radioisotop pemancar positron. Oleh
karena itu, citra (image) yang diperoleh adalah citra yang
menggambarkan fungsi organ tubuh. Fungsi utama PET adalah
mengetahui kejadian di tingkat sel yang tidak didapatkan dengan alat
pencitraan konvensional lainnya. Kelainan fungsi atau metabolisme di
dalam tubuh dapat diketahui dengan metode pencitraan (imaging) ini.
Hal ini berbeda dengan metode visualisasi tubuh yang lain seperti foto
rontgen, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI)
dan single photon emission computerized tomography (SPECT).
3.1.1. Prinsip Kerja PET-Scan
Mekanisme kerja PET-scan dimulai dengan menginjeksikan FDG
(suatu radionuklida glukosa-based) dari jarum suntik ke pasien. Dalam
perjalanan melalui tubuh pasien FDG memancarkan radiasi gamma
yang terdeteksi oleh kamera gamma, dimana aktivitas kimia dalam sel
dan organ dapat dilihat. Setiap aktivitas kimia yang abnormal mungkin
merupakan tanda adanya tumor.
Sinar Gamma yang dihasilkan ketika sebuah positron dipancarkan
dari bahan radioaktif bertabrakan dengan elektron dalam jaringan.
Tabrakan yang terjadi menghasilkan sepasang foton sinar gamma yang
berasal dari situs tabrakan di arah yang berlawanan dan terdeteksi oleh
detektor sinar gamma yang diatur di sekitar pasien.
Detektor PET terdiri dari sebuah array dari ribuan kilau kristal dan
ratusan tabung photomultiplier (PMTS) diatur dalam pola melingkar di
sekitar pasien. Kilau kristal mengkonversi radiasi gamma ke dalam
cahaya yang dideteksi dan diperkuat oleh PMTS.

Gambar 2. Proses kerja PET-Scan


3.2. Produksi Sediaan Radiofarmaka 15O CO
Produksi radiofarmaka 15O CO dimulai dengan sintesis radionuklida 15O,
kemudian dilanjutkan dengan proses radiolabelling. Oleh karena radionuklida
ini memiliki waktu paruh yang singkat (2 menit), radionuklida ini disintesis di
rumah sakit tempat radionuklida ini digunakan untuk diagnosis dengan PET.
Sistem yang digunakan adalah on-line systems. Sistem ini sesuai digunakan
dalam produksi radiofarmaka PET yang secara langsung dibentuk dalam
siklotron atau dibuat dari bahan target menggunakan tahapan sintesis
tunggal secara cepat. Sistem ini mendistribusikan rafiofarmaka secara
langsung kepada pasien yang telah berada di dalam PET scanner. On-line
15
systems digunakan untuk produksi radiofarmaka yang dilabel dengan O
karena waktu paruhnya yang singkat.

1. Sintesis Radionuklida
15
Ada beberapa cara untuk sintesis radionuklida O. Tetapi, dalam
15 14
praktiknya sintesis O dilakukan dengan menembak gas N dengan
15
deutron dalam siklotron sehingga dihasilkan O dengan melepaskan
partikel neutron.
Reaksinya dapat dijabarkan sebagai berikut:
14
N(d,n)15O
Siklotron umumnya digunakan dalam produksi radionuklida yang
digunakan sebagai PET tracer. Prinsip kerjanya adalah penggunaan
medan elektromagnetik dalam mempercepat partikel bermuatan hingga
kecepatan yang tinggi untuk iradiasi bahan target.
2. Proses Radiolabelling
15
Setelah radionuklida O dihasilkan dari siklotron, proses selanjutnya
15
adalah radiolabelling, yaitu proses penggabungan O ke molekul tertentu
sesuai dengan tujuan penggunaannya. 15O dalam praktiknya dapat dilabel
ke molekul CO, CO2, O2 dan H2O melalui proses yang berbeda. Khusus
15 15
untuk O CO, radionuklida O dipanaskan pada suhu 1000oC bersama
dengan sumber karbon dalam charcoal furnace.

3.3. Fungsi Radiofarmaka O CO (Ka Okky)

Anda mungkin juga menyukai