35 18 PDF
35 18 PDF
K
Tahun Pajak : 2013
JA
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah koreksi Dasar
Pengenaan Pajak sebesar Rp535.922.121,00, yang tidak disetujui oleh
Pemohon Banding;
PA
Menurut Terbanding : bahwa Pemohon Banding melakukan transaksi berupa sewa/charter kapal
beserta awaknya dengan Star Global Shipping Pte Ltd dan Eastern Navigation
Pte Ltd;
N
bahwa menurut Pemohon Banding, atas pembayaran jasa sewa kapal beserta
awak kapalnya ini merupakan objek PPh Pasal 15, hal ini berdasarkan Pasal 2
ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tanggal 14
LA
Juni 1996 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996
tanggal 29 Agustus 1996;
DI
Indonesia melalui pegawai dan kapalnya telah melebihi 90 hari dalam jangka
waktu 12 bulan. Dengan demikian, keberadaan Eastern Navigation Pte Ltd di
Indonesia telah memenuhi syarat untuk dianggap mempunyai BUT di
GA
Indonesia;
bahwa tanggapan Terbanding atas time test yang disampaikan oleh Pemohon,
IA
2. Bahwa time test yang disampaikan oleh Pemohon Banding untuk tahun
2010, bukan tahun sengketa yaitu tahun 2013. Sehingga Terbanding
berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) P3B Indonesia-Singapura tidak dapat
mengetahui time test dalam jangka waktu 12 bulan selama tahun 2013
KR
yang sebenarnya.
K
2. Star Global Shipping Pte. Ltd. dan Eastern Navigation Pte. Ltd. tidak
memiliki agen langsung/perwakilan di Indonesia.
JA
3. Pembayaran atas jasa pelayaran dilakukan dengan melakukan transfer
secara langsung dari Pemohon ke rekening perusahaan pelayaran luar
negeri.
4. Kewenangan penandatanganan kontrak berada langsung ditangan
PA
perusahaan pelayaran luar negeri.
5. Star Global Shipping Pte. Ltd. dan Eastern Navigation Pte. Ltd. tidak
memiliki NPWP di Indonesia.
N
BUT bukan hanya berdasarkan time test saja, namun ada beberapa syarat
lainnya yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5)
UU Pajak Penghasilan, Pasal 5 ayat (2), (5), dan (7) P3B Indonesia-
LA
Singapura. Persyaratan tersebut tidak dipenuhi seluruhnya oleh perusahaan
pelayaran lawan transaksi Pemohon Banding yaitu Star Global Shipping Pte
Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd.
DI
bahwa Terbanding berpendapat bahwa atas pembayaran sewa/charter kapal
kepada Star Global Shipping Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd, adalah
objek PPh Pasal 26;
GA
bahwa tanpa mengurangi independensi Majelis Hakim dalam memutus
sengketa ini, sebagai informasi tambahan atas pokok sengketa yang sama
yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.37822/PP/M.XII/13/2012
diucapkan tanggal 25 April 2012 yang memutuskan menerima sebagian
EN
- bahwa PSA Marine Pte. Ltd. adalah perusahaan pelayaran luar negeri
IA
sebesar 20% dan Pajak Penghasilan Pasal 15 yang telah dipotong oleh
Pemohon Banding diperlakukan sebagai kredit pajak Pajak Penghasilan
Pasal 26;
KR
K
berdasarkan Pasal 5 angka 2 huruf i Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda Singapura yang menyebutkan bahwa istilah Bentuk Usaha
JA
Tetap meliputi jasa-jasa dimana kegiatannya berlangsung dalam suatu
masa yang melebihi 90 hari dalam 12 (dua belas) bulan di suatu Negara;
PA
dalam persidangan diketahui:
- bahwa Pemohon Banding menyampaikan bukti berupa Surat Keterangan
Domisili (SKD) tertanggal 09 Juni 2009 yang diterbitkan oleh Inland
Revenue Authority of Singapore sebagai respon atas permintaan PSA
Marine (PTE) Ltd., tertanggal 12 Mei yang menjelaskan bahwa PSA
Marine (PTE) Ltd., adalah perusahaan yang berkedudukan di Singapura
N
bahwa SKD ini diberikan untuk tujuan Pajak Penghasilan Tahun Pajak
2006;
LA
- bahwa sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan
Nomor: 417/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996 tentang Norma
Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan
DI
Pelayaran dan atau Penerbangan Luar Negeri juncto angka 2 Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE- 32/PJ.4/1996 tanggal 29
Agustus 1996 diatur bahwa besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dan atau penerbangan luar negeri adalah sebesar
GA
2,64% dari peredaran bruto yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia;
berpatokan hanya pada jangka waktu time test yang telah melebihi 90 hari
tidaklah tepat karena ada tidaknya BUT juga harus dibuktikan pula bahwa
jasa yang diberikan harus melalui suatu perusahaan yang bukan agen
independen sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (7) P3B antara
Indonesia dengan Singapura bahwa yang dalam hal ini Pemohon Banding
SE
K
- bahwa Majelis berpendapat, bukti yang disampaikan Terbanding bahwa
JA
Pemohon Banding dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak
Januari sampai dengan Desember 2006 telah memungut dan menyetor
Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri atas nama PSA Marine (PTE)
Ltd., hal ini membuktikan dan meyakinkan Majelis bahwa PSA Marine
PA
(PTE) Ltd., tidak memiliki BUT di Indonesia karena apabila Pemohon
Banding memiliki BUT di Indonesia maka Pajak Pertambahan Nilai yang
terutang adalah Pajak Pertambahan Nilai atas jasa dalam negeri
- bahwa Majelis berpendapat, PSA Marine (PTE) Ltd., adalah benar dan
meyakinkan Majelis merupakan perusahaan yang didirikan dan
N
berkedudukan di Negara Singapura bahwa sesuai dengan 8 ayat (2)
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia
LA
dengan Singapura yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 1992,
penghasilan yang diperoleh PSA Marine (PTE) Ltd., dari Indonesia dapat
dikenakan pajak di Negara Indonesia tetapi pajak yang dikenakan
tersebut dikurangi sebesar 50%;
DI
- bahwa Terbanding dalam sanggahan yang menyatakan bahwa Surat
Keterangan Domisili yang disampaikan oleh Pemohon Banding hanya
GA
berupa fotocopy atas nama PSA Marine (PTE) Ltd., untuk Tahun Pajak
2006 sehingga tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur pada angka 2
huruf a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-03/PJ. 101/1996
tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Pengindaran
Pajak Berganda, Majelis berpendapat bahwa PSA Marine (PTE) Ltd.,
EN
A. Simpulan
SE
K
2. bahwa Pemohon Banding menyatakan bahwa Star Global Shipping
JA
Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd, tidak memiliki BUT di
Indonesia.
PA
pelayaran luar negeri Star Global Shipping Pte Ltd dan Eastern
Navigation Pte Ltd, Pengenaan PPh sebesar 2,64% sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 ayat (2) KMK Nomor 417/KMK.04/1996, tidak
berlaku.
N
4. bahwa Terbanding berpendapat atas pembayaran sewa/charter kapal
kepada Star Global Shipping Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd,
adalah objek PPh Pasal 26 dengan tarif mempertimbangkan Surat
LA
Keterangan Domisili yang disampaikan oleh Pemohon Banding.
DI
nama Pemohon Banding telah sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku;.
GA
Menurut Pemohon : Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding, dengan alasan
Banding sebagai berikut:
Pasal 26:
IA
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam
AR
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
KR
K
Dalam Uraian Banding, pihak Terbanding setuju untuk menerapkan Pasal
JA
8 ayat (2) P3B Indonesia dan Singapore mengenai Jasa Pelayaran yang
dilakukan oleh perusahaan pelayaran asing. Hal ini berarti pihak
Terbanding dan pemohon Banding sepaham bahwa sengketa pajak ini
PA
sehubungan dengan jasa Pelayaran Asing. Seharusnya tidak ada lagi
sengketa sehubungan dengan jenis Objek Pajak;
N
26 UU Pajak Penghasilan tidak mengatur objek pajak atas Jasa Pelayaran
Asing;
LA
2. Atas Jasa Pelayaran dan Penerbangan Asing telah diatur secara khusus
dalam Pasal 15 UU PPh sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang – undang Nomor 36 Tahun 2008 dan sumber hukum
lainnya dengan Pengenaan pajak atas perusahaan penerbangan dan
DI
perkapalan luar negeri dilakukan dengan penerapan norma (deem profit),
yaitu 6% dari penerimaan bruto.
GA
Jasa Pelayaran dan Penerbangan Asing diatur secara khusus dalam
beberapa sumber Hukum sebagai berikut:
ditentukan atas dasar alokasi yang layak atas-semua laba bersih yang
diperoleh perusahaan dari operasi pelayarannya. Pajak dihitung
sesuai dengan alokasi tersebut kemudian harus dikurangi dengan
_____ persen.
Menurut Pemohon Banding, baik berdasarkan OECD dan UN Model,
yang menjadi objek Pajak atas Jasa Pelayaran Asing (pengoperasian
kapal dalam jalur lalu lintas internasional) adalah LABA atau
Berdasarkan Deem Profit.
K
b. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara RI dan
JA
Indonesia Pasal 7 ayat (6) menyatakan sebagai berikut:
“Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian penghasilan yang
diatur secara tersendiri pada pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini,
PA
maka ketentuan pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh oleh
ketentuan-ketentuan Pasal ini”.
N
pasal pasal lain diabaikan.
LA
Indonesia telah mengatur secara khusus Pajak Penghasilan atas Laba
dari kegiatan pengoperasian kapal oleh perusahaan pelayaran Asing,
yaitu dalam Pasal 8 (2) sebagai berikut:
DI
”Income derived by an enterprise of a Contracting State from the
operation of ships in international traffic may be taxed in the other
GA
Contracting State, but the tax imposed in that other State shall be
reduced by an amount equal to 50 per cent thereof”.
LABA yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut di jalur lalu
lintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain pada
Persetujuan, tetapi pajak yang dikenakan di Negara pihak lain tersebut
TP
kegiatan pelayaran asing, dan dalam Pasal ini tidak mengatur ada
atau tidaknya Bentuk Usaha Tetap.
AR
d. Pasal 15 UU PPh:
K
Menurut Pemohon Banding, Jasa pelayaran atau penerbangan asing
JA
hanya diatur khusus dalam Pasal 15, dimana pengenaan pajaknya
berdasarkan Norma Penghasilan Neto. Pasal ini juga sejalan dengan
Pasal 8 (2) P3B Indonesia – Singapura, tidak mengatur ada atau
PA
tidaknya Bentuk Usaha Tetap.
N
Pasal 1 menyatakan: “Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan
LA
peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa
uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu
DI
pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan di luar neger”
GA
Eastern Navigation Pte Ltd adalah perusahan pelayaran luar negeri
yang berdomisili di Singapura dan telah lama melakukan jasa
angkutan barang (Charter tug boat dan barge beserta awak) dari
pelabuhan batam ke/dari pelabuhan Tanjung Balai Karimun dan/atau
EN
sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran
bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1”.
AR
dikenakan sebesar 2,64% dari penghasilan bruto. Dalam KMK ini juga
tidak menjelasakan harus ada atau tidaknya BUT dalam menjalan
kegiatan usaha pelayaran tsb.
KR
K
sumber Hukum adalah sebagai berikut:
JA
· Pasal 2(5m) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan menyatakan, suatu BUT
terbentuk apabila suatu badan usaha yang tidak didirikan dan tidak
PA
bertempat tinggal di Indonesia menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan usaha di Indonesia, termasuk “Pemberian jasa dalam bentuk
apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari
60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 bulan”
N
· Pasal 5(2)(i) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Indonesia dengan Singapura mengatur bahwa termasuk pengertian
LA
BUT adalah “the furnishing of services, including consultancy
services, by an enterprise through an employee or other person (other
than an agent of an independent status within the meaning of
paragraph 7) where the activities continue within a Contracting State
DI
for a period or periods aggregating more than 90 days within a twelve-
month period”;
GA
Terjemahan Bahasa Indonesia:
K
(OECD Model) tidak mengatur secara specific definisi Bentuk Usaha
Tetap (BUT) atas pemberian Jasa jasa.
JA
· Surat Penegasan DJP (KPP Pratama Tanjung Balai Karimun) Nomor
S-14449/WPJ.02/KP.14/2016 tanggal 21 September 2016 mengenai
Jawaban Surat PT Saipem Indonesia tentang Permohonan
PA
Penegasan tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Pembayaran
Jasa Teknik Kepada Perusahaan Singapura
N
menyampaikan bahwa Pemberian jasa teknik yang diberikan
perusahaan yang berkedudukan di Singapura diperlakukan sebagai
LA
Subjek Pajak Dalam Negeri sehingga dikenakan Pemotongan PPh
Pasal 23. Hal ini berarti Pengenaan Pemotongan PPh Pasal 23
didasarkan bahwa Perusahaan Singapura tersebut telah memenuhi
Definisi sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) sesuai dengan UU PPh
DI
Pasal 2 ayat (5) huruf m tersebut diatas, meskipun Perusahaan
Singapura tersebut tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP;
GA
· Pemohon banding telah membuktikan bahwa memang benar bahwa
awak kapal tersebut berada di Indonesia selama lebih dari 90 hari
dalam 12 bulan, maka cukup bukti yang valid bahwa Eastern
Navigation Pte Ltd telah memenuhi definisi sebagai BUT di Indonesia.
Adapun pendaftaran NPWP sebagai BUT merupakan masalah
EN
sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran
bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1”.
K
PPh Pasal 26(4): 20% x Net Profit (6% -1,8%) = 0,84%
JA
Tarif Pajak = 2,64%
PA
Indonesia telah menetapakan tarif Pajak yang paling tinggi yaitu tariff
PPh Pasal 17 sebesar 30% dari Laba Usaha, dan dengan
menganggap Perusahaan Pelayaran asing memiliki BUT di Indonesia
terdapat penambahan Pajak yang diterima Pemerintah, yaitu
dikenakannya PPh Pasal 26 (4) Branch Profit Tax sebesar 20% dari
N
Laba Bersih setelah Pajak.
LA
Menurut Pemohon Banding, Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 15
sebesar 2,64% merupakan pengenaan pajak yang tertinggi. Jika
Terbanding beranggapan bahwa perusahaan pelayaran asing tidak
ada BUT di Indonesia maka pengenaan pajaknya akan jauh lebih
DI
rendah dari tariff PPh Pasal 15, yaitu sebesar tarif Pasal 17
(maksimum 30%) dikalikan dengan Norma Penghasilan Netto (6%)
sehingga tariff pajaknya hanya sebesar 1.8% kemudian dikurangi
GA
sebesar 50%. Sehingga tariff pajaknya menjadi 0,9% dari penghasilan
bruto
LABA yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut di jalur lalu
lintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain pada
Persetujuan, tetapi pajak yang dikenakan di Negara pihak lain tersebut
IA
K
barang dari Indonesia untuk tujuan luar negeri oleh Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut diwajibkan menunjuk agen untuk mengurus segala
JA
macam izin dan kebutuhan perusahaan tersebut. Walaupun agen
tersebut bukan agen yang tidak bebas (dependen agent)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh, namun
PA
demikian untuk pengenaan pajak perusahaan penerbangan dan
perkapalan luar negeri dasar pemikiran tersebut yang dipakai.
N
dari penerimaan bruto".
LA
bahwa menurut Pemohon Banding, sesuai dengan penjelasan diatas bahwa
pengenaan Pajak Penghasilan atas jasa pelayaran Asing tidak mengharuskan
adanya Bentuk Usaha Tetap (BUT), tetapi untuk kepentingan Pemerintah
DI
Indonesia agar memperoleh potensial pajak yang lebih tinggi yaitu dengan
pengenaan PPh Pasal 26(4) maka Perusahaan Pelayaran Asing tersebut
dianggap memiliki BUT di Indonesia;
GA
bahwa berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, Terbanding seharusnya
tidak dapat melaku-kan koreksi atas dasar pengenaan pajak Pasal 26 yang
berasal dari reklasifikasi DPP PPh Pasal 15 Masa Pajak April 2013,
dikarenakan tidak memiliki dasar hukum yang tepat, dimana atas Jasa
EN
Pelayaran Asing tersebut telah diatur secara khusus dalam UU PPh Pasal 15;
Pemohon Banding ini merupakan Surat Ketetapan dari hasil verifikasi dengan
dasar hukum yang dipakai adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun
2011. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-
74/PJ/2015, menyatakan bahwa Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dari hasil
IA
Menurut Majelis : Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim memeriksa duduk sengketa
sebagaimana diuraikan di atas, sengketa terjadi karena Terbanding
melakukan koreksi objek Pajak Penghasilan Pasal 26 atas pembayaran
sewa/charter kapal kepada Star Global Shipping Pte Ltd dan Eastern
KR
K
Menimbang bahwa peraturan perundang-undangan terkait sengketa a quo
dapat Majelis uraikan sebagai berikut:
JA
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara RI dan Indonesia
telah mengatur secara khusus Pajak Penghasilan atas Laba dari kegiatan
pengoperasian kapal oleh perusahaan pelayaran Asing, yaitu dalam Pasal 8
PA
(2) sebagai berikut:
N
Versi Bahasa Indonesia (diambil dari website Pajak.go.id):
LA
LABA yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut di jalur lalu lintas
internasional dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan,
tetapi pajak yang dikenakan di Negara pihak lain tersebut akan dikurangi
DI
sebesar 50%.
bahwa menurut Majelis, sesuai Pasal 8 (2) P3B yang menjadi objek pajak atas
jasa pelayaran asing adalah atas LABA dari jasa kegiatan pelayaran asing,
GA
dan dalam Pasal ini tidak mengatur ada atau tidaknya Bentuk Usaha Tetap;
Pasal 15 UU PPh:
Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat
(1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan”
bahwa menurut Majelis, sesuai Pasal 15 UU PPh yang menjadi objek pajak
ET
atas jasa pelayaran asing adalah penghasilan neto yang dihitung dengan
menggunakan Norma Penghitungan Khusus dan dalam Pasal ini tidak
mengatur ada atau tidaknya Bentuk Usaha Tetap.
KR
negeri yang melakukan usaha melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia;
bahwa menurut Majelis, sesuai Pasal 8 (2) P3B yang menjadi objek pajak atas
jasa pelayaran asing adalah atas LABA dari jasa kegiatan pelayaran asing,
dan dalam Pasal ini tidak mengatur ada atau tidaknya Bentuk Usaha Tetap.
Keputusan Menteri Keuangan KMK 417 KMK.04/1996 mencabut Keputusan
Menteri Keuangan KMK 181 Tahun 1995. Hal-hal yang dijelaskan adalah
sebagai berikut:
K
Pasal 1 menyatakan: “Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan peredaran
bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang
JA
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau
Penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri”
PA
Pasal 2 Ayat (1) Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran
dan/atau Penerbangan Luar Negeri ditetapkan sebesar 6% (enam persen) dari
peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1”.
Pasal 2 ayat (2): Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Perusahaan
N
Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri adalah sebesar 2,64% (dua
koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto sebagaimana dimaksud
LA
dalam Pasal 1”.
DI
bahwa dalam KMK-417/1996 menghilangkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf
a KMK-181/1995, yaitu menghilangan frasa “…. yang melakukan usaha
melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia” Dengan penghilangan frasa
ini, Majelis berpendapat bahwa pengenaan Pajak Penghasilan atas jasa
GA
pelayaran Asing tidak mengharuskan adanya Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan
yang menjadi subjek pajak adalah Wajib Pajak luar negeri sebagaimana diatur
dalam Pasal 2 ayat (4) UU PPh yang menyatakan:
1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
EN
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
dan
TP
bahwa dengan penghilangan frasa “…. yang melakukan usaha melalui bentuk
usaha tetap (BUT) di Indonesia” akan memberikan kepastian hukum bahwa
Wajib Pajak yang harus menjalankan kewajiban perpajakan Perusahaan
Pelayaran Luar Negeri adalah merupakan Subjek Pajak Luar Negeri
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU PPh
ET
K
bahwa berdasarkan angka 1 SE-32/PJ.4/1996 telah ditegaskan bahwa
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 181/KMK.04/1995 tanggal 1 Mei 1995
JA
dicabut Keputusan Menteri keuangan Nomor: 417/KMK.04/1996. Prinsipnya
yang sama antara KMK-417/1996 dan KMK-181/1995 dalam SE-32/1996
tidak dijelasakan secara tegas terkait dengan prinsip yang mana? Oleh karena
itu Majelis berpendapat kewajiban perpajakan Perusahaan Pelayaran Luar
PA
Negeri dijalankan oleh Subjek Pajak Luar Negeri sebagaimana diatur dalam
Pasal 2 ayat (2) UU PPh dan tidak harus dikaitkan dengan ada atau tidaknya
BUT dalam menjalan kegiatan usaha pelayaran tersebut;
N
pada saat persidangan, didapat fakta sebagai berikut:
1. Bahwa sesuai pernyataan Pemohon Banding dalam persidangan tanggal
LA
12 Oktober 2016, Pemohon Banding menyatakan bahwa Star Global
Shipping Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd, tidak memiliki BUT di
Indonesia.
2. Star Global Shipping Pte. Ltd. dan Eastern Navigation Pte. Ltd. tidak
DI
memiliki agen langsung/perwakilan di Indonesia.
3. Pembayaran atas jasa pelayaran dilakukan dengan melakukan transfer
secara langsung dari Pemohon ke rekening perusahaan pelayaran luar
negeri.
GA
4. Kewenangan penandatanganan kontrak berada langsung ditangan
perusahaan pelayaran luar negeri.
5. Star Global Shipping Pte. Ltd. dan Eastern Navigation Pte. Ltd. tidak
memiliki NPWP di Indonesia.
6. Eastern Navigation Pte Ltd adalah perusahan pelayaran luar negeri yang
EN
pelayaran tersebut.
2. bahwa Jenis jasa angkutan yang dilakukan oleh Eastern Navigation PTE
Ltd adalah jenis jasa angkutan yang sesuai dengan jasa yang dimaksud
dalam Pasal 1 “KMK 417” sehingga Pengenaan Pajak Penghasilan atas
jasa pelayaran dikenakan sebesar 2,64% dari penghasilan bruto.
ET
Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi
administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada
penyelesaian sengketa lainnya;
Menimbang : bahwa berdasarkan hasil Pemeriksaan dalam persidangan, Majelis
berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk mengabulkan
seluruhnya banding Pemohon Banding sehingga besarnya Pajak Penghasilan
K
Final Pasal 23/26 Masa Pajak April 2013 yang terutang dihitung menjadi
sebagai berikut:
JA
Dasar Pengenaan Pajak cfm. Terbanding Rp7.745.139.901,00
PA
Koreksi dibatalkan Rp 535.922.121,00
N
Kredit Pajak Rp 754.563.380,00
LA
Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp 0,00
Menimbang : Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Banding Terbanding, Surat
DI
Bantahan Pemohon Banding, dan hasil pemeriksaan serta pembuktian di
dalam persidangan;
GA
Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan
perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang
berkaitan dengan sengketa ini;
Banding sehingga Pajak Penghasilan Final Pasal 23/26 Masa April 2013
yang terutang dihitung menjadi sebagai berikut:
IA
K
Dr. Triyono Martanto, S.E., Ak., M.M., M. Hum sebagai Hakim Anggota,
JA
Redno Sri Rezeki, S.E., MAFIS. sebagai Hakim Anggota,
PA
Aditya Agung Priyo Nugroho sebagai Panitera Pengganti,
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 2
N
Mei 2018 dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak
dihadiri oleh Terbanding dan Pemohon Banding.
LA
DI
GA
EN
TP
IA
AR
ET
KR
SE