Laporan Akhir Pengantar Sistem Rekayasa Lingkungan FIXfixxx

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN AKHIR

PENGANTAR SISTEM REKAYASA


LINGKUNGAN
Dengan Judul

Identifikasi Permasalahan Lingkungan di Mall


Kalibata

Disusun oleh:
Kelompok Home Group 04 B
Amira Izzati Mardiya (1806233650)
Fransisca Adinda NR (1806187045)
Hafifah Nurulita (1806187051)
Muhammad Audi Naratama (1806187032)
Syifa Carrisa (1806187096)
Rania (1806187026)

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat dan
Inayah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini dengan tepat
waktu. Keberhasilan kami dalam menyelesaikan Tugas Laporan Akhir Pengantar
Sistem Rekayasa Teknik Lingkungan Identifikasi Masalah Pengelolaan Limbah
pada Kalibata Mall ini tidak lepas dari dukungan serta bantuan dari berbagai
pihak. Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan semangat yang kami berikan satu sama lain.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Setyo
Sarwanto Mursidik, DEA dan Ibu Dr. Cindy Rianti Priadi S.T., M.Sc. selaku
dosen, juga Amelia Majid selaku asisten yang telah membimbing tim penulis
selama penulisan makalah.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca. Kami juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, baik dari
segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh sebab itu, dengan tangan
terbuka kami akan menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
Pendahuluan......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Perumusan masalah...........................................................................................1
1.3 Tujuan penulisan................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
Landasan Teori...................................................................................................................3
2.1 Penyediaan Air Bersih (Hafifah Nurulita)............................................................3
2.2 Pengelolaan Air Limbah (Fransisca Adinda NR)................................................10
2.3 Air Hujan (Muhammad Audi Naratama)...........................................................20
2.4 Limbah Padat (Rania).......................................................................................25
2.5 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Amira Izzati Mardiya)........................34
2.6 Pencemaran Udara (Syifa Carrisa)....................................................................45
BAB III...............................................................................................................................52
Deskripsi Lokasi................................................................................................................52
3.1 Deskripsi Lokasi................................................................................................52
BAB IV..............................................................................................................................54
Identifikasi Masalah.........................................................................................................54
4.1 Identifikasi Masalah Penyediaan Air Bersih......................................................54
4.2 Identifikasi Masalah Pengolahan Air Limbah....................................................57
4.3 Identifikasi Masalah Pengelolaan Air Hujan.....................................................62
4.4 Identifikasi Masalah Pengelolaan Limbah Padat..............................................63
4.5 Identifikasi Masalah Pengelolan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). 65
4.6 Identifikasi Masalah Pencemaran Udara..........................................................66
BAB V...............................................................................................................................70
Analisis dan Kesimpulan...................................................................................................70
5.1 Mindmap HG....................................................................................................70
5.2 Simpul-Simpul Masalah Utama........................................................................70
5.3 Analisis Keterkaitan..........................................................................................70
5.4 Kesimpulan dan Rekomendasi..........................................................................71

ii
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................73

iii
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Sebagai ibukota negara yang menyandang gelar kota metropolitan,
tentunya Jakarta tak lepas dari adanya pusat perbelanjaan. Banyak tentunya
keuntungan yang dapat diraup dari banyaknya pusat perbelanjaan di kota Jakarta.
Namun hal ini tidak luput juga dari permasalahan yang akan ditimbulkan dari
aktivitas pada pusat perbelanjaan. Permasalahan lingkungan akibat limbah
pertokoan adalah salah satunya.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yaitu suatu sisa atau barang bekas yang
dianggap tidak bernilai dan sudah tidak lagi dipergunakan lagi. Limbah bisa juga
diartikan sebagai benda yang dibuang, baik berasal dari alam maupun dari hasil
proses teknologi, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Maka dari itu,
diperlukan adanya pengelolaan dan pengolahan limbah di pusat perbelanjaan guna
meminimalisir pencemaran lingkungan akibat limbah yang mungkin terjadi.
Pengelolaan dan pengolahan limbah dapat dibagi menjadi beberapa aspek
yaitu air bersih, air hujan, air limbah, sampah padat, sampah B3, dan pencemaran
udara. Keenam aspek ini memiliki hubungan satu sama lain karena kinerja salah
satu pengelolaan mampu memengaruhi kualitas dari aspek lainnya.

1.2 Perumusan masalah


1) Bagaimana sistem pengelolaan dan pengolahan limbah di Kalibata Mall?
2) Apa permasalahan yang dihasilkan dari aktivitas kegiatan di Kalibata Mall?
3) Apa dampak yang ditimbulkan dari adanya sistem pengelolaan dan
pengolahan limbah di Kalibata Mall?
4) Bagaimana analisis dan solusi yang dapat dilakukan bagi permasalahan dalam
hal pengelolaan dan pengolahan limbah di Kalibata Mall?

1
1.3 Tujuan penulisan
1) Mengidentifikasi sistem pengelolaan dan pengolahan limbah di lingkungan
Kalibata Mall.
2) Mengidentifikasi permasalahan yang dihasilkan dari aktivitas kegiatan di
Kalibata Mall.
3) Mengetahui dampak dari adanya sistem pengelolaan di Kalibata Mall.
4) Menganalisis dan memberikan rekomendasi solusi terhadap permasalahan
terkait pengelolaan dan pengolahan limbah di Kalibata Mall.

2
BAB II
Landasan Teori

2.1 Penyediaan Air Bersih (Hafifah Nurulita)

2.1.1 Definisi Air Bersih

Air merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan sehari-hari. Makhluk


hidup membutuhkan air untuk dapat melanjutkan kelangsungan hidup. Sesuai
dengan Ketentuan Umum Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990 air bersih
adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum dari segi
kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis dan radiologis sehingga
dapat langsung diminum dan apabila dikonsumsi, tidak menimbulkan efek
samping. Menurut literature lain, air bersih adalah air sehat yang dipergunakan
untuk kegiatan manusia dan harus bebas dari kuman-kuman penyebab penyakit,
bebas dari bahan-bahan kimia yang dapat mencemari air bersih tersebut. Air
merupakan zat yang mutlak bagi setiap mahluk hidup dan kebersihan air adalah
syarat utama bagi terjaminnya kesehatan (Dwijosaputro, 1981).

Air bersih didapatkan dari empat sumber utama yaitu air angkasa, air
permukaan, air tanah, dan mata air. Air angkasa merupakan air yang didapatkan
dari hasil proses penguapan yang terkondensasi dan akhirnya jatuh sebagai air
hujan ataupun salju. Air permukaan merupakan air yang mengalir dipermukaan
bumi, yang berada pada tempat atau wadah atas permukaan daratan meliputi
sungai, rawa, danau, mata air dan reservoir. Sedangkan air tanah adalah air yang
berada di bawah tanah di dalam zone jenuh dimana tekanan hidrstatiknya sama
atau lebih besar dari tekanan atmosfer (Suryono, 1993:1). Mata air sendiri berasal
dari dalam tanah yang muncul ke permukaan tanah akibat tekanan, sehingga
belum terkontaminasi zat-zat tercemar.

Terdapat beberapa persyaratan dalam penyediaan air bersih yaitu persyaratan


kualitatif, persyaratan kuantitatif, dan persyaratan kontinuitas. Persyaratan
kualitatif menggambarkan mutu atau kualitas dari air baku air bersih. Persyaratan
ini meliputi persyaratan fisik, kimia, biologis dan radiologis. Hal tersebut
dejelaskan sebagai berikut:

3
1) Fisik

Syarat fisik artinya syarat yang memeliki kerkaitan dengan unsur fisik dari
air tersebut, meliputi:
a. Tidak berwarna (jernih)
b. Tidak berbau
c. Tidak berasa
d. Memiliki suhu antara 10-25 derajat celcius
e. Dan tidak memiliki endapan

2) Kimia

Berdasarkan syarat kimia, ada beberapa kriteria air yang bersih, meliputi:
a. Tidak memiliki kandungan unsur yodium yang berlebih.
b. Zat kimia yang terkandung di dalam air tersebut tidak berlebihan.
c. Tidak mengandung logam berat (Pb, As, Cd, Cr, dan Hg)
d. Memenuhi derajat keasaman atau pH sesuai dengan ketentuan yaitu
antara 6,5-8,0.

3) Biologis

Syarat mikrobiologis ini berarti air tidak boleh mengandung kuman-kuman


patogen dan parasitik seperti kuman-kuman typus, kolera, dysentri, dan
gastroenteritis.

4) Radiologis
Berdasarkan syarat radiologis artinya air tidak boleh mengandung zat yang
menghasilkan bahan-bahan yang mengandung radioaktif, seperti sinar alfa, beta,
dan gamma.

Persyaratan kuantitatif penyediaan air bersih ditinjau dari banyaknya air


baku yang tersedia. Yang berarti air baku tersebut dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan jumlah penduduk yang dilayani. Dan yang
terakhir adalah persyaratan kontinuitas dimana disini berarti bahwa air baku untuk
air bersih tersebut dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi debit yang relatif
tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan.

4
2.1.2 Permasalahan Penyediaan Air Bersih (secara umum)

Beberapa permasalahan pokok yang masih dihadapi dalam penyediaan air


bersih di Indonesia adalah adanya masalah tingkat pelayanan air baku yang masih
sangat rendah, masalah kualitas air baku yang rendah, masalah kuantitas air yang
sangat fluktuatif pada musim kemarau dan musim hujan, dan adanya masalah
dalam teknologi yang digunakan untuk proses pengolahan yang masih kurang
sesuai dengan kondisi air baku.

Adanya perkembangan jumlah penduduk dan laju pembangunan juga telah


mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan hidup khususnya kualitas air
permukaan dan air tanah. Permasalahan tersebut diakibatkan oleh masuknya
limbah yang tidak diharapkan ke badan sungai, danau, dan atau air tanah. Sungai
yang notabene merupakan salah satu sumber air yang paling dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup makhluk hidup sudah kehilangan baku mutu airnya
sehingga perlu dilakukan pengolahan yang lebih. Adanya teknologi pengolahan
air yang digunakan oleh Perusahaan Air Minum (PAM) di Indonesia umumnya
juga masih menggunakan sistem Koagulasi Flokulasi (Pengendapan Kimia),
Saringan Pasir Cepat (Rapid Sand Filter), dan Proses Disinfeksi dengan
menggunakan senyawa klorin. Tingginya nilai kandungan amonia dan bakteri coli
yang ada maka kebutuhan akan klorin akan semakin besar dan berakibat pada
terbentuknya senyawa TMHs dan senyawa halogen organik lainnya juga
bertambah besar yang mana akan berakhir dengan kandungan phenol yang besar.
Senyawa TMHs sendiri merupakan salah satu senyawa yang berbahaya karena
bersifat carsinogenic yang dapat menyebabkan kanker.

Selain beberapa masalah yang telah disebutkan diatas, masih ada PDAM yang
menggunakan air baku yang berasal dari air tanah. Ini merupakan salah satu
bentuk yang paling mudah karena air yang diambil dari air tanah hanya perlu
melewati proses disinfeksi saja dan langsung bisa dialirkan ke konsumen. Tetapi
jika ditemukan kandungan zat besi yang cukup tinggi didalam air maka dengan
adanya proses disinfeksi dengan penggunaan senyawa khlorin maka zat besi
tersebut akan teroksidasi menjadi senyawa oksida besi yang tidak larut dalam air

5
dan saat sampai di konsumen air akan berwarna coklat kemerahan serta terdapat
endapan.

2.1.3 Penanggulangan Masalah

Adanya masalah yang dihadapi dalam penyediaan air bersih tentu tidak
terlepas dari adanya jalan keluar. Jalan keluar yang dimaksud adalah adanya
teknologi-teknologi yang dapat membantu dalam mengatasi masalah-masalah
yang ada.

Adanya teknologi sederhana dalam pengolahan air bersih rumah tangga


melalui beberapa tahapan yaitu aerasi, filtrasi, adsorbsi, dan desinfeksi. Aerasi
merupakan suatu proses penambahan oksigen larut (dissolved oxygen) ke dalam
air yang berguna untuk mengurangi konsentrasi bahan penyebab rasa dan bau,
seperti hidrogen sulfida dan beberapa senyawa organik, dengan jalan penguapan
atau oksidasi. Filtrasi adalah pemisahan partiket-partikel padat melalui medium
penyaring. Sand filter merupakan filter yang terbuat dari pasir kuarsa yang
berguna menyaring material non air yang berupa algae atau ganggang. Carbon
filter adalah karbon aktif yang digunakan sebagai sarana filterisasi dengan tujuan
menyaring yang terdapat didalam air, seperti bau, kekeruhan, serta warna-warna
yang mungkin timbul pada air baku. Adsorbsi merupakan terikatnya molekul dari
suatu fasa gas atau larutan pada suatu padatan. Desinfeksi adalah proses
penghancuran kebanyakan organisme patogen pada benda atau istrumen dengan
menggunakan campuran zat kimia cair.

Selain itu, adanya karakteristik air permukaan di Indonesia adalah mengenai


masalah kekeruhan yang terjadi tergantung musim, sehingga jernih merupakan
sasaran utama. Rangkaian proses penjernihan air akan bergantung kepada
suspensi koloidal dan non koloidal. Suspensi koloidal ketika stabil sehingga sulit
diendapkan dan non koloidal ketika tidak stabil serta siap diendapkan. Proses
penjernihan air akan melibatkan unit operasi dan proses berdasarkan sifat fisik dan
kimia dari koloid.

6
1) Unit pengolahan conditioning akan terjadi pengaturan PH, penambahan
kekeruhan, dan pra-sedimentasi.
2) Unit pengolahan koagulasi akan terjadi destabilisasi partikel koloid dan
pembubuhan bahan kimia seperti tawas dan dilakukan pengadukan
cepat.
3) Unit flokulasi akan dilakukan pengadukan lambat.
4) Unit sedimentasi akan terjadi proses pengendapan secara gravitasi
(sedimentasi dan pra-sedimentasi) dan pengendapan berdasarkan aliran
(horizontal, vertical, kemiringan (plate settler)).
5) Unit filtrasi merupakan penyaringan dengan media berbutir. Saringan
yang digunakan dibedakan menjadi saringan pasir cepat, seperti pasir
dan saringan pasir lambat, seperti sedimentasi.
6) Unit desinfeksi merupakan proses penghilangan mikroorganisme
patogen seperti klorinasi, ozonsasi, dan pemanasan.

Gambar 2.1.1 Proses Pengolahan Unit Conditioning. Sumber: http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-


content/uploads/2009/03/pengantar-pengolahan-air-bersih-compatibility-mode.pdf

7
Gambar 2.1.2 Proses Pengolahan Koagulasi dan Flukolasi. Sumber: http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-
content/uploads/2009/03/pengantar-pengolahan-air-bersih-compatibility-mode.pdf

Gambar 2.1.3 Proses Pengolahan Sedimentasi. Sumber: http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-


content/uploads/2009/03/pengantar-pengolahan-air-bersih-compatibility-mode.pdf

8
Gambar 2.1.4 Proses Pengolahan Filtrasi. Sumber: http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-
content/uploads/2009/03/pengantar-pengolahan-air-bersih-compatibility-mode.pdf

Gambar 2.1.5 Proses Pengolahan Desinfeksi. Sumber: http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-


content/uploads/2009/03/pengantar-pengolahan-air-bersih-compatibility-mode.pdf

9
2.2 Pengelolaan Air Limbah (Fransisca Adinda NR)

2.2.1 Definisi Air limbah


Air limbah merupakan air bekas yang sudah tidak terpakai lagi sebagai
hasil dari adanya berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Menurut Sugiharto
(2008), air limbah (wastewater) adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga
dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan
lainnya. Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran
umum. Air limbah domestik menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan pemukiman
yang berwujud cair. Sumber air limbah dari kegiatan rumah tangga seperti dari
urine, kegiatan mandi, mencuci peralatan rumah tangga, mencuci pakaian serta
kegiatan dapur lainnya.

Sampah (solid waste) adalah benda buangan padat hasil samping dari
kegiatan manusia atau makhluk hidup lain, menyusul produk dari peristiwa alam.
Karakteristik sampah dibagi menjadi dua, yaitu sampah organik dan sampah
anorganik. Sampah anorganik adalah sampah yang tidak dapat terdegradasi karena
tidak dapat membusuk, sedangkan sampah organik adalah sebaliknya
(Tjokrokusumo, 1999). Hasil dari proses dekomposisi sampah organik akan
menghasilkan air limbah yang sering disebut air lindi (leachate). Lindian
mengandung bahan-bahan kimia, baik organik maupun anorganik mempunyai
potensi menimbulkan pencemaran terhadap air tanah dan lingkungan, serta
sejumlah bakteri phatogen, yang dapat menyebabkan gatal-gatal pada kulit (Joko
dan Sri, 2008). Berikut adalah komposisi zat kimia yang terdapat pada air limbah:

Komposisi Kisaran Nilai (mg/L)


Alkanitas 1.000-10.000
BOD5 2.000-30.000
Calcium 200-3.000
Chloride 100-1.500
COD 3.000-45.000
Kesadahan total sebagai CaCO3 300-10.000
Nitrogen:
Amonia 10-800
Organik 10-600

10
Nitrat 5-40
PH 5,3-8,5
Fosfor:
Ortho 1-50
Total 1-70
Total suspended solid 200-1.000
Sodium 200-2.000
Sulfat 100-1.500
Tabel 2.2.1: Komposisi air limbah. Sumber:
http://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I8713003_bab1.pdf

Air limbah dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu:

1) Grey Water: cairan limbah rumah tangga yang berasal dari hasil cuci-
mencuci dan hasil memasak.
2) Black Water: limbah yang berasal dari kotoran manusia.
3) Clear Water: cairan yang keluar dari tetesan AC dan kulkas.

Air limbah domestik yang dilepas ke lingkungan khususnya sungai haruslah


memenuhi standar baku mutu air limbah domestik. Baku mutu air limbah
domestik adalah batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang
atau dilepas ke dalam media air dari suatu usaha dan/kegiatan. Dalam pengolahan
air limbah, terdapat beberapa regulasi yang menjadi syarat akan air limbah yang
layak untuk dibuang ataupun digunakan lagi. Baku mutu air limbah menurut
keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 200 tentang Baku Mutu
Air Limbah Domestik adalah sebagai berikut.

11
Gambar 2.2.1 Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 200 tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik

Gambar 2.2.2 Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 200 tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik

12
Gambar 2.2.3 Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 200 tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik

Sesuai dengan lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik


Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik didapat
baku mutu air limbah sebagai berikut:

Tabel 2.2.2: Baku mutu air limbah domestik. Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014

2.2.2 Permasalahan Air Limbah


Masalah pencemaran lingkungan di kota besar, khususnya Jakarta telah
menunjukkan gejala yang cukup serius, khususnya masalah pencemaran air.
Penyebab dari pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buangan industri dari

13
pabrik-pabrik yang membuang begitu saja air limbahnya tanpa pengolahan lebih
dahulu ke sungai atau ke laut, tetapi juga yang tidak kalah memegang andil baik
secara sengaja atau tidak adalah masyarakat Jakarta itu sendiri. Yakni akibat air
buangan rumah tangga yang jumlahnya makin hari makin besar sesuai dengan
perkembangan penduduk maupun perkembangan kota Jakarta. Ditambah lagi
rendahnya kesadaran sebagian masyarakat yang langsung membuang kotoran/tinja
maupun sampah ke dalam sungai, menyebabkan proses pencemaran sungai-sungai
yang ada di Jakarta bertambah cepat.

Dengan semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan


industrialisasi di Jakarta, telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas
lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk
serta buangan industri yang langsung dibuang ke badan air tanpa proses
pengolahan telah menyebabkan pencemaran sungai-sungai yang ada di Jakarta,
dan air tanah dangkal di sebagian besar daerah di wilayah DKI Jakarta. Bahkan
kualitas air di perairan teluk Jakartapun sudah menjadi semakin buruk. Air
limbah kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga yaitu air limbah industry dan air limbah domestik yakni yang
berasal dari buangan rumah tangga dan yang ke tiga yakni air limbah dari
perkantoran dan pertokoan (daerah komersial). Saat ini selain pencemaran akibat
limbah industri, pencemaran akibat limbah domestik pun telah menunjukkan
tingkat yang cukup serius. Di Jakarta misalnya, sebagai akibat masih minimnya
fasilitas pengolahan air buangan kota (sewerage system) mengakibatkan
tercemarnya badan-badan sungai oleh air limbah domestik, bahkan badan sungai
yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minumpun telah tercemar pula.

2.2.3 Cara Mengolah Air Limbah


Untuk mengatasi permasalahan lingkungan akibat minimnya pengolahan
air limbah harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum air dibuang ke
sungai. Tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi BOD,
partikel tercampur, serta membunuh organisme patogen. Selain itu, diperlukan
juga tambahan pengolahan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen

14
beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasi agar konsentrasi yang ada
menjadi rendah. Untuk itu diperlukan pengolahan secara bertahap agar bahan
tersebut di atas dapat dikurangi. Sistem pengolahan air limbah dilakukan melalui
proses:

1) Pengolahan Individual
Pengolahan air limbah individual adalah pengolahan yang dilakukan
secara sendiri-sendiri pada masing-masing rumah terhadap limbah domestic yang
dihasilkan. Sistem penanganan/pengolahan air limbah domestik secara individual
diuraikan dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 2.2.4 Sumber: Buku Rekayasa Lingkungan diterbitkan oleh Gunadarma

2) Pengolahan Individu pada Lingkungan Terbatas


Pengolahan air limbah domestik secara individu pada lingkungan terbatas
dilakukan secara terpadu pada wilayah yang kecil/terbatas, seperti hotel, rumah
sakit, bandar udara, pelabuhan dan fasilitas umum. Sitem penanganan/pengolahan
air llimbah domestik secara individual diuraikan dalam diagram sebagai berikut:

15
Gambar 2.2.5 Sumber: Buku Rekayasa Lingkungan diterbitkan oleh Gunadarma

3) Pengolahan Komunal
Pengolahan air limbah komunal adalah pengolahan air limbah yang
dilakukan pada suatu kawasan pemukiman, industri, perdagangan seperti kota-
kota besar yang pada umumnya dilayani/dibuang melalui jaringan riool kota untuk
kemudian dialirkan menuju ke suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah dengan
kapasitas besar (Kota Yogyakarta: 170 lt/dt atau 15.500 m3/hari untuk melayani
jumlah penduduk sekitar 110.000 orang pada tahun 2002). Diagram sistem
penanganannya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2.6 Sumber: Buku Rekayasa Lingkungan penerbit Gunadarma

a. Sistem Penyaluran Air Limbah


Penanganan air limbah domestik secara komunal diperlukan saluran air
limbah yang dapat mengalirkan air limbah dari tempat sumbernya hingga ke
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Saluran air limbah tersebut berupa
jaringan pipa (riool) yang ditanam di bawah permukaan tanah. Bagi kota yang
memiliki jaringan riool kota maka masyarakatnya dapat memanfaatkan jaringan
riool kota tersebut sebagai tempat pembuangan air limbah yang dihasilkan dengan
membayar sejumlah tertentu sesuai dengan tarif yang ditentukan (berdasarkan
Perda).

16
Gambar 2.2.7 Sumber: https://www.ilmutekniksipil.com/teknik-lingkungan/sistem-pengolahan-air-
limbah

4) Pengolahan Air Limbah


a. Preliminary Treatment
Tujuan preliminary treatment adalah membuang padatan kasar dan bahan
besar lainnya yang sering ditemukan dalam air limbah. Penghapusan bahan-bahan
ini diperlukan untuk meningkatkan operasi dan pemeliharaan unit perawatan
selanjutnya. Operasi preliminary treatment biasanya termasuk skrining kasar,
penghilangan grit dan, dalam beberapa kasus, kominusi objek besar. Dalam ruang
grit, kecepatan air melalui ruangan dipertahankan cukup tinggi, atau udara
digunakan, sehingga mencegah pengendapan sebagian besar padatan organik.
Penghapusan Grit tidak dimasukkan sebagai langkah awal pengobatan di sebagian
besar instalasi pengolahan air limbah kecil. Comminutor kadang-kadang diadopsi
untuk melengkapi skrining kasar dan berfungsi untuk mengurangi ukuran partikel
besar sehingga mereka akan dihapus dalam bentuk lumpur dalam proses
perawatan selanjutnya. Perangkat pengukuran aliran, seringkali gelombang
berdiri, selalu disertakan pada tahap perawatan awal.

b. Primary Treatment
Tujuan dari primary treatment adalah menghilangkan padatan organik dan
anorganik yang dapat diendapkan dengan sedimentasi melalui sedimentation tank,
dan penghilangan bahan yang akan mengapung (buih) dengan skimming. Sekitar

17
25 hingga 50% dari permintaan oksigen biokimia yang masuk (BOD5), 50 hingga
70% dari total padatan tersuspensi (SS), dan 65% dari minyak dan lemak
dihilangkan selama pengolaha primer. Beberapa nitrogen organik, fosfor organik,
dan logam berat yang terkait dengan padatan juga dihilangkan selama sedimentasi
primer tetapi konstituen koloid dan terlarut tidak terpengaruh. Efluen dari unit
sedimentasi primer disebut sebagai efluen primer.

c. Secondary Treatment
Tujuan dari secondary treatment adalah perawatan lebih lanjut dari efluen
dari perawatan primer untuk menghilangkan sisa organik dan padatan tersuspensi.
Dalam kebanyakan kasus, secondary treatment mengikuti pengobatan primer dan
melibatkan penghapusan bahan organik terlarut dan koloid yang terurai
menggunakan proses pengolahan biologis aerobik. Perlakuan biologis aerobik
(lihat Kotak) dilakukan dengan adanya oksigen oleh mikroorganisme aerobik
(terutama bakteri) yang memetabolisme bahan organik dalam air limbah, sehingga
menghasilkan lebih banyak mikroorganisme dan produk akhir anorganik
(terutama CO2, NH3, dan H2O). Beberapa proses biologis aerobik digunakan
untuk pengobatan sekunder yang berbeda terutama dalam cara di mana oksigen
dipasok ke mikroorganisme dan pada tingkat di mana organisme memetabolisme
bahan organik.

d. Tertiary Treatment
Tertiary treatment dilakukan ketika konstituen air limbah spesifik yang
tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan sekunder harus dihilangkan. Proses
pengolahan individu diperlukan untuk menghilangkan nitrogen, fosfor, padatan
tersuspensi tambahan, bahan organik tahan api, logam berat dan padatan terlarut.
Karena perawatan lanjutan biasanya mengikuti secondary treatment tingkat
tinggi, kadang-kadang disebut sebagai perawatan tersier. Namun, proses
perawatan lanjutan terkadang dikombinasikan dengan perawatan primer atau
sekunder (misalnya, penambahan zat kimia ke klarifikasi primer atau cekungan
aerasi untuk menghilangkan fosfor) atau digunakan sebagai pengganti perlakuan
sekunder (misalnya, pengolahan aliran daratan dari limbah primer).

18
e. Disinfection
Disinfeksi biasanya melibatkan penyuntikan larutan klorin di ujung kepala
dari cekungan khlorin. Dosis klorin tergantung pada kekuatan air limbah dan
faktor lainnya, tetapi dosis 5 hingga 15 mg / l adalah umum. Ozon dan ultra violet
(uv) iradiasi juga dapat digunakan untuk desinfeksi tetapi metode disinfeksi ini
tidak umum digunakan. Cekungan kontak Klorin biasanya berbentuk persegi
panjang, dengan baffle untuk mencegah hubungan pendek, yang dirancang untuk
memberikan waktu kontak sekitar 30 menit. Namun, untuk memenuhi persyaratan
perawatan air limbah lanjutan, waktu kontak klorin selama 120 menit terkadang
diperlukan untuk penggunaan irigasi tertentu dari air limbah yang direklamasi.
Efek bakterisida klorin dan disinfektan lainnya tergantung pada pH, waktu kontak,
kandungan organik, dan suhu efluen.

f. Effluent Storage
Meskipun tidak dianggap sebagai langkah dalam proses pengolahan,
fasilitas penyimpanan, dalam banyak kasus, merupakan penghubung penting
antara instalasi pengolahan air limbah dan sistem irigasi. Penyimpanan diperlukan
untuk alasan berikut:
– Untuk menyamakan variasi harian dalam aliran dari instalasi pengolahan
dan untuk menyimpan kelebihan ketika aliran air limbah rata-rata
melebihi permintaan irigasi; termasuk penyimpanan musim dingin.
– Untuk memenuhi kebutuhan irigasi puncak melebihi aliran air limbah
rata-rata.
– Untuk meminimalkan efek gangguan dalam operasi pabrik pengolahan
dan sistem irigasi. Penyimpanan digunakan untuk menyediakan asuransi
terhadap kemungkinan air limbah reklamasi yang tidak layak masuk ke
sistem irigasi dan menyediakan waktu tambahan untuk menyelesaikan
masalah kualitas air sementara.

19
2.3 Air Hujan (Muhammad Audi Naratama)

2.3.1 Definisi Air Hujan

Air hujan disebut juga dengan air angkasa. Beberapa sifat kualitas dari air
hujan adalah sebagai berikut:

1) Bersifat lunak karena tidak mengandung larutan garam dan zat-zat


mineral.
2) Air hujan pada umumnya bersifat lebih bersih
3) Dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat yang terdapat di udara
seperti NH3, CO2 Agresif, ataupun SO2. Adanya konsentrasi SO2 yang
tinggi di udara yang bercampur dengan air hujan akan menyebabkan
terjadinya hujan asam (acid rain).

Dari segi kuantitas, air hujan tergantung pada besar kecilnya curah hujan.
Sehingga air hujan tidak mencukupi untuk persediaan umum karena jumlahnya
berfluktuasi. Begitu pula bila dilihat dari segi kontinuitasnya, air hujan tidak dapat
diambil secara terus menerus, karena tergantung pada musim. Pada musim
kemarau kemungkinan air akan menurun karena tidak ada penambahan air hujan.

2.3.2 Persyaratan Kualitas Karakteristik Air Hujan

Hasil karakteristik fisik, kimia dan biologi air hujan dibandingkan dengan
air hasil filtrasi. Air hujan dan standar baku mutu sesuai dengan Permenkes RI
No.416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas
Air Bersih [10].

20
Tabel 2.3.1 Perbandingan Karakteristik Air Hujan Kota Malang, Air Hasil Filtrasi dan Standar
Baku Mutu Indonesia. Sumber: http://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/viewFile/273/282
*) Standar Baku Mutu sesuai dengan: Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990
tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih
**) tt: tidak terdeteksi
MDL: Methode Detection Limit
Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Air Layak Konsumsi – Untari, dkk Jurnal Pangan
dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1492-1502, September 2015 1498. Berdasarkan
data hasil pengujian, beberapa parameter sudah masuk dalam Standar Baku Mutu
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990
dan aman untuk dikonsumsi. Namun secara estetika air hujan tidak layak untuk
dikonsumsi karena berdasarkan kenampakkan air hujan berwarna kuning dan
berlumut. Selain itu, air hujan memiliki karaketeristik yang berubah dan bisa
menjadi berbahaya untuk dijadikan air bersih tergantung pada tempat dan waktu
hujan turun.

21
2.3.3 Cara Mengolah Air Hujan menjadi Air Bersih

Air hujan dapat digunakan sebagai keperluan air bersih dan air minum.
Untuk penyimpanannya, air hujan ditampung di dalam bak Penampungan Air
Hujan (PAH). Pada beberapa pertokoan, air wastafel, air keran, dan air minum
bersumber dari air hujan yang telah diolah sesuai prosedur menjadi air bersih.

1) Sistem PAH

Gambar di bawah ini adalah disain bak tampungan air hujan dengan volume 10 ~
12 m3. Air hujan yang jatuh di atap rumah kemudian dengan menggunakan
saluran pipa dari atap dialirkan ke dalam bak penampung awal yang berisi
saringan pasir-kerikil. Dari bak penampung ini, air dialirkan ke bak tampungan,
dan kelebihannya akan diresapkan ke dalam tanah.

Gambar 2.3.1 Cara Kerja Sistem PAH. Sumber:


http://www.kelair.bppt.go.id/sitpapdg/Patek/Spah/spah.html

a. Cara kerja sistem pemanfaatan air hujan adalah sebagai berikut:


– Air hujan jatuh di atap bangunan dan mengalir melalui atap rumah
kemudian terkumpul di talang air yang dialirkan dengan pipa menuju
bak penampungan air hujan.
– Sampah dedaunan yang terbawa akan disaring di bagian depan bak
penampung, dengan media pasir dan kerikil, sampah akan tertahan

22
dan air hujan yang bersih akan masuk ke bak penampung (volume
bak 10 m3).
– Jika hujan berlangsung terus menerus, dan bak penampung penuh
maka air akan melimpah melalui pipa outlet masuk kedalam sumur
resapan dengan kedalaman lubang sumur resapan sekitar 3 meter,
kontruksi terbuat dari bis beton, sepanjang 2,5 meter dan resapan
sekitar 0,5 meter. Air hujan didalam sumur resapan ini akan meresap
melalui zona resapan dari sumur resapan kedalam tanah sebagai
sumber air tanah. Bidang resapan terletak dibagian dasar, tanpa bis
beton, agar bis beton di atasnya tidak merosot diberi penyangga
batubata. Bidang resapan diisi dengan kerikil dan ijuk, sebagai
penyaring agar tidak terjadi kebuntuan.
– Air dari bak penampung air hujan dipompa ke unit ARSINUM yang
terdiri dari pompa air baku, statix mixer, filter multi media, filter
penukar ion, cartridge filter, Ultrafiltarsi, sterilisator ultra violet dan
post catridge filter untuk diolah menjadi air minum.

b. Fungsi dan manfaat sistem pemanfaatan air hujan dan pengolahan air
siap minum ini adalah:
– Menghemat pengunaan air tanah,
– Menampung 10 meter kubik air pada saat hujan,
– Mengurangi run off & beban sungai saat hujan lebat,
– Menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah,
– Mempertahankan tinggi muka air tanah,
– Menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah,
– Memperbaiki kualitas air tanah dangkal,
– Mengurangi laju erosi dan sedimentasi,
– Mereduksi dimensi jaringan drainase,
– Menjaga kesetimbangan hidrologi air tanah sehingga dapat mencegah
intrusi air laut,
– Mencegah terjadinya penurunan tanah,
– Stok air pada musim kemarau (plus rain harvesting).

23
c. Proses pengolahan ini membutuhkan beberapa bangunan diantaranya:
– Bangunan Penangkap Air (Intake)
Bangunan ini berfungsi untuk menangkap air sesuai dengan debit yang
diperlukan bagi pengolahan air.

– Bangunan Penenang dan Bak Pembagi


Bangunan penenang ini berfungsi untuk menenangkan air baku jika
digunakan pemompaan pada bangunan sadap (intake). Bak pembagi berfungsi
untuk membagikan air jika digunakan lebih dari satu unit bangunan pengolahan.

– Bangunan Prasedimentasi
Befungsi sebagai tempat proses pengendapan partikel diskrit seperti pasir,
lempung, zat zat padat lainnya yang bisa mengendap secara gravitasi.

– Bangunan Pengaduk Cepat (rapid mixing)


Berfungsi sebagai tempat pencampuran koagulan dengan air baku
sehingga terjadi proses koagulasi. Proses koagulasi diantaranya, melarutkan bahan
kimia atau koagulan, membuat homogen campuran, dan mendorong terbentuknya
partikel yang berbentuk flok.

– Bangunan Pengaduk Lambat (slow mixing)


Befungsi sebagai tempat proses terbentuknya flok yang disebut proses
flokulasi.

– Bangunan Sedimentasi
Berfungsi sebagai tempat mengendapnya partikel partikel flokulen
(flok – flok).

– Bangunan Filtrasi
Berfungsi untuk tempat proses penyaringan butir-butir yang tidak ikut
terendap padabak sedimentasi dan juga berfungsi sebagai penyaring
mikroorganisme/bakeri yang ikut larut dalam air.

24
– Unit Pembubuhan Bahan Kimia
Berfungsi untuk tempat melarutkan bahan-bahan kimia dan
menyembuhkannya ke bangunan pengolahan.

– Bangunan Reservoir
Berfungsi untuk tempat penampungan air bersih sebelum didistribusikan dan
tempat penampungan air bersih untuk instalasi

2.4 Limbah Padat (Rania)

2.4.1 Definisi Limbah Padat

Limbah padat atau sampah adalah semua buangan padat yang dihasilkan oleh
aktivitas hidup manusia dan hewan yang dibuang karena sudah tidak berguna lagi
atau tidak dikehendaki. Menurut UU No.18 Tahun 2008, sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

1) Bedasarkan Sumber

Sumber limbah padat umumnya berhubungan dengan land use dan pembagian
wilayah dan klasifikasi sebagai berikut:

a. Pemukiman
b. Komersil
c. Institusi
d. Construction and demolition
e. Municipal services
f. Treatment plant sites
g. Industri
h. Agricultural

2) Bedasarkan Jenis

Limbah padat memiliki jenis-jenisnya terdiri atas:

a. Garbage (sampah basah)

25
Sampah yang susunannya terdiri dari bahan organik dan yang mempunyai
sifat cepat membusuk jika dibiarkan dalam keadaan basah serta temperatur
optimum yang diperlukan unuk membusuk yaitu (20-30)°C.

Contoh: sampah rumah tangga, sampah rumah makan, dan lain-lain.

b. Rubbish (sampah kering)

Sampah yang susunannya terdiri dari bahan organik dan anorganik yang
mempunyai sifat sebagian besar atau seluruh bahannya tidak cepat membusuk.

Contoh: sampah logam dan sampah non-logam.

c. Dust & Ash (debu dan abu)

Sampah uang terdiri dari bahan organik dan anorganik yang merupakan partikel-
partikel terkecil yang bersifat mudah beterbangan yang membahayakan
pernafasan dan mata.

Contoh: abu (hasil pembakaran) dan debu (hasil proses mekanis)

d. Demolition & construction wastes

Sampah sisa-sisa bahan bangunan.

Contoh: puing-puing, pecahan tembok, genteng, dan lain-lain.

e. Bulky wastes

Sampah barang-barang bekas, baik yang masih dapat digunakan atau yang tidak
dapat digunakan.

Contoh: lemari es bekas, kursi, televisi, mobil rongsokan, dan lain-lain.

f. Hazardous wastes

Sampah yang berbahaya (B3: bahan buangan berbahaya).

Contoh:

- Patogen: rumah sakit, laboratorium klinis

26
- Beracun: kertas pembungkus pestisida
- Mudah meledak: mesiu
- Radio-aktif: sampah nuklir

g. Water & waste water treatment plant

Sampah yang berupa hasil sampingan pengolahan air bersih maupun air kotor,
biasanya berupa gas atau lumpur.

3) Bedasarkan Karakteristik

Sebelum membuang sampah ada baiknya untuk melakukan pemisahan sampah


berdasarkan materinya, yaitu:

a. Sampah organik: sampah yang mudah membusuk.

Contoh: sisa makanan, tulang, daun kering, dan lain-lain.

b. Sampah anorganik: sampah yang tidak mudah membusuk.

Contoh: wadah plastik, botol plastik, kaleng, kantong kresek, dan lain-lain.

2.4.2 Permasalahan Limbah Padat

Permasalahan pengelolaan persampahan menjadi sangat serius utamanya


di perkotaan akibat kompleksnya permasalahan yang dihadapi dan kepadatan
penduduk yang tinggi, sehingga pengelolaan persampahan sering diproritaskan
penangannya di daerah perkotaan. Permasalahan dalam pengelolaan sampah yang
sering terjadi antara lain perilaku dan pola hidup masyakarat masih cenderung
mengarah pada peningkatan laju timbulan sampah yang sangat membebani
pengelola kebersihan, keterbatasan sumber daya, anggaran, kendaraan personil
sehingga pengelola kebersihan belum mampu melayani seluruh sampah yang
dihasilkan.

Akibat sampah yang semakin banyak, maka timbul kesulitan untuk


mengelola sampah tersebut terutama bagi pengelola kebersihan di kota. Akibatnya

27
banyak sampah yang tidak tertangani dengan baik dan terbuang di banyak tempat.
Pengolahan sampah yang kurang baik dapat menimbulkan berbagai masalah,
terutama pencemaran terhadap lingkungan.

Hal yang paling sering menjadi permasalahan sampah adalah mengenai


pemilahan dan pewadahan sampah. Padahal berdasarkan Permen PU No. 3/2013
bahwa wadah sampah harus:

1) Diberi label atau tanda


2) Dibedakan bahan, bentuk, dan/atau warna wadah
3) Menggunakan wadah yang tertutup

Selain itu banyak pula faktor-faktor lain yang menyebabkan sampah menjadi
permasalahan khususnya di perkotaan, yaitu:

1) Volume sampa sangat besar, melibihi kapasitas TPS dan TPA


2) Lahan TPA makin sempit tergerus oleh tujuan lain
3) Teknologi pengelolaan tidak optimal, menyebabkan kian membesarnya
volume sampah dari pembusukan
4) Manajemen pengelolaan sampah yang tidak efektif
5) Pengelolaan sampah dirasakan tidak membawa dampak positif terhadap
lingkungan
6) Kurangnya dukungan kebijakan pemerintah
7) Fasilitas pengangkutan sampah terbatas dan tidak mampu mengangkut
seluruh sampah

Permasalahan-permasalahan tersebut baik yang berasal dari keberadaan


sampah itu sendiri maupun yang terkait dengan penumpukan serta
pengelolaannya, lebih jaun lagi akan membawa dampak-dampak baru. Misalnya
Misalnya saja, dari sudut pandang estetika (kebersihan dan keindahan kota)
maupun dari sudut sanitasi (kesehatan lingkungan). Tumpukan sampah yang
tersebar tanpa mengenal tempat, memberikan kesan jorok, kotor, kumuh maupun
rantasa’. Sementara dari sudut pandang kesehatan (lingkungan), keberadaan
sampah dapat menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit maupun menjadi
media perantara menyebarluasnya suatu penyakit.

28
2.4.3 Konsep dan Sarana Penanganan Limbah Padat

Secara umum, pengelolaan limbah padat ditinjau dari aspek teknik


operasional di suatu tempat ditunjukkan pada gambar 4.1. Pada gambar tersebut
dapat diambil pengertian bahwa sistem pengelolaan sampah dapat dilakukan
dengan berbagai macam jalur; misalnya timbulan sampah masuk ke pewadahan
kemudian dibawa oleh kendaraan pengumpul langsung dibuang ke tempat
pembuangan akhir. Atau jalur lain, misalnya setelah melalui bagian pengumpulan
kemudian dibawa ke bagian pemilahan dan pengolahan, setelah itu dibuang ke
tempat pembuangan akhir.

Gambar 2.4.1 Sistem Pengelolaan Sampah secara umum. Sumber: Buku Rekayasa Lingkungan
Gunadarma
1) Pewadahan

Pada sub-sistem ini, sampah yang ada dimasukkan ke dalam wadah yang
bergantung dari tingkat sosial-ekonomi penduduk. Misalnya ada yang
menggunakan bak sampah dari beton, ada yang terbuat dari seng, plastik, dan lain-
lain. atau ada yang menggunakan container.

29
Pada negara-negara maju, biasanya masyarakat yang membuang sampah
melakukan pemisahan berdasarkan jenis sampah. Sampah yang cepat membusuk
(garbage) dipisahkan dengan sampah yang tidak cepat membusuk (rubbish, dust
& ash).

2) Pengumpulan

Pada sub-sistem ni, penggunaan jenis atau cara pengumpulan bergantung dari
daerah pelayanan, tingkat sosial-ekonomi masyarakat, sarana dan prasarana yang
dilayani. Secara umum, sub-sistem ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.4.2 Sub-sistem Pengumpulan Sampah Secara umum. Sumber: Buku Rekayasa
Lingkungan Gunadarma

Dari gambar 4.2 diatas, bisa dilihat berbagai jalur pengumpulan yaitu:

a. Pengumpulan individual tidak langsung, yaitu kendaraan pengumpul


(gerobak) mengambil timbulan sampah langsung dari pengguna jasa.
b. Pengumpulan individual langsung, yaitu kendaraan pengangkut (truk)
langsung mengambil timbulan sampah dari pengguna jasa untuk kemudia
dibuang ke TPA.

30
c. Pengumpulan komunal langsung, yaitu pengguna jasa mengumpulkan
sampah secara komunal pada wadah komunal untuk diangkut oleh
kendaraan pengangkut langsung dibuang ke TPA.
d. Pengumpulan komunal tidak langsung, yaitu pengguna jasa
mengumpulkan sampah seara komunal pada wadah komunal untuk dibawa
oleh kendaraan pengumpul, kemudia dibawa ke transfer depo, lalu
diangkut oleh kendaraan pengangkut untuk dibuang ke TPA. Sama seperti
no. 1dimana kendaraan pengangkut tidak dapat mengambil seara langsung
kepengguna jasa.

3) Pemindahan dan Pengangkutan

Pada sub-sistem ini dibahas tentang statiun pemindahan (transfer depo),


dimana fungsinya secara umum adalah sebagai tempat penampungan
sementara (TPS) dan tempat bertemunya kendaraan pengumpul dengan
kendaraan pengangkut.

Adapu jenis transfer depo atau transfer Station ditinjau dari cara pemuatannya
adalah sebagai berikut :

a. Direct Discharge

Direct Discharge adalah transfer depo yang berfungsi sebagai tempat


pertemuan kendaraan pengumpul yang sudah terisi penuh dengan sampah dengan
kendaraan pengangkut, dimana transfer depo ini didisain sedemikian rupa
sehingga pemindahan sampah dapat secara langsung dari kendaraan pengumpul
dengan kendaraan pengangkut untuk dibuang ke TPA.

Jenis ini ada tiga tipe sesuai dengan luasnya yaitu tipe besar, menengah
dan kecil. Kelebihan dari transfer depo adalah biaya yang diperlukan relatif
murah karena dapat dibuat diluar ruangan tanpa menggunakan konstribusi khusus,
dan sistim ini digunakan untuk jenis sampah yang mudah membusuk (garbage)
karena dapat langsung dibuang ke TPA, akan tetapi secara estetika dan kesehatan
kurang baik karena tempat tidak terjaga atau tertutup. Karena hal tersebut diatas
(yaitu karena biaya yang relatif lebih murah) maka sistim ini cocok di Indonesia.

31
b. Indirect Discharge

Indirect Discharge adalah transfer depo yang berfungsi sebagai tempat


pertemuan kendaraan pengumpul yang sudah terisi penuh sampah dengan
kendaraan pengangkut, dimana sampah dari kendaraan pengumpul dikumpulkan
dalam suatu ruang tertentu untuk kemudain dengan menggunakan Crane sampah
dipindahkan ke kendaraan pengangkut.

Keuntungan dari sistem ini adalah sampah yang sudah terkumpul dapat
diadakan pemilihan menurut jenisnya, sehingga dapat dengan tepat ditentukan
cara pengelolaannya dan secara estetika baik karena tumpukan sampah tertutup di
suatu ruangan. Akan tetapi cara ini cukup mahal, sehingga transfer station jenis ini
banyak digunakan di negara maju.

c. Combine Diret Discharge and Indirect Discharge

Combine Diret Discharge and Indirect Discharge merupakan kombinasi


antara direct discharge dan indirect discharge. Pada sistem ini sampah dibedakan
antara yang harus langsung dibuang dengan yang tidak. Sistem ini juga banyak
digunakan di negara maju.

4) Pembuangan Akhir

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sering digunakan adalah:

a. Open Dumping

Adalah TPA, dimana sampah yang dibuang diletakkan begitu saja diatas
tanah kosong atau sebelum digunakan tanah tersebut dibuat lubang dengan
menggunakan traktor. Cara ini tidak dianjurkan untuk digunakan karena sampah
yang dibuang dibiarkan di tempat terbuka sehingga dapat menjadi sarang
binatnag-binatang tertentu yang dapat membawa penyakit selain itu secara

32
estetika kurang baik karena menimbulkan pemandangan yang buruk dan bau yang
busuk

b. Control Land Fill

Adalah TPA, dimana sampah yang dibuang diletakkan diatas lubang yang
dibuat dengan traktor, kemudian apabila lubang tersebut sudah penuh baru ditutup
dengan lapisan tanah setebal kurang lebih 20cm.

c. Sanitary Land Fill

Adalah TPA, dimana sampah yang dibuang diletakkan diatas lubang yang
dibuat dengan traktor, kemudian sampah yang ada ditutup oleh lapisan tanah yang
penutupnya dilakukan setiap hari sehingga terbentuk sel-sel dalamnya. Cara ini
adalah cara yang terbaik dibanding dengan dua cara sebelumnya.

5) Pemilihan dan Pengolahan


a. Pemilihan

Pada bagian ini akan dibicarakan secara ringkas masalah pemilihan dan
pengolahan sampah yang merupakan bagian yang cukup penting dari sistim secara
keseluruhan. Akan tetapi bagian ini pada umumnya membutuhkan teknologi
tinggi yang belum terdapat di negara berkembang.

Di Indoneisa khususnya dan di negara-negara berkambang yang paling sering


dilakukan pada bagian pemilahan adalah dengan menggunakan tenaga manusia
(pemulung), berhubung murahnya tenaga kerja. Sebaliknya negara-negara maju
karena mahalnya upah tenaga kerja maka pada bagian pemilahan pada umumnya
sudah menggunakan teknologi canggih.

Pemilahan dilakukan untuk menggolongkan jenis-jenis sampah sesuai dengan


karakteristiknya, sehinga masuk pada pengolahan mempermudah prosesnya.

33
b. Pengolahan

Pada bagian pengolahan istilah yang paling sering dikenal adalah


Recycling, Reuse dan Recovery. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

– Recyling adalah “transforming waste materials into useful items by


reprocessing them” maksudnya adalah suatu proses pengolahan yang
dilakukan dengan merubah bentuk material sampah secara fisis dengan
memproses kembali menjadi barang-barang yang berguna atau
bermanfaat, misalnya mengubah sampah plastik menjadi kursi plastik,
ember plastik dan lain-lain.
– Reuse adalah “returning an item to productive use for the same purpose
as it was originally intended, without changing its identity” maksudnya
adalah mengembalikan barang yang sudah menjadi sampah (rongsok)
menjadi barang berguna yang mempunyai manfaat yang sama seperti
aslinya tanpa merubah identitasnya. Contohnya merubah rongsokan
menjadi mobil baru.
– Recovery atau Energy Recovery adalah “the use of solid wastes as fuel,
supplementing woods waste, to produce energy in the form of steam or
electricity” maksudnya adalah penggunaan sampah sebagai bahan bakar
atau memanfaatkan energi yang tersimpan dalam sampah misalnya untuk
tenaga listik. Contohnya mengubah sampah kotoran hewan menjadi
biogas.

2.5 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Amira Izzati Mardiya)

2.5.1 Definisi

Menurut PP No. 18 Tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah bahan


berbaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta

34
mahluk hidup lain. Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau
sifat dan atau jumlahnya mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk
hidup dan lingkungan, apapun jenis sisa bahannya.

Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa


(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan
manusia. Jadi limbah B3 dapat di artikan sebagai adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat
dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lain

2.5.2 Sumber Limbah Beracun


1) Udara
2) Darat
3) Air

2.5.3 Sifat Limbah B3

Limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:

1) Berdasarkan sumber
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. Limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak
memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3;
dan
c. Limbah B3 dari sumber spesifik.
– Limbah B3 dari sumber spesifik umum
– Limbah B3 dari sumber spesifik khusus.

35
2) Berdasarkan karakteristik

Karakteristik limbah B3 sesuai dengan PP No. 101 tahun 2014, yaitu:

a. Limbah Mudah Meledak atau Eksplosive Waste

Definisi limbah mudah meledak adalah limbah yang karena reaksi kimia
dapat menghasilkan gas dengan cepat, suhu yang tinggi dan tekanan yang juga
tinggi sehingga merusak lingkungan sekitarnya.

Contoh: limbah dari pabrik yang menghasilkan bahan eksplosif, dan limbah kimia
khusus dari laboratorium seperti asam prikat. Limbah mudah meledak berbahaya,
baik pada saat proses awal sampai saat pembuangannya.

Berikut ini adalah ciri-ciri limbah B3 yang tergolong mudah meledak :

- Limbah suhu dan tekanan, standar (250C, 760 mmHg) dapat meledak.

b. Limbah Mudah Menyala/ Terbakar atau Flammable Waste

Definisi dari limbah mudah menyala/terbakar adalah limbah yang apabila


didekatkan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah
menyala/terbakar dan apabila telah menyala akan terjadi kebakaran besar dalam
jangka waktu yang lama.

Contoh : pelarut seperti benzena, toluena atau aseton. Limbah-limbah ini berasal
dari pabrik cat, pabrik tinta dan kegiatan lain yang menggunakan pelarut tersebut;
antara lain pembersihan metal dari lemak/minyak, serta laboratorium kimia.

Berikut ini adalah ciri-ciri limbah B3 yang tergolong mudah terbakar:

– Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24%
volume.

36
– Pada titik nyala tidak lebih dari 600C (1400 F) akan menyala apabila
terjadi kontak dengan api, atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760
mmHg.
– Limbah yang bukan berupa cairan pada temperatur dan tekanan standar
(250C, 760 mmHg) mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan,
penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan.
– Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar.
– Merupakan limbah pengoksidasi.

c. Limbah Pengoksidasi atau Oxidizing Waste

Limbah pengoksidasi berbahaya karena dapat menghasilkan oksigen


sehingga dapat menyebabkan kebakaran. Kategori limbah pengoksidasi adalah
limbah yang menyebabkan/ menimbulkan kebakaran karena melepaskan oksigen
dan limbah peroksida atau organik yang tidak stabil dalam keadaan suhu tinggi,

contoh: zat-zat kimia tertentu yang digunakan di laboratorium seperti magnesium,


perklorat, dan metil etil keton peroksida.

d. Limbah Yang Menimbulkan Korosi/Karat atau Corrosive Waste

Limbah jenis ini berbahaya karena dapat melukai, membakar kulit dan
mata. Tambahan lagi, dapat membahayakan pekerja dilokasi pengelolaan atau ke
lingkungan melalui drum berkarat yang berisi limbah jenis ini.

Contoh: sisa-sisa asam/cuka, asam sulfat yang biasa digunakan dalam


pembuatan baja terutama untuk membersihkan kerak dan karat. Sisa-sisa sodium
hidroksida yang digunakan untuk membersihkan produk metal yang akan dicat
atau dilapisi bahan lain (electroplated); dan limbah asam dari baterai. Limbah
asam dihasilkan dari kegiatan pendaur ulangan baterai mobil (accu) bekas.

Berikut ini adalah ciri-ciri limbah B3 yang tergolong sifat korosif :

37
– Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
– Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020)
dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan
temperatur pengujian 550C.
– Mempunyai Ph sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam
dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

e. Limbah beracun atau Toxic Waste

Definisi limbah beracun adalah senyawa kimia yang beracun bagi manusia
atau lingkungan hidup, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.
Sehingga limbah beracun berbahaya karena mengandung zat pencemar kimia
yang beracun bagi manusia dan lingkungan. Limbah beracun dapat tercuci dan
masuk kedalam air tanah sehingga dapat mencemari sumur penduduk disekitarnya
dan berbahaya bagi penduduk yang menggunakan air tersebut. Selain itu, debu
dari limbah ini dapat terhirup oleh para petugas dan masyarakat disekitar lokasi
limbah. Limbah beracun juga dapat terserap kedalam tubuh pekerja melalui kulit.
Limbah ini dikatakan beracun apabila limbah tersebut dapat langsung meracuni
manusia atau mahluk hidup lain.

Salah satu contohnya adalah pestisida, atau limbah yang mengandung logam berat
atau mengandung gas beracun..

f. Limbah Yang Dapat Menimbulkan Penyakit atau Infectious Waste

Limbah yang dapat menimbulkan penyakit berbahaya karena mengandung


kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja,
pembersih jalan dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah.
Contoh limbah jenis ini adalah bagian tubuh manusia seperti anggota badan yang
diamputasi dan organ tubuh manusia yang dibuang dari rumah sakit/ klinik; cairan
tubuh manusia seperti darah dari rumah sakit/ klinik; bangkai hewan yang
ditemukan terinfeksi; darah dan jaringan sebagai contoh dari laboratorium.

38
2.5.4 Prosedur Pengelolaan Limbah B3

Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,


penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengelolaan dan
penimbunan limbah B3. Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus
mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap
aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH.Untuk
aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain
dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapedalda setempat. Tata cara Perizinan
Pengelolaan Limbah B3 mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan No
18 tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun.
Berikut ini adalah pengertian masing-masing kegiatan dalam pengelolaan limbah
B3.

1) Reduksi limbah B3

Reduksi limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi


jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan
dari suatu kegiatan. Penyimpanan adalah kegiatan penyimpanan limbah B3 yang
dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau
pengolah dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sematara.

2) Pengumpulan limbah B3

Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari


penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan
kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3.

Pengemasan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

a. Persyaratan Pra Pengemasan


– Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti
mengetahui karakteristik bahaya dari -setiap limbah B3 yang

39
dihasilkan/ dikumpulkannya. Apabila ada keraguraguan dengan
karakteristik limbah B3 yang dihasilkan/dikumpulkannya, maka
terhadap limbah B3 tersebut harus dilakukan pengujian karakteristik
di laboratorium yang telah mendapat persetujuan Bapedal dengan
prosedur dan metode pengujian yang ditetapkan oleh Bapedal.
– Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang sama secara
terus menerus, maka pengujian karakteristik masing-masing limbah
B3 dapat dilakukan sekurang-kurangnya satu kali. Apabila dalam
perkembangannya terjadi perubahan kegiatan yang diperkirakan
mengakibatkan berubahnya karakteristik limbah B3 yang
dihasilkan, 11 maka terhadap masing-masing limbah B3 hasil
kegiatan perubahan tersebut harus dilakukan pengujian kembali
terhadap karakteristiknya.
– Bentuk kemasan dan bahan kemasan dipilih berdasarkan
kecocokannya terhadap jeni dan karakteristik limbah yang akan
dikemasnya.

b. Persyaratan Umum Kemasan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


(B3)
– Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak rusak,
dan bebas dari pengkaratan serta kebocoran.
– Bentuk, ukuran, dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan
karakteristik Limbah B3 yang akan dikemasnya dengan
mempertimbangkan segi keamanan dan kemudahan dalam
penanganannya.
– Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC)
atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440)
dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak
bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya.

3) Pengangkutan limbah B3

40
Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari
penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/atau dari
pengolah ke pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke
penimbun limbah B3.

4) Pemanfaatan limbah B3

Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan kembali (recovery)


dan/atau penggunaan kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) yang
bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat
digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

5) Pengolahan limbah B3 (definisi umum)

Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan


komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya
dan/atau sifat racun.

2.5.5 Pengolahan Limbah B3

Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan


guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah
uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat
guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan
limbah.

1) Tahapan yang dilakukan dalam identifikasi limbah B3 adalah sebagai


berikut:
a. Mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana
ditetapkan pada lampiran Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.

41
b. Apabila tidak termasuk dalam jenis limbah B3 seperti termuat pada
lampiran tersebut, maka perlu diperiksa apakah limbah tersebut
memiliki karakteristik: mudah meledak, mudah terbakar, beracun,
bersifat reaktif, menyebabkan infeksi dan atau bersifat infeksius.
c. Apabila kedua tahap diatas telah dilaksanakan dan ternyata limbah
tidak termasuk dalam limbah B3, maka dilakukan uji toksikologi.

2) Syarat Lokasi Pengolahan limbah B3

a. Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan lokasi pengolahan.


Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau
di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area
penghasil harus daerah bebas banjir dan jarak dengan fasilitas umum
minimum 50 meter.
b. Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus daerah bebas
banjir, jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk
jalan lainnya, jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas
umum minimum 300 m, jarak dengan wilayah perairan dan sumur
penduduk minimum 300 m, dan jarak dengan wilayah terlindungi
seperti: cagar alam, hutan lindung minimum 300 m.
c. Fasilitas pengolahan limbah B3 harus menerapkan sistem operasi,
meliputi:
a. Sistem keamanan fasilitas;
b. Sistem pencegahan terhadap kebakaran;
c. Sistem penanggulangan keadaan darurat;
d. Sistem pengujian peralatan;
e. Sistem pelatihan karyawan.
d. Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian
yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis
limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume atau kuntitas
kecil pun dapat berdampak besar terhadap lingkungan.

42
3) Metode pengolahan secara kimia, fisik dan biologi

Proses pengolahan limbah B3  dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau
biologi. Hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Secara kimia atau fisik

Umumnya, yang dilakukan untuk mengolah limbah B3 secara kimia/fisik adalah


dengan stabilisasi/ solidifikasi . “Stabilisasi” adalah proses penambahan bahan
aditif atau reagensia yang bertujuan untuk mengurangi sifat beracun limbah,
dengan cara mengubah limbah dan komponen berbahayanya ke bentuk yang dapat
mengurangi laju migrasi kontaminan ke lingkungan, atau mengurangi sifat
beracun limbah tersebut. Sedangkan “solidifikasi” adalah proses ditambahkannya
bahan yang dapat memadatkan limbah agar terbentuk massa limbah yang padat.
Sehingga stabilisasi/solidifikasi adalah proses pengubahan bentuk fisik dan sifat
kimia dengan menambahkan bahan peningkat atau senyawa pereaksi tertentu
untuk memperkecil atau membatasi pelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya
racun limbah, sebelum dibuang. Solidifikasi dan stabilisasi dapat dicapai dengan
reaksi kimia antara limbah dan reagen pemadat atau dengan proses mekanis.
Migrasi kontaminan biasanya dibatasi dengan mengurangi luas permukaan yang
terkena pelindian atau dengan melapisi limbah dengan material yang memiliki
permeabilitas rendah. Bahan pengikat kontaminan dalam limbah yang sering
digunakan adalah pozzolan. Pozzolan adalah bahan alam atau buatan yang
sebagian besar kandungannya terdiri atas unsur-unsur silika dan alumina atau
keduanya. Contoh bahan lain yang dapat digunakan untuk proses
stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik.

b. Secara biologi

Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup berkembang saat
ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan viktoremediasi.

- Bioremediasi

43
Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk
mendegradasi/ mengurai limbah B3,

- Vitoremediasi

Vitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan


mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah.

Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah
B3 dan biaya yang diperlukan lebih muran dibandingkan dengan metode Kimia
atau Fisik. Namun, proses ini juga masih memiliki kelemahan. Proses
Bioremediasi dan Vitoremediasi merupakan proses alami sehingga membutuhkan
waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala
besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan
dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai makanan di
ekosistem.

2.5.6 Uji Toksikologi


1) Pengertian

Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari akibat lanjut pengaruh faktor


kimia, fisika, dan biolog terhadap organisme hidup dan ekosistem, dengan
pengertian bahwa setiap bahan dapat bersifat toksik jika dikonsumsi secara
berlebihan.

Uji toksisitas ada 2 :

a. Uji Toksisitas Akut 9 Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu
senyawa yang terjadi secara singkat setelah pemberian dalam dosis
tunggal.
b. Uji Toksisitas Kronis Pengujian dalam jangka waktu lama dan pada
tingkat fasa pertumbuhan yang berbeda.

44
2) 3 kelompok penyebab keracunan,
a. Kimia, berasal dari bahan:
– Organik: metil alkohol, obat-obatan
– Non-organik: timbal, air raksa, asbestos, asam hidrofluorin, gas
klorin
b. Biologik, dihasilkan oleh beberapa jenis bakteri
c. Fisik, akibat interferensi sifat alami yang bersifat fisik dengan proses
biologik yang terjadi (contoh,debu batubara dan serat asbestos, karena
sifat alami fisiknya dapat menimbulkan akibat atal jika terhirup
melalui pernapasan).

3) Uji toksikologi dapat menentukan karakterisitik limbah B3, yaitu:


a. Berbahaya (contoh: logam berat)
b. Beracun (contoh: HCN, Cr(VI))
c. Bahan Radioaktif (contoh: Uranium, Plutonium)
d. Karsinogenik, Mutagenik, Teratogenik (sifat kimia bahan beracun)
– Sifat karsinogen, menyebabkan kanker
– Sifat mutagen, menimbulkan perubahan materi genetik sel yang
menurun
– Sifat teratogen, menyebabkan cacat lahir pada embrio atau
janin pada masa kehamilan

2.6 Pencemaran Udara (Syifa Carrisa)

2.6.1 Pengertian

Menurut ”The Engineers” Joint Council in Air Polution and Its Control , yang
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, bahwa pencemaran udara
diartikan hadirnya satu atau beberapa kontaminan di dalam udara atmosfer di luar,
antara lain oleh debu, busa, gas, kabut, bau–bauan, asap atau uap dalam kuantitas
yang banyak, dengan berbagai sifat maupun lama berlangsungnya di udara
tersebut, hingga menimbulkan gangguan terhadap kehidupan manusia, tumbuh–

45
tumbuhan atau binatang maupun benda, atau tanpa alasan jelas sudah dapat
mempengaruhi kelestarian organisme maupun benda.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.41 tahun 1999, pencemaran udara


adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya.

Umumnya, polutan yang mencemari udara berupa gas dan asap. Gas dan asap
tersebut berasal dari hasil proses pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna,
yang dihasilkan oleh mesin-mesin pabrik, pembangkit listrik dan kendaraan
bermotor. Selainitu, gas dan asap tersebut merupakan hasil oksidasi dari berbagai
unsur penyusun bahan bakar, yaitu: CO2 (karbondioksida), CO
(karbonmonoksida), SOx (belerang oksida) dan NOx (nitrogenoksida). Berikut
adalah klasifikasi pencemar udara:

1) Pencemar primer: pencemar yang di timbulkan langsung dari sumber


pencemaran udara.
2) Pencemar sekunder: pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar
primer diatmosfer. Contoh: Sulfur dioksida, Sulfur monoksida dan uap air
akan menghasilkanasam sulfurik.

2.6.2 Baku Mutu Udara Ambien

Baku mutu Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang


pengendalian Pencemaran udara, adalah adalah ukuran batas atau kadar zat,
energi, dan/atau komponen yang ada atau seharusnya ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Baku mutu udara
Ambien dapat di lihat pada Tabel di bawah ini

46
Gambar 2.6.1 Baku Mutu Udara Ambien. Sumber: Peraturan Pemerintah RI no 41 Tahun 1999

2.6.3 Permasalahan Pencemaran Udara

Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan


meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara
telah mengalami perubahan. Udara yang dulunya segar, kini kering dan kotor.
Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan pencemaran udara, yaitu
masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam

47
udara. Kualitas udara yang menurun sampai ke tingkatan tertentu menyebabkan
lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya.
Sebenarnya udara sendiri cenderung mengalami pencemaran oleh kehidupan dan
kegiatan manusia serta proses alam lainnya. Dalam batas-batas tertentu, alam
mampu membersihkan udara dengan cara membentuk suatu keseimbangan
ekosistem yang disebut removal mechanism. Pada suatu keadaan ketika
pencemaran yang terjadi melebihi kemampuan alam untuk membersihkan dirinya
sendiri, pencemaran itu akan membahayakan kesehatan manusia dan memberikan
dampak yang luas terhadap fauna, flora, dan terhadap ekosistem yang ada.

Pencemaran udara akan terus berlangsung sejalan dengan laju pertumbuhan


ekonomi. Semakin berkembangnya kehidupan ekonomi, masyarakat akan
semakin banyak menggunakan bahan-bahan berteknologi tinggi yang dapat
menimbulkan pencemaran udara seperti motor dan mobil. Hal ini memberikan
kontribusi besar dalam menurunkan kualitas udara. Zat polutan penyebab
pencemar udara umumnya disebabkan oleh kendaraan bermotor dan juga mesin-
mesin industri yang menghasilkan gas buang. Kandungan gas-gas beracunnya
cepat atau lambat akan mempengaruhi kondisi udara. Hingga pada akhirnya kadar
gas polutan di udara lebih banyak dari pada kadar oksigen.

2.6.4 Konsep dan Sarana Penanganan Pencemaran Udara

Untuk melakukan Pengelolaan Pencemaran Udara, maka kita harus


memahami masalah pencemaran tersebut secara komperehensif dan keseluruhan.
Permasalahan ini harus dikaitkan dalam suatu sistem pencemaran udara yang
terdiri atas 3 komponen utama yaitu:

– Sumber emisi
– Atmosfer
– Reseptor

48
Gambar 2.6.2 Sistem Pencemaran Udara. Sumber: Buku Rekayasa Lingkungan Gunadarma

1) Mengontrol Emisi Gas Buang


Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan
hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur
oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan
cara desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber).
Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan
berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena filter
basah juga digunakan untuk menghilangkan materi partikulat.
Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor
dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan
hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan
cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter) untuk
menyempurnakan pembakaran.
Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi
kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan bakar
alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan.

2) Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan


a. Filter Udara
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack,
agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja yang

49
keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap diamati
(dikontrol), kalau sudah jenuh (sudah penuh dengan abu/ debu) harus segera
diganti dengan yang baru.
Jenis filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang
keluar dari proses industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau
bersifat alkalis dan lain sebagainya

b. Pengendap Siklon

Gambar 2.6.3 Pengendap Siklon. Sumber: http://distantina.staff.uns.ac.id/files/2009/08/2-


centrifugal-separator.pdf

Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang
ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip
kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara / gas
buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga
partikel yang relatif  “berat” akan jatuh ke bawah.
Ukuran partikel / debu / abu yang bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5
u – 40 u. Makin besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.

c. Filter Basah
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip
kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara
menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor dari bagian

50
bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut
semprotkan air turun ke bawah.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat juga prinsip kerja pengendap
siklon dan filter basah digabungkan menjadi satu. Penggabungan kedua macam
prinsip kerja tersebut menghasilkan suatu alat penangkap debu yang dinamakan.

d. Pegendap Sistem Gravitasi


Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang
ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 u atau lebih. Cara kerja alat ini
sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang
dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara
tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya
sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi alatnya. 

e. Pengendap Elektrostatik
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang
kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah
aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara
yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih.
Alat pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC) yang
mempunyai tegangan antara 25 – 100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung
silinder di mana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada
sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi
muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan
corona discharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara
kotor seolah – olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif
sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju ke
elektroda yang sesuai. Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding
tabung sedangkan udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan
kemudian terhembus keluar

51
BAB III
Deskripsi Lokasi

3.1 Deskripsi Lokasi

3.1.1 Deskripsi Secara Umum

Plaza Kalibata/Kalibata Mall memiliki jumlah pengunjung yang berkisar sekitar


400 orang/per-hari dan belum ada angka pasti karena tidak diberi data oleh pihak
manajemen. Kalibata Mall dipenuhi oleh fasilitas Restoran, toilet, toko pakaian,
toko elektronik, arena bermain, supermarket, dan kantor manajemen. Kalibata
Mall berlokasi di Jl. Raya Kalibata No. 141 (Jalan Rawajati Timur), Jakarta
Selatan, DKI Jakarta 12750, Indonesia

Situasi lingkungan sekitar berada diantara kawasan perumahan dan jalan raya
besar. Lingkungan fisik tidak spesifik namun parit dialiri ke sungai ciliwung.
Sumber daya yang dimiliki oleh Kalibata Mall adalah listrik, Plaza Kalibata
memiliki 3 genset yaitu 1 untuk gedung utama, 1 untuk Giant (super market), dan
1 lainnya untuk di ruko sekitar gedung utama. Air, Plaza Kalibata memiliki 2
sumber khusus yaitu dialiri oleh PAM dan Deepwell atau sumur dari air tanah.

Gambar 3.1.1 Lokasi Kalibata Mall. Sumber: https://www.google.com/maps/place/Eiger/@-


6.257241,106.8538132,17z/data=!3m1!4b1!4m5!3m4!
1s0x2e69f3ad2cae56f5:0x8f12ec75c9aa9c9c!8m2!3d-6.257241!4d106.8560019

52
3.1.2 Deskripsi bangunan

Kalibata Mall merupakan gedung 6 lantai yang terdiri atas Basement, Ground
Floor, Lower Ground, Upper Ground, Ground Floor, First Floor. Sarana dan
prasarana (sampah, pengolahan AM, AL, Drainase, Pengelolaan LB3, pencemaran
udara). Pada pusat perbelanjaan Kalibata Mall terdapat:

g. Tempat sampah
h. Bak intermediate
i. Geastrap tank
j. Outlet STP
k. TPS limbah B3
l. Hexos
m. Blower

Kondisi yang termati melalui survey yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Air limbah: terdapat pengolahan air limbah yang dilakukan secara


bertahap.
2) Sampah padat: dilakukan pemilahan sampah, dikumpulkan dalam suatu
tempat, lalu dibuang ke TPA.
3) Air hujan: tidak ada pengolahan khusus namun dipasang conblock.
4) Air bersih: air dialirkan dari PAM
5) B3: sampah kategori B3 dipisah/dipilah dalam satu ruangan menurut sifat
dari masing-masing benda.
6) Udara: setiap restoran memiliki beberapa ventilasi penghisap udara yang
akan dibuang ke luar.

53
BAB IV
Identifikasi Masalah

4.1 Identifikasi Masalah Penyediaan Air Bersih

Kondisi keaadan penyediaan air bersih di Kalibata Mall penulis dapatkan


berdasarkan wawancara dan observasi langsung. Kalibata Mall yang sudah
dibangun sejak 1990 memiliki operasional yang baik akan penyediaan air
bersihnya. Penyediaan air bersih di Kalibata Mall bisa dikatakan cukup memenuhi
persyaratan yang ada. Air yang mengalir di Kalibata Mall memenuhi persyaratan
kualitatif karena memenuhi persyaratan fisik yaitu jernih, tidak berwarna, tidak
berasa, dan tidak berbau. Untuk syarat kimia yang ada, PH air tidaklah kurang
dari 7 karena tidak ditemukan adanya korosi (area menguning) di bagian-bagian
bawah wastafel dan toilet. Didalam setiap toilet yang ada di Kalibata Mall
memiliki 4 toilet duduk dan 5 urinoir untuk toilet laki-laki, dengan seluruh toilet
yang ada sudah menggunakan sistem flush. Air bersih yang disediakan oleh pihak
pengelola sendiri digunakan untuk berbagai kegiatan. Bentuk peenggunaan air di
Kalibata Mall adalah untuk toilet, restoran dan pertokoan lainnya.

Sumber air utama Kalibata Mall didapatkan dari PDAM dan air tanah (deep
well) tetapi yang lebih digunakan adalah air dari PDAM. Air tanah (deep well)
sendiri hanya akan digunakan untuk cadangan pada saat musim kemarau
sedangkan jika musim sedang baik-baik saja dan turun hujan maka digunakan
pasokan air dari PDAM. Air yang didapatkan dari PDAM akan ditampung di
Clean Water Tank, sedangkan air yang diambil dari air tanah (deep well) akan
ditampung di Raw Water Tank sebelum di pompa dan masuk ke sand filter serta
carbon filter, yang nantinya akan disatukan di dalam Clean Water Tank
bergabung dengan air dari PDAM. Air bersih yang ditampung di Clear Water
Tank selanjutnya akan disalurkan ke setiap pertokoan, restoran, dan toilet yang
ada melalui pipa dengan bantuan pompa booster. Air yang telah dipompa akan
disalurkan sesuai dengan kebutuhan didalam gedung. Jika kebutuhan sedang
melonjak, maka pompa akan terus bekerja dan memompa agar air dapat terus
mengalir ke area gedung dan tidak terjadi kekurangan. Bagusnya, Kalibata Mall

54
memiliki satu Clean Water Tank khusus untuk air pemasok hydrant. Clean Water
Tank, pompa dan pipa yang digunakan untuk hydrant pun berbeda sehingga air
untuk hydrant memiliki jalurnya sendiri dan tidak pernah kekurangan pasokan.
Masalah yang mungkin terjadi adalah bocornya pipa penyalur dari tempat
penampungan (Clean Water Tank) ke dalam gedung. Tetapi sampai saat terakhir
penulis melakukan survei, pengelola menyebutkan bahwa belum pernah terjadi
kebocoran pipa di Kalibata Mall dikarenakan pengelolaan yang baik oleh
manajemen untuk menghindari hal-hal seperti itu.

Gambar 4.1.1 Raw Water Tank. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018


Survei Lokasi: 21 November 2018

55
Gambar 4.1.2 Pompa Booster. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018
Survei Lokasi: 21 November 2018

4.1.1 Mindmap

56
4.2 Identifikasi Masalah Pengolahan Air Limbah

Kondisi pengolahan air limbah pada Kalibata Mall dapat dinilai cukup baik dan
memadai karena memenuhi standar pengolahan sesuai dengan buku Introduction
to Environmental Engineering. Pada pengolahan air limbah di Kalibata Mall
dilakukan metode disposal atau pembuangan. Sebelum dibuang, air limbah yang
merupakan kategori black water dialirkan ke dalam sebuah penampungan dan
dipisahkan dari kotoran. Kotoran yang ada akan dibawa melalui mobil septic tank.
Sementara untuk grey water yang berasal dari restoran dan pertokoan lainnya
akan ditampung dalam sebuah tempat sebelum dialirkan ke bagian pengolahan
bersama dengan black water. Setelah ditampung, air limbah dipompa dan
dialirkan menuju tempat pengolahan dan diolah dengan bantuan alat greasetrap
tank, biodetox tank, sedimentation tank, kaporit, dan effluent tank.

Gambar 4.2.1 Tempat Penampungan Grey Water. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02


2018. Survei Lokasi: 21 November 2018

57
Gambar 4.2.2 Tempat Penampungan Black Water. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02
2018. Survei Lokasi: 21 November 2018

Gambar 4.2.3 Greasetrap Tank. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018. Survei Lokasi:
21 November 2018

58
Gambar 4.2.4 Sedimentation Tank. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018. Survei
Lokasi: 21 November 2018

Gambar 4.2.5 Biodetox Tank. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018. Survei Lokasi: 21
November 2018

59
Gambar 4.2.6 Tabung Kaporit. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018. Survei Lokasi: 21
November 2018

Gambar 4.2.7 Effluent Tank. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018. Survei Lokasi: 21
November 2018

Selanjutnya, air hasil olahan yang telah memenuhi baku mutu akan dibuang ke
anak Sungai Ciliwung. Walaupun pengolahan air limbah pada Kalibata Mall telah

60
dapat dinilai baik karena telah sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan
pemerintah menurut keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 200
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, namun masih dapat ditinjau beberapa
permasalahan yang terjadi pada sistem pengolahan air limbah. Masalah yang
dapat ditinjau adalah:

1) Kurangnya pemanfaatan air hasil olahan secara efektif untuk dapat


digunakan kembali dalam keberlangsungan aktivitas di mal. Mall sangat
mengandalkan PAM sehingga cukup memakan biaya yang besar. Padahal,
air hasil olahan dapat digunakan kembali sebagai air bersih dalam
keberlangsungan aktivitas di mal. Air hasil olahan tersebut semestinya bisa
menjadi flush toilet sehingga air hasil olahan tidak terbuang sia-sia.
2) Tidak ada pengolahan bagi clear water. Clear water adalah air limbah
yang berasal dari tetesan AC dan kulkas. Menurut kondisi di lapangan
yang diamati, air tetesan dibiarkan begitu saja dan tidak ikut dialirkan
menuju penampungan untuk diolah bersama dengan black water dan grey
water. Seharusnya, air limbah kategori clear water juga ditampung dan
dialirkan menuju tempat sistem pengolahan air limbah.

4.2.1 Mindmap

61
4.3 Identifikasi Masalah Pengelolaan Air Hujan

Setelah melakukan survai di tempat yang telah ditargetkan yaitu Kalibata


Mall, diperoleh hasil informasi bahwa tempat yang telah kami survai tidak
memiliki penampungan untuk air hujan dan pengelolaan khusus yang layak agar
dapat digunakan kembali sebagai air bersih. Namun, di Kalibata Mall perlakuan
terhadap air hujan hanya menyediakan pipa yang terdapat di atap bangunan lalu
menuju ke bawah lagi agar jatuh di permukaan konblok lalu meresap ke tanah dan
diserap kembali oleh tanah sehingga air hujan yang turun secara tidak langsung
kembali menjadi air tanah yang kemudian menjadi sumber air bersih bagi gedung
mall tersebut.

Seharusnya, setiap gedung besar seperti gedung perbelanjaan memiliki


penanganan limpasan air hujan dengan disediakannya Bak penampungan air
hujan. Pada daerah-daerah tertentu yang tidak atau sedikit memiliki sumber air, air
hujan dimanfaatkan untuk persediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari yang
lain terutama pada musim hujan, di samping juga untuk persediaan air pada eaktu
musim
kemarau. Untuk menyimpannya air hujan ditampung dalam suatu bejana atau bak
Penampungan Air Hujan (PAH). Bak penampungan air hujan ini juga dapat
digunakan untukpenyediaan air bersih secara komunal.

Gambar 4.3.1 Bak Penampungan Air Hujan digunakan untuk Penyediaan Air Bersih Secara
Komunal. Sumber: Buku Rekayasa Lingkungan Gunadarma

62
Gambar 4.3.2 Konblok disekitar perluasan Mall. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018.
Survei Lokasi: 21 November 2018

Gambar 4.3.3 Saluran Pembuangan menuju anak Sungai Ciliwung. Sumber: Dokumentasi HG 4B
SRTL-02 2018. Survei Lokasi: 21 November 2018

63
Gambar 4.3.4 Air yang berada di atas atap dialiri langsung ke bawah (konblok) melewati pipa.
Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018. Survei Lokasi: 21 November 2018

4.3.4 Mindmap

4.4 Identifikasi Masalah Pengelolaan Limbah Padat

4.4.1 Permasalahan pada Lokasi

Kalibata Mall merupakan sebuah pusat perbelanjaan kelas menengah ke


bawah. Terdapat beberapa permasalahan mengenai pengelolaan limbah padat di

64
Kalibata Mall. Yang pertama penulis amati adalah tempat sampah yang tersedia
disekitaran mall belum memenuhi persyaratan untuk memilah sampah sesuai
dengan jenisnya. Fakta yang ada di lokasi, tempat sampah yang disediakan hanya
untuk satu jenis atau disatukan. Sehingga pada penampungan sampah di lokasi
tidak terjadi pemilahan sampah dan tercampur antara sampah organik dan
anorganik. Setelah di tampung di suatu ruangan tertutup, sampah yang telah
ditampung akan diangkut oleh dinas kebersihan DKI Jakarta dan diolah ditempat
lain. Karena Kalibata Mall belum memiliki pengolahan sampah milik sendiri.
Mereka membayar retribusi kepada dinas kebersihan setempat. Permasalahan
yang ditemukan di lokasi tempat penampungan sementara Kalibata Mall yaitu
adanya genangan air lindi yang menimbulkan bau tidak sedap disekitaran TPS.
Hal ini disebabkan kurang di perhatikannya pengangkutan dari TPS ke dalam truk
pengumpul sehingga air lindi tercecer ditanah.

1) Kondisi Pengelolaan limbah padat

Pengelolaan limbah padat terdiri atas 5 aspek penting. Salah satunya aspek
operasional yang dilakukan oleh pihak managemen mall. Di dalam aspek
operasional terdiri atas pewadahan, pengumpulan, pemindahan & pengangkutan,
pemilahan & pengolahan, dan pembuangan akhir. Sedangkan di Kalibata Mall,
pihak managemen hanya melakukan sampai dengan tahap pengumpulan. Belum
ada sarana dan prasarana untuk melakukan pengelolaan limbah padat sampai ke
tahap akhir. Jenis pengumpulan yang Kalibata Mall terapkan adalah pengumpulan
individual langsung yang mana berarti kendaraan pengangkut (truk) langsung
mengambil timbulan sampah dari pengguna jasa untuk kemudian dibuang ke
TPA.

Dalam pewadahan sendiri, tempat sampah yang digunakan berbentuk tabung


dengan bahan seng tanpa adanya pembeda khusus antara sampah organik ataupun
anorganik. Semua jenis sampah ditampung di satu tempat sampah tersebut. Di
setiap lantai terdapat beberapa tempat sampah yang rata-rata diletakkan di pinggir
eskalator. Setiap restoran juga menyediakan tempat sampah nya masing-masing.
Setelah dilakukan pewadahan, sampah yang tertampung di kumpulkan di dalam

65
kantong plastik hitam besar lalu di tampung sementara di tempat penampungan
yang berada di area parkir luar Kalibata Mall.

Pada penampungan sampah sementara yang ada di Kalibata Mall, sampah


tidak dibedakan dan ditampung di dalam suatu bangunan terpisah yang tertutup
sekitar 3,5m×5m. Karena ditampung dibangunan yang tertutup, bau yang ada
tidak menyebar kemana-mana. Namun hanya tercium disekitaran penampungan.
Namun kondisi di sekitar penampungan menjadi lembab dan kurang indah dilihat.
Jadi, intinya pihak mall hanya mengumpulkan sampah yang ada dan untuk
pengolahannya diserahkan kepada dinas kebersihan DKI Jakarta setiap satu 2-3
hari sekali sebanyak satu truk sampah dari dinas kebersihan.

Gambar 4.4.1 Kondisi tempat penampungan sementara dan pewadahan sampah Kalibata Mall.
Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018. Survei Lokasi: 21 November 2018

66
4.4.2 Mindmap

4.5 Identifikasi Masalah Pengelolan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


(B3)

Setelah melakukan survei di pusat perbelanjaan Kalibata Plaza, penulis


mendapatkan informasi bahwa sistem kerja pengelolaan untuk limbah B3 sudah
hampir memenuhi kriteria.

Informasi tersebut salah satunya adalah telah disediakannya sebuah Tempat


Penampungan Sementara (TPS) terkhusus untuk limbah B3. Pada TPS tersebut
ada 5 pengemasan berbeda untuk setiap limbah B3 telah dipisahkan bedasarkan
karakteristik masing-masing. Limbah B3 yang dimaksud adalah oli, kain majun,
kaca, baterai dan cartridge. Pihak pusat perbelanjaan juga telah bekerja sama
dengan salah satu perusahaan swasta untuk pengolahan B3, namun tidak
didapatkan nama perusahaan swasta tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan
para pekerja lapangan.

Walaupun telah dilakukan pengemasan yang baik pada limbah B3 di pusat


perbelanjaan Kalibata Plaza, penulis belum mendapati informasi jelas mengenai

67
jarak TPS dengan pusat kegiatan pada pusat perbelanjaan tersebut. Selain itu,
informasi lain yang didapatkan adalah limbah B3 yang penulis lihat secara
langsung pada survei belum diambil oleh pihak perusahaan swasta yang bekerja
sama dengan pusat perbelanjaan Kalibata Plaza. Hal tersebut menjadi sebuah
masalah karena seharusnya penyimpanan limbah B3 pada TPS hanya boleh untuk
90 hari.

4.5.1 Mindap

4.6 Identifikasi Masalah Pencemaran Udara

Berdasarkan survei yang telah dilakukan di Kalibata Mall, dapat dibilang


bahwa kualitas udara di dalam Mall Kalibata cukup baik. Hal ini dikarenakan
tidak tercium bau yang asing di dalam mall, dan terdapat banyak alat sirkulasi
udara yang ditempatkan pada lokasi yang tepat. Di dalam kamar mandi misalnya,
sudah terdapat exhaust fan yang berfungsi untuk mengekstrak udara lembab dari
ruangan dan mengeluarkannya ke luar ruangan. Kemudian di mall itu sendiri
terdapat alat pengendali partikulat yaitu Settling Chamber yang berfungsi
menurunkan emisi debu. Ventilasi udara untuk sirkulasi sering ditemukan di
setiap lantai dalam mall. Selain itu, di area parkir juga sudah terdapat saluran
udara agar partikulat dari asap kendaraan tidak terjebak dalam ruangan. Pihak
Kalibata Mall juga sudah membuat peraturan larangan untuk tidak merokok di
dalam Mall, sehingga udara di dalam mall terbebas dari asap rokok.

68
Berbeda dengan udara di dalam mall, udara di luar mall belum bisa
memenuhi kriteria udara yang sehat. Hal ini disebabkan beberapa faktor
diantaranya adalah Kalibata Mall tidak menyediakan smoking area, sehingga
pengunjung merokok di area luar yang tersedia pada beberapa restoran. Dengan
tersedianya restoran outdoor yang membolehkan para pengunjung untuk merokok
ini dikhawatirkan memperburuk kualitas udara di sekitar mall. Letak restoran ini
juga berdekatan dengan area parkir luar dan jalan raya. Seperti kita ketahui, asap
kendaraan berperan dalam permasalahan pencemaran udara, dikarenakan
mengandung zat karsigonenik seperti benzene dan timbal. Selain itu, di area luar
juga sering didapati outdoor AC dari pertokoan dalam mal, yang membuang udara
kotor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa udara di luar mall terkontaminasi oleh
asap rokok asap kendaraan, dan outdoor AC sehingga udara di luar mall menjadi
tidak sehat.

Gambar 4.6.1 Outdoor AC. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018. Survei Lokasi: 21
November 2018

69
Gambar 4.6.2 Sirkulasi Udara. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018. Survei Lokasi: 21
November 2018

Gambar 4.6.3 Exhaust Fan. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-02 2018. Survei Lokasi: 21
November 2018

70
Gambar 4.6.4 Sirkulasi Udara di Parkiran Bawah Tanah. Sumber: Dokumentasi HG 4B SRTL-
02 2018. Survei Lokasi: 21 November 2018

71
4.6.1 Mindmap

72
BAB V
Analisis dan Kesimpulan

5.1 Mindmap HG

5.2 Simpul-Simpul Masalah Utama

Permasalahan utama yang dapat ditemukan di Kalibata Mall adalah


permasalahan mengenai limbah padat atau sampah. Kalibata Mall
memiliki aktivitas seperti restoran, pertokoan dan toilet yang
menyebabkan timbulan limbah padat memiliki jumlah yang banyak
dengan komposisi sampah terbesar ada pada sampah plastik dan sisa
makanan.

73
5.3 Analisis Keterkaitan

Sesuai dengan simpul masalah yang telah penulis temukan didapati


bahwa limbah padat merupakan sumber permasalahan utama yang
memengaruhi komponen limbah lainnya. Sampah plastik bersifat non-
bidegradable sehingga sulit terdekomposisi, sedangkan sampah sisa
makanan cukup mendominasi di TPS Kalibata Mall yang mana sampah
tersebut mudah terdekomposisi terutama dalam cuaca yang panas.
Biasanya dalam proses dekomposisi tersebut menimbulkan bau yang tidak
sedap serta dihasilkan pula polutan berupa zat kimia. Bau yang tidak sedap
dan polutan ini tentunya menjadi salah satu faktor menurunnya kualitas
udara.
Menurut observasi yang dilakukan, diamati bahwa air lindi yang
berasal dari limbah padat, terutama sampah organik, tercecer di sekitaran
TPS Kalibata Mall. Hal ini terjadi akibat pemindahan dan pengangkutan
sampah dari mal menuju TPS yang dilakukan kurang diperhatikan dengan
baik sehingga ketika turun hujan, air hujan akan meresap ke dalam tanah.
Resapan air hujan tersebut membawa serta zat-zat pencemar yang berasal
dari sampah organik dan anorganik yang pada akhirnya menyebabkan
pencemaran.. Air yang terserap ke dalam tanah nantinya akan
memengaruhi kualitas deep well yang akan digunakan sebagai sumber air
bersih bagi seluruh kegiatan di Kalibata Mall.

5.4 Kesimpulan dan Rekomendasi

5.4.1 Kesimpulan

Berdasarkan survai yang telah penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa:

1) Pengelolaan air limbah sudah memenuhi syarat dan proses yang baik.
Namun, masih terdapat kekurangan yaitu tidak adanya pengelolaan lebih
lanjut terhadap clear water.
2) Pengolahan limbah padat di Kalibata Mall tidak dilakukan oleh pihak
manajemen mall, hanya mengandalkan pengangkutan oleh dinas

74
kebersihan DKI Jakarta dan tidak ada pemilahan sampah berdasarkan
jenisnya di tempat sampah yang disediakan di dalam gedung maupun di
sekitar mall.
3) Pemilahan limbah B3 di Kalibata Mall sudah dipilah sesuai dengan
jenisnya dan ditampung di penampungan yang berbeda dengan limbah
padat. Namun, dalam setahun terakhir belum ada pengangkutan oleh pihak
yang bekerjasama dengan pihak manajemen mall.
4) Kalibata Mall tidak memiliki penampungan dan pengolahan khusus
terhadap air hujan. Namun, hanya mengandalkan fasilitas pipa dari atap
yang mengalir ke bawah sehingga secara tidak langsung air hujan menjadi
air tanah melalui konblok disekitar mall.

5.4.2 Rekomendasi

Rekomendasi yang penulis ajukan terhadap pihak manajemen Kalibata Mall


adalah sebagai berikut:

1) Manajemen harus lebih memerhatikan operasional yang dilakukan dalam


pengelolaan limbah padat karena akan berpengaruh terhadap pengelolaan
komponen limbah lainnya
2) Limbah B3 yang ada seharusnya bisa lebih diperhatikan terutama dalam
jangka waktu pengangkutannya dan koordinasi dengan PT yang akan
mengolah limbah B3 tersebut lebih lanjut.

75
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum

(diakses 14 Desember 2018 pukul 21.45)

https://www.researchgate.net/publication/315484316_SISTEM_PENGOLAHAN
_AIR_MINUM_SEDERHANA_PORTABLE_WATER_TREATMENT

(diakses 14 Desember 2018 pukul 21.47)

http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2009/03/pengantar-pengolahan-air-
bersih-compatibility-mode.pdf

(diakses 14 Desember 2018 pukul 21.53)

Buku Rekayasa, Penerbit Gunadarma, ISBN 979-8382-53-6

http://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/I8713003_bab1.pdf
(diakses pada Rabu, 12 Desember 2018 pukul 18.50)

http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Laporan/airlim.html
(diakses pada Rabu, 12 Desember 2018 pukul 23.33)

http://www.fao.org/docrep/t0551e/t0551e05.htm
(diakses pada Rabu, 19 Desember 2018 pukul 20.01)

Buku Introduction to Environmental Engineering oleh P. Aarne Vesilind, Susan


M. Morgan, Lauren G. Heine.

76
http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/Jurisprudentie/article/download/3661/3341 diakses pada
(Rabu, 14 Desember 2018 pukul 18.38)

http://www.kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2010/09/diktatsampah-2010-
bag-1-3.pdf
(diakses pada Kamis, 15 Desember 2018 pukul 11.21)

https://www.academia.edu/8090548/PENGELOLAAN_LIMBAH_BAHAN_BER
BAHAYA_DAN_BERACUN_B3_DENGAN_STUDI_KASUS_PT._INDOMIN
CO_MANDIRI
(diakses pada tanggal 18 des 2018 pukul 11.28)

https://bangazul.com/limbah-bahan-berbahaya-dan-beracun-b3/
(diakses pada tanggal 18 des 2018 pukul 10.16)

Hesketh , Howard E.1979. Air and Noise Pollution Control

Soedomo, Moestikahadi.2001. Kumpulan Karya Ilmiah Pencemaran Udara


.Bandung : ITB
Sudrajad, Agung.2006.Pencemaran Udara, Suatu Pendahuluan.
http//kamase_ugm@yahoo.co.id
(diakses pada tanggal 12 Desember  2018) 
https://ilmugeografi.com/geografi-teknik/pengolahan-limbah-gas
(diakses 15 Desember 2018 pukul 17.50 WIB)

http://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/viewFile/273/282
(diakses 13 Desember 2018 pukul 00.21 WIB)

http://www.kelair.bppt.go.id/sitpapdg/Patek/Spah/spah.html
(diakses 13 Desember 2018 pukul 00.21 WIB)

https://www.researchgate.net/publication/319383031_Kualitas_Air_Hujan_dan_F
aktor_Lingkungan_yang_Mempengaruhinya
(diakses 13 Desember 2018 pukul 00.21 WIB)

77
78

Anda mungkin juga menyukai