Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

GANGGUAN KOGNITIF PADA LANSIA

Oleh :
Ignatius Jasen Hutomo
Pembimbing :
Dr. N. Saelan Tadjudin, Sp.KJ
Dr. suryani

YAYASAN PANTI WERDHA KRISTEN HANA


2018
BAB I
PENDAHULUAN

Proses menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki/mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, yang
terjadi secara perlahan-lahan. sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)
dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constatinides, 2006).
Proses tersebut menyebabkan manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan
terhadap infeksi serta mengalami distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai
”penyakit degeneratif”. Menurut UU nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut,
batas umur seseorang dikatakan usia lanjut adalah ≥60 tahun (Nugroho, 1995).
Fungsi kognitif adalah kemampuan mental yang terdiri dari atensi, kemampuan
berbahasa, daya ingat, kemampuan visuospasial, kemampuan membuat konsep dan
intelegensi (Kaplan, 1997; American Psychology Assosiation, 2007). Kemampuan kognitif
berubah secara bermakna bersamaan dengan lajunya proses penuaan, tetapi perubahan
tersebut tidak seragam. Sekitar 50% dari seluruh populasi lansia menunjukkan penurunan
kognitif sedangkan sisanya tetap memiliki kemampuan kognitif sama seperti usia muda.
Penurunan kognitif tidak hanya terjadi pada individu yang mengalami penyakit yang
berpengaruh terhadap proses penurunan kognitif tersebut, namun juga terjadi pada individu
lansia yang sehat. Pada beberapa individu, proses penurunan fungsi kognitif tersebut dapat
berlanjut sedemikian hingga terjadi gangguan kognitif atau demensia (Pramanta dkk., 2002).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Definisi lansia :
Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa, maupun yang
tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain

Klasifikasi lansia :
Klasifikasi lansiaWHO dalam menkes RI mempunyai batasan usia lanjut sebagai berikut:
middle / young elderly usia antara 45-59 tahun, elderly usia antara 60-74 tahun, old usia
antara 75-90 tahun dan dikatakan very old berusia di atas 90 tahun.

Definisi kognitif :
Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita menjadi waspada
akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek pengamatan, pemikiran dan ingatan
(Dorland, 2002).
Kognitif adalah : Kemampuan berpikir dan memberikan rasional,termasuk proses mengingat,
menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Stuart&Sundeen,1987).

Menurut Hecker (1998) modalitas dari kognitif terdiri dari sembilan modalitas yaitu: memori,
bahasa, praksis, visuospasial, atensi serta konsentrasi, kalkulasi, mengambil keputusan
(eksekusi), reasoning dan berpikir abstrak (Wiyoto, 2012).
1. Memori

Memori dapat didefinisikan sebagai kemampuan dalam menyimpan dan mengulang


kembali informasi yang diperoleh yang terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama yaitu
encoding yang merupakan fungsi menerima, proses, dan penggabungan informasi.
Tahap kedua yaitu storage merupakan pembentukan suatu catatan permanen dari
informasi yang telah dilakukan encoding. Tahap yang ketiga yaitu retrieval
merupakan suatu fungsi memanggil kembali informasi yang telah disimpan untuk
interpretasi dari suatu aktivitas (Satyanegara et al, 2010). Hipokampus merupakan
suatu bagian otak yang terletak medial dari girus temporal yang berperan penting
dalam fungsi memori, yaitu memproses informasi yang masuk melakukan konsolidasi
dari memori jangka pendek, serta memilah informasi yang penting untuk dijadikan
memori jangka panjang. Hipokampus juga berfungsi sebagai memori spasial yaitu
memori mengenai navigasi lokasi. Berbagai penelitian telah dilakukan dan ditemukan
bahwa pada penderita alzheimer terjadi kerusakan pada hipokampus yang berefek
pada penurunan fungsi memori. Penelitian lain juga dilakukan pada tikus yang
diambil lobus temporalnya mengalami kesulitan dalam menentukan lokasi. Fungsi
hipokampus dapat terganggu, misal pada kejadian hipoksia, ensepaalitis, epilepsi
lobus temporal yang berakibat pada terjadinya amnesia (Guyton & Hall, 2008).

2. Bahasa

Berbahasa merupakan suatu instrumen dasar bagi manusia untuk berkomunikasi


antara satu orang dengan yang lainnya. Bila terdapat gangguan dalam hal ini, akan
mengakibatkan hambatan yang cukup besar bagi penderita. Kemampuan berbahasa
seseorang mencakup kemampuan untuk berbicara spontan, pemahaman, pengulangan,
membaca, dan menulis (Satyanegara et al, 2010).

Beberapa kelainan dalam berbahasa antara lain disartria (pelo), disfonia (serak),
disprosodi (gangguan irama bicara), apraksia oral, afasia, aleksia atau agrafia
(Satyanegara et al, 2010).

3. Praksis

Praksis merupakan integrasi motorik untuk melakukan gerakan kompleks yang


bertujuan, sebagai contoh seseorang dapat menggambar segilima, membuat gambar
secara spontan, membuat rekonstruksi balok tiga dimensi (Satyanegara et al, 2010).

4.Visuospasial

Visuospasial merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan


pengalaman lampau, sebagai contoh orientasi seseorang terhadap orang lain, waktu,
dan tempat (Satyanegara et al, 2010).

5. Atensi

Atensi merupakan kemampuan untuk memusatkan perhatian pada sesuatu yang


dihadapi, dapat diperiksa dengan mengulangi 7 angka yang kita pilih secara acak
untuk diucapkan kembali atau mengetukkan jari diatas meja sesuai angka yang kita
sebutkan (Satyanegara et al, 2010).

6. Kalkulasi

Kemampuan berhitung sebenarnya lebih dipengaruhi oleh pendidikan dan pekerjaan


seseorang, kemampuan berhitung misalnya mengitung 100 dikurangi 7 dan seterusnya
(Satyanegara et al, 2010).

7. Eksekusi

Pengambilan keputusan merupakan salah satu fungsi kognitif yang penting, dimana
seseorang memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, misalnya untuk
menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk mengerjakan suatu tugas
(Satyanegara et al, 2010).

8. Reasoning

Reasoning merupakan kemampuan seseorang secara sadar mengaplikasikan logika


terhadap sesuatu, sebagai contoh kepercayan seseorang setelah adanya fakta yang
mendukung suatu pemikiran. Reasoning merupakan kebalikan dari pemikiran secara
intuisi, karena fungsi reasoning didasari oleh pengetahuan dan intelegensi
(Satyanegara et al, 2010).

9. Abstraksi

Berpikir abstrak diperlukan untuk menginterpretasi suatu pepatah atau kiasan,


misalnya seseorang mampu menginterpretasi pepatah ada gula ada semut, atau
kemampuan seseorang untuk mendeskripsikan perbedaan antara kucing dengan anjing
(Satyanegara et al, 2010).
2. ETIOLOGI
Gangguan kognitif merupakan respon maladaptive yang ditandai oleh daya ingat
terganggu, disonentasi, inkoheren dan sukar bepikir logis. Gangguan kognitif erat kaitannya
dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan
otak.
a). Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi susunan saraf pusat (SSP).
SSP memerlukan nutrisi untuk berfungsi, setiap gangguan pengiriman nutrisi mengakibatkan
gangguan fungsi SSP. Faktor yang dapat menyebabkan adalah penyakit infeksi sistematik,
gangguan peredaran darah, keracunan zat (Beck, Rawlins dan Williams, 1984, hal 871).
Banyak faktor lain yang menurut beberapa ahli dapat menimbulkan gangguan kognitif,
seperti kekurangan vitamin, malnutrisi, gangguan jiwa fungsional.           
2. Faktor Presipitasi 
Setiap kejadian diotak dapat berakibat gangguan kognitif. Hipoksia dapat berupa anemia
Hipoksia, Hitoksik Hipoksia, Hipoksemia Hipoksia, atau Iskemik Hipoksia. Semua Keadaan
ini mengakibatkan distribusi nutrisi ke otak berkurang. Gangguan metabolisme sering
mengganggu fungsi mental, hipotiroidisme, hipoglikemia. Racun, virus dan virus menyerang
otak mengakibatkan gangguan fungsi otak, misalnya sifilis. Perubahan struktur otak akibat
trauma atau tumor juga mengubah fungsi otak. Stimulus yang kurang atau berlebihan dapat
mengganggu fungsi kognitif. Misalnya ruang ICU dengan cahaya, bunyi yang konstan
merangsang dapat mencetuskan disorientasi, delusi dan halusinasi, namun belum ada
penelitian yang tepat.        

b). Akibat gangguan kognitif

1.   Menurun kemampuan konsentrasi terhadap stimulus (misalnya, pertanyaan harus


diulang).
2.    Proses pikir yang tidak tertata, misalnya tidak relevan atau inkoheren.
3.      Minimal 2 dari yang berikut :
-       Menurunkan tingkat kesadaran.
-       Gangguan persepsi, Ilusi, halusinasi.
-       Gangguan tidur, tidur berjalan dan insomnia atau ngatuk pada siang hari.
-       Meningkat atau Menurun aktivitas psikomotor.
-       Disorientasi, tempat, waktu, orang.
-       Gangguan daya ingat, tidak dapat mengingat hal baru, misalnya nama beberapa benda
setelah lima menit.   

3. Gangguan Fungsi Kognitif


Penurunan fungsi kognitif memiliki tiga tingkatan dari yang paling ringan hingga yang
paling berat, yaitu: Mudah lupa (forgetfulness), Mild Cognitive Impairment (MCI) dan
Demensia (Lumbantobing, 2007).

a. Mudah lupa (Forgetfulness)


Mudah lupa merupakan tahap yang paling ringan dan sering dialami pada orang usia
lanjut. Berdasarkan data statistik 39% orang pada usia 50-60 tahun mengalami mudah
lupa dan angka ini menjadi 85% pada usia di atas 80 tahun. Mudah lupa sering
diistilahkan Benign Senescent Forgetfulness (BSF) atau Age Associated Memory
Impairment (AAMI). Ciri-ciri kognitifnya adalah proses berfikir melambat, kurang
menggunakan strategi memori yang tepat, kesulitan memusatkan perhatian, mudah
beralih pada hal yang kurang perlu, memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar
sesuatu yang baru dan memerlukan lebih banyak petunjuk/isyarat (cue) untuk
mengingat kembali (Hartono, 2006).
Adapun kriteria diagnosis mudah lupa berupa :
1. Mudah lupa nama benda, nama orang
2. Memanggil kembali memori (recall) terganggu
3. Mengingat kembali memori (retrieval) terganggu
4. Bila diberi petunjuk (cue) bisa mengenal kembali
5. Lebih sering menjabarkan fungsi atau bentuk daripada menyebutkan namanya
(Hartono, 2006).

b. Mild Cognitive Impairment (MCI)


Mild Cognitive Impairment merupakan gejala yang lebih berat dibandingkan mudah
lupa. Pada mild cognitive impairment sudah mulai muncul gejala gangguan fungsi
memori yang menganggu dan dirasakan oleh penderita. Mild cognitive impairment
merupakan perantara antara gangguan memori atau kognitif terkait usia (Age
Associated Memori Impairment/AAMI) dan demensia. Sebagian besar pasien dengan
MCI menyadari akan adanya defisit memori. Keluhan pada umumnya berupa frustasi,
lambat dalam menemukan benda atau mengingat nama orang, dan kurang mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari yang kompleks. Gejala MCI yang dirasakan oleh
penderita tentunya mempengaruhi kualitas hidupnya. Penelitian menunjukkan bahwa
lebih dari separuh (50-80%) orang yang mengalami MCI akan menderita demensia
dalam waktu 5-7 tahun mendatang. Oleh sebab itu, diperlukan penanganan dini untuk
mencegah menurunnya fungsi kognitif (Lumbantobing, 2007).

Kriteria diagnostik MCI adalah adanya gangguan daya ingat (memori) yang tidak
sesuai dengan usianya namun belum demensia. Fungsi kognitif secara umum relatif
normal, demikian juga aktivitas hidup sehari-hari. Bila dibandingkan dengan orang-
orang yang usianya sebaya serta orang-orang dengan pendidikan yang setara, maka
terdapat gangguan yang jelas pada proses belajar (learning) dan delayed recall. Bila
diukur dengan Clinical Dementia Rating (CDR), diperoleh hasil 0,5 (Lumbantobing,
2007).

Kriteria yang lebih jelas bagi MCI adalah :

 Gangguan memori yang dikeluhkan oleh pasiennya sendiri, keluarganya maupun


dokter yang memeriksanya.
 Aktivitas sehari-hari masih normal.
 Fungsi kognitif secara keseluruhan (global) normal.
 Gangguan memori obyektif, atau gangguan pada salah satu wilayah kognitif,
yang dibuktikan dengan skor yang jatuh di bawah 1,5 – 2,0 SD dari rata-rata
kelompok umur yang sesuai dengan pasien
 Nilai CDR 0,5
 Tidak ada tanda demensia

Pada umumnya pasien MCI mengalami kemunduran dalam memori baru. Namun
diagnosis MCI tidak boleh diterapkan pada individu - individu yang mempunyai
gangguan psikiatrik, kesadaran yang berkabut atau minum obat-obatan yang
mempengaruhi sistem saraf pusat (Hartono, 2006).
c. Demensia
  Pengertian Demensia
Demensia merupakan istilah digunakan untuk menjelaskan penurunan
fungsional yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak. Demensia bukan
berupa penyakit dan bukanlah sindrom.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat,
penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya
sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia
diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang
normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa
menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan
penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi
fungsi.
Pikun merupakan gejala umum demensia, walaupun pikun itu sendiri belum
berarti indikasi terjadinya demensia. Orang-orang yang menderita demensia sering
tidak dapat berpikir dengan baik dan berakibat tidak dapat beraktivitas dengan baik.
Oleh sebab itu mereka lambat laun kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan
permasalahan dan perlahan menjadi emosional, sering hal tersebut menjadi tidak
terkendali.
   

Faktor Penyebab Demensia


Banyak penyakit/sindrom menyebabkan demensia, seperti stroke, Alzheimer, penyakit
Creutzfeldt-Jakob, Penyakit Pick, Huntington, Parkinson, AIDS, dan lain-lain. Demesia
juga dapat diinduksi oleh defisiensi niasin.
Orang yang menderita cedera kepala berulang (misalnya petinju) seringkali mengalami
demensia pugilistika (ensefalopati traumatik progresif kronik); beberapa diantaranya juga
menderita hidrosefalus.
Usia lanjut yang menderita depresi juga mengalami pseudodemensia. Mereka jarang
makan dan tidur serta sering mengeluh tentang ingatannya yang berkurang; sedangkan
pada demensia sejati, penderita sering memungkiri hilangnya ingatan mereka.
      Gejala Demensia
a. Demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah, sehingga
keadaan ini pada mulanya tidak disadari.
         Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat waktu dan kemampuan
untuk mengenali orang, tempat dan benda.
         Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang tepat dan
dalam pemikiran abstrak (misalnya dalam pemakaian angka).
         Sering terjadi perubahan kepribadian.
b.    Demensia karena penyakit Alzheimer biasanya dimulai secara samar.
         Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi; tetapi bisa juga
bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian
lainnya.
         Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-kata yang
lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan
kata-kata yang tepat.
  Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan dalam
mengemudikan kendaraan.
         Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya.
4.      Diagnosa
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan
memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta adanya
penyakit lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan pemeriksaan
kimia darah standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk menentukan adanya
tumor, hidrosefalus atau stroke.
Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara bertahap,
maka diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit Alzheimer
merupakan diagnosa klinik dan terbukti hanya jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang
menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut dan di
seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein abnormal).
Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan
pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang merupakan pemerisaan
skening otak khusus.
5.      Pengobatan
         Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
         Obat takrin membantu penderita dengan penyakit Alzheimer, tetapi menyebabkan efek
samping yang serius. Takrin telah digantikan oleh donepezil, yang menyebabkan lebih sedikit
efek samping dan memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer selama 1 tahun atau
lebih.
         Ibuprofen juga bisa memperlambat perjalanan penyakit ini. Obat ini paling baik jika
diberikan pada stadium dini.
         Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi perkembangannya bisa
diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing
manis yang berhubungan dengan stroke. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi,
diberikan obat anti-depresi. Jika didiagnosis secara dini, maka demensia karena hidrosefalus
bertekanan normal kadang dapat diatasi dengan membuang cairan yang berlebihan di dalam
otak melalui selang drainase (shunting).
         Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa menyertai
demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikosa (misalnya tioridazin dan
haloperidol). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat
anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoia.

6.      Membantu penderita demensia dan keluarganya:


Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki
orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang
besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
         Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa membantu mencegah
terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-jalan.
         Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan
rasa keteraturan kepada penderita.
         Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan memperburuk
keadaan.
         Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan, akan sangat
membantu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi dan
Demensia.St.louis: Mosby year book
2. Towsend, M.C (1993). Psychiatric Mental Health Nursing: Concept of Care, Philadelphia,
2nd, Davis Company.
3. Wilson, H.S, and Kneils, C.R . (1992). Psychiatric Nursing . California : Addison Wesley
Nursing.
4. Stuart, Gail Wiscarz. Sundeen. J. Sandra. 1995. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
5. http://digilib.unila.ac.id/17184/118/BAB%20II.pdf
6. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21571/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai